case dm+stroke+dispepsia (fira)
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
RSIJ PONDOK KOPI
Disusun Oleh :
FIBRA MILITA
2006730029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2010
2
LAPORAN
KASUS
STATUS PASIEN
No RM : 19.15.49
Nama Pasien : Tn. A
Nama Dokter : dr.Adri Rivai, SpPD
A. IDENTITAS
Nama Lengkap : Tn. A
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 2 april 1955
Usia : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jl. Bunga Rampai III/150
Masuk RS tanggal : 4 Desember 2010
Diagnosis saat masuk : Observasi vomitus, NIDDM, Stroke
No.Rekam Medis : 19.15.49
3
B. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Muntah-muntah sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi lebih dari 3 kali/hari.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien mengeluh muntah-muntah sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi lebih dari
3 kali/hari. Os juga emngeluh mual, nyeri ulu hati dan rasa tidak enak pada perut.
Os sejak 10 tahun yang lalu, anggota gerak sebelah kiri (tangan dan kaki) terasa
lemah. Keluhan lemah disertai rasa dingin pada sisi tubuh sebelah kiri itu.
Keluhan ini tidak dirasakan pada anggota gerak sebelah kanan. Os merupakan
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dan stroke sejak 10 tahun yang
lalu. Riwayat dirawat di rumah sakit karena diabetes mellitus. BAB dan BAK
dalam batas normal. Demam, sakit kepala, batuk dna pilek disangkal. Nafsu
makan pasien baik.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti saat ini
Riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu
Riwayat stroke sejak 10 tahun yang lalu
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus diderita oleh ibu kandung pasien
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pasien merokok sejak umur 13 tahun dna berhenti pada usia 17 tahun.
Riwayat minum kopi, alcohol atau jamu-jamu disangkal
4
ANAMNESIS SISTEM
Kulit : kulit dan kuku normal
Kepala : tidak ada keluhan
Mata : tidak ada keluhan
Telinga : tidak ada keluhan
Hidung : tidak ada keluhan
Mulut : tidak ada keluhan
Tenggorokan : tidak ada keluhan
Leher : tidak ada keluhan
Jantung/paru : tidak ada keluhan
Lambung/usus : muntsh, mual, nyeri ulu hati, rasa tidak enak di perut
Alat kencing : tidak ada keluhan
Syaraf & otot : hemiplegi (+)
C. PEMERIKSAAN FISIK
TANDA VITAL
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 100 kali / menit
Nafas : 22 kali / menit
Suhu : 37 C⁰
UMUM
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
KULIT : Akral dingin (+), sianosis (-), ikterik (-),
petekie (-)
KEPALA : Normocephal, rambut lurus, hitam dan tidak
rontok
MATA : Sklera : ikterik -/-, konjungtiva : anemis -/-,
5
reflex pupil +/+
TELINGA : Sekret -/-, cerumen -/-, nyeri -/-
HIDUNG : Sekret (-), deviasi septum (-)
MULUT : Bibir : kering (-), sianosis (-), lidah : kotor (-),
tremor (-), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
LEHER : KGB : tidak teraba pembesaran KGB di leher
Tiroid : tidak teraba pembesaran tiroid
JVP : normal
DADA : Datar, tidak ada jaringan parut, spider nevi (-),
bekas bisul (+)
JANTUNG
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan atas linea parasternal dekstra ICS 2
batas jantung kanan bawah linea parasternal dextra ICS 4
batas jantung kiri atas linea parasternal sinistra ICS 2
batas jantung kiri bawah linea midclavicularis
sinistra ICS 6 lebih ke arah lateral sinistra
PARU
Inspeksi : simetris, retraksi (-), spider nevi (-)
Palpasi : nyerti tekan (-), krepitasi (-), fokal freemitus (+) normal
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
PERUT
Inspeksi : datar, scar (-), distensi (-), asites (-)
6
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali
(-), ballottement (-), nyeri ketok (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising peristaltic usus normal
ANGGOTA GERAK
Kekuatan motorik : 5/2
Sensibilitas : normal
Reflex fisiologis : normal
Reflex patologis : normal
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 4 Desember 2010
Hemoglobin : 12,9 g/dl
Leukosit : 12.200/mm3
Hematokrit : 32%
Trombosit : 289 ribu/mm3
Ginjal
Ureum : 15 mg/dl
Creatinin : 1,5 mg/dl
Asam urat : 1,5 mg/dl
Hepar
Albumin : 4,2 mg/dl
Globulin : 3,1 mg/dl
SGOT : 15 U/L
SGPT : 8 U/L
GDS : 234 g/dl
GDS j/ 16.00 : 150 g/dl
7
E. RESUME
Pasien laki-laki, 49 tahun MRS dengan keluhan muntah-muntah sejak 1
hari SMRS dengan frekuensi lebih dari 3 kali/hari. Os juga mengeluh mual, nyeri
ulu hati dan rasa tidak enak pada perut. Os sejak 10 tahun yang lalu, anggota
gerak sebelah kiri (tangan dan kaki) terasa lemas. Keluhan lemas disertai dengan
rasa dingin pada sisi tubuh sebelah kiri itu. Keluhan ini tidak dirasakan pada
ekstremitas sebelah kanan. OS merupakan penderita diabetes mellitus yang tak
terkontrol dan stroke sejak 10 tahun lalu. Riwayat dirawat di rumah sakit karena
diabetes mellitus.
Pemeriksaan Fisik didapatkan, keadaan umum : sakit sedang, kesadaran :
compos mentis, tekanan darah : 170 / 100, nadi : 100 x / menit, nafas : 22 x /
menit, suhu : 37 C, status generalis : akral dingin, plegi (+) sisi kanan, kekuatan⁰
motorik sisi tubuh kiri; lengan : 2 dan tungkai : 2. Pemeriksaan laboratorium
ditemukan, hemoglobin : 12,33 g/dl, hematokrit : 32%, trombosit 289 ribu/mm3,
natrium 111 mEq, kalium 3.6 mEv, chloride 80 mEq, ureum 15 mg/dl, creatinin
0.5 mg/hari, asam urat 1.4 mg/dl, albumin 4.2 mg/dl, globulin 3.1 mg/dl, SGOT
15 U/L, SGPT 8 U/L, dan GDS 234 g/dl.
F. DIAGNOSIS
- Dyspepsia
- Hiperglikemia ec DM Tipe II
- hemiplegic acc udh kuning flek hitam
G. PENATALAKSANAAN
• Cendantron 8 mg/drip (UGD)
8
• Ranitidin 1 ampul IV (UGD)
• Glibenclamide 1dd1
• Neurodex 2dd1
• Inpepsa 3dd1
H. PLANNING
Pemeriksaan tekanan darah berkala
Pemeriksaan GDS jam 06.00, 11.00, dan 18.00
Pemeriksaan HbA1C
Pemeriksaan profil lipid
Pemeriksaan foto thorax polos
Pemeriksaan foto ct-scan kepala polos
Pemeriksaan ureum dan creatinin
Edukasi mengenai pola dan jenis makanan (diet)
J. PROGNOSIS
Qou ad fungtionam : dubia et malam
Quo ad vitam : dubia et malam
Quo ad sanactionam : dubia et malam
DISKUSI
9
DISPEPSIA
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra
kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas
endoskopi dengan penatalaksanaan dyspepsia di masyarakat.
Pengobatan dyspepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-
menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg
triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai
adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki
efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dyspepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
10
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain
bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif
(site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran
cerna bagian atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dyspepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki
bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).
7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti-
depresi dan cemas) pada pasien dengan dyspepsia fungsional, karena tidak
jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti
cemas dan depresi.
11
DIABETES MELLITUS
Kendali hiperglikemia (diabetes mellitus tipe 2)
o Terapi Non Farmakologi
1) Diet
Terapi gizi medis direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus.
Penderita diabetes membutuhkan porsi makan dengan pembatasan
karbohidrat, pembatasan lemak jenuh dan kolesterol. Pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk
penurunan berat badan.
2) Aktivitas
Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi :
- Frakwensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan secara
teratur yakni 3-5 kali per minggu
- Intensitas : ringan dan sedang (60%-70% Maximum Heart Rate)
- Durasi 30-60 menit
- Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan
bersepeda.
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan terapi non farmakologi.
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
12
Tabel 3. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral
Cara kerja
utama
Efek samping
utama
Penurunan
A1C
Sulfonilurea Meningkatkan
sekresi insulin
BB naik,
hipoglikemia
1,5 – 2 %
Glinid Meningkatkan
sekresi insulin
BB naik,
hipoglikemia
2 %
Metformin Menekan
produksi
glukosa hati
& menambah
sensitivitas
insulin
Diare,
dispepsia,
asidosis laktat
1,5 – 2 %
Penghambat
glokosidase
alfa
Menghambat
absorpsi
glukosa
Flatulensi,
tinja lembek
0,5 – 1 %
Tiazolidindion Menambah
sensitivitas
insulin
Edema 1,3 %
Insulin Menekan
produksi
glukosa hati,
stimulasi
pemanfaatan
glukosa
Hipoglikemia,
BB naik
Potensial
sampai
normal
13
14
b. Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes
mellitus tipe1. Pada diabetes mellitus tipe 1, sel-sel β langerhans
kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat
memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes
mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk membantu
agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan
normal. Walaupun sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2
tidak memerlukan insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan
insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Insulin diperlukan pada keadaan :
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetic
4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
8. Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan terapi gizi medis
9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Terapi Kombinasi
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respon kadar glukosa darah. Terapi dengan Obat Hipoglikemik Oral
kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai, dapat diberikan kombinasi tiga Obat Hipoglikemik Oral dari
15
kelompok yang berbeda, atau kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dengan
insulin.
16
STROKE NON HEMORHAGIC
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal
otak yang terkena.
Klasifikasi stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat
hipertensi yang tidak terkontrol.
2. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah
otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur.
Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema
otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu :
TIA’S (Trans Ischemic Attack)
o Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa
jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari
24 jam.
Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)
o Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
17
Stroke in Volution
o Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini
biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Stroke Komplit
o Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau
permanent.
Faktor Resiko
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
Hipertensi
Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga
dapat mengganggu aliran darah cerebral.
Aneurisma pembuluh darah cerebral.
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat
yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan
maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.
Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan
aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang
bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya
peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya
serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap
kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
18
Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah otak.
Policitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat
sehingga perfusi otak menurun
Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya embolus dari lemak.
Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya
pembuluh darah otak.
Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
terjadi aterosklerosis.
Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya
pembuluh darah otak.
Etiologi
Trombus; Oklusi vaskuler hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang
terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit dan lekosit. Trombus yang lepas dan
menyangkut di pembuluh darah lebih distal disebut embolus.
Emboli; Emboli merupakan 5-15 % dari penyebab stroke. Dari penelitian
epidemiologi didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua serangan iskemik
otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi
trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri
ukuran besar atau sedang, dan sekitar 25 % disebabkan oleh penyakit
19
pembuluh darah kecil di intyrakranial dan 20 % oleh emboli jantung. Emboli
dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit,
udara ,tumor, metastase, bakteri, benda asing
Gejala Klinik
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Gejala utama GPDO iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun.
Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor
serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan
CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskmik
dan edema.
GPDO akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, mendadak
dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai tempat yakni kelainan
jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat menurun bila embolus cukup
besar. Likuor serebrospinalis adalah normal.
Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilar.
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan :
1. Gangguan penglihatan
2. Gangguan bicara, disfasia atau afasia
3. Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral
4. Gangguan sensorik
Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan :
1. Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada
lobus oksipital
2. Gangguan nervi kranialis bila mengenai batang otak
3. Gangguan motorik
4. Ganggguan koordinasi
20
5. Drop attack
6. Gangguan sensorik
7. Gangguan kesadaran
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh.,
eye deviation, hemipareses yang disertai kejang.
Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai
sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba
pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, lesi pada kapsula interna.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi alternans, tanda-
tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris,
disartri, gangguan menelan, deviasi lidah.
Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti; gangguan sensoris
dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan defekasi.
Diagnosis
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan
gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta
tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.
Dimana menurut perjalanan penyakitnya terdiri dari :
Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau
infark.
MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan
bergesernya struktur otak.
Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu.
21
Penatalaksanaan
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-paru cukup
baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem
otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya
bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol.
Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan
Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan Darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke
otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan
perfusi yang justru akan menambah iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa
harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa
harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark
yang ini akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit
harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi
karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila pelu
diberikan nasogastric tube.
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi
retentio urinae. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
22
Pengobatan khusus
Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak
semaksimal mungkin. Untuk daerah yang mengalami infark kita tidak bisa
berbuat banyak. Yang penting adalah menyelamatkan daerah disekitar infark yang
disebut daerah penumbra. Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya
masih hidup, akan tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak
adekuat. Daerah inilah yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali.
Kriteria diagnosis yang ditentukan pada kasus ini adalah :
Teori Kasus
Gangguan pada sistem karotis;
gangguan penglihatan, gangguan
bicara, disfasia atau afasia, gangguan
motorik, hemiplegi/hemiparese
kontralateral, gangguan sensorik
Hemiplegi sisi tubuh sebelah kiri
Gangguan pada sistem
vertebrobasilar; gangguan
penglihatan, pandangan kabur atau
buta bila gangguan pada lobus
oksipital, gangguan nervi kranialis
bila mengenai batang otak, gangguan
motorik, ganggguan koordinasi, drop
attack, gangguan sensorik, gangguan
kesadaran
(-)
Lesi di kortikal; afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan
lebih lumpuh atau tungkai lebih
lumpuh, eye deviation, hemiparese
(-)
23
yang disertai kejang
Lesi di subkortikal; muka, lengan
dan tungkai sama berat lumpuhnya,
distonic posture, gangguan sensoris
nyeri dan raba pada muka lengan dan
tungkai. Bila disertai hemiplegi, lesi
pada kapsula interna
(-)
Lesi di batang otak; hemiplegi
alternans, tanda-tanda serebelar,
nistagmus, gangguan pendengaran,
gangguan sensoris, disartri, gangguan
menelan, deviasi lidah
(-)
Topis di medulla spinalis, akan
timbul gejala seperti; gangguan
sensoris dan keringat sesuai tinggi
lesi, gangguan miksi dan defekasi
(-)
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jilid I.
Jakarta: FKUI. 2006. hlm. 627 – 628.
2. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jilid III.
Jakarta: FKUI. 2006. hlm. 1871 – 1873.
3. Price & Wilson. Patofisiologi. Ed. VI. Volume 1. Jakarta: EGC. 2005.
hlm. 1106 – 1130.
4. Kaplan NK. Hypertensive Crises in: Kaplan’s Clinical Hypertension. 8th
edition. Lipincott Williams & Wilkins. 2002.
5. Vidt D. Hypertensive Crises: Emergencies and Urgencies. Clev Clinic
Med. 2003.
6. Roesma J. Krisis Hipertensi. Simposium Kedaruratan Klinik. 2002.
7. Kahn R, Buse J, Ferrannini E, Stern M. The Metabolic Syndrome: Time
for A Critical Appraisal Joint Statement from the American
Diabetes Association and The European Association for The
Study of Diabetologia.2005.
8. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2005