kasus appendisitis

28
CASE APPENDISITIS Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF Bedah RS Mohammad Ridwan Meuraksa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Disusun Oleh : Didik Setiyadi 1102009082 Pembimbing : LetKol.dr. Wiganda, SpB 1

Upload: isnan-wahyudi

Post on 29-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Appendisitis

CASE APPENDISITIS

Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalaniKepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF Bedah RS Mohammad Ridwan

MeuraksaFakultas Kedokteran Universitas YARSI

Disusun Oleh :Didik Setiyadi

1102009082

Pembimbing :LetKol.dr. Wiganda, SpB

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RS MOHAMMAD RIDWAN MEURAKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIPERIODE 12 OKTOBER – 20 DESEMBER 2015

KASUS APENDISITIS

1

Page 2: Kasus Appendisitis

Identitas Pasien

Nama : An. F

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur pasien : 16 tahun

Alamat : Jl. Cikini kramat RT 06/01

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal masuk : 14 November 2015

Tanggal Pulang : 19 November 2015

Anamnesis dilakukan di bangsal Cempaka pada tanggal 14 November 2015 secara

alloamnesis

Autoanamnesis

Keluhan utama: Nyeri perut kanan bawah Sejak 5 hari SMRS

Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian kanan bawah yang dirasakan

semakin memberat sejak 5 hari SMRS , nyeri dirasakan hilang timbul dan

berkurang jika pasien berjalan dengan membungkuk. Nyeri pertama kali

dirasakan 5 hari yang lalu pada bagian ulu hati kemudian menjalar ke perut

kanan bawah. Pasien juga merasa mual, muntah dan demam. Keluhan lain

sepert nyeri pinggang disangkal pasien. Tidak ada keluhan BAK dan BAB.

Sebelumnya pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini. Pasien sudah

berobat diklinik 24 jam dan mendapatkan terapi antibiotik, penurun panas dan

antinyeri (namun pasien lupa nama obatnya) tetapi tidak ada perbaikan.

Riwayat Penyakit dahulu

Darah Tinggi : Disangkal

Penyakit Ginjal : Disangkal

Penyakit Kencing Manis : Disangkal

Penyakit Asma : Disangkal

Penyakit Maag : Disangkal

2

Page 3: Kasus Appendisitis

Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit Darah Tinggi : Disangkal

Penyakit Kencing Manis : Disangkal

Penyakit Asma : Disangkal

Riwayat Pribadi

Riwayat olahraga : jarang dilakukan

Riwayat makanan : Makan berlebih

Riwayat Sosial ekonomi

Pasien merupakan pelajar dan hobby bermain game

Biaya pengobatan menggunakan BPJS

Kesan ekonomi cukup

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2.Kesadaran : Compos Mentis

3. Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 120/90 mmHg

Nadi : 110 x / menit, regular, isi cukup

Pernapasan : 20 x / menit

Suhu : 37,7ºC

BB : 120 Kg

TB : 177 cm

4. Status Generalis

Kepala : Normochepale

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). Pupil

bulat, isokor, diameter 3mm

Telinga : Discharge (-/-)

Hidung : Sekret -/-.

Mulut : Sianosis (-/-), stomatitis (-/-)

Leher : Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba

membesar.

3

Page 4: Kasus Appendisitis

Thorax

Paru-Paru

Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi intercostal.

Palpasi : Stemfremitus kanan dan kiri sama kuat.

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.

Palpasi : Ikrus cordis tidak teraba .

Perkusi : Tidak ada pembesaran batas jantung

Auskultasi : Murmur (-), Gallop (-)

Ekstremitas

Ekstremitas superior : Tidak ada deformitas, tidak ada edema.

Ekstremitas inferior : Psoas sign (-), Obturator sign (-)

Status Lokalis

Perut kanan bawah ( Titik Mc Burney)

Inspeksi : Tampak Buncit.

Palpasi : Nyeri tekan dan nyeri lepas di titik Mc Burney (+),

Defans muskuler (+)

Rovsing sign(+)

Psoas sign (+)

Blumberg sign (+)

Massa (+)

Tidak ada nyeri ketok CVA ( costo vertebrae angel )

Pemeriksaan Laboratorium

Laboratoriumo Hb = 13,4 g%

4

Page 5: Kasus Appendisitis

o Ht = 40 %

o Trombosit = 436.000 gg/dl

o Leukosit = 16.300 gr/dl

Kesan : leukositosis

ALVARADO SCORE

Characteristic ScoreM = Migration of pain to the RLQ 1A = Anorexia 0N = Nausea and vomiting 1T = Tenderness in RLQ 2R = Rebound pain 1E = Elevated temperature 1L = Leukocytosis 2S = Shift of WBC to the left 0Total 8Kesan : score alvarado > 7 mendukung apendisitis

Resume

• Pasien seorang pria berumur 16 tahun yang datang dengan keluhan nyeri pada

perut kanan bawah sejak satu hari SMRS, pasien juga mengeluh mual, muntah

dan demam. Rasa nyeri berkurang jika berjalan dengan membungkuk. Riwayat

BAK dan BAB lancar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada perut kanan

bawah (titik Mc Burney) terdapat nyeri tekan +, nyeri lepas +, defans

muskular +, Rovsing sign +, Blumberg sign +,Psoas sign +, Massa +, Demam

+ (37.7ºC). Nyeri ketok CVA (-). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

leukositosis, , alvarado score > 7.

Diagnosis

Appendisitis Infiltrat

Diagnosis sekunder

Peritonitis lokal

Diagnosis Banding

5

Page 6: Kasus Appendisitis

Infeksi saluran kemih

Urolitiasis

Penatalaksanaan

Laparatomi eksplorasi

Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad sanationan : ad bonam

Quo ad fungtionam : ad bonam

BAB II

6

Page 7: Kasus Appendisitis

TINJAUAN PUSTAKA

APPENDISITIS AKUT

Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada

apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui

dan dapat dicetuskan dari berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe,

fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.1

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara

berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara

bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000 populasi.

Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang

berubah menjadi makanan kurang serat. 1

Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,

meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan umur-umur

awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis

sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada

masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yan tinggi ini

menurun pada pria.1

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab

yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-kuman

yang merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut

Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah Bacteriodes Fragilis

bersama E.coli.1

Anatomi

7

Page 8: Kasus Appendisitis

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira

10cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian

proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar

dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya

berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat

3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam

menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah

Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%),

subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).1,2,4

Vascularisasi appendiks berasal dari arteri apendicular yang merupakan

cabang dari bagian bawa arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri.

Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke

nodus limfe ileocaecal.3

Fisiologi

8

Page 9: Kasus Appendisitis

Apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir dicurahkan ke dalam

lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara

appendiks inilah yang menjadi salah satu yang berperan pada patogenesis

appendisitis. GALT ( Gut Assoiated Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks

menghasilkan Ig-A. namun, jika apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem

imun tubuh karena jumlahnya yang sedikit sekali.3

Etiologi

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses

radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya

Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang

menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.2

namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya appendisitis, diantaranya :

1. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang

diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan

lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab

lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang

disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut

diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana,

65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus

apendisitis akut dengan ruptur.1

2. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.

Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan

memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks,

pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes

fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes

splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob

sebesar 96% dan aerob<10%. 1

3. Kecenderungan familiar

9

Page 10: Kasus Appendisitis

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,

apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah

terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam

keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan

mengakibatkan obstruksi lumen.1

4. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit

putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resikolebih tinggi dari

Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik.

Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat.

Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola

makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi. 1

Patofisiologi

Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau

perforasi appendisitis. Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang

dini lumen appendiks masih utuh walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan

hiperplasia limfoid.5 

Agen infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada

lumen appendiks yang sempit sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan

sekresi mukosa yang terus menerus dan eksudat inflamasi akan meningkatkan tekanan

intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal Capacity Appendic adalah

0.1 ml, bila sekresinya 0.5ml sahaja distal terhadap obstruksi akan meningkatkan

tekanan intraluminal 50cm H20.5,6

Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana ia masih dapat

menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari lumen akan

terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang mensarafi

appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikal dan

kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini

dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal dari Thorakal 10 yang

10

Page 11: Kasus Appendisitis

lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu Reffered

Pain.5,6

Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga

menimbulkan nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan

Mucocele Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman komensal dalam appendiks yang

bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi ini

resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila penyakitnya

berlanjut, distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan menyebabkan

obstruksi vena dan iskemia pada dinding appendiks.5,6.

Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan

vena dan menyebabkan oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak terganggu

sehingga akan menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini akan

menimbulkan refleks nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral ynag semakin

meningkat. 6

Selanjutnya apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan

kehadiran Muscularis Hiatus dan peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih

ke kuadran kanan bawah. Bila invasi dari bakteri bertambah dalam, akan muncul

gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin bakteri dan

produk dari jaringan yang mati.5,6 

Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat dikwatirkan pada appendisitis

akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding appendiks yang

iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses appendiks yang lanjut.

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia lanjut,

immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fecalit pada lumen appendiks, pelvic

appendic dan riwayat operasi abdomen, karena ini mengurangi kemampuan omentum

untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis.5

Pasien dengan faktor-faktor yang telah dibahas di atas lebih mudah mengalami

perburukan klinis yang berakhir dengan peritonitis diffuse dan Sindroma Septik

Sistemik.5

11

Page 12: Kasus Appendisitis

Gambaran Klinik

Perjalanan penyakit apendisitis akut memiliki gejala yang sangat luas.

gejalanya berupa gejala nyeri perut yang difus yang sering berlokasi di epigastrium

atau periumbilical area yang diikuti muntah. Setelah 4-6jam nyeri berlokasi di

kuadran kanan bawah. Namun lokasi nyeri berbeda untuk tiap – tiap orang karena

perbedaan letak anatomis tiap orang.4

Sebelum pemeriksaan fisik dimulai, pasien harus ditanya titik area nyeri dan

mengamati tekanan jari yang diperlukan untuk menimbulkan atau memperkuat

sakitnya. Hasilnya tindakan ini sering memberikan bukti tegas bagi iritasi peritoneum

lokalisata. Anoreksia hampir selalu ditemui pada apendisitis yaitu sekitar 95% dari

pasien dan kemudian baru diikuti nyeri perut. Jika tidak ada anoreksia, diagnose

pasien akan tetap dipertanyakan. Mual ditemukan sekitar 75% dari pasien, mulanya

tidak bersifat terus-menerus tapi mulanya hanya satu sampai dua kali. Ada sebagian

pasien sebelum nyeri perut dadahului oleh obstipasi dan merasakan nyeri

berkurang dengan cara buang air besar.1

Tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik adalah sikap penderita

yang datang dengan posisi membungkuk dan bila berbaring kaki kanan sedikit

ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan suhu ringan yaitu sekitar 37,50-38,50C.

Jika lebih maka ditemukan perforasi. Pasien apendisitis cenderung untik tidur

menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan meningkatkan nyeri

dan jika diminta bergerak, akan dilakukan secara perlahan-lahan.1,4

Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik, pada pemeriksaan

abdomen selelu harus dilakukan dengan lembut untuk mendapat kepercayaan pasien

dan memungkinkan deteksi peritoneum. Pemeriksaan dari kiri ke kanan untuk menilai

ridgiditas atau defans muskuler ringan. Palpasi lembut demikian tidak akan

mengeksaserbasi nyeri. Tujuan palpasi abdomen untuk mementukan apakah pasien

menderita iritasi peritoneum atau tidak. Tanda iritasi peritonium adalah nyeri tekan

lokalisata ; ridgiditas atau atau defans muskuler serta nyeri lepas. Nyeri lepas

merupakan tanda yang bermakna bagi dokter. Kalau disuruh batuk akan terasa nyeri

diperut sebelah kanan dan penderita dapat menunjukan nyeri dari umbilicus dan

pindah serta menetap pada perut sebelah kanan bawah. Ada ditemukan beberapa

12

Page 13: Kasus Appendisitis

macam tanda diantaranya McBurney’s Sign, Rovsing’s Sign, Psoas Sign, Obturator

Sign dan Mefadden’s Sign. Letak nyeri pada apendisitis akut diproyeksikan dengan

dengan titik McBurney, titik ini terletak pada 5-2 inch dari procesus spinosus anterior

pada ileum diatas garis lurus yang menghubungkan antara procesus dengan umbilicus.

Pada Rovsing’s Sign nyeri pada saat palpasi pada kuadran kanan dan kiri bawah,

karena terjadi penekanan oleh udara yang menunjukan adanya iritasi peritoneal.

Ketahanan otot pada saat palpasi sering dihubungkan dengan tingkat keparahan proses

radang. Tanda psoas dilakukan dengan cara penderita berbaring, paha difleksikan

akan terasa nyeri karena otot psoas berkontak dengan peritoneum dekat apendiks.

Keaadaan ini khas pada difleksikan dan diemdorotasikan dengan otot obturator

interna. McFaden Sign dilakukan dengan cara apendiks posisis pelvis bisa

merangsang kandung kening, sering pada anak-anak terjadi miksi setelah nyeri.1,4,7 

Diagnosis klinis apendisitis akut masih bisa salah 15%-20% walaupun telah

dilakukan pemeriksaan dilakukan dengan teliti dam cermat. Angka ini tinggi untuk

pasien perempuan dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan perempuan yang masih

muda sering memiliki gejala yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu biasanya berasal

dari genetalia internal oleh karena ovulasi, radang perlvis dan lain-lain.4

Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium untuk apendisitis akut bersifat nonspesifik. Nilai hitung

leukosit pada 90% pasien apendisitis akut yang lebih dari 100.000 permikroliter dan

kebanyakan juga pergeseran ke kiri dalam hitung jenis (Sabiston, 1994). Nilai ambang

untuk leukosit yaitu sekitar 10.000 sampai 18.000 mm3 dengan peningkatan jumlah

netrofil, sebagai respon terhadap infeksi. jika nilai lebih dari nilai ambang yang di atas

maka berkemungkinan terjadinya apendisitis yang perforasi dengan abses ataupun

tanpa abses. Seringkali penelitian sebelumnya, penghitungan sel darah putih yang

normal bisa didapat pada awal penyakit dan peningkatan mungkin diantisipasi

sesuai dengan keparahan penyakit. karena alasan ini, ukuran berkala dari

penghitungan sel darah putih bisa meragukan pembuktian dari keakutan dari tes.

Berdasarkan keadaan klinis, harusnya diperlihatkan secara rutin yaitu.1,5,7

a. Analisa urin. Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan untuk evaluasi

kemungkinan dari infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

13

Page 14: Kasus Appendisitis

b. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini membantu mendiagnosa

peradangan hati, kandung empedu dan pancreas jika nyeri dilukiskan pada perut

bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas.

c. Serum B-HCG untuk memeriksa adanya kemungkinankehamilan..

d. Kebanyakan kasus apendisitis akut didiagnosa tanpa memperlihatkan kelainan

radiology. Kelainan rongtenollogi yang menggambarkan apendisitis akut dini

adalah deus ringan apendikolitiasis. Foto polos bisa memperlihatkan densitas

jaringan lunak dalam kuadran kanan bawah, bayangan psoas kanan abnormal, gas

dalam lumen apendiks dan ileus lebih menonjol. Foto pada keadaan berbaring

bermanfaat dalam mengevaluasi keadaan-keadaan patologi yang meniru

apendisitis akut. Contohnya udara bebas intra . peritoneum yang mendokumentasi

perforasi berongga seperti duodenum atau kolon. Kelainan berupa radioopaq,

benda asing serta batas udara cairan di dalam usus yang menunjukkan obstruksi

usus. Sejumlah laporan tentang manfaat enema barium telah jelas mencakup

beberapa komplikasi. Pemeriksaan enema barium jelas tidak diperlukan dalam

kebanyakan kasus apendisitis akut dan mungkin harus dicadangkan bagi kasus

yang lebih rumit, terutama yang dengan resiko operasinya berlebihan.1,4,7

Diagnosa Banding

1. Limfadenitis ileocaecal

2. Perforasi ulkus peptikum

3. Enteritis regional, gastroenteritis

4. Cholecystisis akut

5. Sistitis

6. Divertikulitis

7. Ileitis terminal

8. Tumor caecum

9. Pancreatitis, demam thypoid abdominalis

10. Batu ureter

11. Intususepsi

12. Demam Dengue

14

Page 15: Kasus Appendisitis

13. KET

14. Torsi kista ovari

15. Endometriosis

16. Infeksi panggul

17. Nyeri perut karena ovulasi 1,4

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan

terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai

akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah

penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam

beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi

medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang

tinggi. 8,9

Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah

pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis

akut dengan tanda-tanda perforasi.2

1. cairan intravena ; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti

segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien

tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central.

Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di

infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan

darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila

mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.

2. antibiotik : pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri

patogen, antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporin,

ampicillin – sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman

anaerob.

Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan

sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan

normal leukosit. 

15

Page 16: Kasus Appendisitis

Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan

pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari

appendisitist perforasi. 2

Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga

peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari

bakteria. Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat,

penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna

bahkan malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau

provine iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai

rongga peritonium dalam kadar bakterisid. Tapi ada juga ahli yang berpendapat

bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml larutan garam dapat

mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada kadar ini antibiotik bersifat

bakterisid terhadap kebanyakan organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan

pada permungkaan peritonial tapi tidak ada bukti bahwa menimbulkan resiko

perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer. Setelah pencucian

seluruh cairan di rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi. 2,7

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi

terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney,

Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna,

oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle

splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi,

diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi

perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum

dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.9,10

Terapi Konservatif dapat dilakukan dengan :

1. Bed rest dengan posisi fowler ( posisi terlentang, kepala ditinggikan 18 sampai

20 inchi, kaki diberi bantal, lutut ditekuk).

2. Diet cair, kompres dingin didaerah Mc Burney

3. Antibiotik yang masif, metronidazol

4. Monitor : infiltrat, tanda – tanda peritonitis (perforasi, suhu tiap 6 jam, LED,

angka leokosit)

16

Page 17: Kasus Appendisitis

Komplikasi

Komplikasi yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra

abdominal/pelvis, sepsis, syok, dehidrasi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi

bebas maupaun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan,

sehingga membentuk massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan

peritoneal fat usus. Pada banyak keadaan, perforasi tersebut dapat pula menyebabkan

masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bisa berakibat

fatal, terbentuknya abses, pada wanita; indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan

menyebabkan penyumbatan pada saluran yang bisa menyebabkan kemandulan,

masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat fatal. 4,9

1. Perforasi

Perforasi disebabkan keterlambatan penanganan terhadap paslen apendisitis akut.

Perforasi disertai dengan nyeri yang lebih hebat dan demam tinggi (sekitar 38,3 0C).

Biasanya perforasi tidak terjadi pada 12 jam pertama. Pada apendiktektomi yang

dilakukan pada pasien usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun, ditemukan

50 % nya telah mengalami perforasi . Akibat perforasi ini sangat bervariasi mulai dari

peritonitis umum, sampai hanya berupa abses kecil yang tidak akan mempengaruhi

manifestasi kliniknya.7

2. Peritonitis

Peritonitis lokal dapat disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum

dikarenakan telah terjadinya perforasi yang nyata. Bertambahnya nyeri dan kekakuan

otot, ketegangan abdomen dan adinamic ileus dapat ditemui pada pasien apendisitis

dengan perforasi.7

3. Apendikal abses (massa apendikal)

Perforasi yang bersifat lokal dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi oleh

omentum dan viseral yang berdekatan . Manifestasi kliniknya sarna dengan

apendisitis biasa disertai dengan ditemukannya massa di kwadran kanan bawah.

Pemeriksaan USG dan CT scan bermanfaat untuk menegakan diagnosis.7

17

Page 18: Kasus Appendisitis

4. Pielofleblitis

Peilofleblitis adalah trombofleblitis yang bersifat supuratif pada sistem

vena portal. Dernam tinggi, menggigil, ikterus yang samar-samar, dan nantinya

dapat ditemukan abses hepar, merupakan pertanda telah tetjadinya komplikasi

ini. Pemeriksaan untuk menemukan trombosis dan udara di vena portal yang paling

baik adalah CT scan. 7

Prognosis

Bila ditangani dengan baik, prognosis apendisitis adalah baik. Secara umum

angka kematian pasien apendisitis akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan

dengan komplikasi penyakitnya dari pada akibat intervensi tindakan. 9

DAFTAR PUSTAKA

 

1. Schwartz I Samuor : Appendicitis In Principles of Surgery 7 th. New York.

McGraw-Hill Companies.1999, pp1191-1225

2. Dudley H.A.F. Apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat

Darurat edisi 11. Gajah Mada Unv Press.1992. hal 441-452

18

Page 19: Kasus Appendisitis

3. Guyton & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.1997. Hal : 543-

547

4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Apendiks Vermiformis. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Bedah. Edisi revisi.Jakarta: EGC. 2005. Hal 365-75.

5. Thompson Jeremy. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery.

Arnold.23rd ed.2000.pg1078,1079.

6. S.Das. A Concise Text Book Of Surgery. S.Das publication. 3rd

ed,2001.pg1002-1010.

7. Lawrence W Way, Gerard M Doherty. Current Diagnosis & Treatment

International Edition eds 11, Asia.McGraw-Hill pp668-72

8. Mazziotti V Mark, Minkes K Robert. Appendicitis: Surgical Perspective. Diakses

dari: www.emedicine.com, tanggal 23 Agustus 2007.

9. Craig Sandy, Lober Williams. Appendicitis, Acute. Diakses dari

www.emedicine.com, tanggal 23 Agusuts 2007.

10. Katz S Michael, Tucker Jeffry. Appendicitis. Diakses dari: www.emedicine.com,

tanggal 23 Agustus 2007.

19