laporan pendahuluan cidera/trauma kepala

28
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA a. KONSEP DASAR 1. Definisi kasus Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak. (Smeltzer, 2001:2010) Cedera kepala adalah cedera kepala ( terbuka dan tertutup) yang terjadi karena: fraktur tengkorak, komusio (gegar serebri), kontusio (memar/ laserasi) dan perdarahan serebral (sub arakhnoid, subdural, epidural, intra serebral dan batang otak). (Doenges, 1999: 270) Cedera kepala adalah trauma yang terjadi karena adanya pukulan/ benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. (Tucker, 1998) Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. (Price, 1995: 1015) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah trauma

Upload: ervina-anggreant

Post on 18-Jan-2016

98 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA

a. KONSEP DASAR

1. Definisi kasus

Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala,

tengkorak dan otak. (Smeltzer, 2001:2010)

Cedera kepala adalah cedera kepala ( terbuka dan tertutup) yang

terjadi karena: fraktur tengkorak, komusio (gegar serebri), kontusio

(memar/ laserasi) dan perdarahan serebral (sub arakhnoid, subdural,

epidural, intra serebral dan batang otak). (Doenges, 1999: 270)

Cedera kepala adalah trauma yang terjadi karena adanya pukulan/

benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.

(Tucker, 1998)

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala,

tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung

maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan

yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. (Price, 1995: 1015)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera

kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi

baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat

mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat

menyebabkan kematian.

Klasifikasi Cidera Kepala

a. Trauma kepala juga dapat di kategorikan menurut keadaan pasca

trauma :

1) Tertutup.

Merupakan hasil dari trauma accelerasi/decelerasi. Trauma ini

melibatkan struktur dalam kepala seperti substansi otak, CSF

dan seluruh pembuluh darah. Selama proses akselerasi /

Page 2: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

deselerasi akan menimbulkan kerusakan di beberapa tempat.

Saat terjadi benturan. Saat terjadi benturan otak bergerak, hal ini

dapat menyebabkan adanya luka pada jaringan otak, kerusakan

pembuluh darah dan syaraf yang kemungkinan akan terjadi

perputaran otak.

Trauma kepala tertutup ini bisa menyebabkan :

1) Confusion dengan karakteristik hilang kesadaran yang

terjadi dalam waktu singkat

2) Confusion yang bisa beraikbat pada memar pada jaringan

otak

3) Laserasi dapat terjadi pada pembuluh darah dan akan

memicu untuk terjadinya terdarahan sekunder

2) Terbuka

Keadaan ini terjadi apabila kepala berbenturan dengan benda

tajam seperti pisau, peluru sehingga luka menghubungkan antara

udara luar dengan isi rongga kepala. Kerusakan yang terjadi

tergantung pada kecepatan objek yang menembus tulang

tengkorak dan lokasi otak yang terkena objek. Jika kecepatan

objek tinggi makan kan menghasilkan tenaga perusak yang lebih

besar dan akan berakibat

b. Klasifikasi cidera kepala berdasarkan Glascow coma scale ( GCS)

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara

kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam

deskripsi beratnya penderita cedera kepala

1) Cedera Kepala Ringan (CKR). GCS 13– 15, dapat terjadi

kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau

mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak,

tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma

2) Cedera Kepala Sedang (CKS). GCS 9 –12, kehilangan

kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

Page 3: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

3) Cedera Kepala Berat (CKB). GCS lebih kecil atau sama dengan

8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24

jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau

hematoma intracranial.

c. Klasifikasi cidera kepala berdasarkan morfologi pencitraan atau

radiologi

Dari gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut

(Sadewa, 2011) maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi:

1) Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI --- Difus axonal

injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang

menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak

(serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-

inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang

menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura)

mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan

karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan .

2) Kontsuio cerebri --- Kontusio cerebri adalah kerusakan

parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi

dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab

kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup,

dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup

merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat

oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi

kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim

otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang

mengenai kepala.

3) Edema cerebri --- Edema cerebri terjadi karena gangguan

vaskuler akibat trauma kepala. Pada edema cerebri tidak tampak

adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan

hebat pada daerah yang mengalami edema. Edema otak bilateral

Page 4: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya

dikarenakan adanya renjatan hipovolemik.

4) Iskemia cerebri --- Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran

darah ke bagian otak berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia

cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan

karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.

2. Penyebab

a. cedera akselerasi: Peristiwa gonjaan yang hebat pada kepala baik

disebabkan oleh pukulan maupun bukan dari pukulan.

b. Kontak benturan: Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu obyek

c. Kecelakaan lalu lintas

d. Jatuh

e. Kecelakaan industri

f. Serangan yang disebabkan karena olah raga

g. Perkelahian

(Smeltzer, 2001: 2210; Long, 1996: 203)

3. Tanda dan gejala

Berikut adalah beberapa tanda dan gejala:

a. Cedera kepala ringan

Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan

sebagian besar pasien mengalami penyembuhan total dalam beberapa

jam atau hari.

Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau

perasaannya berkurang dan cemas, kesulitan belajar dan kesulitan

bekerja.

b. Cedera kepala sedang

Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan

atau bahkan koma.

Page 5: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit

neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan

pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan

gangguan pergerakan.

c. Cedera kepala berat

Amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan

sesudah terjadinya penurunan kesadaran. (www. Mediastore)

Pupil tak ekual, pemeriksaan mototik tidak ekual, adanya cedera

terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik. (www.

Angelfive)

4. Patofisiologis

Cedera kepala terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar

pada permukaan otak, laserasi cedera robekan/ hemoragi, akibatnya akan

terjadi kemampuan autoregulasi cerebral yang kurang atau tidak ada pada

area cedera dan konsekuensinya meliputi hiperemia. Peningkatan/ kenaikan

salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar

karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi pada otak, sehingga lesi

yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus

menerus meningkat akibatnya tekanan pada ruang kranium terus menerus

meningkat. Maka aliran darah dalam otak menurun dan terjadilah perfusi

yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan perfusi serebral.

Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan tingkatan yang gawat, yang

berdampak adanya vasodilatasi dan edema otak.

Edema akan terus bertambah menekan/ mendesak terhadap jaringan

saraf, sehingga terjadi peningkatan tekanan intra kranial. (Price, 1996)

Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK yang akan

menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. Dampak dari cedera

kepala:

a. Pola pernapasan

Trauma serebral ditandai dengan peningkatan TIK, yang

menyebabkan hipoksia jaringan dan kesadaran menurun. Dan biasanyan

Page 6: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas dangkal, sehingga

menyebabkan kerusakan pertukaran gas (gagal nafas) dan atau resiko

ketidak efektifan bersihan jalan napas yang akan menyebabkan laju

mortalitas tinggi pada klien cedera kepala. Cedera serebral juga

menyebabkan herniasi hemisfer serebral sehingga terjadi pernapasan

chyne stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan kompresi otak tengah

dan hipoventilasi neurogenik central. (Long, 1996; Smeltzer, 2001; Price,

1996)

b. Mobilitas Fisik

Akibat trauma dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan

tubuh, sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu

juga dapat menyebabkan kontrol volunter terhadap gerakan terganggu

dalam memenuhi perawatan diri dalam kehidupan sehari-hari dan terjadi

gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, sehingga

menyebabkan masalah kerusakan mobilitas fisik. ( Donges, 2000;Price,

1996)

c. Keseimbangan Cairan

Trauma kepala yang berat akan mempunyai masalah untuk

mempertahankan status hidrasi hidrat yang seimbang, sehingga respon

terhadap status berkurang dalam keadaan stress psikologis makin banyak

hormon antideuretik dan makin banyak aldosteron diproduksi sehingga

mengakibatkan retensi cairan dan natrium pada trauma yang

menyebabkan fraktur tengkorak, dan akan terjadi kerusakan pada kelenjar

hipofisis/ hipotalamus dan peningkatan TIK. Pada keadaan ini terjadi

disfungsi pada produksi dan penyimpanan ADH sehingga terjadi

penurunan jumlah air dan menimbulkan dehidrasi. (Price,1996)

d. Akivitas menelan

Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik dan sensorik

dari hemisfer cerebral akan merusak kemampuan untuk mendeteksi

adanya makanan pada sisi mulut yang di pengaruhi dan untuk

memanipulasinya dengan geakan pipi dan.Selain reflek menelan dan

Page 7: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

batang otak mungkin hiperaktif/menurun sampai hilang sama sekali.

(Smeltzer, 2001;Price,1996)

e. kemampuan komunikasi

Pada pasien dengan trauma cerebral disertai gangguan komunikasi,

disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada penderita cedera

kepala, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi efek-efek disorganisasi

dan kekacauan proses bahasa dan gangguan. Bila ada pasien yang telah

mengalami trauma pada area hemisfer cerebral dominan dapat

menunjukan kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam

beberaa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa sehingga dapat

menyebabkan gangguan komunikasi verbal. (Price,1996)

f. Gastrointestinal

Setelah trauma kepala perlukaan dan perdarahan pada lambung jarang

di temukan, tapi setelah 3 hari pasca trauma terdapat respon yang berbeda

dan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulasi vagus yang dapat

menyebabkan hiperkardium. Hipotalamus merangsang anterior hipofisis

untuk mengeluarkan kartikosteroid dalam menangani cedera cerebral.

Hiperkardium terjadi peningkatan pengeluaran katekolamin dalam

menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung.

(Price,1996)

5. Komplikasi

Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma

intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak. Komplikasi dari

cedera kepala adalah:

a. Peningkatan TIK

b. Iskemia

c. Infark

d. Kerusakan otak irreversibel

e. Kematian

f. Paralisis saraf fokal sepertio anomsia (tidak dapat mencium bau-

bauan)

Page 8: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

g. Infeksi sistemik (pneumonia, ISK, septikemia)

h. Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,

ventikulitis, abses otak)

i. Osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi- sendi)

(Smeltzer, 2001; Tucker, 1998)

6. Penatalaksanaan

a. Dexamethason/kalmetason sebagai pengobatan anti edema

serebral,dosis sesai dengan berat ringanya trauma.

b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi

vasodilatasi.

c. Pemberian anal getik.

d. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%

glukosa 40% atau gliserol.

e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk

infeksi anaerob diberikan metronidazole.

f. Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18

jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan

makanan lunak.

g. Pembedahan

(Smeltzer, 2001; Long, 1996)

7. Pemeriksaaan penunjanga. CT Scan (tanpa/ dengan kontras): mengidentifikasi adanya sol,

hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan

otak.

b. MRI: sama dengan CT Scan dengan/ tanpa kontras

c. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,

seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma.

d. EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya

gelombang patologis.

Page 9: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

e. Sinar X: mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur).

Pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema)

adanya frakmen tulang.

f. BAEK (Brain Auditon Euoked Respon): menentukan fungsi

korteks dan batang otak.

g. PET (Positron Emmision Tomografi): menunjukkan perubahan

aktivitas metabolisme batang otak.

h. Fungsi lumbal, CSS (cairan serebro spinalis): dapat menduga

kemungkinan adanya perubahan subaraknoid.

i. GDA (Gas Darah Arteri): mengetahui adanya masalah ventilasi

atau oksigenasi yang akan meningkatkan TIK

j. Kimia/ elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang

berperan dalam peningkatan TIK/ perubahan mental.

k. Pemeriksaan toksikologi: mendeteksi obat yang mungkin

bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.

l. Kadar anti konvulsan darah: dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.(Doenges,2000; Tucker,1998)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian fokus menurut Doenges 2000 dan Engram 1998:

a. Aktivitas dan istirahat

Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan

kesadaran, letargi, hemiparesis, quadreplagia, ataksia, cara berjalan tak

tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi,

kehilangan tonus otot dan spastik otot.

b. Sirkulasi

Gejala: perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi

jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi dan

disritmia)

c. Integritas Ego

Page 10: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

Gejala: perubahan tingkah laku / kepribadian (demam),.

Tanda: cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan

impuksif.

d. Eliminasi

Gejala: inkontinensia kandung kemih

e. Makanan / Cairan

Gejala: mual, muntah dan mengalami penurunan selera makan

Tanda: muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan (batuk, air liur

keluar, dan disfagia)

f. Neurosensorik

Gejala: kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,

vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, rasa baal pada

ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya,

diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofotobia, gangguan

pengecapan dan penciuman.

Tanda: perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental

(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,

pengaruh emosi/ tingkah laku dan emosi). Perubahan pupil (respon

terhadap cahaya, simetri) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti

cahaya, kehilangan pengindraan seperti: pengecapan, penciuman dan

pendengaran, wajah tidak simetris, lemah dan tidak seimbang. Reflek

tendon dalam tidak ada/ lemah, apiaksia, hemiparesis, quadreplagia,

postur (dekortikasi deselerasi), kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan

dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh dan kesulitan

menentukan posisi tubuh.

g. Nyeri / Kenyamanan

Gejala: sakit kepal;a dengan intensitas dan lokasi yang berbeda dan

biasanya lama.

Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang

hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat dan merintih)

h. Pernapasan

Page 11: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

Tanda: perubahan pola napas (apneu yang diselingi oleh hiperventilasi),

napas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan

karena aspirasi)

i. Keamanan Gejala: trauma karena kecelakaan. Tanda: fraktur/ dislokasi

dan gangguan penglihatan.Kulit: laserasi, abrasi, perubahan warna seperti

”racoon eye” rasa gatal disekitar telinga (merupakan tanda adanya

trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga / hidung. Gangguan

kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara

umum mengalami paralisis. Demam gangguan dalam regulasi suhu

tubuh.

j. Interaksi Sosial

Tanda: afasia motorik/ sensorik, bicara tanpa arti dan bicara berulang-

ulang.

k. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala: Penggunaan alkohol/ obat lain.

2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia dan

edema serebral (Doenges, 1999).

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan

kerusakan neurovaskuler (Doenges, 1999).

c. Gg keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

peningkatan ADH dan aldesteron, retensi cairan dan natrium

(Carpenito, 2000)

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan asam lambung, mual, muntah dan anoreksia (Carpenito,

2000)

e. Gg rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler

serebral dan edema otak (Engram, 1998)

f. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan serebral ( Doenges,

1999)

Page 12: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

g. Gg mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot dan

penurunan kesadaran (Doenges, 1999)

h. Gg persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan kesadaran

i. (Doenges, 1999)

i. Gg komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan penurunan

kesadaran (Carpenito, 2000)

3. Rencana asuhan

a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia dan edema

serebral (Doenges, 1999)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat kesadaran

membaik

KH: Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan, tanda-

tanda vital (TTV) kembali normal dan tak ada tanda- tanda

peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

Intervensi:

1) Tentukan faktor- faktor yang menyebabkan koma atau penurunan

perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.

R: Untuk mengetahui penyebab cedera

2) Pantau status neurologik secara teratur

R: Untuk mengetahui perubahan nilai GCS

3) Pantau TTV

R: Ketidakstabilan TTV mempengaruhi tingkat kesadaran.

4) Pertahankan kepala pada posisi tengah

R: Mengurangi resiko injuri/ nyeri

5) Perhatikan adanya gelisah yang meningkat

R: Adanya gelisah mengidentifikasikan adanya peningkatan TIK

6) Kolab batasi pemberian cairan sesuai indikasi

R: Pembatasan cairan dapat menurunkan edema serebral.

7) Berikan obat sesuai indikasi

R: Dapat menurunkan komplikasi

Page 13: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler, kerusakan persepsi dan obstruksi trakeobronkial

(Doenges, 1999)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas kembali

normal

KH: Napas normal (16- 24 x/mnt), irama regular, bunyi napas normal,

GDA normal, PH darah normal (7,35- 7, 45), PaO2 (80- 100 mmHg),

PaCO2 (35- 40 mmHg), HCO3 (22-26), Saturasi oksigen (95- 98%)

Intervensi:

1) Pantau frekuensi pernapasan, irama dan kedalaman pernapasan

R: Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi

2) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan

R: Untuk memudahkan ekspansi paru

3) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati- hati

R: Untuk membersihkan jalan napas

4) Auskultasi bunyi napas

R: Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru

5) Kolaborasi pemberian oksigen

R: Menentukan kecukupan pernapasan

c. Gg keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

peningkatan ADH dan aldesteron, retensi cairan dan natrium

(Carpenito, 2000)

Tujuan: Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan.

KH: Asupan intake dan output seimbang, tidak terjadi edema dan

dehidrasi.

Intervensi:

1) Pantau berat badan (BB)

R: Satu liter retensi sama dengan penambahan satu kg berat

badan

2) Pantau kecepatan infus

R: Pemberian berlebihan menimbulkan kelebihan cairan

Page 14: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

3) Pantau input dan output cairan

R: Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema

4) Berikan cairan oral dengan hati- hati

R: Untuk mengatasi edema serebral

5) Kolaborasi pemberian diuresis

R: Untuk menstabilkan cairan

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan

peningkatan asam lambung, mual, muntah dan anoreksia (Carpenito,

2000)

Tujuan: Kebutuhan akan nutrisi tidak terganggu

KH: BB meningkat, tidak mengalami tanda- tanda mal nutrisi, nilai

laboratorium dalam batas normal

Intervensi:

1) Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan, batuk dan

mengatasi sekresi.

R: Faktor ini dapat menentukan pemilihan terhadap jenis

makanan

2) Auskultasi bising usus.

R: Fungsi saluran pencernaan biasanya baik pada kasus cedera

kepala

3) Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien lewat NGT

R: Menurunkan resiko regurgitasi/ terjadi aspirasi

4) Tingkatkan kenyamanan

R: Lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan nafsu makan

5) Kolaborasi pemberian makan lewat NGT

R: Makan lewat NGT diperlukan pada awal pemberian

e. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan penekanan vaskuler

serebral dan edema otak (Engram, 1998)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat

berkurang atau hilang

Page 15: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

KH: Nyeri berkurang atau hilang, TTV dalam batas normal

Intervensi:

1) Kaji karakteristik nyeri (p,q, r, s, t)

R: Untuk mengetahui letak nyeri dan cara mengatasinya

2) Buat posisi senyaman mungkin

R: Menurunkan tingkat nyeri

3) Pertahankan tirah baring

R: Tirah baring dapat mengurangi pemakaian oksigen jaringan

dan menurunkan resiko meningkatnya TIK

4) Kurangi stimulus yang dapat merangsang nyeri

R: Strees dapat menyebabkan sakit kepala dan menyebabkan

kejang

5) Kolaborasi pemberian obat- analgetik

R: Menurunkan rasa nyeri

f. Resiko tinggi infeksi Berhubungan dengan perdarahan serebral

(Doenges, 1999)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak ada tanda-

tanda infeksi

KH: Tidak terdapat tanda- tanda infeksi dan mencapai penyembuhan

luka tepat waktu

Intervensi:

1) Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

keperawatan

R: Untuk menurunkan terjadinya infeksi

2) Observasi daerah yang mengalami luka/ kerusakan

R: Deteksi dini terjadinya perkembangan infeksi

3) Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran

R: Suhu yang tinggi dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi

4) Kolaborasi pemberian obat anti biotic

R: Menurunkan terjadinya infeksi

5) Kolaborasi pemeriksaan laboritorium

Page 16: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

R: Untuk mengetahui adanya resiko infeksi melalui hasil

laboratorium darah

g. Gg mobilitas fisik Berhubungan dengan nyeri kepala, pusing dan

vertigo (Doenges, 1998).

Tujuan: Mempertahankan posisi yang optimal

KH: Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit.

Intervensi:

1) Kaji derajat imobilisasi pasien

R: Untuk mengetahui tingkat imobilisasi pasien

2) Ubah posisi pasien secara teratur

R: Perubahan posisi dapat meningkatkan sirkulasi pada seluruh

tubuh.

3) Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak

R: Mempertahankan mobilisasi

4) Sokong kepala dan badan

R: Mempertahankan kenyamanan

h. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan

kesadaran (Doenges, 1999).

Tujuan: Kesadaran mulai membaik

KH: Kesadaran mulai membaik dan nilai GCS meningkat.

Intervensi:

1) Kaji kesadaran pasien

R: Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien

2) Pantau perubahan orientasi klien

R: Fungsi serebral bagian atas biasanya berpengaruh adanya

gangguan sirkulasi

3) Catat adanya perubahan spesifik yang terjadi pada pasien

R: Membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami

gangguan

4) Berikan stimulasi yang bermanfaat bagi klien

R: Untuk menstimulasi pasien.

Page 17: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

i. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan

edema otak (Carpenito, 2000)

Tujuan: Kerusakan komunikasi verbal tidak terjadi

KH: Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi dan

pasien dapat menunjukkan komunikasi dengan baik

Intervensi:

1) Kaji derajat disfungsi

R: Membantu menentukan daerah/ derajat kerusakan serebral

2) Bedakan antara afasia dengan disastria

R: Intervensi yang dipilih tergantung tipe kerusakan

3) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana

R: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

4) Anjurkan keluarga untuk berkomunikasi dengan pasien

R: Untuk merangsang komunikasi pasien

Page 18: laporan pendahuluan cidera/trauma Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2013. Klasifikasi Cedera Kepala. (http://hanyasekedarblogg.blogspot.nl

diakses tanggal 29 September 2014)

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.

Jakarta : EGC

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II.

Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek. 1996. Nursing Interventions

Classification (NIC).St. Louis: Mosby Year-Book

Marjory Gordon, dkk. 2001. Nursing Diagnoses: Definition & Classification

2001-2002. NANDAdalamhttp://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-

pendahuluan-dan-askep-cidera.html diakses pada 28 September 2014 pukul

20.00

Mansjoe, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC.

Yogyakarta : Moca Media

Price, Silvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Edisi Keempat, Buku Kedua. Jakarta: EGC

Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical

Nursing 3 ed.Philadelpia: LWW Publisher