appendisitis akut referat hana

29
REFERAT Appendisitis Akut dengan Peritonitis Sekunder Pembimbing : dr. Tri Djoko Widagdo, Sp.B Disusun Oleh : Hana Christyanti 11-2013-209

Upload: sari-prasili-suddin

Post on 24-Jan-2016

281 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

hana

TRANSCRIPT

Page 1: Appendisitis Akut Referat Hana

REFERAT

Appendisitis Akut dengan Peritonitis Sekunder

Pembimbing :

dr. Tri Djoko Widagdo, Sp.B

Disusun Oleh :

Hana Christyanti

11-2013-209

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

RS Mardi Rahayu Kudus

18 Oktober 2014 – 20 November 2014

Page 2: Appendisitis Akut Referat Hana

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Referat yang berjudul appendisitis akut

dengan peritonitis sekunder yang berlangsung pada tanggal 18 Oktober 2014 - 20 November

2014 dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran

UKRIDA di RS Mardi Rahayu Kudus.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Tri

Djoko Widagdo, Sp.B selaku pembimbing dari RS Mardi Rahayu Kudus yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk serta sarannya selama pelaksanaan kepaniteraan.

Penulis berharap, semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama

menjalani kepaniteraan ini dapat memberikan manfaat rekan sejawat dan semua pihak yang

membutuhkan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan

demi penyempurnaan referat ini.

Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan taufik dan hidayahnya kepada

semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan ini dan semoga laporan ini dapat

bermanfaat.

Kudus, Januari 2014

Penulis

Page 3: Appendisitis Akut Referat Hana

BAB I

PENDAHULUAN

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Nama : Hana Christyanti Tanda Tangan

NIM : 11-2013-209 ………….....

Dr. Pembimbing/ Penguji : dr. Tri Djoko Widagdo, Sp.B

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn. AW Alamat : Gajah, Demak, Kudus

Usia : 18 tahun Jenis kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Belum

Menikah

Suku bangsa : Jawa

Pekerjaan : Pelajar Agama : Islam

No. RM : 360968

ANAMNESIS

Diambil secara : Autoanamnesis Tanggal : 11 Oktober 2014 Jam : 13.00

Keluhan Utama:

Nyeri perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :

7 hari SMRS os mengeluh nyeri perut kanan bawah dan dirasakann baru pertama kali.

Keluhan ini didahului oleh rasa tidak enak di ulu hati kemudian berpindah ke perut kanan

bawah dan tidak menjalar sampai ke pinggang. Nyeri dirasakan terus menerus dan

Page 4: Appendisitis Akut Referat Hana

semakin berat jika pasien berjalan, sehingga os harus membungkuk. Nyeri tidak dipicu

oleh makan makanan berlemak atau pedas. BAB lancar konsistensi padat, tanpa disertai

lendir, darah dan perubahan pola BAB. BAK lancar, frekuensi 4-5 kali sehari, warna

kuning jernih, tidak ada keluhan nyeri saat kencing, kencing berpasir dan nyeri pinggang

yang menjalar sampai kemaluan.

6 jam SMRS nyeri perut dirasakan makin memberat. Keluhan ini disertai dengan

demam,mual, muntah dan nafsu makan menurun. Os mengatakan belum BAB, Keluhan

perut kembung disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Keluhan yang sama sebelumnya (-)

Trauma terdahulu : Trauma perut (-)

Operasi : Tidak pernah

Sistem gastrointestinal : Maag (-)

Sistem urinarius : Batu saluran kencing (-)

Sistem genitalis : Tidak ada.

Riwayat Keluarga :

Diabetes Melittus (+)

Riwayat Sosial :

Os seorang pelajar dan biaya operasi ditanggusng oleh orang tua. Kesan ekonomi :

cukup.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Umum

Keadaan umum : Tampak kesakitan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 100x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 38oC

Page 5: Appendisitis Akut Referat Hana

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungitva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : Normotia, serumen (-), sekret (-).

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)

Tenggorokan : T1/T1 tenang, faring tidak hiperemis.

Leher : Tidak teraba kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar

Thoraks

Inspeksi : Kedua dada tampak simetris, tidak tampak retraksi sela iga,

ikhtus cordis tidak tampak

Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada retraksi sela iga, iktus cordis

teraba, kuat angkat

Paru-paru

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki - / -, wheezing - / -

Jantung

Perkusi : Batas Atas : pada sela iga III garis parasternal kiri

Batas Kiri : pada sela iga V garis midklavikular kiri

Batas Kanan : pada sela iga IV, garis sternalis kanan

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (–)

Abdomen:

Inspeksi : Datar, tidak tampak massa, tidak ada sikatrik

Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik

Palpasi :

Dinding perut : Supel, nyeri tekan Mc.Burney (+), defence muskular

perut kanan bawah (+), massa (-), rovsing sign (-),

blumberg sign (+), psoas sign (-), obturator sign (-)

Hati : Tidak teraba pembesaran

Limpa : Tidak teraba pembesaran

Ginjal : Ballottement (-), bimanual (-)

Kandung empedu : Murphy sign (-)

Perkusi : Timpani, nyeri ketuk CVA (-)

Ekstremitas (lengan dan tungkai):

Turgor kulit : normal

Page 6: Appendisitis Akut Referat Hana

Akral

Hangat

+ + Edema - -

+ + - -

Sensoris 5 5 Motorik 5 5

5 5 5 5

Status lokalis

Inspeksi : Datar, tidak tampak massa, tidak ada sikatrik

Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik

Palpasi :

Dinding perut : Supel, nyeri tekan Mc.Burney (+), defence muskular

perut kanan bawah (+), massa (-), rovsing sign (-),

blumberg sign (+), psoas sign (-), obturator sign (-)

Hati : Tidak teraba pembesaran

Limpa : Tidak teraba pembesaran

Ginjal : Ballottement (-), bimanual (-)

Kandung empedu : Murphy sign (-)

Perkusi : Timpani, nyeri ketuk CVA (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 10 Oktober 2014

Hematologi – Darah Rutin

Hemoglobin : 12 g/dl (N=11,7-15,5 g/dl)

Leukosit : 19,47 ribu/mm3 (N=3,6-11ribu/mm3)

Eosinofil : 2 % (N=1-5%)

Basofil : 0,1 % (N=0-1%)

Neutrofil : 81,1 % (N=50-70%)

Limfosit : 28 % (N=25-40%)

Monosit : 5,4% (N=2-8%)

MCV : 85,2 fl (N=80-100 fl)

MCH : 28,5 pg (N=26-34 pg)

MCHC : 33,5% (N=32-36 %)

Hematokrit : 35,9% (N=35-47%)

Trombosit : 336 ribu (N=150-440 ribu)

Page 7: Appendisitis Akut Referat Hana

Eritrosit : 4,58 juta (N=4,4 –5,9 juta)

RDW : 12,5 % (N=11,5-14,5)

PDW : 12,3 Fl (N=10-18)

MPV : 8,8 mikro m3 (N=6,8-10)

LED : 8/17 (0-20 mm/jam)

Gol. Darah/Rh : AB/+

Waktu perdarahan/BT : 1.30 menit (1-3)

Waktu pembekuan/CT : 5 menit (2-6)

Kimia

GDS : 109 mg/dl (N=60-110)

Ureum : 27 mg/dl (N=15-40)

Kreatinin : 0,6 mg/dl (N=0,60-1,10)

PEMERIKSAAN ANJURAN

Plano test

USG

RESUME

Anamnesis : Seorang laki-laki berusia 18 tahun datang dengan keluhan 7 hari SMRS os

mengeluh nyeri perut kanan bawah. Keluhan ini didahului oleh rasa tidak enak di ulu

hati kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri disertai rasa mual dan muntah, os

muntah sebanyak 3x berisi makanan yang dimakan. Os juga mengatakan tidak nafsu

makan. BAB dan BAK normal. 6 jam SMRS nyeri perut dirasakan makin memberat.

Keluhan ini disertai dengan demam.

Pemeriksaan fisik :

TTV

Status lokalis abdomen : Palpasi Dinding perut: Supel, nyeri tekan Mc.Burney (+),

defence muscular perut kanan bawah (+), massa (-), rovsing sign (-), blumberg sign (+),

psoas sign (-), rovsing sign (-)

Pemeriksaan laboratorium : Leukosit: 19,47 ribu/mm3. Neutrofil : 81,1 %

DIAGNOSIS BANDING

Gastroenteritis

Dasar yang mendukung

Page 8: Appendisitis Akut Referat Hana

Mual

Muntah

Nafsu makan menurun

Demam

Dasar yang tidak mendukung

Tidak ada nyeri perut beralih dari ulu hati ke kanan bawah

Nyeri biasa lebih ringan

Urolitiasis dextra

Dasar yang mendukung

Nyeri perut kanan bawah

Demam

Mual

Muntah

Dasar yang tidak mendukung

BAK normal

Nyeri ketok CVA (-)

DIAGNOSIS KERJA

Apendisitis akut

Dasar diagnosis

Skor Alvarado

The Modified Alvarado Score Skor

Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan

bawah

1

Mual-Muntah 1

Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Demam diatas 37,5C 1

Pemeriksaan

Lab

Leukositosis 2

Hitung jenis leukkosit shift to the left 1

Total 10

Total skor 10 : pasti apendisitis akut

Page 9: Appendisitis Akut Referat Hana

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

IVFD RL 20 tetes/menit

Injeksi Gentamicin 1 x 80 mg IV

Non-medikamentosa

Appendectomy

LAPORAN OPERASI (11 Oktober 2014 jam 10:00)

Informed consent

Posisi pasien tidur terlentang dalam GA

Desinfeksi daerah op, tutup dengan duk steril kecuali daerah operasi

Insisi pararektal sepanjang ±6cm

Perdarahan dirawat

Fascia rectus dibuka disebelah lateral membujur sepanjang ±6cm

M. Rectus abdominis disisihkan ke medial

Peritonium dibuka ada pus

Eksplorasi daerah appendix, terdapat pus dibelakang caecum, berbau fekal,

berwarna hijau

Appendix terletak retrocaecal dengan beberapa fekalit, terdapat perforasi

Dilakukan penjahitan pada pangkal appendix, menjahit dengan benang silk

Eksplorasi jaringan sekitar ileum, tidak terdapat divertikulum mekel, ileum

baik

Cuci NaCl sampai bersih pasang drain

Jahit lapis demi lapis

Operasi selesai

Anastesi: General Anestesi

DIAGNOSA KERJA POST OPERASI

Appendisitis akut dengan peritonitis

PENATALAKSANAAN POST OPERASI

- Awasi tensi, nadi, nafas, suhu

Page 10: Appendisitis Akut Referat Hana

- IVFD RL 20 tpm

- Injeksi ceftriaxone 1x1 gram iv

- Injeksi Ketorolac 2x10 mg

- Sadar baik, BU (+) boleh minum dan makan

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II

PEMBAHASAN

Anatomi dan Fisiologi

Page 11: Appendisitis Akut Referat Hana

Gambar 1. Lokai Apendiks Gambar 2. Variasi Letak Apendiks

Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan

bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang kisaran 10 cm dan berpangkal

utama di sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang didasarkan

pada letak terhadap struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum dan ileum. 30% terletak

pelvikum artinya masuk ke rongga plevis, 65% terletak di belakang sekum, 2% terletak

preileal, dan kurang dari 1% yang terletak retroileal.

Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan

persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang

pada apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri

apendikularis yang tidak memiliki kolateral.

Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya

dipahami. Salah satu yang dikatakn pentik adalah terjadi produksi imunglobulin oleh

Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama

dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit

dan minimal,pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem pertahanan

mukosa saluran cerna. Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap

harinya. Aliran ini akan dialirkan ke sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan

mukosa apendiks. Apendisitis seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks

ini.

Patofisiologi

Page 12: Appendisitis Akut Referat Hana

Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat

infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi

yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebabkan

tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat

menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat

terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan

adanya obstruksi.

Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding

apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi

lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan

adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut

juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat

saja terbentuk menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya

pada pasien apendisits. Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa

perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan

menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada

komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat

meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar.

Etiologi

Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang

berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks. 2,3 Hal-hal yang dapat

menyebabkan, antara lain :

1. Hiperplasia jaringan limfa

2. Masa fekalith

3. Sumbatan oleh cacing ascaris

4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat

sehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan peningkatan pertumbuhan

flora normal kolon.

5. Kerusakan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba

hystolitica.

Page 13: Appendisitis Akut Referat Hana

Manifestasi Klinis

Gejala

Nyeri Perut

Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan

apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena

nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup jelas.

Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen)

yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri

viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri

viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam

beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3

lateral dari garis khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus.

Nyeri somatik dirasakan lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu

metaanalisis, ditemukan bahwa nyeri perut yang berpindah dan berubah dari viseral

menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis

apendisitis.

Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada

retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks retrosekal

menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum

sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini

biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor

secara dorsal.

Mual dan Muntah

Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau

anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis.1

Gejala Gastrointestinal

Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk

diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare

1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding

rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh

Page 14: Appendisitis Akut Referat Hana

peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu

dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain.

Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika

pasien sudah mengalami nyeri somatik.

Tanda

Keadaan Umum

Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang

atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada

apendisitis umumnya sekitar 37,5 – 38,5°C. Demam yang terus memberat dan

mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi. 2,3

Keadaan Lokal

Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung

pada peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung. Perangsangan

langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan

bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen

akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang

terjadi secara lokal.

Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing

sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada

titik McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila

dilakukan pelepasan pada titik McBurney.

Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan

tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas

adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan

otot psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian

paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan rangsangan langsung antara

apendiks dengan otot psoas sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila

dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan

langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya untuk mengetahui terdapat

tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat

berjalan, bernafas, dan beraktivitas berat.2

Page 15: Appendisitis Akut Referat Hana

Diagnosis

Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis

mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas

pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan

penyakitnya, gejala penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala

gastrointestinal.

Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah

dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan

tanda-tanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering

ditemukana adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen

dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari auskultasi sering ditemukan bising usus

menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding

perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan

nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular). Palpasi

dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig,

dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada

kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retrosekal.3

Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena

penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin

dan darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda

inflamasi secara umum, yaitu adanya leukositosis dan keberadaan pyuria.

Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat

bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai

lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan.4

Komponen Alvarado Score adalah :

Page 16: Appendisitis Akut Referat Hana

Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan

pasti, akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan

diagnositik dari beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah

sebagai berikut :

Modalitas Makna Klinis

Foto Polos Tidak bermakna dalam diagnosis,

walaupun seringkali penemuan

fecalith dapat dilakukan

USG Abdomen Sensitivitas 86%, Spesifisitas 81%

CT-Scan Sensitiitas 94%, Spesifisitas 95%

Magnetic Resonance Imaging Belum ada penelitian yang mengkaji,

namun sangat jarang dilakukan

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan

modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis

dengan mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat

dilakukan. Modalitas yang disarankan adalah CT-Scan karena USG masih bersifat

operator-dependent.

Tata Laksana

Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada

apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi

untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi.

Medikamentosa

Page 17: Appendisitis Akut Referat Hana

Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan

antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis

seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga

analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan

dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah

cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah

dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan

pembentukan abses intraabdominal.5

Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat,

imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga

masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan

dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi

antibiotik 7-10 hari.

Apendektomi

Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan

adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-

darurat. Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan

operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak

bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24

jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat

penambahan risiko 5% terjadinya perforasi.

Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan

Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukan dengan insisi pada titik McBurney yang

dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah

pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar.

Setelah dilakukan insisi, pembedahan dilakukan dengan identiifkasi sekum kemudian

dilakukan palpasi ke arah posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik.

Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan

transeksi.

Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun

belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan

pengurangan kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus

dilakukan apabila diagnosis masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat

Page 18: Appendisitis Akut Referat Hana

sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang

dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas

hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi

terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal.

Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses

inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian

antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga

peritoneum.

Komplikasi

Komplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakuka penanganan

segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya diawali dengan adanya

masa periapendikuler terlebih dahulu.

Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih berupa penutupan lekuk

usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat diremisi oleh tubuh setelah

inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko terjadinya abses dan penyebaran

pus dalam infilitrat dapat terjadei sewaktu-waktu sehingga massa periapendikuler ini

adalah target dari operasi apendektomi.

Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain

angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin kompleks. Perforasi

dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh peruhk,

demam tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bisis usus dapat menurun atau bahkan

menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi abses

inttraabdomen yang paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata

laksana yang dilakukan pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk

membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase

pus dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih mudah.

BAB III

Page 19: Appendisitis Akut Referat Hana

KESIMPULAN

Pada pasien Ny. N didiagnosa post appendiktomi akut dengan peritonitis, karena :

Pada anamnesa terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah sejak 7 hari SMRS, terus-

menerus, demam dan pasien belum pernah sakit seperti ini. Hal ini menunjukkan pasien

menderita appendisitis akut. Dikatakan akut, karena pasien merasakan nyeri kurang dari 2

minggu dan belum pernah sakit seperti ini.

Pada anamnesa ditemukan tanda-tanda adanya appendisitis akut dengan peritonitis

berupa demam, nyeri hebat yang meliputi seluruh perut, dan pemeriksaan penunjang

didapatkan lekositosis. Karena gejala-gejala tersebut maka pada pasien ini dilakukan

operasi laparatomi untuk memudahkan pencucian rongga peritoneum dari pus dan operasi

yang dilakukan merupakan operasi cito karena apabila terjadi penundaan operasi dapat

menyebabkan perlengketan organ-organ visceral dan terjadi peritonitis sekunder, yang

apabila dibiarkan dapat menyebabkan komplikasi berupa sepsis intraperitoneal,respiratory

distress syndrome dan gagal ginjal yang akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Didiagnosa banding dengan gastroenteritis dan urolitiasis dextra karena ada kesamaan

gejala pada appendisitis akut yaitu mual, muntah, demam dan nyeri pada perut kanan

bawah tetapi pada gastroenteritis nyeri lebih ringan serta tidak ada nyeri beralih dari ulu

hati ke perut kanan bawah sedangkan pada urolitiasis dextra harusnya ada kelainan pada

saat buang air kecil seperti kencing berdarah dan nyeri ketuk pada cva kanan negatif pada

pasien ini. Pemeriksaan USG untuk menentukan diagnosa pada appendisitis akut.

Daftar Pustaka

Page 20: Appendisitis Akut Referat Hana

1. Sabiston, Buku ajar Bedah, bagian 2, EGC, Jakarta : 1994.

2. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong: Usus halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum, Buku Ajar

Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta : 2005

3. Mansjoer, A. (2000), Kapita Selekta Kedokteran, jilid II, Medis Aesculapius. FKUI.

4. Acute Appendicitis, availabel at : http://www.aafp.org/afp/

5. Appendicitis, availabel at : http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/