pterigium okupasi

20
Makalah PBL Blok 25: Occupational Medicine Pterigium Akibat Kerja Fakultas Kedokteran Ukrida Tahun Ajaran 2013/14

Upload: nindylisty

Post on 19-Jan-2016

80 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pterigium Mata akibat kerja okupasi

TRANSCRIPT

Page 1: Pterigium Okupasi

Makalah PBL Blok 25: Occupational Medicine

Pterigium Akibat Kerja

Fakultas Kedokteran Ukrida

Tahun Ajaran 2013/14

Page 2: Pterigium Okupasi

Makalah PBL Blok 28: Occupational Medicine

Pterigium Akibat Kerja

Pendahuluan

Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan

kerja. Terdapat tiga istilah untuk suatu kelompok penyakit yang sama yaitu penyakit yang

timbul karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan

kerja, dan penyakit akibat kerja.

Pterigium yang dialami merupakan salah satu hasil dari penyakit yang timbul karena danya

hubungan kerja. Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga

yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea. Pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva

ini bersifat degeneratif dan invasif. Asal kata pterigium berasal dari Yunani yaitu pteron yang

artinya sayap. Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah

khatulistiwa.

Tidak banyak manajemen yang dapat dilakukan pada kasus ini dikarenakan pasien adalah

seorang wiraswasta dan tidak terkait dengan perusahaan manapun. Pemerintah memiliki andil

dalam membentuk undang-undang untuk setiap individu yang bekerja di negaranya demi

mencapai kesejahteraan dan kesehatan yang maksimal baik secara fisik maupun mental.

Page 3: Pterigium Okupasi

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian

pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari

anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.

Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan

pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien

yuang profesional dan optimal.1 Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:

1. Identitas pasien

2. Riwayat penyakit sekarang

3. Riwayat penyakit dahulu

4. Riwayat kesehatan keluarga

5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya (termasuk pekerjaan)

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan,

pekerjaan, dan alamat rumah serta jika ada tambahan nomor telepon. Data ini sangat penting

karena data tersebut sering berkaiatan dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ

tertentu.1,2

Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien meminta pertolongan dokter

atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya dituliskan secara singkat berserta

lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar. Misalnya badan panas sejak 3

hari yang lalu.1,2

Untuk mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK), kunci utama anamnesis terdapat pada

anamnesis riwayat pekerjaan pasien. Hal yang harus diketahui dari anamnesis riwayat

pekerjaan adalah:3

Sejak pertama kali bekerja sampai dengan waktu terakhir bekerja

Jangan sekali-kali hanya mencurahkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan

waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya,

sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita waktu ini

penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal

yang lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu pekerjaan ke

pekerjaan lainnya. Dapat dibuat tabel yang secara kronologis memuat waktu,

Page 4: Pterigium Okupasi

perusahaan, tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam

pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja.

Penggunaan kuesioner yang direncanakan dengan tepat sangat membantu.

Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya yang ada,

kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri (APD), cara

melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobi), dan

kebiasaan lain (merokok, alkohol)

Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan

Kita juga perlu membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak

bekerja. 3

Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat tidak

bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang

Perhatikan juga kemungkinan pajanan di luar tempat kerja

Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di

perusahaan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan klinis harus selalu disertai riwayat serinci dan setepat mungkin. Hal ini harus

meliputi riwayat sebelumnya mengenai kelainan mata dan kelainan lain yang berkaitan

(misalnya diabetes). Riwayat harus meliputi perincian setiap kecelakaan dan setiap kerusakan

karena trauma seperti “sesuatu masuk ke dalam mata saya” atau pajanan bahan kimia. Gejala

harus dicatat dan harus mencakup hal seperti gangguan penglihatan, gangguan lapang

pandang, kilatan cahaya, nyeri, fotofobia, dan halo di sekitar cahaya.4

Penurunan ketajaman penglihatan dapat disebabkan oleh kelainan yang timbul di sepanjang

jaras optik dan jaras visual neurologik. Jadi pemeriksa harus mempertimbangkan adanya

kelaianan refraksi (fokus), ptosis, pengeruhan atau gangguan media mata (misalnya edema

kornea, katara, atau perdarahan dalam vitreus atau ruang aquoeous), dan gangguan fungsi

retina (makula), nervus opticus, atau jaras visual intrakranial. 4

Pemeriksaan visus satu mata

Page 5: Pterigium Okupasi

Pemeriksaan standar yaitu menggunakan Snellen Chart. Pemeriksaan tajam penglihatan

dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan

memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya.4

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 meter atau 6 meter, karena

pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi.4

Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata akan dapat

dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup akan menimbulkan

reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti ia sedang memakai mata yang tidak

isenangi atau kurang baik dibanding mata lainnya. 4

Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka

dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole ada kemajuan penglihatan, maka berarti ada

kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang

dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan

media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun. 4

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang esensial yang harus dilakukan untuk penyakit ini. 4

Diagnosis

Diagnosis kerja pada kasus ini adalah Pterigium. Pterigium adalah pertumbuhan jaringan

fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea.

Pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva ini bersifat degeneratif dan invasif. Asal kata

pterigium berasal dari Yunani yaitu pteron yang artinya sayap. Insiden pterigium cukup

tinggi di Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa.5

Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara

yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma,

radang, dan degenerasi. 5

Page 6: Pterigium Okupasi

Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif,

merah, dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluhan gangguan

penglihatan. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea

akibat kering), dan garis besi (iron line dari Stocker) yang terletak di ujung pterigium. 5

Diagnosis banding dari pterigium adalah pseudopterigium. Pseudopterigium sangat mirip

dengan pterigium, dimana jaringan fibrovaskular terdapat pada konjungtiva bulbi menuju

kornea. Perbedaannya dengan pterigium adalah pseudopterigium memiliki faktor pencetus

yang jelas seperti trauma (fisik, kimia, dll.), konjungtivitis yang menyebabkan sikatrik,

trauma bedah ataupun ulkus kornea perifer. Dan lesinya tidak melekat pada limbus kornea. 5

Epidemiologi

Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering.

Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi

adalah daerah dekat khatulistiwa. Pasien di bawah 15 tahun jarang terjadi pterigium.

Prevalensi pterigium meningkat seiring bertambahnya umur, terutama dekade ke 2 dan 3.

Rekuren lebih sering terjadi pada umur muda. Laki-laki 4 kali lebih sering mengalami

pterigium dibandingkan wanita. 5

Page 7: Pterigium Okupasi

Penegakkan diagnosis PAK (Penyakit Akibat Kerja)

Diagnosis PAK ditegakkan dengan tujuh langkah diagnosis:

1. Diagnosis klinis

Ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan

khusus. Anamnesis mencakup pertanyaan tentang riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat

pekerjaan sekarang dan dulu. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari penyakit yang

mendasari.

A. Anamnesis

Identitas

Nama: Ny. CT

Umur: 41 tahun

Pekerjaan: Pedagang mie ayam

Status perkawinan: Menikah

Tempat tinggal: Cakung

Keluhan utama: Penglihatan mata kanan kabur sejak 3 bulan lalu, mata kiri normal,

kabur baik jarak pandang dekat maupun jauh

Keluhan tambahan: Kadang-kadang mata gatal, silau, terdapat daging tumbuh di mata

kurang lebih sejak 3 bulan lalu, warna keputihan dan sampai ke bagian hitam mata,

terdapat perasaan mengganjal dan menghalangi penglihatan

Pencetus: Mata terpapar debu, matahari, dan angin terutama siang dan sore hari

Riwayat pengobatan: -

Riwayat penyakit dahulu: Belum pernah mengalami keluhan serupa, tidak ada

penyakit kronis (DM, hipertensi, dll)

Riwayat keluarga: -

Riwayat pribadi dan sosial: Tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, lingkungan

rumah baik

Riwayat pekerjaan: Menjadi pedagang mie ayam di dekat rumah sejak 15 tahun yang

lalu, bekerja dari pagi sampai sore, menghadap ke barat, tidak pernah memakai

kacamata

B. Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: Compos mentis, tampak sakit ringan

TTV normal

Tinggi badan 150 cm, berat badan 30 kg

Status lokalis:

Visus OD 6/9, PH 6/9; OS 6/6

Page 8: Pterigium Okupasi

Konjungtiva berwarna keruh, terdapat lipatan fibrovaskular berbentuk segitiga, posisi

nasal, dari konjungtiva bulbi meluas sampai kornea.

Kornea sebagian tertutup lipatan segitiga.

C. Pemeriksaan penunjang: -

2. Pajanan yang dialami

Semua jenis pajanan di lingkungan kerja harus didaftar karena satu pajanan dapat menyebabkan

banyak penyakit dan atau satu penyakit bisa disebabkan banyak pajanan. Alur poduksi atau cara

kerja juga penting diketahui. Terdapat 5 jenis pajanan pada PAK yaitu fisik, kimia, biologi,

fisiologi dan psikologi. Pada kasus ini diketahui bahwa terdapat pajanan debu jalan/tanah

(biologi), sinar matahari (fisik), dan angin (fisik) di tempat kerja terutama siang dan sore hari.

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Pajanan yang telah didapat didata untuk dicari hubungannya dengan keluhan pasien. Dari literatur

didapatkan bahwa pterigium disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan

udara/angin yang panas.

4. Jumlah pajanan

Pajanan yang sesuai keluhan adakalanya jumlahnya masih di bawah ambang batas. Faktor

akumulasi dapat berperan dalam menimbulkan penyakit. Pada kasus ini diketahui bahwa jumlah

pajanan cukup besar dan tidak berkurang karena pasien tidak memakai APD.

5. Faktor individu

Penting diketahui adanya faktor individu yang berperan, seperti penyakit kronis, penyakit dalam

keluarga. Higiene perorangan juga penting diketahui.

6. Faktor lain

Faktor lain di luar pekerjaan termasuk kebiasaan hidup sehari-hari, pekerjaan sampingan, atau

hobi yang dijalankan.

7. Menentukan diagnosis PAK dengan menganalisis semua hal di atas berdasarkan bukti dan

referensi yang ada.

Terdapat tiga istilah untuk suatu kelompok penyakit yang sama yaitu penyakit yang timbul

karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja,

dan penyakit akibat kerja.

Page 9: Pterigium Okupasi

Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan

kerja (Pasal 1, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/1981

tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja (Permen.Nakertrans No.

PER.01/MEN/1981). Definisi yang digunakan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.

KEPTS 333/MEN/1989 tentang Pelaporan Penyakit Akibat Kerja merujuk ketentuan Permen.

Nakertrans No. PER.01/MEN/1981.

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan

atau lingkungan kerja (Pasal 1, Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit

Yang Timbul Karena Hubungan Kerja (Keppres No. 22 Th. 1993).

Penyakit akibat kerja timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis, fisiologis atau

psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab

yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja, misalnya terpajan timah hitam

di tempat kerja merupakan faktor utama terjadinya keracunan timah hitam, terpajan silika di

tempat kerja merupakan faktor utama terjadinya silikosis. Namun, perlu diketahui bahwa

faktor lain seperti kerentanan individual dapat berperan berbeda-beda terhadap

perkembangan penyakit di antara para pekerja yang terpajan.

Penyakit akibat kerja timbul khususnya di antara para pekerja yang terpajan bahaya tertentu.

Namun, pada beberapa keadaan, penyakit akibat kerja dapat timbul di masyarakat umum

akibat kontaminasi lingkungan tempat kerja, misanya debu timah hitam, obat serangga.

Akhirnya, penyakit akibat kerja memiliki penyebab spesifik, misalnya asbes menyebabkan

asbestosis.

Dalam kepustakaan, jadi bukan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku,

penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang merupakan terjemahan dari work-related

disease diartikan sebagai penyakit yang penyebabnya multi faktor atau jamak, sedangkan

pekerjaan atau lingkungan kerja adalah salah satu dari penyebab tersebut atau pekerjaan atau

lingkungan kerja meningkatkan risiko terjangkit dan memperberat kondisi penyakit yang

bersangkutan.

Page 10: Pterigium Okupasi

Perbedaan utama penyakit akibat kerja dengan penyakit yang berhubungan dengan kerja

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Perbedaan antara Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit yang Berhubungan dengan

Pekerjaan

Penyakit yang Berhubungan dengan

Pekerjaan

Penyakit Akibat Kerja

Banyak terjadi di masyarakat Terjadi terutama pada populasi pekerja

Bersifat multifaktorial Penyebabnya spesifik

Pajanan di tempat kerja mungkin merupakan

satu faktor

Terpajan di tempat kerja merupakan faktor

utama

Mungkin dapat dicatat dan mendapat ganti

rugi

Dicatat dan mendapat ganti rugi

Karena keterbatasan informasi pada kasus ini, diduga pterigium pada pasien merupakan

pterigium yang berhubungan dengan pekerjaan (work-related disease), dikarenakan keempat

syarat pada tabel terpenuhi.

Page 11: Pterigium Okupasi

Penatalaksanaan

Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila

terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme iregular atau pterigium yang

telah menutupi media penglihatan.5

Aspek terpenting tindakan pengobatan adalah menyingkir dari pajanan saat muncul gejala

pertama atau tanda iritasi. Fotofobia, iritasi, atau halo sekitar cahaya adalah petunjuk untuk

menghentikan pekerjaan dan beristirahat. 5,6

Lindungi mata pterigium dari sinar matahari, debu, dan udara kering dengan kacamata

pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberi steroid. Bila

terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Pterigium dapat

tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata. 5,6

Tindakan pembedahan kombinasi autograf konjungtiva dan eksisi adalah suatu tindakan

bedah plastik yang dilakukan bila pterigium telah mengganggu penglihatan dan mengurangi

risiko kekambuhan. Pterigium mempunyai kemungkinan besar untuk kambuh kembali

walapun sudah dioperasi. 5,6

Pencegahan

Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level of

prevention disease) pada penyakit akibat kerja:6

1. Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya: pendidikan kesehatan, meningkatkan

gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi,

lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi

tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.

2. Perlindungan khusus (spesific protection). Misalnya: imunisasi, higiene perorangan, sanitasi

lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.

3. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment).

Misalnya: diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik

lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.

4. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya: memeriksa dan mengobati

tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan

kesehatan.

Page 12: Pterigium Okupasi

5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan mempekerjakan kembali

para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan

karyawan-karyawan cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

Sistem Manajemen

Tidak banyak yang dapat dilakukan dari sisi manajemen pada kasus ini dikarenakan tidak

adanya perusahaan yang terkait. Pasien pada kasus hanya seorang pedagang (wiraswasta)

sehingga manajemen yang dapat dilakukan adalah dari diri sendiri (pencegahan) serta dari

pemerintah.

Banyak ketentuan perundang-undangan yang mengatur standar minimal mengenai higiene

perusahaan (industri), ergonomi dan kesehatan kerja seperti tentang pelayanan kesehatan

kerja, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, diagnosis penyakit akibat kerja, kewajiban

melaporkan penyakit akibat kerja, pengendalian intensitas atau kadar aneka faktor gangguan

kesehatan dan daya kerja pada pekerjaan dan lingkungan kerja di tempat kerja, dan lainnya.

Penerapan standar minimum demikian adalah awal dari upaya ke arah realisasi pencegahan

gangguan kesehatan dan daya kerja serta menjadi pintu masuk bagi program selanjutnya

dalam menarik manfaat guna mewujudkan tingkat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas

yang optimal. 3,6

Faktor yang Mempengaruhi

Faktor Individu

Penting diketahui adanya faktor individu yang berperan, seperti penyakit kronis, penyakit

familial dalam keluarga. Higiene perorangan juga penting diketahui.

Pterigium pada pasien merupakan kasus baru dan bukan pterigium yang rekuren dikarenakan

pada anamnesis pasien menyatakan tidak pernah mempunyai keluhan yang sama sebelumnya.

Penyakit kronis seperti DM, hipertensi, dan asma tidak diketahui baik pada pasien maupun

keluarganya. Pasien tidak memakai APD saat bekerja. Status ekonomi menengah ke bawah.

Faktor Lingkungan

Dalam ruang atau di tempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab

penyakit akibat kerja sebagai berikut:3

Page 13: Pterigium Okupasi

1. Faktor fisis, seperti suara, radiasi, suhu, tekanan udara, dan penerangan.

2. Faktor kimiawi, antara lain debu, uap, gas, larutan zat kimia, dan awan atau kabut.

3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks.

4. Faktor fisiologis / ergonomis, yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap

badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuanya

menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat

terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.

5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan

industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit

psikosomatis.

Dalam kasus ini terdapat faktor lingkungan yaitu riwayat pekerjaan sebagai pedagang mie

ayam di dekat rumah sejak 15 tahun yang lalu. Posisi warung menghadap ke barat, dan

terdapat faktor pencetus debu jalanan, matahari (sinar UV) dan angin terutama siang dan sore

hari.

Kesimpulan

Hipotesis ditolak. Kasus pterigium ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan

pekerjaan bukan penyakit akibat kerja. Pterigium merupakan penyakit yang bersifat

multifaktorial. Pajanan di tempat kerja adalah salah satu faktor penyebab dari penyakit ini.

Dan penyakit ini banyak terjadi di masyarakat, tidak hanya pada pedagang mie ayam saja.

Page 14: Pterigium Okupasi

Daftar Pustaka

1. Pusat Penerbit IPD FKUI. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: FKUI;

2005.

2. Gleadle J. At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2007.

3. Suma’mur PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: Sagung Seto;

2009.h.73-88.

4. Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum Yaughan & Asbury. Edisi 17. Jakarta:

EGC; 2012: 28-42.

5. Waller GS, Adams PA. Duane’s clinical ophtalmology. Philadephia: Lippincot

Williams & Wilkins; 2004.

6. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2010.h.263-

5.