asuhan keperawatan cidera kepala

Upload: arief-thabi

Post on 14-Oct-2015

116 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangCidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non- degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong penderita.Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ). Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada klien Tn. A dengan diagnosa Cidera Kepala Ringan di Institut Gawat Darurat RSUD Dr Rasidin, Padang1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:1. Untuk mengetahui defenisi Cidera Kepala2. Untuk mengetahui etiologi Cidera Kepala3. Untuk mengetahui klasifikasi Cidera Kepala4. Untuk mengetahui patofisiologi Cidera Kepala5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Cidera Kepala6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penunjang Cidera Kepala7. Untuk mengetahui penatalaksanaan Cidera Kepala8. Untuk mengetahui komplikasi Cidera Kepala9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada paien Cidera Kepala

1.3 Rumusan MasalahAdapun permasalahan yang penulis angkat dalam makalah ini adalah:1. Apakah yang dimaksud dengan Cidera Kepala?2. Bagaimanakah etiologi Cidera Kepala?3. Apa saja klasifikasi Cidera Kepala?4. Bagaimanakah patofisiologi Cidera Kepala?5. Apakah manifestasi klinis Cidera Kepala?6. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik dan penunjang Cidera Kepala?7. Bagaimanakah penatalaksanaan Cidera Kepala?8. Apa saja komplikasi Cidera Kepala?9. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada paien Cidera Kepala?

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 Defenisi Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi, 2001). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak yang disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus ( Mansjoer, 2000; Brunner & Soddarth, 2002 ) Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil dari kecelakaan jalan raya ( Brunner & Suddarth, 2002 ). Cedera kepala merupakan adaya pukulan/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. Traumatik yang terjadi pada otak yang mampu menghasilkan perubahan pada phisik, intelektual, emosional, sosial, dan vocational (Susan Martin, 1999) Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan perubahan fungsi otak (black, 2005) Menurut konsensus perdosi (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen

2.2 Etiologia. Trauma oleh benda tajamMenyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

b. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

Etiologi lainnya:a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. c. Cedera akibat kekerasan.

2.3 Klasifikasia. Menurut Jenis Cedera Cedera Kepala terbukaDapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak Cedera kepala tertutup Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang luasb. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale) Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)- GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)- Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt- Tak ada fraktur tengkorak- Tak ada contusio serebral (hematom)- Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala- Tidak adanya criteria cedera sedang-berat Cedera kepala sedang- GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)- Dapat mengalami fraktur tengkorak- Amnesia pasca trauma- Muntah - Kejang Cedera kepala berat- GCS 3-8 (koma)- Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)- Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial- Tanda neurologist fokal- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kraniumc. Menurut morfologi Fraktur tengkorak - Kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup- Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII- Fokal: epidural, subdural, intraserebral- Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus d. Menurut patofisiologi Cedera kepala primerAkibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.Pada cedera primer dapat terjadi :- Gegar kepala ringan- Memar otak- Laserasi Cedera kepala sekunderPada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :- Hipotensi sistemik- Hipoksia- Hiperkapnea- Udema otak- Komplikasi pernapasan- Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

Kerusakan Pada Bagian Otak Tertentu Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi. a. Kerusakan Lobus Frontalis Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.b. Kerusakan Lobus Parietalis Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

c. Kerusakan Lobus Temporalis Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

Cedera Spesifik Otak Kepalaa. Fraktur TengkorakFraktur Linear : Kekuatan benturan lebih luas area tengkorakFraktur Basiler: Pada dasar tengkorak atau pada tulang sepanjang bagian Frontal atau temporakFraktur ini cukup serius karena menimbulkan kontak antara CSS dan dunia luar melalui ruang subarachnoid dan sinus yang mengandung udara dari wajah atau tengkorak, memungkinkan bakteri masuk & mengisi drainase sinus. Fraktur ini bisa melukai arteri dan vena yang kemudian mengalirkan drahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga. Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

b. Geger Serebral (Contusio)Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak. Hal ini menandakan terjadinya perdarahan pada otak yang dapat menimbulkan pembengkakan Bakteri ringan dari cedera otak menyebar, disfungsi neurologis bersifat sementara dapat pulih. Disorientasi dan bingung sesaat dengan gejala sakit kepala, tak mampu konsentrasi gangguan memori sementara pusing, peka omnesia retrograde. Jika terjadi pembengkakan pada otak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.

c. Memar / Laserasi cerebral (Komosio)Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam beberapa detik sampai beberapa menit. Jika jaringan otak di lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku irasional yang aneh, dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia atau disorientasi. Komosio cerebral ini merupakan memar pada permukaan otak yang terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar, gejala bersifat neorologis fokal, dapat berlangsung 2-3 hari setelah cedera dan menimbulkan disfungsi luas akibat dari peningkatan edema serebral. Pada scan tomografi terlihat masa dan menimbulkan perubahan TIK dengan jelas.Tindakan terhadap komosio meliputi mengobservasi pasien terhadap adanya sakit kepala, pusing, peka rangsang, dan ansietas (sindrom pasca-komosio), yang dapat mengikuti tipe cedera. Dengan memberi pasien informasi, penjelasan, dan dukungan pada pasien dapat mengurangi beberapa masalah sindrom pasca - komosio. d. Hematom EpiduralAdalah suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan lapangan meningens paling luar (dura), terjadi karena robekan cabang kecil arteri meningeal tengah atau frontal. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Tanda dan gejala berupa sakit kepala hebat yang bias segera timbul tetapi bias juga muncul beberapa jam setelah cedera dengan intensitas nyeri tidak tetap, penurunan kesadaran ringan, diikuti periode lucid, kemudian penurunan neurologi dari kacau mental sampai coma, bentuk dekortikasi & deserebrasi, pupil isokor sampai anisokor. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

e. Hematoma SubduralAdalah akumulasi darah dibawah lapangan meningeal duramater diatas lapangan arakhnoid yang menutupi otak. Penyebabnya robekan permukaan dan lebih sering pada lansia dan alkoholik gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang disfasia. Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:- sakit kepala yang menetap- rasa mengantuk yang hilang-timbul - linglung - perubahan ingatan - kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut, atau kronik, bergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.1. Hematoma subdural akutDihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24 48 jam setelah cedera. Cedera ini sering berkaitan dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan kendaraan bermotor. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan tanda klinis sama dengan hematoma epidural. Tekanan darah meningkat, frekuensi nadi lambat dan pernapasan cepat.2. Hematoma subdural sub akutMenyebabkan deficit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam setelah cedera. Hematoma ini disebabkan oleh perdarahan vena ke dalam ruang subdural. Riwayat klinis khas dari penderita hematoma subdural subakut adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, yang diikuti penurunan kesadaran, dan perbaikan status neurologik secara bertahap. Namun setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan penurunan status neurologik. Tingkat kesadaran menurun bertahap, pasien tidak berespon, peningkatan TIK, lalu terjadi herniasi unkus atau sentral. Angka kematian tinggi pada pasien hematoma subdural akut dan sub akut, karena sering dihubungkan dengan kerusakan otak.3. Hematoma subdural kronikTerjadi karena cedera kepala minor, terjadi paling sering pada lansia akibat atrofi otak karena proses penuaan. Tampaknya cedera kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela negative. Waktu di antara cedera dan awitan gejala mungkin lama, sehingga akibat actual mungkin terlupakan. Gejala dapat tampak beberapa minggu setelah cedera minor. Hematoma subdural kronik menyerupai kondisi lain dan mungkin dianggap sebagai stroke.Tindakan terhadap hematoma subdural kronik ini daapt dilakukan melalui lubang burr ganda, atau kraniotomi dapat dilakukan untuk lesi massa subdural yang cukup besar yagn tidak dapat dilakukan melalui lubang burr.a. Hematoma IntrakranialAdalah pengumpalan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak, penyebabnya adalah fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru dan gerakan aselerasi-deserasi tiba-tiba tindakan bersifat kontroversial bedah atau medis, serta bias juga terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.b. KonkusioKonkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak.Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebainya segera mencari pertolongan medis.Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

2.1 Patofisiologi Dalam keadaan normal otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui pembuluh darah serebral. Faktor-faktor ini dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk berkontraksi dan berdilatasi serta mengganggu autoregulasi diantaranya trauma otak, iskemia dan hipoxia, pada klien dengan kerusakan autoregulasi. Aktivitas yang dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial (TIK) merupakan tekanan yang dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen intrakranial yaitu jaringan otak, CSS dan darah. Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan volume otak ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan volume dari tiap-tiap komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan peningkatan TIK. Peningkatan TIK mengarah pada timbulnya iskemia, kekakuan otak dan kemungkinan herniasi. Peningkatan TIK berkembang pada hampir semua klien dengan lesi intra kranial setelah mengalmi cedera kepala. Pada semua klien dengan cedera kepala bera, peningkatan TIK yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian. Defisit Nerurologik pada cedera kepala dimulai dengan adanya trauma pada otak yang dapat menyebkan fragmentasi jaringan dna contusio, merusakn sawar otak, diserbtai vasodilatasi dan eksudasi jaringan sehingga timbul edema yang dapat menyebabkan peningkatan TIK. Keadaan ini dapat menurunkan aliran daerah serebral, iskemia, hipoksia, asidosis dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut dan terjadi kematian sel-sel otak dan edema bertambah positif. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.WOC (Terlampir)

2.2 Manifestasi Klinis Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut : 1. Gangguan kesadaran 2. Konfusi 3. Abnormalitas pupil 4. Piwitan tiba-tiba defisit neurologis5. Perubahan TTV 6. Gangguan pergerakan 7. Gangguan penglihatan dan pendengaran 8. Disfungsi sensori 9. Kejang otot 10. Sakit kepala 11. Vertigo 12. Kejang 13. Pucat 14. Mual dan muntah 15. Pusing kepala 16. Terdapat hematoma 17. Kecemasan 18. Sukar untuk dibangunkan 19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

Akibat Dari Trauma Otak Ini Tergantung Pada:1. Kekuatan benturanMakin besar benturan makin parah kerusakan2. Akselerasi / DeselerasiAkselerasi = Benda yang bergerak mengenai kepala yang diamDesekrasi = Kepala membentur benda diam Keduanya bisa bersamaan terjadi bila gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung.3. KUP dan Kontra KUPCedera KUP Kerusakan pada daerah dekat yang terbenturKontra KUP Kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan benturan4. Lokasi BenturanBagi otak yang tersebar kemungkinan cedera kepala terberat adalah bagian lotus anterior (Frontalis & temporalis) Lobus posterior (oksipitalis dan atas mesenfalon).5. RotasiPengubahan posisi rotasi kepala menyebabkan trauma regangan & robekan pada substansia alba dan batang otak.6. Fraktur ImpresiDisebabkan oleh suatu kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak yang lebih dalam. Akibat fraktur ini kemungkinan CSS akan mengalir ke hidung, telinga kemudian masuknya kuman dan terkontaminasi dengan CSS dapat menimbulkan infeksi dan kejang.

2.3 Pemeriksaan Penunjang1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.2. MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.3. Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.4. Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis5. X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.6. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil7. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak8. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.9. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial.11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

2.4 PenatalaksanaanSecara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: 1. Observasi 24 jam 2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. 4. Anak diistirahatkan atau tirah baring. 5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. 6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. 7. Pemberian obat-obat analgetik. 8. Pembedahan bila ada indikasi.

Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal1. Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan napas, maka pasien harus diintubasi.2. Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi, jika tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum 95 %. Jika jalan napas pasien tidak terlindung bahkan terancam, maka pasien harus segera diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestersi.3. Menilai sirkulasi: otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia.pasang jalur intravena yang bessar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan AGD arteri. Berikan larutan koloid.4. Obati kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati.5. Menilai tingkat/ klasifikasi keparahan cedera

Pedoman Penatalaksanaan1. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/ atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal (proyeksi antero-posterior, lateral, dan odontoid).2. pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut: pasang jalur IV dengan larutan salin normal (NaCl 0.9 %) atau larutan Ringer Laktat: cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan larutan ini tidak menambah edema serebri. Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah: glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alcohol bila perlu3. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto roentgen kepal tidak perlu jika CT Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitive untuk mendeteksi fraktur. Pasien denga cedera kepala ringan, sedang, atau berat harus dievaluasi adanya: Hematoma epidural Darah dalam subarakhnoid dan interventrikel Kontusio dan perdarahan jaringan otak Edema serebri Obliterasi sisterna perimesenfalik Pergeseran garis tengah Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus4. Pada pasien yang koma (Skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi, lakukan tindakan berikut ini: Elevasi kepala 30 Hiperventilasi: intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermitten Pasang kateter Foley Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi >1 diploe)

Penatalaksanaan Khusus1. Cedera kepala ringan Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria berikut: Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal Foto servikal jelas normal Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan2. Cedera kepala sedangPasien yang sedang menderita konkusi otak, dengan GCS 15 dan CT Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.3. Cedera kepala beratSetelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada pasien ini apakah terdapat indikasi interval bedah saraf segera. Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan primer akibat cedera, tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan otak sekunder akibat hipoksia, hipotensi, atau peningkatan TIK. Kejang umum yang terjadi setelah cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia, sehingga terapi anti konvulsan dapat dimulai.Tindakan terhadap penalaksanaan peningkatan TIK 1. Mempertahankan oksigenasi adekuat. 2. Pemberian manitol untuk menurunkan edema serebral. 3. Hiperventilasi 4. Penggunaan steroid 5. Meninggikan kepala tempat tidur6. Kemungkinan intervensi bedah neuro untuk evakuasi bekuan darah. Tindakan pendukung lain 1. Ventilasi 2. Pencegahan kejang dengan antikonvulson3. Pemeliharaan cairan dan elektrolit4. Keseimbangan nutrisi 5. Mempertahankan jalan nafas.

Rencana Pemulangan 1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan. 2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara. 3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat. 4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang. 5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik. 6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman. 7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual. 8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

2.5 Komplikasi1. Epilepsi Pasca TraumaEpilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala. Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.2. AfasiaAfasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.3. ApraksiaApraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.4. AgnosisAgnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan. Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.5. AmnesiaAmnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat menetap.Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis. Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi secara mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang. Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut sindroma Wernicke-Korsakoff. Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama. Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau ensefalitis akut. 6. Fistel Karotis-kavernosusDitandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera. Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskuler untuk mencegah hilangnya penglihatan yang permanent.7. Diabetes InsipidusDisebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum. 8. Kejang pasca traumaDapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan.9. Kebocoran cairan serebrospinal Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki risiko meningitis yang meningkat, pemberian antibiotic profilaksis masih controversial. Otorea atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis berulang merupakan indikasi untuk reparative.10. Edema serebral dan herniasi Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72 Jam setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Penekanan dikranium dikompensasi oleh tertekannya venosus & cairan otak bergeser. Peningkatan tekanan terus menerus menyebabkan aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong hemusfer otak kebawah / lateral dan menekan di enchephalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak posterior, saraf oculomotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES. Mekanisme kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.11. Defisit Neurologis dan Psikologis Tanda awal penurunan fungsi neulorogis: Perubahan TK kesadaran, Nyeri kepala hebat, Mual / muntah proyektil (tanda dari peningkatanTIK).

2.6 Asuhan Keperawatan1. Pengkajian Primer Airway Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas. Breathing Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung. Circulation Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill. Disability Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.Tingkat Kesadaran Kualitatif dengan : - CMC Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling , orientasi baik terhadap orang tempat dan waktu. - Apatis Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh terhadap lingkungannya. - Confuse Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat. - Samnolen Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila rangsangan hilang, klien tidur lagi. - Soporous Coma Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada, biasanya inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik sempurna.- Koma Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan. Kuantitas dengan GCS 1. Mata (eye) - Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri 1- Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2- Membuka mata dengan perintah 3- Membuka mata spontan 42. Motorik (M) - Tidak berespon dengan rangsangan nyeri 1- Eksistensi dengan rangsangan nyeri 2- Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri 3 - Fleksi siku dengan rangsangan nyeri 4- Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri 5- Bergerak sesuai perintah 63. Verbal (V) - Tidak ada suara 1- Merintih 2- Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti 3- Dapat diajak bicara tapi kacau 4- Dapat berbicara, orientasi baik 5 Exposure Suhu, lokasi luka.

2. Pengkajian Sekundera. Riwayat Kesehatan Sekarang Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera: Peluru kecepatan tinggi? Objek yang membentuk kepala ? Jatuh ? Darimana arah dan kekuatan pukulan?b. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi. c. Riwayat Keluarga Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

d. Pengkajian Head To Toe1. Pemeriksaan kulit dan rambutKaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien2. Pemeriksaan kepala dan leherPemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera. Pada penderita stroke biasanya terjadi gangguan pada penglihatan maupun pembicaraan3. Pemeriksaan dada Paru-paruInspeksi : kesimetrisan, gerak napasPalpasi : kesimetrisan taktil fremitusPerkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani) JantungInspeksi : amati iktus cordisPalpalsi : raba letak iktus cordisPerkusi : batas-batas jantung Batas normal jantung yaitu: Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II LSB, kanan bawah: SIC IV RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS4. Pemeriksaan abdomenInspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakanPalpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekanPerkusi : suara peristaltic ususAuskultasi : frekuensi bising usus5. Pemeriksaan ekstremitasKaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.

Analisa Data DataEtiologiMasalah

DO : - GCS klien turun, gelisah- Mual, muntah. - Pupil anisokor - TD meningkat - Suhu meningkat - Akral dingin - Sianosis pada kuku DS : - keluarga mengatakan klien selalu gelisah dan kadang terlihat seperti mengantuk- Keluarga mengatakan klien selalu memuntahkan apa yang dimakannyaTrauma kerusakan sel darah otak vasodilatasi pembuluh darah eksudasi edema serebral peningkatan TIKPerfusi jaringan serebral tidak efektif

DS : - keluarga mengatakan klien terlihat sesak napas- keluarga mengatakan bunyi napas klien terdengar ngorokDO : - Terdapat banyak sekret pada jalan nafas- Bunyi napas ngorok- Frek nafas : > 40-50 X/mnt - Suhu meningkat - Klien ditinggikan kepala dan diekstensikan kepalanya - Nafas tidak teratur. Kerusakan neuro muscular Adanya sekresi

Bersihan jalan nafas tidak efektif

DO:- Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang- Perubahan dalam respon terhadap ransangan- Inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur, ketidakmampuan untuk memberi tahu posisi bagian tubuh - Perubahan pola komunikasi- Distorsi auditorius dan visual- Konsentrasi buruk, berpikir kacau- Respon emosional berlebihan- Perubahan pola perilakuDS : keluarga mengatakan klien tidak sadarDefisit neurologist Kerusakan n.olfaktorius kompresi n.olfaktorius herniasi otak edema jar otak kerusakan sel darah otak kurang aliran darah ke otak

Perubahan persepsi sensori

DO :- Apraksia, hemiparese, quadriplegia-Kelemahan fisik, termasuk mobilitas di tempat tidur, pemindahan, ambulasi-Kerusakan koordinasi, penurunan kontrol otot DS :-Hilang keseimbangan-Sulit menggenggam-Lemah

kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan/kewaspadaan keamanan (tirah baring, imobilisasi)Kerusakan mobilitas fisik

DO :-Gangguan pengecapan dan penciuman-Penurunan bising usus-Gangguan mencerna dan menelan akibat fraktur-Penurunan kesadaran

DS :-Mual dan muntah-Sulit mencerna/menelan makanan-Letargi, gelisah, lemahPerubahan kemampuan untuk mencerna nutrient (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan, status hipermetabolik Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera pusat pernapasan di otak).2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeabronkial3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral4. Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis 5. Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif. 6. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan tubuh, cedera ortopedi. 7. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan tingkat kesadaran, mual, muntah.

NANDANOCNIC

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera pusat pernapasan di otak).

Batasan karakteristik: Tidak adanya batuk Bunyi nafas yang menguntungkan Perubahan nilai nafas Perubahan irama pernafasan Cyanosis Kesulitan bersuara Pengurangan bunyi nafas Dyspnea Kelebihan dahak Batuk yang tidak efektif Orthopnea Kurang istirahat Mata yang melebar

Status pernapasan: jalan napas paten

Indikator: Tidak ada demam Tidak ada cemas Tidak ada hambatan jalan napas Pengeluaran dahak Bebas dari bunyi napas

Manajemen jalan napas

Aktivitas Membuka jalan nafas dengan cara dagu diangkat atau rahang ditinggikan. Memposisikan pasien agar mendapatkan ventilasi yang maksimal. Mengidentifikasi pasien berdasarkan penghirupan nafas yang potensial pada jalan nafas. Penghirupan nafas melalui mulut atau nasopharing. Memberikan terapi fisik pada dada. Mengeluarkan sekret dengan cara batuk atau penyedotan. Mendorong pernapasan yang dalam, lambat, bolak-balik, dan batuk. Menginstruksikan bagaimana batuk yang efektif. Mendengarkan bunyi nafas, mancatat daerah yang mangalami penurunan atau ada tidaknya ventilasi dan adanya bunyi tambahan. Melakukan penyedotan pada endotrakea atau nasotrakea. Memeriksa bronchodilators dengan tepat. Mengajarkan pasien bagaimana penghirupan nafas yang tepat. Memberikan perawatan ultrasonic. Memberikan oksigen yang tepat. Memeriksa keadaan pernafasan dan oksigen.

Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeobronkial

Batasan karakteristik: Napas dalam Perubahan gerakan dada Mengambil posisi tiga titik Bradipneu Penurunan tekanan ekspirasi Penurunan tekanan inspirasi Penurunan ventilasi semenit Penurunan kapasitas vital Dispneu Peningkatan diameter anterior-posterior Napas cuping hidung Ortopneu Fase ekspirasi yang lama Pernapasan pursed-lip Takipneu Penggunaan otot-otot bantu untuk bernapasStatus pernapasan:ventilasi

Indikator: Frekuensi napas IER* Irama napas IER Kedalaman inspirasi Pengembangan dada simetris Kenyamanan bernapas Penggunaan otot aksesoris/tambahan tidak ada Suara napas tambahan tidak ada Penarikan dada tidak ada Pengerutan bibir pada saat bernapas tidak ada Dispnea saat istirahat tidak ada Dispnea dengan pengerahan tenaga tidak ada/hilang Orthopnea tdak ada/hilang Napas pendek tidak ada/hilang Fremitus tidak ada/hilang Suara perkusi tidak ada/hilang Auskultasi suara napas, IER Volume tidal IER Kapasitas vital IERTerapi oksigen

Aktivitas: Menyediakan peralatan pemberian oksigen, sistem kekebalan. Memberikan oksigen tambahan, sesuai petunjuk dokter. Mengontrol aliran oksigen. Memeriksa alat pentransferan oksigen. Memeriksa secara berkala alat pemberian oksigen untuk memastikan bahwa telah sesuai dengan resep untuk konsentrasi yang diberikan. Mengubah tempat masker oksigen kapan saja alat tersebut dipindahkan. Mengamati tanda-tanda oksigen yang menyebabkan hypoventilasi Memeriksa tanda-tanda keracunan oksigen dan penyerapan atelektasis. Memeriksa alat pernafasan untuk memastikan ketidakcampuran dengan usaha pasien untuk bernafas. Memeriksa/mengontrol kecemasan pasien yang mempengaruhi terapi oksigen. Memeriksa kerusakan kulit karena pergeseran alat bantu pernafasan. Memasukkan/memberikan alat bantu nafas yang lain untuk kenyamanan.

Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral

Faktor resiko: Trauma kepala Tumor otak Gangguan jaringan otak

Status neurologi:kesadaran

Indikator: Fungsi saraf Kontrol pusat motorik Fungsi motorik/sensori saraf otak (krnil) Fungsi motorik/sensori saraf otak spinal Fungsi saraf otonom Tekanan dalam cranial Komunikasi Ukuran pupil Rangsangn pupil Gerakan pupil Pola nafas Tanda-tanda vital (WNL) Aktifitas otak(yang tak terlihat) Sakit kepala (yang tak terlihat)Kenaikan perfusi serebral

Aktivitas: dalam rentang tersebut. konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala dan monitor respon pasien terhadap posisi kepalanya hindari fleksi leher atau fleksi panggul/ lutut yang berlebihan beri dan monitor efek diuretic dan kortikosteroid berikan anti nyeri tersedia monitor tanda-tanda pendarahan monitor status neurologi hitung dan monitor tekanan perfusi serebral monitor TIK dan neurologi untuk aktivitas perawatan monitor tekanan arteri rata-rata monitor tekanan kardiovaskuler monitor status respirasi monitor factor penentu dari transport oksigen ke jaringan seperti PaCO2,SaO2 dan Hb serta CO2 montor hasil laboratorium untuk erubahan oksigenasi dan perubahan asam basa monitor intake dan output

BAB IIIKASUS

LAPORAN ANALISA SINTESARUANG GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa : Cicilia Anita No. BP : 0910321001 Nama pasien : Ny. S Umur : 19 tahunDiagnosa medis : Cidera Kepala Ringan + Tanggal : 4 April 2012 Vulnus EkskoriosomNo. RM : 091134

3.1 Pengkajian Primera. Airway - Tidak ada sekret dijalan napas- Tidak ada suara napas tambahan (gurgling)e. Breathing - Napas tidak sesak- Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasanf. Circulation - Nadi : 60x/menit- TD : 100/60 mmHg- Klien pucat- Akral dingin- Kapiler refil