presus regional anestesi pada appendisitis akut

of 41 /41
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PRESENTASI KASUS ILMU ANESTESI dan REANIMASI NO.RM : 03-26-XX PRESENTASI KASUS PEMBERIAN ANALGETIK NARKOTIKA SEBAGAI AGEN ANALGETIK PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN GENERAL ANASTESI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Diajukan Kepada : dr. Muh. Ghozali, Sp. An. Disusun Oleh : Rr. Dristia Nugraheningtyas 20090310032 KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN RM.01.

Author: imanisti

Post on 21-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


17 download

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Presentaso kasus

TRANSCRIPT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU ANESTESI dan REANIMASI NO.RM : 03-26-XX

PRESENTASI KASUS

PEMBERIAN ANALGETIK NARKOTIKA SEBAGAI AGEN ANALGETIK PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN GENERAL ANASTESI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinikdi Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada :dr. Muh. Ghozali, Sp. An.

Disusun Oleh :Rr. Dristia Nugraheningtyas20090310032

KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTARSUD SARAS HUSADA PURWOREJO2015

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disahkan presentasi kasus dengan judul :

PEMBERIAN ANALGETIK NARKOTIKA SEBAGAI AGEN ANALGETIK PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN GENERAL ANASTESI

Disusun oleh:Rr Dristia Nugraheningtyas20090310032

Telah Disetujui Oleh Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi dan ReanimasiPada tanggal Februari 2015

dr. Muh. Ghozali Tahrim, Sp.An

ANAMNESISNama : Tn. RRuang : Anggrek

Umur : 38 tahunKelas : III

Nama: Tn. RJenis Kelamin: Laki-lakiTanggal lahir: 05 November 1976Umur: 38 tahunNama Istri: Ny. CUmur: 37 tahunPekerjaan Suami: Karyawan SwastaPendidikan Suami: SDAlamat: Pituruh PurworejoMasuk RS Tanggal: 15-01-2015Jam : 23.26 WIBDiagnosis Masuk: Obstruksi JoundiceDokter Anestesi : dr. Muh Ghozali, Sp.An Co-asisten: Rr Dristia NTanggal : 20 Januari 2015Keluhan Utama: Pasien mengeluh nyeri perut sebelah kanan atas.Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan atas (+) sejak 10 hari yang lalu, nyeri dirasa semakin bertambah, mata ikterik (+), seluruh tubuh ikterik (+), mual (+), muntah (-), demam (-), berdebar-debar (-), sesak nafas (+). Pasien juga mengeluh BAK berwarna kemerahan. Nyeri saat BAK (-). BAB berwarna putih (+). Perut membuncit (-). Riwayat memiliki badan gemuk (+). Pasien belum pernah berobat sebelumnya. Tidak ada riwayat sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat trauma disangkal. Riwayat HT (-), riwayat DM (-). Pasien merupakan perokok aktif.Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal Riwayat penyakit DM : disangkal Riwayat alergi: disangkal Riwayat asma: disangkal Riwayat operasi sebelumnya: disangkalRiwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal Riwayat penyakit DM: disangkal Riwayat alergi: disangkal

Riwayat asma: disangkal Keluarga tidak ada yang mengalami nyeri perut bagian atas. Keluarga menyangkal memiliki riwayat penyakit hati, ginjal, dan infeksi saluran kemih.

1. Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan : Sosial Pasien berada di rumah, tinggal bersama istri dan anak. Ekonomi Sumber pendapatan keluarga didapat dari anak yang bekerja sebagai karyawan swasta. Penghasilan yang didapat dirasakan cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Lingkungan Lingkungan rumah dan sekitarnya terjaga kebersihannya.KESAN: Sosial dan ekonomi memadai. Keadaan lingkungan disekitar pasien cukup baik.

2. Anamnesis Sistem Sistem Saraf Pusat: Demam (-), kejang (-), penurunan kesadaran (-) Sistem Kardiovaskular: Nyeri dada (-) Sesak nafas (-) Jantung berdebar (+) Sistem Respirasi: Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-) Sistem Gastrointestinal: BAB (+), Nyeri perut (+), Diare (-), muntah (-) Sistem Urogenital: BAK (+), lebih dari 30 cc/jam, nyeri BAK (-), urin berwarna teh (+), Sistem Musculoskeletal: Kaku (-), nyeri otot (-), kekuatan normal (+) Sistem Integumentum : Gatal (-), nyeri (-), bengkak (-), kulit kering (-)

PEMERIKSAANJASMANINama : Tn. RNama : Tn. KRuang : Anggrek

Umur : 38 tahunUmur : 71 tahunKelas : III

PEMERIKSAAN UMUMKesan umum : kesakitan, kurusKesadaran: compos mentisNadi : 84 x/menit, cukup, kuat, regulerSuhu badan : 36,6 0C Pernafasan: 26 x/menitTekanan darah: 130/80 mmHgBerat badan: 50 kgTinggi badan: 165 cm

Kulit: turgor cepat kembali, petekiae (-), seluruh permukaan kulit tampak ikterikKelenjar limfa: pembesaran lnn (-)Otot: tonus normal, klonus (-/-)Tulang: deformitas (-)Sendi: tidak ada keterbatasan gerak, tidak kaku

Primary survey :A : clearB : spontan, SD vesikuler, Rbk -/-, Rbh -/-, Wh -/-, RR 26 x/menitC : N : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, TD : 130/80 mmHg, S1>S2 murmur (-) gallop (-)D : GCS E4M6V5

PEMERIKSAAN KHUSUS :KEPALABentuk: normocephal, simetrisMata: sklera ikhterik (+/+), konjuntiva anemis (-/-), tidak cekung, Reflek cahaya +/+, pupil isokor, (+/+) 3 mmTelinga: simetris, serumen (-), tidak ada kelainan bentuk

Hidung: discharge (-), epistaksis (-), deviasi septum (-)Mulut:bibir tidak kering, faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)Leher: JVP (-), pembesaran limfonodi (-)

THORAXBentuk dada: datar, simetrisJantung Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat.Palpasi: ictus cordis teraba.Perkusi: tidak dilakukan.Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru KananKiri

InspeksiTampak simetris, retraksi subcostalis (-), retraksi supraclavicularis (-), retraksi intercostalis (-), ketinggalan gerak (-)

Tampak simetris, retraksi subcostalis (-), retraksi supraclavicularis (-), retraksi intercostalis (-), ketinggalan gerak (-)

PalpasiKetinggalan gerak (-), deformitas (-)

Ketinggalan gerak (-), deformitas (-)

PerkusiSonor pada seluruh lapangan paru

Sonor pada seluruh lapangan paru

AuskultasiSuara dasar vesicular, ronkhi (-), wheezing (-)Suara dasar vesicular, ronkhi (-), wheezing (-)

ABDOMENInspeksi: abdomen simetris kiri dan kanan, datar, jaringan parut (-), striae (-)Palpasi: tidak teraba massa, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (+) murphy sign (+)Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomenAuskultasi: bising usus normalEKSTREMITAS Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), deformitas (-)Perfusi jaringan baik, rumple leed (-)

Tungkai LenganKanankirikanankiriGerakan:terbatasterbatasterbatasterbatasTonus:++++Trofi:eutrofieutrofieutrofieutrofiClonus:(-)(-)

STATUS UROLOGISGinjal kiri dan kanan tidak teraba, nyeri ketok -/-Buli-buli kosong, terpasang folley catheter efektif, warna urin seperti teh

STATUS LOKALISRegio Inguinal dan Skrotal SinistraInspeksi :Tidak ada tanda-tanda radang, tidak terdapat luka bekas operasi.Palpasi: Nyeri tekan (-)PEMERIKSAAN LABORATORIUMPemeriksaan darah tanggal 16 Januari 2015 Nilai NormalAL : 11.800 l 500010000lHB: 14.3 (g/dl)12-16 g/dlHCT: 39 (%)37-47 %AT: 277.000 /l150.000 400.000 /lCT: 3 352 6BT: 2 401 3GDS: 62 mg/dl< 200 mg/dlUreum: 26.0 mg/dl10 50 mgCreatinin: 0.61 mg/dl0.60 1.10 mg/dlSGOT: 141 U/L0 50SGPT: 282 U/L0 50 HBsAg: negativeGolongan darah 0

Usul : cek bilirubin, albumin, dan profilipid

PEMERIKSAAN RADIOLOGI Kesan : Multiple cholelitiasis

DIAGNOSIS &LAPORAN ANESTESINama : Tn. RRuang : Anggrek

Umur : 38 tahunKelas : III

DIAGNOSIS KLINISStatus Fisik:ASA IIDiagnosis prabedah:Multiple kolelitiasisDiagnosis pasca bedah:Post kolestektomi a/i Multiple kolelitiasisJenis pembedahan:Besar + resiko anestesi besar

DIAGNOSIS BANDINGHepatitis Serosis HepatisMalariaLeptospirosis

TINDAKANTindakan yang dilakukan : KolestektomiRencana operasi dengan general anestesi Endotracheal tubeTanggal : 21 Januari 2015

LAPORAN ANESTESIStatus Anestesi Persiapan Anestesi1. Informed consent 2. Puasa selama minimal 8 jam pre-operatif Penatalaksanaan Anestesi- Jenis anestesi : General Anestesi (GA) - Premedikasi : Fortanex 5mg dan pethedine 50mg

- Medikasi : Tracrium 25mg dan recofol 100mg Pemantauan selama anestesi :- Mulai anestesi : 11.40- Mulai operasi : 11.45- Selesai operasi : 13.00-Selesai anestesi : 13.05Lama Anestesi : 1,5 jam Durante operasi :Tekanan darah dan frekuensi nadi :JamParameter yang dipantauketeranganObatcairan

TensiNadiSpO2

11.35150/10088100PremedikasiKliran 1 ampul; Fortanex 5 mg; pethedine 50 mgRL

11.40155/987499InduksiTracrium 25 mg; recofol 100 mg

11.45121/8068100Mulai operasiInhalasi N2O : O2 = 1:1Sevofluran 2 ug/mlRL

11.50121/687999

11.55131/7889100

12.00128/9874100

12.15136/8968100

12.30113/9064100RL

12.45140/7575100

13.00131/807699Operasi Selesaiketesse 8 mg

13.05120/78 8898Ekstubasi

PENATALAKSANAAN PASCA PEMBEDAHANPerawatan bangsal Masuk Tanggal : 21 Januari 2015Jam: 13.15 WIB

Airway: Clear, MP IBreathing: Spontan, SD vesikuler Rh -/- , Wh -/-Circulation: S1 > S2; Reguler, murmur ( - ), gallop ( - )Disability: GCS ; E3 V3 M6Instruksi post operasi observasi : Selama 24 jam1. Monitoring Kesadaran, tanda vital, dan keseimbangan cairan2. Mobilisasi bertahap3. Ukur TD dan N tiap 30 menit selama 24 jam pertama.4. Bila sadar penuh, tidak ada mual muntah boleh minum air hangat secukupnya5. Bila nyeri kepala hebat, konsul anestesi

Prognosis : Dubia ad Bonam

FOLLOW UPHARITGLSOAP

Rabu 21 Januari 2015

Demam (-)Mual (+)Muntah (-)Nyeri kepala (-)Nyeri perut kanan atas (+)Sesak (+)Puasa sejak tadi malamRiw. DM dan HT disangkalHR : 80x/mntRR : 22x/mntS : 36,5oCTD:140/80 mmHg

Multiple cholestiasis

1. Pro Kolestektomi2. Lengkapi inform consent3. Puasa 8 jam pre op4. IV line terpasang5. Lacak pemeriksaan laboratorium dan EKG

Kamis22 Januari 2015

Demam (-)Mual (-)Muntah (-)Nyeri kepala (-)Nyeri dada (+)Sesak (-)flatus (+), BAB (-), BAK (+) >30cc/jamMa/mi (+/+)HR : 86x/mntRR : 20x/mntS : 36,6oCTD:130/80 mmHgPost kolestektomi a/i Multiple cholestiasis

Infus RL 20 tpmDiit bebas TKTPMinum cukupMobilisasi bertahap

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kolelitiasis Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati. Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya. Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu.3,4 Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu 2.2.1. Anatomi Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. 2.2.2. Fisiologi Fungsi kandung empedu, yaitu: a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.

Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.2 Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh. Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.

2.3 Diagnosa Batu Empedu 2.3.1 Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simptomatis, pasien biasanya dating dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Kadang pasien dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeripada punggung bagian tengah, scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

2.3.2 Pemeriksaan FisikPasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhentimenarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneous dan scleradan bisa teraba hepar.

2.3.3 Pemeriksaan LaboratoriumBatu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan padapemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis. Apabila terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokusoleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.

2.3.4 PencitraanFoto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatic maupun ekstrahepatic. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokusdistal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas dari pada dengan palpasi biasa.Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi diduktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresike kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum.Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding USG.

Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde Cholangio-pancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi direk yang amat bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti koledokolitiasis. Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomiampula vateridiikuti ekstraksi batu.Tes invasive ini melibatkan opasifikasi langsung batang saluran empedu dengan kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mecakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang tersumbat sebagian.

2.4. Faktor risiko Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu: a. Usia Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan: 1) Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan. 2)Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia. 3) Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.b. Jenis Kelamin Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.c. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. e. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.f.Riwayat keluargaOrang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluargag.Penyakit usus halusPenyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.h.Nutrisi intravena jangka lamaNutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

2.5. Penatalaksanaan2.5.1. Penanggulangan non bedah a. Disolusi Medis Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya