referat appendisitis

13
APENDISITIS A. PENDAHULUAN Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok usia, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. Apendisitis jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat di ramalkan dan memiliki kecenderungan untuk terjadi komplikasi. Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa abses maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus atau disebut sebagai massa apendikular. B. ANATOMI Apendiks merupakan organ berbentuk tabung yang memiliki panjang kurang lebih 10 cm dan berpangkal pada sekum. Normal lokasi appendix retrocecal (65%), pelvic ( 30% ), retroperitoneal ( 2% ). Apendiks memiliki lumen yang sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, yaitu melebar pada pangkal dan menyempit pada ujungnya. Keadaan ini yang mungkin 1

Upload: reza-permana-putra

Post on 28-Sep-2015

22 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

Referrat

APENDISITIS

A. PENDAHULUAN

Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok usia, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. Apendisitis jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat di ramalkan dan memiliki kecenderungan untuk terjadi komplikasi. Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa abses maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus atau disebut sebagai massa apendikular.

B. ANATOMIApendiks merupakan organ berbentuk tabung yang memiliki panjang kurang lebih 10 cm dan berpangkal pada sekum. Normal lokasi appendix retrocecal (65%), pelvic ( 30% ), retroperitoneal ( 2% ).Apendiks memiliki lumen yang sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, yaitu melebar pada pangkal dan menyempit pada ujungnya. Keadaan ini yang mungkin menyebabkan rendahnya insidensi apendisitis pada kelompok umur tersebut. Apendiks memiliki meso-apendiks yang menggantungnya pada mesenterium bagian akhir ileum. Keadaan ini yang dapat menjelaskan besarnya variabilitas posisi apendiks.

Perdarahan apendiks berasal dari arteria appendicularis yang merupakan cabang arteria ileocolica. Jika arteri ini tersumbat misalnya oleh trombosis pada infeksi akan menyebabkan gangren pada apendiks. Perdarahan balik apendiks diantarkan oleh vena ileocolica yang merupakan cabang vena mesenterika superior.

Persarafan apendiks berasal dari saraf parasimpatis dan simpatis oleh pleksus mesenterika superior. Serabut parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X, sehingga nyeri viseral apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Pembuluh limfe apendiks menuju ke kelenjar limfe dalam meso-appendiks dan ke nodi lymphoidei ileocolici yang teratur sepanjang arteria ileocolica. Pembuluh limfe eferen ditampung oleh nodi lymphoidei mesenterici superiores.

C. FISIOLOGI

Jaringan limfoid terlihat dalam apendiks 2 minggu setelah lahir, dan jumlah folikel mencapai puncaknya pada usia pubertas, dan menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Apendiks merupakan komponen dari gut associated lymphoid tissue (GALT) yang menghasilkan imunoglobulin A yang sangat efektif terhadap perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya yang sedikit jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

D. PATOFISIOLOGI

Apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh fekalit, hiperplasia folikel limfoid, barium kering, biji-bijian atau cacing usus. Penyebab tersering adalah sumbatan akibat fekalit.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intra lumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa.

Distensi merangsang serat saraf aferen viseral, menimbulkan nyeri abdomen bawah dan tengah yang samar-samar, tumpul dan difus. Distensi mendadak dapat menyebabkan peristaltik dengan kram. Tekanan vena yang berlebihan dan arteriol ke dalam menyebabkan bendungan pembuluh darah yang disertai dengan reflek mual. Pembendungan Serosa merangsang peradangan peritoneum parietalis dengan pergeseran nyeri yang lebih hebat ke kuadran kaan bawah . Gangguan mukosa memungkinkan terjadinya invasi bakteri sehingga menimbulkan demam, takikardi dan leukositosis. Keadaan distensi yang semakin progresif akan menyebabkan infark dan perforasi.

E. MANIFESTASI KLINIK

Apendisitis akut muncul dengan gejala klasik yaitu anoreksia yang diikuti dengan nyeri periumbilikal yang konstan derajat sedang dengan pergeseran dalam 4-6 jam menjadi nyeri tajam pada kuadran kanan bawah. Juga terdapat malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi, dan biasanya terdapat konstipasi tetapi dapat pula diare, mual dan muntah.Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progesif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat menunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul.

F. PEMERIKSAAN FISIK

Pada apendisitis akut terdapat demam yang tidak terlalu tinggi yaitu berkisar antara 37,5-38,5C. Bila suhu yang terukur lebih tinggi, maka kemungkinan yang terjadi adalah adanya perforasi.

Pada inspeksi tidak terdapat gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Dan terdapatnya penonjolan perut kanan bawahdapat dilihat jika terdapat massa apendicular.

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, dapat disertai dengan nyeri lepas. Adanya defans muskular menandakan adanya rangsangan peritoneum parietal. Adanya nyeri tekan pada perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis. Pada apendisitis akut, penekanan perut kiri bawah akan menyebabkan nyeri perut kanan bawah, disebit sebagai tanda Rovsing. Peradangan apendiks pada posisi anterior memberikan nyeri tekan maksimum, kekakuan otot dan nyeri lepas pada titik Mc Burney.

Untuk mengetahui letak apendisitis maka dilakukan Uji Psoas dan Uji Obturator. Pada Uji Psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas melalui hiperekstensi atau fleksi. Bila apendiks yang meradang menempel pada m. psoas maka uji tersebut akan menimbulkan nyeri.

Uji Obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang mengadakan kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi telentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada apendisitis akut akan terjadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml) dengan peningkatan jumlah neutrofil. Pemeriksaan urin juga diperlukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih.

Pemeriksaan radiografi dengan foto polos abdomen dapat memperlihatka distensi sekum, satu atau dua lingkaran usus yang berdistensi, atau fekalit pada kuadran kanan bawah menandakan apendisitis.

H. DIAGNOSIS

Meskipun dengan pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, masih terdapat kemungkinan salah diagnosis pada 20% kasus. Kesalahan ini lebih sering terjadi terutama pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hal ini di sebabkan pada perempuan terutama usia muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis akut, padahal keluhan tersebut barasal dari genitalia interna. untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis tersebut maka dilakukan observasi penderita di rumah sakit setiap 1-2 jam.

I. PENATALAKSANAAN

Bila diagnosis klinik sudah ditegakkan, maka tindakan yang paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya jalan terbaik dalam penatalaksanaan apendisitis akut. Penundaan tindakan bedah dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

Berikut ini terdapat tiga cara apendektomi, yaitu:

1. Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision)Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilikus pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal yang disayat secukupnya untuk melakukan fiksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar, mengkilat, lebih kelabu, memiliki haustrae dan taenia koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli.

Teknik ini paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi yang lebih sempit, sulit diperluas dan waktu operasi yang lebih lama

2. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision)Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus otot dinding perut tanpa mempedulikan arah serabut sampai tampak peritonium.

Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana dan mudah. Sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yang harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih banyak memotong saraf, pembuluh darah sehingga perdrahan menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca bedah menjadi lebih lama karena adanya benjolan yang mengganggu pasien, nyeri pasca operasi lebih sering terjadi, kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi dan masa penyembuhan yang lebih lama.

3. Insisi Pararectal.Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m. rectus abdominis dekstra secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya yaitu teknik ini dapat dilakukan pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti, dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Kerugiannya yaitu sayatan tidak mengarah langsung ke apendiks atau sekum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan penunjang.

J. KOMPLIKASI

Bila sekresi mukus yang dihasilkan pada apendisitis akut terus berlanjut akan mengakibatkan tekanan yang terus meningkat sehingga terjadi obstruksi vena, bertambahnya edema dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan menyebabkan infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut sebagai apendisitis gangrenosa.

Dan apabila dinding apendiks yang telah rapuh tersebut pecah, maka akan menjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sehingga timbul suatu massa yang disebut massa apendikular.

MASSA APENDIKULARI. DIAGNOSIS Seperti yang telah disebutkan diatas, komplikasi apendisitis yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa abses maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus atau disebut sebagai massa apendikular. Massa apendiks ini terjadi bila apendisitis gangrenosa ditutupi oleh pendidingan oleh omentum dan atau oleh keluk usus.

Pada masa apendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, disarankan operasi pada massa apendikular yang masih mobile untuk mencegah penyulit tersebut.

Pada massa apendikular yang tefiksasi dan pendidingan sempurna harus dirawat terlebih dahulu dan diberikan antibiotik dengan diadakan pengawasan terhadap suhu tubuh, ukuran massa dan luasnya peritonitis. Jika demam sudah tidak ada lagi, massa apendikular menghilang dan jumlah leukosit dalam batas normal, maka penderita boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dilaksanakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi maka akan terbentuk abses apendiks yang ditandai dengan peningkatan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan pembengkakan massa serta peningkatan jumlah leukosit.Adanya riwayat klasik apendisitis akut yang diikuti adanya massa di regio iliaka kanan yang nyeri disertai demam mengarahkan diagnosis adanya massa apendikular.

II. PENATALAKSANAAN

Apendektomi direncanakan pada massa apendikular tanpa pus yang di telah tenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan kuman anaerob. Setelah keadaan tenang, barulah dilakukan apendektomi.

Jika ternyata sudah menjadi abses, maka penatalaksanaannya dengan drainase saja, baru setelah 6-8 minggu kemudian dilakukan apendektomi

1

DAFTAR PUSTAKA

De Jong, Wim. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius FKUI: Jakarta.

Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Penerbit Hipokrates: Jakarta.

Schwartz, Seymour I. 1999. Principles of Surgery. McGrow-Hill Publishing Company: New York.

Way, Lawrence. 2006. Current Surgical Diagnosis and Tretment 12th edition. McGrow-Hill Publishing Company: New York.