appendisitis akut

35
Apendisitis infiltrat Yessica Florence (406090053) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penulisan Apendisitis infiltrat merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular (1) Periapendisitis infiltrate sering terjadi pada usia tertentu dengan range 22-30 tahun. Pada wanita dan laki-laki insidensinya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25tahun wanita lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3:2. Angka kematian berkisar 2-6%, 19 %kematian jika terjadi pada wanita hamil, dan pada amak usia kurang dari 2 tahun meningkat hingga 20%. (2,3) Morbiditas meningkat dengan bertambahnya usia, keterlambatan diagnosis, bila apendiks tidak diangkat yang dapat menimbulkan serangan berulang. Sedangkan mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 5% jika pecah. Keterlambatan dalam mendiagnosis juga berpengaruh pada angka mortalitas jika terjadi komplikasi. (4) Komplikasi utamanya menurut Junaidi;1982 adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Umum Kodya Semarang 1

Upload: gabriella-lintin

Post on 09-Aug-2015

168 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Penulisan

Apendisitis infiltrat merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan

seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh

dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa

sehingga terbentuk massa periapendikular (1)

Periapendisitis infiltrate sering terjadi pada usia tertentu dengan range 22-30 tahun. Pada wanita

dan laki-laki insidensinya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25tahun wanita lebih banyak dari

laki-laki dengan perbandingan 3:2. Angka kematian berkisar 2-6%, 19 %kematian jika terjadi pada wanita

hamil, dan pada amak usia kurang dari 2 tahun meningkat hingga 20%.(2,3)

Morbiditas meningkat dengan bertambahnya usia, keterlambatan diagnosis, bila apendiks tidak

diangkat yang dapat menimbulkan serangan berulang. Sedangkan mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis

akut tidak pecah dan 5% jika pecah. Keterlambatan dalam mendiagnosis juga berpengaruh pada angka

mortalitas jika terjadi komplikasi. (4)

Komplikasi utamanya menurut Junaidi;1982 adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang

menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak

kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam

dengan suhu 37,70 C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinu.

Apendektomi direncanakan pada apendisitis infiltrate tanpa pus yang sudah ditenangkan. Dimana

sekitar 6-8 minggu sebelumnya diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan

anaerob. Pada anak kecil, wanita hamil , dan usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau

berkembang menjadi abses dianjurkan drainase saja dan apendektomi setelah 6-8 minggu kemudian. Jika

ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laborayorium tidak

menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan pembatalan tindakan bedah. (1) Menurut

sumber lain mengatakan bila massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan

tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks

dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit

infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.(2)

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 1

Page 2: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Pencegahan pada apendisitis infiltrat dapat dilakukan dengan cara menurunkan resiko obstruksi

atau peradangan pada lumen apendik atau dengan penanganan secara tuntas pada penderita apendisitis

akut. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya

diit serat, diit tinggi serat. Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko.

Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendisitis dan apendisitis infiltrat meminimalkan

resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.(1)

I.2 Ruang lingkup pembahasan

Pada kesempatan ini penulis berusaha membahas mengenai apendisitis infiltrate dan

penanganannya. Hal-hal yang akan dibahas dalam referat ini meliputi anatomi apendiks, definisi,

insidensi, patofiologi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan penanganannya.

I.3 Tujuan penulisan

Referat ini disusun untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik ilmu bedah dan diharapkan dapat

menambah pengetahuan penulis juga sebagai bahan informasi bagi para pembaca, khususnya kalangan

medis agar dapat membuat diagnosa, membuat perencanaan perioperatif appendektomi, mampu

mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada pasien post operatif appendektomi.

I.4 Teknik pengumpulan data

Dalam penyusunan referat ini , penulis menggunakan metode pengumpulan data secara tidak

langsung melalui study kepustakaan, yaitu dari buku-buku referensi dan pustaka elektronik yang

berkaitan dengan tema referat ini serta pengarahan dari narasumber yang berwenang serta ahli

dibidangnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 2

Page 3: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung. Pada orang dewasa panjang dari

apendiks sekitar 10 cm, diameter terluar bervariasi antara 3 sampai 8 mm dan diameter dalam

lumennya berukuran antara 1 sampai 3 mm, dan berpangkal pada sekum. Lumen appendiks

sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi appendiks berbentuk

kerucut dengan pangkal yang lebar dan menyempit ke bagian ujungnya. Bagian ujung dari

appendiks dapat berlokasi dimana saja pada kuadran kanan bawah dari abdomen atau pelvis.

Basis dari appendisitis dapat ditemukan dengan menelusuri taenia coli yang berjalan longitudinal

dan berkonfluensi pada caecum.

Appendiks menerima suplai darah dari cabang appendikular arteri ileocolica. Arteri ini

terletak posterior dari ileum terminalis, masuk ke mesoapendiks dekat dari basis appendiks.

Percabangan arteri kecil terbentuk pada titik tersebut dan meneruskan diri sebagai arteri caecal.

Perdarahan appendiks berasal dari arteri appendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.

Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami

gangren.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 3

Page 4: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Suplai darah ileum terminalis, caecum, dan appendiks

Pengaliran aliran limfatik dari appendiks menuju nodus limfatikus yang terletak sepanjang

perjalanan arteri ileocolica. Inervasi dari appendiks berasal dari elemen simpatis pleksus mesenteric

superior (T10-L1), oleh karena itu nyeri visceral pada appendisitis bermula di sekitar umbilicus. Serabut

afferentnya berasal dari elemen parasimpatis nervus vagus.

Gambaran histologis dari appendiks termasuk diantaranya: pertama, lapisan muskularis yang

tidak tersebar secara merata dan mungkin terdapat defisiensi pada beberapa lokasi. Kedua, submukosa,

dimana terdapat agregasi jaringan limfoid dengan atau tanpa disertai struktur tipikal dari centrum

germinativum. Pembuluh limfe lebih prominen pada regio dibawah agregasi limfoid. Ketiga, mukosa

yang menyerupai dari usus besar kecuali terdapat perbedaan densitas dari folikel limfoid. Kripta pada

appendiks memiliki iregularitas baik dari ukuran dan bentuk, berbeda dengan kripta pada colon yang

memiliki gambaran uniform.

Kompleks neuroendokrin dari appendiks yang terdiri dari sel ganglion, sel Schwann, serat

neural, dan sel-sel neurosekretorik terletak tepat dibawah dari kripta-kripta pada appendiks. Serotonin

merupakan produk sekretorik utama dan dihubungkan dengan nyeri yang muncul pada appendiks non-

inflamasi. Kompleks ini diduga sebagai sumber dari tumor-tumor karsinoid, dan oleh karenanya

appendiks dikenal sebagai tempat asal utama tumor-tumor karsinoid.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 4

Page 5: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

II.2 Fisiologi

Appendiks tidak memiliki fungsi yang sesuai dengan bentuk anatomisnya sebagai organ

berongga, dimana fungsi dari appendiks ini tidak diketahui dengan pasti. Imunoglobulin sekretoar yang

dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk

appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terdapat infeksi. Namun

demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe

di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Mukosa appendiks memiliki kemampuan yang sama dalam memproduksi cairan, musin, dan

enzim-enzim proteolitik, Appendiks dapat menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut

normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.

II.3 Insidensi

Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan

terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan

perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan

kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas. 1

Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi

beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh

meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada

semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada

kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya

sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi6.

II.4 Etiologi dan faktor resiko

Obstruksi lumen merupakan penyebab paling sering terjadinya appendisitis akut. Fekalit adalah

penyebab paling sering terjadinya obstruksi appendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan

limfe, tumor, sayuran dan biji buah, serta parasit usus yang menyebabkan erosi mukosa seperti E.

histolytica. Frekuensi obstruksi meningkat dengan adanya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40%

kasus appendisitis akut sederhana, 65% kasus adalah appendisitis gangrenosa tanpa disertai ruptur, dan

hampir 90% kasus adalah appendisitis gangrenosa dengan ruptur.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 5

Page 6: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan

pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Sedangkan serat diperkirakan menurunkan

viskositas dari feses, menurunkan waktu transit di usus, dan melunakkan formasi dari fekalit. Konstipasi

akan menaikkan tekanan intracaecal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan

meningkatnya pertumbuhan kuman flora colon.

II.5 Patogenesis

Obstruksi proksimal dari lumen appendiks merupakan close-loop obstruction, dan produksi

sekresi normal yang terus menerus dari mukosa appendiks menyebabkan distensi. Normalnya kapasitas

lumen appendiks hanya 0,1 mL. Sekresi sebanyak 0,5 mL meningkatkan tekanan intraluminal menjadi 60

cm H2O. Distensi appendiks menstimulasi saraf visceral afferen sehingga menyebabkan rasa tidak enak,

rasa nyeri yang tumpul dan merata pada mid-abdomen atau epigastrium bawah. Peristaltik juga

distimulasi sehingga rasa seperti kram perut sering menyertai. Distensi terus bertambah akibat sekresi

mukosa yang terus menerus dan multiplikasi dari bakteri appendiks yang cepat. Distensi yang besar ini

biasanya menimbulkan reflek mual dan muntah. Dengan meningkatnya tekanan dalam rongga appendiks,

tekanan vena menjadi besar. Kapiler dan venula tertutup, tapi aliran masuk arteriola tetap sehingga

menghasilkan pembesaran dan kongesti. Proses inflamasi ini akan mengenai lapisan serosa appendiks

sampai peritoneum parietalis. Hal ini dikarakteristikan dengan adanya perpindahan rasa sakit ke kuadran

kanan bawah, dan terjadi dalam 24 – 48 jam pertama.

Mukosa traktus gastrointestinal, termasuk appendiks, mudah terpengaruh akibat kerusakan aliran

darah. Hal ini mengakibatkan mudah terjadinya invasi bakteri. Karena pertumbuhan bakteri yang

berlebihan dan reaksi inflamsi (edem), dapat menyebabkan appendiks menjadi semakin edem dan iskemi.

Nekrosis dari dinding appendiks dapat menyebabkan translokasi dari bakteri. Hal ini yang disebut

sebagai appendisitis gangrenosa. Bila tidak ditangani, appendiks yang mengalami gangren tersebut

akan pecah (appendisitis perforasi) dan mengeluarkan isi appendiks ke cavum peritoneal.

Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan

omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikular yang secara salah dikenal

dengan istilah infiltrat appendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses

(appendiceal abses) yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan

sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya mengurai diri secara lambat.

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan

parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 6

Page 7: appendisitis akut

Sembelit Katup ileocaecal kompeten

Tekanan ↑ dalam caecum

Flora kuman colon ↑

Appendicitis mukosa

Erosi selaput lendir(E. histolytica)

Appendicitis komplit

Pengosongan isi appendiks terhambat :StenosisGangguan motilitasMesoappendiks pendek

Yessica Florence (406090053)

keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika, organ ini dapat meradang akut lagi dan

dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut (appendicitis kronik eksaserbasi akut).

Patofisiologi Terjadinya Appendicitis

Sumber : Sjamsuhidajat, 1997

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 7

Page 8: appendisitis akut

Obstruksi

Distensi

↑ tekanan intraluminal

Obstruksi limfatik Kongesti vena

Edem

Diapedesis bakteri

Ulserasi mukosa

Invasi bakteri

Inflamasi lapisan serosa yang berhubungan dengan peritoneum parietal

Trombosis vena

Gangren

Perforasi

Bakteri keluar

Peritonitis

Yessica Florence (406090053)

Perjalanan Penyakit Akibat Close Loop Obstruction dari Lumen

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 8

Page 9: appendisitis akut

Perforasi

Sembuh

Appendicitis mukosa

Appendicitis flegmonosa

Appendicitis dengan Nekrosis setempat

Appendicitis supurativa

Appendicitis gangrenosa

Yessica Florence (406090053)

Sumber : Stead, 2004

Perjalanan Alami Appendicitis Akut

Sumber : Sjamsuhidajat, 1997

II.6 Gambaran klinis

Nyeri abdomen adalah gejala utama pada appendisitis akut. Secara klasik, nyeri tersebut tersebar

merata pada epigastrium bawah atau daerah umbilical, nyerinya berat dan menetap, kadang-kadang

disertai dengan rasa seperti kram perut. Setelah 1 – 12 jam (rata-rata 4 – 6 jam) rasa nyeri tersebut

dirasakan di perut kanan bawah. Tetapi pada beberapa pasien, rasa sakit appendisitis mulai di perut

kanan bawah dan menetap. Variasi lokasi anatomi menentukan pula variasi dari lokasi rasa nyeri,

contohnya, appendiks yang panjang dengan inflamasi pada ujung tepi di perut kiri bawah menyebabkan

rasa nyeri di daerah tersebut; appendiks retrocaecal dapat menyebabkan rasa seperti sakit pinggang;

appendiks pelvis menyebabkan nyeri dearah suprapubik; dan appendiks retroileal dapat menyebabkan

nyeri testikular, yang sering dikira sebagai iritasi dari a. Spermatica dan ureter.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 9

Page 10: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Anoreksia biasanya sering dialami pada penderita appendisitis. Walaupun muntah ada pada 75%

pasien, tetapi biasanya tidak menetap dan sebagian besar pasien hanya muntah 1 atau 2 kali. Muntah

disebabkan karena stimulasi neural dan adanya ileus.

Kebanyakan pasien ada riwayat obstipasi sebelum timbulnya nyeri. Tetapi pada sebagian pasien,

terutama anak-anak terjadi diare. Urutan kemunculan gejala mempunyai perbedaan yang signifikan

dalam mendiagnosis banding. Lebih dari 95% pasien appendisitis akut, anoreksia merupakan gejala yang

pertama muncul, diikuti dengan nyeri perut, serta muntah (bila ada). Bila muntah merupakan gejala yang

pertama kali dirasakan, diagnosa appendicitis masih harus dipertanyakan.

Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak

mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan

timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering

appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80 – 90% appendisitis baru diketahui setelah

terjadi perforasi.

Pada orang berusia lanjut, gejalanya juga sering samar-samar saja. Tidak jarang terlambat

didiagnosis. Akibatnya lebih dari ½ penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.

Pada pasien-pasien khusus, seperti pasien yang dalam penggunaan imunosupresan, pasien yang

menerima transplantasi organ, pasien dengan HIV, pasien dengan diabetes melitus, pasien yang mengidap

kanker atau yang sedang menerima kemoterapi, dan pada pasien-pasien yang obesitas, gejala yang

dirasakan hanyalah rasa tidak enak secara umum.

II.7 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik menentukan posisi anatomik dari appendiks dan apakah appendiks sudah

mengalami ruptur ketika pasien pertama kali di periksa. Tanda-tanda vital hanya mengalami sedikit

perubahan pada appendicitis tanpa komplikasi. Kenaikan suhu jarang melebihi 1 oC (sekitar 37,5 –

38,5oC) dan nadi normal atau sedikit meningkat. Perubahan tanda-tanda vital yang bermakna biasanya

mengindikasikan adanya komplikasi atau adanya penyakit lain.

Pasien dengan appendisitis biasanya lebih enak dengan posisi supine (telentang) dengan tungkai

atas ditarik, karena adanya gerakan meningkatkan rasa nyeri. Apabila diperintahkan untuk bergerak,

mereka akan melakukannya dengan perlahan-lahan dan dengan hati-hati.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 10

Page 11: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Tanda ”klasik” kuadran kanan bawah muncul bila appendiks terdapat pada posisi anterior. Rasa

nyeri terutama pada titik Mc Burney atau sekitar Mc Burney. Hal ini mengindikasikan adanya iritasi

lokal peritoneum.

Rovsing’s sign : Nyeri di kuadran kanan bawah ketika di tekan pada kuadran kiri bawah

(daerah kontralateralnya).

Hal ini mengindikasikan adanya iritasi peritoneum.

Blumberg sign : Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan pada kuadran kiri bawah

(daerah kontralateralnya) dilepaskan.

Hal ini mengindikasikan adanya iritasi peritoneum.

Psoas sign : Mengindikasikan adanya fokus iritatif yang dekat dengan otot

tersebut. Pasien berbaring pada sisi kiri, pemeriksa pelan-pelan

mengekstensikan paha kanan yang mengakibatkan peregangan

dari m. Iliopsoas. Test (+) bila ekstensi menimbulkan rasa

sakit karena appendiks yang meradang menempel di m. Psoas.

Obturator sign : Mengindikasikan iritasi pada pelvis. Prinsipnya dengan

meregangkan m. Obturator internus, dan melihat apakah

appendiks yang meradang kontak dengan muskulus tersebut.

Pasien dalam posisi telentang, paha kanan dalam posisi fleksi

lalu dilakukan rotasi interna secara pasif.

Dunphy’s sign : Adanya rasa nyeri yang tajam pada kuadran kanan bawah bila

sengaja dibatukkan (cough sign).

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 11

Page 12: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Cutaneus hiperestesi sering menyertai. Dipersarafi oleh n. Spinalis bagian kanan dari Th 10, 11,

dan 12. Tahanan muskuler dinding abdomen berjalan sesuai dengan proses inflamasinya. Adanya defans

muskular ini menunjukkan rangsangan peritoneum parietale. Variasi posisi anatomik dari appendiks

menyebabkan gejala yang berbeda pula. Pada appendiks retrocaecal, rasa nyeri pada abdomen anterior

jarang, dan pasien lebih banyak mengeluhkan rasa nyeri pada pinggang kanan sampai ke belakang. Pada

appendiks letak pelvik, tanda-tanda pada abdomen bisa tidak ada sama sekali dan bisa tidak terdiagnosis

bila Rectal Touche (RT) tidak dilakukan. Rectal touche juga untuk membedakan ada atau tidaknya suatu

massa.

Hubungan Patofisiologi dengan Manifestasi Klinik

Kelainan patologi Gejala dan tanda

Peradangan awal Kurang enak ulu hati, mungkin kolik

Appendicitis mukosa Nyeri tekan kanan bawah (rangsangan

otonomik)

Radang di seluruh ketebalan dinding Nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

mual, dan muntah

Appendicitis komplit / radang peritoneum

parietal appendiks

Rangsangan peritoneum lokal (somatik),

nyeri pada gerak aktif dan pasif, defans

muskular lokal

Radang jaringan yang menempel pada

appendiks

Genitalia interna, ureter, m. Psoas, vesica

urinaria, rectum

Appendicitis gangrenosa Demam, takikardi, leukositosis

Perforasi Nyeri dan defans muskular seluruh perut

Pendindingan :

Tidak berhasil

Berhasil

Abses

Sda + demam tinggi, dehidrasi, syok,

toksik

Massa perut kanan bawah, keadaan umum

berangsur membaik

Demam remiten, KU toksik, keluhan dan

tanda setempat

Sumber : Sjamsuhidajat, 1997

II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 12

Page 13: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

LABORATORIUM

Pada laboratorium darah terdapat leukositosis ringan (10.000 – 18.000 / mm3) yang didominasi >

75% oleh sel polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the left) pada 90% pasien. Hal ini biasanya

terdapat pada pasien dengan akut appendicitis dan appendicitis tanpa komplikasi. Sedangkan leukosit >

18.000 / mm3 meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi appendiks dengan / tanpa abses.

Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa appendicitis adalah C-reaktif protein. CRP

merupakan reaktan fase akut terhadap infeksi bakteri yang dibentuk di hepar. Kadar serum mulai

meningkat pada 6 – 12 jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada umumnya, pemeriksaan ini jarang

digunakan karena tidak spesifik. Spesifisitasnya hanya mencapai 50 – 87% dan hasil dari CRP tidak dapat

membedakan tipe dari infeksi bakteri.

Pemeriksaan urinalisa sering dilakukan dalam mengevaluasi pasien dengan keluhan nyeri perut.

Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih (ISK).

RADIOLOGI

Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosa

banding. Pada appendicitis akut dapat terlihat abnormal ”gas pattern” dari

usus, tapi hal ini tidak spesifik. Ditemukannya fekalit dapat mendukung

diagnosa. Dapat ditemukan pula adanya local air fluid level, peningkatan

densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah, perubahan bayangan

psoas line, dan free air (jarang) bila terjadi perforasi. Pemeriksaan ini

mungkin berguna pada pasien dengan gejala dan tanda-tanda yang tidak khas.

Walaupun demikian, foto polos abdomen bukanlah sesuatu yang rutin atau

harus dikerjakan dalam mengevaluasi pasien dengan nyeri abdomen yang akut.

Ultrasonografi

Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk mendiagnosis appendicitis. Tekniknya tidak mahal,

dapat dilakukan dengan cepat, tidak invasif, tidak membutuhkan kontras dan dapat digunakan pada pasien

yang sedang hamil karena tidak menggunakan paparan radiasi. Secara sonografi, appendiks diidentifikasi

sebagai ”blind end”, tanpa peristaltik usus. Kriteria sonografi untuk mendiagnosis appendicitis akut

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 13

Page 14: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

adalah adanya noncompressible appendiks sebesar 7 mm atau lebih pada diameter anteroposterior, adanya

appendicolith, interupsi pada kontinuitas jaringan submukosa, dan cairan atau massa periappendiceal.

Sensitivitas sonografi dalam mendiagnosis appendicitis sebesar 55 – 96% dan spesifisitas 85 –

98%. False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii dan pada pasien yang obese hasilnya

bisa tidak akurat. Sedangkan false (-) didapat pada appendiks letak retrocaecal dan appendiks yang

membesar. Hal ini tergantung kemahiran operator.

Gambaran sagital graded compression yang menunjukkan

inlamasi akut dari appendiks. Struktur tubular

noncompressible, kurangnya gerakan peristaltik, diameter >6

mm, dan adanya cairan periappendiceal.

Gambaran transverse graded compression yang menunjukkan inflamasi akut dari

appendiks. Adanya gambaran target like appearance karena penebalan dari dinding

appendiks dan cairan pada sekelilingnya.

Computed Tomography

CT-scan sangat berguna pada pasien yang dicurigai mengalami proses inflamasi pada abdomen

dan adanya gejala tidak khas untuk appendicitis. Appendiks normal akan terlihat sebagai struktur tubular

tipis pada kuadran kanan bawah yang dapat menjadi opak dengan kontras. Appendicolith terlihat sebagai

kalsifikasi homogenus berbentuk cincin, dan terlihat pada 25% populasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 14

Page 15: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Appendicitis akut dapat didiagnosa berdasarkan CT-scan apabila didapatkan appendiks yang

abnormal dengan inflamasi pada periappendiceal. Appendiks dikatakan abnormal apabila terdistensi atau

menebal dan membesar > 5 – 7 mm. Sedangkan yang termasuk inflamasi periappendiceal antara lain

adalah abses, kumpulan cairan, edem, dan phlegmon. Inflamsi periappendiceal atau edem terlihat sebagai

perkaburan dari lemak mesenterium (”dirty fat”), penebalan fascia lokalis, dan peningkatan densitas

jaringan lunak pada kuadran kanan bawah. CT-scan khususnya digunakan pada pasien yang mengalami

penanganan gejala klinis yang telat (48 – 72 jam) sehingga dapat berkembang menjadi phlegmon atau

abses.

Fekalit dapat dengan mudah terlihat, tetapi adanya fekalit bukan patognomonik adanya

appendicitis. Temuan penting adalah arrowhead sign yang disebabkan penebalan dari caecum. Tingkat

sensitivitas 92 – 97%, spesifisitas 85 – 94%, keakuratan 90 – 98%, positive predictive value 75 – 95%,

negative predictive value 95 – 99%. Kerugiannya mahal, menggunakan radiasi, dan tidak dapat

digunakan saat hamil.

Gambaran pelebaran appendiks dengan penebalan

pada dindingnya, tidak terisi dengan kontras.

Barium Enema

Pemeriksaan tambahan lain yang berguna adalah barium enema. Pemeriksaan ini dikatakan

positif bila menunjukkan appendiks yang non-filling dengan indentasi dari caecum. Hal ini menunjukkan

adanya inflamasi pericaecal. False negative (partial filling) didapatkan pada 10% kasus. Barium enema

ini sudah tidak lagi digunakan secara rutin dalam mengevaluasi pasien yang dicurigai menderita

appendicitis akut.

Dalam rangka meningkatkan tingkat akurasi dari diagnosis apendisitis, maka telah disusun

sebuah system penilaian yang dibuat berdasarkan penelitian secara retrospektif oleh Alvarado. Sistem

penilaian ini meliputi gejala-gejala (nyeri yang berpindah dari periumbilikal ke perut kanan bawah, mual

dan penurunan nafsu makan), tanda-tanda (nyeri tekan pada perut kanan bawah, nyeri lepas, dan demam),

dan pemeriksaan laboratorium (leukositosis dan pergeseran ke kiri).

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 15

Page 16: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Alvarado Score

Symptoms

Migratory right iliac fossa pain 1 point

Anorexia 1 point

Nausea and vomiting 1 point

Signs

Right iliac fossa tenderness 2 points

Rebound tenderness 1 point

Fever 1 point

Laboratory

Leucocytosis 2 points

Shift to left (segmented neutrophils) 1 point

Total score 10 points

A score of 7 or more is strongly predictive of acute appendicitis.

In patients with an equivocal score of 5-6, CT scan further reduces the rate of negative appendicectomy

Sumber : www.wikipedia.com

II.9 DIAGNOSIS BANDING

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 16

Page 17: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.

Inflamasi dari diverticulum Meckel’s jarang ditemukan, namun penyakit ini memiliki pathogenesis dan

perjalanan penyakit yang menyerupai appendicitis.

Apabila gejala-gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah lebih dominan, perlu

dipertimbangkan gastroenteritis sebagai diagnosis banding, terutama apabila gejala-gejala gastrointestinal

tersebut mendahului gejala nyeri perut, namun nyeri perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas.

Hiperperistaltik lebih sering ditemukan. Demam dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan

apendisitis akut.

Urolitiasis pielum atau ureter kanan (batu ureter atau batu ginjal kanan). Adanya riwayat kolik

dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering

ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis

sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri costovertebral di sebelah kanan dan piuria.

Kasus-kasus keganasan juga harus menjadi bahan pertimbangan. Karsinoma dengan perforasi

ke dalam sekum maupun kolon ascendens akan memberikan gejala nyeri yang akut disertai tanda-tanda

perangsangan peritoneum. Pada kasus yang jarang ditemui, dapat terjadi apendisitis sekunder akibat

obstruksi lumen sekum oleh karena karsinoma. Limfoma pada ileum terminal juga dapat memberikan

gejala-gejala yang menyerupai appendicitis. Secara umum pada kasus-kasus keganasan abdominal dapat

ditemukan tinja dengan test guaiac yang positif, anemia, riwayat penurunan berat badan, perubahan

kronis dari pola defekasi.

Pada wanita usia muda , penyebab dari nyeri perut kanan bawah termasuk yang telah

disebutkan diatas dan ditambah dengan kelainan-kelainan seperti: rupture dari kista maupun folikel ovarii,

torsio ovarii, kehamilan ektopik, juga salpingitis akut. Pada wanita usia premenopause, endometriosis

merupakan salah satu penyebab dari nyeri perut bawah kronik, yang pada keadaan akut sering

menyerupai apendisitis. Mengingat bahwa terdapat berbagai kelainan ginekologis yang dapat menyerupai

apendisitis maka perlu ditanyakan riwayat ginekologis pasien dan pola siklus menstruasinya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 17

Page 18: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Sumber : Soybel DI, 2003

II.10 PENATALAKSANAAN

Indikasi Operasi

Apabila diagnosis apendisitis telah ditegakkan dengan berbagai pemeriksaan yang mendukung,

hal tersebut sudah merupakan suatu indikasi operasi (apendektomi), kecuali pada kasus-kasus tertentu

seperti halnya pada keadaan dimana masa akut telah dilewati namun muncul komplikasi dengan

terbentuknya abses. Pada beberapa kasus dapat digunakan antibiotic sebagai terapi tunggal untuk

mengurangi massa abses tersebut. Bila massa abses telah terbentuk di ekitar apendiks maka basis dari

sekum akan sulit untuk ditemukan, selain itu tindakan operatif secara aman akan sulit untuk dikerjakan.

Persiapan pre-operasi

Analgetik dapat diberikan pada pasien setelah diagnosis dari apendisitis sudah dapat ditegakkan

dan manajemen operatif telah direncanakan. Status cairan harus dipantau dengan ketat menggunakan

indicator klinis seperti nadi, tekanan darah, dan jumlah pengeluaran urine.

Pemberian antibiotik dapat dimulai, umumnya diberikan cephalosporine generasi 2 secara

tunggal atau dikombinasikan dengan antibiotic spectrum luas yang melingkupi bakteri gram negatif aerob

(e.coli) dan anaerob (bacteroides spp.). Perlu diingat bahwa tujuan utama dari pemberian antibiotic bukan

untuk memberantas apendisitis itu sendiri. Pada kasus yang tidak disertai dengan komplikasi, antibiotic

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 18

Page 19: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

umumnya diberikan untuk mengurangi insidens infeksi dari luka dan peritoneum bagian dalam setelah

operasi dan melindungi terhadap kemungkinan terjadinya bakteremia.

Pada kasus-kasus dimana telah terjadi komplikasi berupa pembentukan abses maupun

bakteremia, maka pemberian antibiotic ditujukan untuk mengobati komplikasi tersebut. Terdapat beragam

pendapat tentang pemberian antibiotic profilaksis, namun terdapat konsensus bahwa:

1. Pemberian cephalosporin generasi 2 efektif dalam mengurangi komplikasi yang dapat timbul

oleh karena luka pada kasus non-komplikata

2. Waktu yang tepat dalam memberikan antibiotic adalah sesaat sebelum pembedahan atau pada

saat pembedahan dilakukan agar tercapai kadar yang optimal pada saat akan dilakukan incise

3. Pada kasus non-komplikata, pemberian antibiotic cukup dengan dosis tunggal. Penambahan

dosis setelah operasi tidak berguna dalam menurunkan resiko infeksi lebih lanjut.

Pertimbangan Operatif

Perlu ditentukan apakah prosedur operasi akan dilaksanakan melalui pendekatan secara

tradisional (terbuka) atau dengan bantuan laparoskopi. Terdapat berbagai penelitian yang

membandingkan antara pendekatan secara terbuka maupun dengan laparoskopi. Berdasarkan informasi

terkini dapat disimpulkan bahwa pada kasus apendisitis tanpa disertai komplikasi, pendekatan secara

laparoskopik dapat mengurangi nyeri, kebutuhan untuk dirawat dan juga menurunkan insidens infeksi

pada luka setelah operasi. Pasien juga dapat kembali bekerja lebih awal.

Perbandingan Antara Laparotomy dan Laparoskopi

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 19

Page 20: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Dilakukan pengangkatan apendiks apabila pada saat operasi ditemukan gambaran inflamasi. Hal

penting yang harus diingat adalah untuk melakukan disseksi apendiks sampai ke basis, yaitu pada

pertemuan taenia di dinding sekum. Kegagalan dalam mengangkat seluruh apendiks sampai ke basis-nya

dapat mengingkatkan resiko terjadinya apendisitis rekuren. Mengingat bahwa terdapat beberapa laporan

terjadinya appendicitis rekuren, maka penting untuk tetap berwaspada terhadap kemungkinan munculnya

apendisitis rekuren meski terdapat riwayat operasi apendiks dan bukti jaringan parut yang nyata. Apabila

diseksi secara aman tidak dimungkinkan oleh karena adanya inflamasi ataupun pembentukan abses,

sebuah closed suction drain dapat diletakan kedalam kavum peritoneum. Tindakan ini bermanfaat untuk

mengalirkan materi fekal maupun pus keluar sehingga mencegah tertimbunnya materi-materi tersebut

kedalam kavum peritoneum.

Pasca Operasi

Kasus-kasus apendisitis tanpa komplikasi, pasien dapat mulai minum dan makan segera setelah

mereka merasa mampu, dan defekasi dievaluasi dalam 24-48 jam. Pemberian antibiotic dan dekompresi

dengan nasogastric tube pasca operasi tidak rutin dikerjakan pada pasien apendisitis tanpa komplikasi.

Pada kasus-kasus yang disertai dengan peritonitis, pemberian antibiotic diberikan hingga 5-7 hari setelah

operasi.

II.11 KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun

perforasi pada appendiks yang telah mengalami wall-off sehingga berupa massa yang terdiri dari

kumpulan apendiks, sekum dan lekuk usus halus.

Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat

diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi

jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan

bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan

leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi

sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakan dengan pasti.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 20

Page 21: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal

perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium

(setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang,

pemberian antibiotik spektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil

kultur, transfuse untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendik akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung

mengelembung ke arah rectum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (ampisilin,

gentamisin, metronidazol atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan

apendektomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera

dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rectum atau vagina dengan fluktuasi

positif juga perlu dilakukan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi, tetapi merupakan komplikasi yang

letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali dan ikterus setelah

terjadi perforasi apendik. Pada kedaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.

Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal

lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 21

Page 22: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Sumber : Soybel DI, 2003

II.11 PROGNOSIS

Sebagian besar pasien apendisitis sembuh dengan mudah melalui terapi operatif, namun

komplikasi dapat muncul apabila terjadi keterlambatan dalam penatalaksanaan atau bila sudah terjadi

peritonitis. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan sangat bergantung pada usia, kondisi fisik,

komplikasi, dan keadaan-keadaan lainnya, termasuk konsumsi alcohol, namun biasanya untuk

penyembuhan memerlukan waktu sekitar 10 dan 28 hari. Pada anak-anak (usia kurang lebih 10 tahun),

penyembuhan memerlukan waktu sekitar tiga minggu.

Peritonitis yang mengancam nyawa merupakan alasan mengapa apendisitis akut memerlukan

evaluasi dan penatalaksanaan secara cepat. Apendisitis tipikal memberikan respon yang sangat baik

dengan apendektomi, dan terkadang dapat sembuh dengan spontan. Apabila apendisitis sembuh dengan

spontan, masih merupakan kontroversi mengenai perlu tidaknya tindakan apendektomi elektif untuk

mencegah apendisitis rekuren.

Apendisitis atipikal (dihubungkan dengan apendisitis supuratif) lebih sulit untuk didiagnosis dan

lebih cenderung untuk terjadi komplikasi meskipun telah dilakukan operasi secara dini. Pada kedua

keadaan diatas diagnosis secara tepat dan apendektomi memberikan hasil yang baik, dan penyembuhan

penuh terjadi antara dua sampai empat minggu. Mortalitas dan komplikasi berat umumnya jarang ditemui,

namun dapat terjadi apabila peritonitis berlanjut dan tidak mendapat terapi. Terdapat pula topic

pembahasan yang sering mendapat perhatian mengenai massa apendikular, yaitu terbentuknya suatu

massa yang terdiri dari omentum dan usus yang saling melekat, hal ini terjadi apabila apendiks tidak

segera dipindahkan dengan segera selama terjadinya infeksi. Selama masa ini, tindakan apendektomi akan

sangat beresiko kecuali bila didapatkan pembentukan pus yang dibuktikan dengan adanya demam dan

toksisitas atau dengan USG.

Stump appendicitis, merupakan suatu komplikasi yang jarang ditemui, yaitu terjadinya inflamasi

pada sisa apendiks yang tertinggal setelah apendektomi yang tidak komplit.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 22

Page 23: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

BAB III

PEMBAHASAN

Appendicitis inflitrat sebenarnya adalah istilah yang salah, seharusnya disebut dengan massa

periappendikular. Massa appendiks ini terjadi bila appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi

oleh pendindingan oleh omentum dan / atau lekuk usus. Umumnya massa appendiks terbentuk pada hari

ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa appendiks lebih sering

dijumpai pada pasien berumur > 5 tahun karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan

omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

GEJALA DAN TANDA

Gejala klinisnya sama dengan gejala appendicitis ditambah dengan terabanya massa pada kuadran

kanan bawah.

TERAPI

Pada massa periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran

pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena

itu, disarankan massa periappendikular yang masih mobile di operasi segera untuk mencegah penyulit

tersebut. Disamping itu, operasi masih mudah.

Pada massa periappendikular yang terfiksir dan pendindingan sempurna, dirawat dulu dan diberi

antibiotik. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 23

Page 24: appendisitis akut

Yessica Florence (406090053)

Suhu tubuh

Ukuran massa

Luasnya peritonitis

Leukosit

Bila sudah tidak ada demam, massa periappendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh

pulang dan appendektomi elektif dapat dikerjakan 2 – 3 bulan kemudian agar perdarahan akibat

perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin (interval appendektomi).

BAB IV

KESIMPULAN

1. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2

2. Addis DG, Shaffer N, Fowler BS,et al :The epidemiology of appendicitis and appendectomy in United States. Am J Epidemiol 132:910,1990

3. Flum DR, Morris A, Koepsell T,et al: Has misdiagnosis of appendicitis decreased over time? A population-based analysis. JAMA 286:1748,2001

4. Harken. H Alden, Moore. E,Ernest.,2009. Aberanathy’s Surgical Edisi 6;188

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Kodya Semarang 24