penatalaksanaan abses submandibula dengan dm

26
PENATALAKSANAAN ABSES SUBMANDIBULA PADA DIABETES MELITUS Abstrak Ada beberapa keadaan yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya resiko terbentuknya abses leher dalam, salah satunya adalah diabetes mellitus. Pada penderita abses leher dalam dengan faktor penyulit ini, penatalaksanaannya harus dilakukan lebih hati-hati. Dilaporkan satu kasus abses submandibula dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pada laki-laki berumur 50 tahun yang dalam perjalanan penyakitnya mengalami gangguan penyembuhan luka. Penatalaksanaan bedah pada pasien ini ditunda sampai gula darahnya terkontrol, untuk mencegah terjadinya ketoasidosis. Abstract There are some situations that could connected to the increase risk factor of deep neck abscess, such as diabetes mellitus. In patient with deep neck abscess the therapy must be done carefully. 1 case of submandibula abscess with uncontrolled diabetes mellitus in 50 years old man that had difficulty in wound healing was reported. Surgery therapy was cancelled until the blood glucose controlled to prevent ketoacidosis. Key words : submandibula abscess, diabetes mellitus, wound healing deformation, ketoacidosis. Pendahuluan

Upload: dewi-sinaga

Post on 25-Jul-2015

768 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

PENATALAKSANAAN ABSES SUBMANDIBULA PADA

DIABETES MELITUS

Abstrak

Ada beberapa keadaan yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya resiko terbentuknya abses

leher dalam, salah satunya adalah diabetes mellitus. Pada penderita abses leher dalam dengan

faktor penyulit ini, penatalaksanaannya harus dilakukan lebih hati-hati. Dilaporkan satu kasus

abses submandibula dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pada laki-laki berumur 50

tahun yang dalam perjalanan penyakitnya mengalami gangguan penyembuhan luka.

Penatalaksanaan bedah pada pasien ini ditunda sampai gula darahnya terkontrol, untuk mencegah

terjadinya ketoasidosis.

Abstract

There are some situations that could connected to the increase risk factor of deep neck abscess,

such as diabetes mellitus. In patient with deep neck abscess the therapy must be done carefully. 1

case of submandibula abscess with uncontrolled diabetes mellitus in 50 years old man that had

difficulty in wound healing was reported. Surgery therapy was cancelled until the blood glucose

controlled to prevent ketoacidosis.

Key words : submandibula abscess, diabetes mellitus, wound healing deformation, ketoacidosis.

Pendahuluan

Sebelum antibiotik dipakai secara luas, 70% infeksi ruang leher dalam diakibatkan oleh

penjalaran infeksi tonsil dan laring. Sekarang tonsilits, masih merupakan penyebab utama abses

leher dalam pada anak, namun secara keseluruhan penyebab tersring adalah infeksi gigi.1,2,3

beberapa keadaan dapat turut berperan pada insiden dan perjalanan penyakit abses leher dalam

salah satunya adalah Diabetes mellitus (DM).

Page 2: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

Pada pasien DM yang kadar gulanya tidak terkontrol dapat terjadi penurunan fungsi

respons imun yang dapat mengakibatkan lebih mudahnya timbul berbagai macam infeksi.5

Pada penderita DM juga terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan

anatomik, salah satunya adalah timbulnya proses angiopati dan penurunan fungsi endotel.6,7

resiko terjadinya gangguan pembuluh darah ini pada penderita DM 2-3 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan populasi pada umumnya. Keadaan ini ditemukan pada 15% penderita

yang telah didiagnosis selama 10 tahun dan 45% setelah 20 tahun. Keadaan ini sangat berperan

pada faktor terlambatnya proses penyembuhan luka.7

Penatalaksanaan abses leher pada kasus DM tidak terkontrol harus dilakukan dengan

hati-hati, akrena tindakan invasif tanpa pengendalian gula darah dapat berakibat fatal.8 Perawatan

luka jugan membutuhkan perhatian besar, karena sekecil apapun luka yang mengawalinya dapat

bertambah parah setiap saat.

Anatomi

Secara anatomi leher terdiri dari beberapa fasia dan ruang potensial.1,2,9 Fasia servikal

terdiri dari fasia servikal superfisial dan fasia servikal profunda yang dipisahkan oleh m.

platisma. Fasia servikal superfisial terletak di bawah kulit leher. Sedangkan fasia servikal

profunda menjadi 3 bagian yaitu lapisan luar, tengah dan dalam.2,9

Ruang potensial di leher dibagi menjadi (1) ruang yang melibatkan seluruh panjang leher

yang terdiri dari ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan ruang prevertebra, (2) ruang

diatas tulang hiod terdiri dari submandibula, ruang parafaring, ruang parotis, ruang mastikator,

ruang peritonsil dan ruang temporalis dan (3) ruang dibawah tulang hiod mencakaup ruang

visera anterior.

Ruang submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submental dan submaksila. Ruang

submental dan submaksila dibawah m.milohiod dan ruang sublingual dan submental bersama-

sama disebut ruang submandibula. Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula dibagian anterior

Page 3: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

dan lateral. Lidah merupakan batas inferior. Di dalam ruang sublingual terdapat kelenjar liur

sublingual beserta duktusnya.

Ruang submental. Batas lateral ruang ini dibentuk oleh venter anterior m. digastrikus,

batas inferior oleh garis melalui tulang hiod bagian atas oleh m. milohiod dan sebagian dasar

oleh fasia selubung dan kulit dagu.

Di dalam ruang submaksila terdapat kelenjar submaksila atau submandibula beserta

duktusnya yang berjalan ke posterior melalui tepi posterior muskulus milohiod kemudian masuk

ke ruang sublingual. Batas superior ruang submaksila adalah muskulus milohiod dan muskulus

hipoglosus. Di sebelah inferior berbatasan dengan lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher

dan dagu. Batas medial ruang submaksila adalah muskulus digastrikus dan batas posterior adalah

muskulus stilohiod serta muskulus digastrikus posterior.1,2,9

KEKERAPAN

Tom an Rice 10 melaporkan pada Maret 1981-Februari 1987 terdapat 51 abses leher

sebagai berikut : abses segitiga anterior 28%, abses submandibula 26%, abses segitiga posterior

24%, abses faringomaksilaris 18%, abses karotis 12%, abses masticator 10%, abses parotis 2%

dan abses mediastinum 2%.

Parhiscar dan Hae-El (2001),11 melakukan penelititan retrospektif pada 210 kausu abses

leher dalam dari tahun 1991-1998. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan jumlah kasus

abses parafaring menempati urutan pertama (43%) diikuti abses submandibula (28%), Ludwig’s

Angina (17%) dan abses retrofaring (12%).

Fachruddin,12 melaporkan 33 kasus abses leher dalam selama Januari 1991-Desember

1993 di bagian THT FK-UI?RSUPN-CM, usia berkisar antara 15-35 tahun terdiri dari 20 pasien

laki-laki dan 13 wanita. Sethi13 pada tahun 1989 melaporkan bahwa dari 55 kasus infeksi leher

dalam, 5 pasien mempunyai penyakit sistemik, 4 dengan diabetes dan satu pasien dengan

limfoma. Lee 14 melaporkan pada tahun 1984-1989, dari 73 pasien dengan infeksi leher dalam

terdapat 4 pasien dengan diabetes mellitus.

Page 4: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

Di Polikilinik Subbagian Laring Faring FKUI/RSUPN-CM, periode 1 Agustus 2003-15

Oktober 2003 terdapat 8 kasus abses leher dalam dan 2 kasus diantaranya dengan penyulit

diabetes melitus.

ETIOLOGI

Sebelum ditemukan antibiotika, tujuh puluh persen dari kasus abses dalam disebabkan

oleh penyebaran infeksi yang berasal dari faring dan tonsil. Setelah ditemukan antibiotika,

infeksi gigi merupakan sumber terbanyak yang menyebabkan abses leher dalam. Pada 20-50%

kasus tidak ditemukan sumber infeksinya.4

PATOGENESIS

Infeksi yang bersumber dari gigi dapat menyebar ke jaringan sekitar dan membentuk abses

sublingual, submental, submandibula, masticator atau parafaring. Dari gigi anterior sampai M1

bawah biasanya yang mula-mula terlibat adalah ruang sublingual dan submental. Bila infeksi

dari M2 dan M3 bawah, ruang yang terlibat dulu adalah submandibula. Hal ini disebakan posisi

akar gigi M2 dan M3 berada di abwah garis perlekatan m.milohiod pada mandibula sedang gigi

anterior dan M1 berada diatas garis perlekatan tersebut.2,4

BAKTERIOLOGI

Berdasarkan bakteri penyebab sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh

campuran berbagai jenis kuman baik aerob maupun anaerob. Dari golongan aerob penyebab

terbanyak adalah kuman Steptokokus, Staphilokokus, Diptheroides dan Neisseria. Sedangkan

dari golongan anaerob penyebab tersering adalah Bakteroides, Peptostretokokus, Eubakterium,

Fusobakterium dan Psedomonas.1,3,15

Sethi 13 pada penelitiannya melaporkan dari 4 pasien infeksi leher dalam dengan penyakit

diabetes, terdapat kuman Klebsiela Pneumonia pada 2 kasus. Lee14 pada penelitianya melaporkan

Page 5: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

dari 4 pasien infeksi leher dalam dengan penyakit diabetes, terdapat kuman Klebsiella

pneumonia pada 2 kasus.

DIAGNOSIS

Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat, gejala

klini, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Foto jaringan lunak leher antero-posterior dan lateral merupakan prosedur diagnostic

yang penting.1,2,9 pada pemeriksaan foto jaringan lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat

diperoleh gambaran diviasi trakea, udara di daerah sub kutis, cairan di dalam jaringan lunak dan

pembengkakan daerah jaringan lunak leher.

Keterbatasan pemerikasaan foto polos leher adalah tidak dapat membedakan antara

selulitis dan pembentukan abses. Pemeriksaan foto thoraks dapat digunakan untuk mendiagnosis

adanya edema paru, pneumothoraks, pneumomediastinum atau pembesaran kelenjar getah hilus.

Pemerikasaan Tomografi Komputer (computed tomography scanning/CT-Scan) dapat

membantu mengganbarkan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran CT-Scan dapat

ditemukan adanya daerah densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan

edema jaringan lunak disekitar abses.2

Pemeriksaan kultur dan tes resistensi dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan

pemberian anitbiotika yang sesuai.1,2,16

ABSES SUBMANDIBULA

Pada abses submandibula pembengkakannya terdapat dibawah rahang, baik unilateral

atau bilateral, dapat berfluktuasi atau tidak. Mungkin juga terdapat trismus.1,2,3,4 Pemeriksaan foto

polos leher terdapat gambaran penebalan jaringan leher.1,2,3,4

Page 6: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi dapat terjadi sebagai akibat keterlambatan diagnosis,

penatalaksanan yang tidak tepat dan tidak adekuat. Komplikasi yang sering terjadi adlah

penjalran infeksi ke ruang leher dalam lain dan mediastinum, sumbatan napas dan sepsis.2,3

PENATALAKSANAAN

Secara umum terapi abses leher dalam terdiri dari medikamentosa dan drainese.1-4

Barakate dkk2 (2001) secara lebih terinci mengatakan bahwa penatalaksanaan yang adekuat suatu

abses leher dalam tergantung pada pengenalan proses sedini mungkin, mencegah dan mengatasi

sumbatan saluran nafas dan perawatan yang intensif.

Terapi medikamentosa meliputi pemberian antibiotika baik untuk kuman aerob maupun

kuman anaerob dan simptomatis sesuai keluhan serta gejala klinik yang timbul.1-4

Pemberian antibiotika

Antibiotika parenteral diberikan terhadap kuman aerob dan anaerob. Penentuan

antibiotika apa yang digunakan tergantung hasil biakan kuman dan tes kepekaan terhadap bakteri

penyebab infeksi. Menurut Abdulrachman15 yang menjadi persoalan adalah lamanya menunggu

hasil pemeriksaan laboratorium sementara pengobatan harus segera dilakukan. Demikian juga

persoalan mengenai isolasi kuman anaerob dimana penting cara mendapatkan bahan

pemeriksaan yang baik dan cara mengirimkan bahan tersebut dalam kondisi baik supaya kuman

tidak mati.16

Sementara menunggu hasil kultur dapat diberikan ampisilin sulbaktam, amoksisilin asam

klavulanat, klindamisin atau sefalosporin generasi kedua atau ketiga. Untuk mengatasi kuman

anaerob diberikan metronidazol. Penggantian antibiotika dilakukan bila tidak ada perbaikan

klinis dalam waktu 2-3 hari dan antibiotika dihentikan sesudah 2-3 hari gejala dan tanda klinik

reda.4 di sub-bagian laring faring FKUI/RSUP-CM antibiotika harus diberikan dalam dosis

adekuat secara parenteral.

Page 7: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

Drainese abses

Sebagian besar abses leher dalam perlu dilakukan drainese untuk penyembuhan dan

mencegah komplikasi. Pada abses yang tidak terlalu besar dengan keadaan umum pasien masih

baik tanpa komplikasi dan faktor resiko, tindakan drainese dapat ditunda 24-48 jam asalkan dalam

perawatan dan observasi yang ketak.1,4

Insisi abses submandibula dilakukan tergantung seberapa banyak ruang yang terlibat, jika

hanya ruang submandibula, insisi dilakukan didepan m.sternokleidomastoideus sejaajr

mandibula kurang lebih 2-3 cm dibawahnya. Setelah tindakan dipasang salir.4

DIABETES MELITUS

Diabetes mellitus adalah sebuah sindrom yang ditandai dengan hiperglikemi kronik dan

gangguan metabolism karbohodrat, lemak, dan protein yang berhubungan dengan kekurangan

sekresi dan atau kerja insulin yang relative atau absolute.17,18

Klarifikasi Diabetes Mellitus dan Glukosa Intolerens menurut WHO.17,18

A. Klas Klinis :

Diabetes Melitus:

Diabetes Melitus tergantung Insulin

Diabetes Melitus tidak tergantung Insulin

a). Tidak gemuk

b) Gemuk

Diabetes Meilitus yang berhubungan dengan Malnutrisi

Diabetes tipe lain :

1)Penyakit insulin,

2) Penyakit dengan etiologi hormonal,

3) kondisi dinduksi oleh obat atau bahan kimia,

Page 8: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

4) kelaianan insulin atau gangguan reseptornya,

5) kelainan genetika

Toleransi Glokosa terganggu

a) Tidak gemuk

b) Gemuk

c) Berhubungan dengan kondisi dan sindrom tertentu

Diabetes meilitus Gestational

B. Kelompok resiko statistik (toleransi glukosa normal tapi secara substansial resiko terjadi

diabetes meningkat)

1) Riwayat toleransi glukosa abnormal

2) Toleransi glukosa potensial abnormal

Infeksi dan Diabetes

Pada penderita diabetes dengan kadar gula darah tidak terkontrok rentan terhadap infeksi.

Hal ini disebabkan terjadi penurunan fungsi respons imun tubuh, sehingga menyebabkan

gangguan fungsi neutrofil termasuk kemotaksis, fagositosis dan aktifitas bakteriasidal dan

gangguan kerja komplemen. Dari suatu penelitian mengenai respons imun pada pasien DM

dengan ulkus, didapatkan adanya penurunan fungsi respons imun selular dan hormonal, yang

dinyatakan dengan menurunya persentase sel limfosit B dan T.5,8

Page 9: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

Krteria Diagnosa

Kategori

Kadar gula darah (mg%)

Whole blood Plasma

vena cap vena Cap

Diabetes mellitus

GDP

GD-SM (2jam PP)

>/=120

>/=180

>/=120

>/=200

>/=140

>/=200

>/=140

>/=220

Toleransi glukosa

terganngu

GDP

GD-SM (2jam PP)

<120

120-180

<120

140-200

<140

140-200

<140

160-200

(sumber:WHO technical report series 844,1995)

Komplikasi Diabetes

Kompliaksi akut Komplikasi kronis

Koma hiperglikemia

Koma ketoasidosis

Koma hiperosmolar non ketotik

Koma laktik asidosis

Hipoglikemia

Makroangiopati

Penyakit pembuluh darah

Penyakit pembuluh darah koroner

Penyakit pembuluh darah otak

Mikroangiopati

Retinopasti diabetes

Nefropati diabetes

Neurpati diabetes

Periodontitis

Page 10: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

Kombinasi stress operasi dan kekurangan insulin pada pasien diabetes dapat memicu

terjadinya ketoasidosis. Salah satu komplikasi menahun pada penderita diabetes adah terjadinya

proses angiopati pada pembuluh adarah. Proses tersebut terjadi akibat penumpukan lemak,

kolesterol, kalsium, sel otot polos dan trombosit di dinding pembuluh darah. Keadaan

hiperglikemi yang terus menerus mempunyai dampak berkurangnya kemapuan pembuluh darah

untuk berkontraksi dan relaksasi. Hal ini mengakibatkan sirkulasi darah tubuh menurun dan

menyebabkan terjadinya gangguan penyembuhan luka.5,8

Fase Penyembuhan Luka.

Respon penyembuhan luka dibagi dalam 3 fase yang terjadi hamper bersamaan yaiut:

1) Hemostasis dan inflamasi

2) Proliferasi

3) Maturasi atau remodeling

Kendala Penyembuhan Luka.

Luka kronik akan segera senbuh akalu berbagai factor yang menghambat kesembuhan

luka dapat dicari dan ditentukan. Pada ulkus pada penderita diabetes, berbagai factor yang

menghambat kesembuhan luka antara lain adalh hipoksia, infeksi sisa jaringan rusak dan

nekrotik (debris) dan nutrisi buruk.

a. Hipoksia

Keadaan hipoksia ringan merupakan pemicu yang kuat untuk proliferasi fibroblast dan

angiogenesis. Adanya kelainan jantung, paru, infeksi kronik dan merokok merupaka factor yang

harus diperhatikan. Pemberian oksigen lewat kanula atau pemberian oksigen hiperbarik dapar

membantu memperbaiki keadaan hipoksia ini.

b. Infeksi

Infeksi akut maupun kronik mengahmbat proses peneymbuhan. Sebelum proses inflamasi

selesai, proses penyembuhan berikutnya akan terhambat. Kuman akan mengeluarkan

Page 11: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

berbagai enzim dan dapat mengahncurkan fibrin dan factor lain yang penting dalam

proses penyembuhan.

c. Pengobatan topical

Pengobatan topical dengan betadine pekat atau H2O2 pekat dengan tujuan membunuh

kuman justru dapat menghambat kesembuhan dengan cara merusak jaringan granulasi.

d. Nutrisi

Status gizi yang buruk dapat menghamabt kesembuhan luka. Kadar albumin yang kurang

akan menghambat semua fase normal penyembuhan luka. Vitamin dan mineral

merupakan kofaktor penting untuk terbentunknya kolagen.

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki, berumur 50 thaun dating ke IGD RSCM pada tanggal 24-8-

2003 jam 9.00 dengan keluhan utama bengkak dan nyeri di leher atas kiri. 1 bulan

sebelum masuk rumash sakit pasien mengalami bengkak didaerah gusi bagian bawah,

bengkak di ikuti rasa nyeri dan goyang pada gigi. Pasien tidak ke dokter gigi tapi hanya

mengobati dengn obat penghilang sakit. 2 minggu kemudian timbul bengkak di daerah

rahang kiri. Pada awalnya bengkak tersebut tidak begitu besar tapi lama kelamaan

bengkak bertambah besar dan memerah, 5 hari sebelum ke rumah sakit, bengkak tersebut

pecah dan keluar nanah. Tapi setelah bengkak tersebut pecah pasien merasa nyeri di gusi

dan rahangnya berkurang sehingga pasien tidak pergi ke dokter juga. 2 hari kemudian

pasien mengeluh demam yang tidak begiu tinggi dan bengkak serta nyeri di rahangnya

bertambah sehingga pasien akhirnya berobat ke klinik Depok dan kemudian di rujuk ke

RSCM. Riwayat kesulitan membuka mulut, nyeri emnelan dan perubahan suara tidak

ada.

Pasien mempunyai riwayat sakit gula sejak 10 tahun yang lalu, lima tahun

pertama pasien berobat teratur dengan memakai Daonil, tpai 5 tahun terakhir pasien tidak

Page 12: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

control lagi. Pasien juga mempunyai keluhan sring lapar, haus dan buang air kecil.

Riwayat penyakit lain tidak ada.

Pemeriksaan fisik ketika dating, keadaan umum sedang, kompos mentis, tidak

sesah napas, tidak ada strodor, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90x/m, suhu 36,5 C,

P=22x/m.Jantung, paru dan abdomen tidak ditemukan kelainan.

Pemeriksaaan THT, telinga dan hidung tidak ditemukan kelainan. Tenggorok=

trismus tidak ada, arcus faring simetris, uvula di tengah, T1-T1 tenang, penonjolan

dinding lateral faring tidak ada, penonjolan dinding faring posterior tidak ada.

Pada region submandibula kiri tampak pembengkakan dengan ukuran 15 x 8 x 5

cm, hiperemis, fluktuasi, terdapat perforasi di tepi submandibula kiri. Lidah tidak

terangakat dan angulus mandibula tidak menghilang. Pemerikasaan gigi geligi karies

tidak ada.

Pemerikasaan laboratorium. Hb=12,49%, leukosit=17000/UL, Trombosit 311000,

GDS=419, AGD=alkalosis respiratorik.

Foto jaringan lunak leher. Tampak penebalan pada jaringan lunak di daerah

submandibula kiri. Foto dada tidak ditemukan adanya kelainan.

Diagnose kerja pada pasien ini adalah abses submandibula dengan diabetes

mellitus.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian antibiotic cefriaxon 1 x 2 gr,

metronidazol 3 x 500mg. IVFD NaCL, insisi abses untuk melebarkan perforasi yang

sudah ada dan konsul ke Bagian Penyakit Dalam untuk toleransi operasi dan

penatalaksanaan diabetesnya. Hasil konsul penyakit dalam, apsien didiagnosis sebagai

DM tipe 2 NW dengan gula darah tidak terkontrol. Tatalaksana dari penyakit dalam

adalah rehidrasi dengan NaCl, cek asrton darah dan ulang cek gula darah pasca rehidrasi

setelah 1 jam. Hasil pemeriksaaan didapat kadar gula darah 356 dan aseton +, lalu diebri

terapi Actrapid 20 unit, drip insulin 6 unit/6 jam dan sliding scale/6 jam. Toleransi

operasi jika gula darah dibawah 200. Setelah jam 22.00 gula darah 192, baru dilakukan

pungsi aspirasi, didapat pus 3cc dan dilanjutkan dengan insisi dan keluar pus sebanyak 50

cc, warna kuning kehijauan, bau busuk. Dilakukan pemeriksaan kultur dan resistensi

terhadap kuman aerob. Pasien dirawat bersama IW selama 2 hari. Setelah cek ulang

Page 13: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

aseton darah dan hasilnya negative diberikan insulin 3 x 10 unit dan kemudian pindah ke

ruangan THT rawat bersama bagian penyakit dalam.

Pada perjalanan penyakitnya, dalam tiga hari pengoabatan tidak ada perbaikan

klinis, luka insisi bertambah lebar dan membentuk ulkus dengan banyak pus dan jaringan

nekrotik. Antibiotic diganti engan ceftazidim 2x1 gram sambil menunggu hasil kultur.

Ulkus setiap ahri dirawat dengan compress H202 + betadine dan pembuangan jaringan

nektorik sampai mendapat jaringan yang sehat.(nekrotomi)

Pemeriksaan kultur dan sensitifitasnya diperoleh pada hari ke tujuh. Jenis kuman

yang tumbuh adalah Klebsiella pneumonia. Kuman tersebut sensitive terhadap

cefotaxime, ceftriaxone, cefpime, cefpirom dan meropenem. Tes resistensi terhadap obat

ceftazidine tidak dilakukan tetapi karena ada perbaikan kilinis terhadap lukanya yang

ditandai dengan berkurangnya pus, rasa nyeri dan kemerahan serta pemeriksaan

laboratorium leukosit 8000 maka obat tersebut diteruskan.

Walaupun tanda radang sudah berkurang jaringan nektrotik tetap banyak sehingga

nekrotomi terus dilanjutkan. Dilakukan pemerikasaan albumin dengan hasil 3,7 g/dl.

Pemeriksaan dan pengendalian gula darah sesuai protokol penyakit dalam. Kadar

gula darah pasien mulai terkontrol pada perawatan hari ke 22 bersamaan dengan

perbaikan luka.

Pasien dikonsulkan ke bagian Gigi Mulut dengan hasil oral hygien buruk terhadap

gingivitis dan kalkulus sub dan supra ginggiva gigi bawah dan gigi goyang di gigi bawah

ke 1,2,4,5,6 kiri yang dapat merusak jaringan periondantal sehingga dapat menjadi focus

infeksi dan dianjurkan untuk perawatn gigi.

Sampai perwatan hari ke 24 luka pasien membaik, jaringan nekrotik tidak ada lagi

tetapi defek masih ada dengan ukuran 5x5 cm, maka diputuskan untuk konsul ke

subbagian plastic untuk dilakukan rekonstruksi luka. Pasien dilakukan operasi setelah

mendapat toleransi operasi dari penyakit dalam. Tujuh hari pasca operasi luka operasi

baik, graft tumbuh baik, ksdar gula terkontrol dan pasien diizinkan pulang.

Page 14: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

DISKUSI

Pada kasus ini pasien laki-laki berumur 50 tahun dengan diagnosis abses submandibula

dan diabetes mellitus yang tidak terkontrol.

Perjalan penyakit ini diawali dengan bengkak di gusi dan nyeri di gigi bagian bawah yang

diikuti dengan pembengakakn didaerah rahang kiri. Pasien juga mempunyai riwayat DM sejak

10 tahun yang lalu dengan pngobatan tidak terkontrol. Faktor inilah yang memperberat penyakit

pada pasien ini karena pada penderita DM dengan gula darah yg tidak terkontrol sangat rentan

terhadap infeksi yang diakibatkan adanya penurunan fungsi respons imun.

Pasien didiagnosa sebagai abses submandibula tanpa keterlibatan ruang lain berdasarkan

anamnesa, gejala klinik dan pemeriksaan fisik dan penunjang.

Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi pengobatan terhadap infeksinya dimana

sebelum ada hasil kultur, diberikan ceftriaxon yang memiliki aktifitas anti bakteri gram negative

aerob dan kokus gran positif serta Metronidazol yang memiliki aktifitas anti bakteri anaerob.20

walaupun pada pasien ini tidak dilakukan kultur terhadap kuman anaerob karena pasien ini

dating pada hari libur tetapi pemberian anti bakteri terhadap kuman anaerob tetap ahrus

diebrikan mengingat kuman tersebut merupakan penyebab infeksi pada ulkus yang dalam dan

berdasarkan prevelansi kuman anaerob akan ditmeukan pada 90% biakan.

Pemberian cephalosporin generasi ke 3, ceftriaxone pada kasus ini kurang memberikan

hasil yang baik sebaliknya dengan pemberian cephalosporin generasi ke tiga lainnya secara

klinis. Hali ini mungkin terjadi karena pada saat pemberian ceftriaxon perawatn luka belum

adekuat sehingga kerja antibiotik tidak optimal di tempat infeksi atau telah terjadi nosokomial.

Tindakan invasive berupa insisi maupun eksplorasi pada pasien DM harus hati-hati.

Tindakan drainese dapat ditunda pada pasien dengan keadaan umum baik dan yanpa kompliaksi.

Pada kasus ini karena ada factor infeksi dan ada rencana untuk dilakukan tindakan bedah maka

pemberian insulin merupakan indikasi. Tindakan dilakukan setelah gula darah dibawah 200

karena pada keadaan strees kadar gula darah dapat meningkat sehingga dapat terjadi komplikasi

yang berbahaya yaitu ketoasidosis.8

Page 15: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

Penatalaksanaan secara umum yaitu berupa kontrol metabolik diberikan Reguler Insulin

(RI) 3x10 unit dan ditingkatkan secara bertahap. Glukosa darah mulai terkontrol pada pemberian

insulin 3x18 unit. Untuk nutrisi diberikan diet 1900 kal perhari. Pengendalian kadar glukosa

darah berhubungan dengan faktor pertumbuhan, aktivitas, fibrolas dan perubahan metabolism

kolagen. Keadaan hiperglikemi menghambat migrasi leukosit menggangu fagositosis dan

aktivitas bakterisidal.

Pada pasien ini terjadi gangguan penyembuhan luka dimana setelah 1 minggu pengobatan

jaringan nekrotik tetap banyak, walaupun pus dan udem sudah berkurang. Hal ini berkaitan

dengan salah satu komplikasi kronis diabetes terhadap pembuluh darah yang menyebabkan

terjadinya gangguan sirkulasi darah, hal ini berkaitan dengan proses penyembuhan luka.5,19

Berkaitan dengan hal diatas maka perwaatan luka pada kasus ini juga memegang peranan

penting. Nekrotomi harus dilakukan dengan benar, mengingat jaringan nekrotik merupakan

media pertumbuhan kuman. Nektrotomi dilakukan hingga ke jaringan sehat dan darah merembes

dari tepi luka. Setelah 3 minggu perawatan, luka membaik, jaringan nekrotik tidak ada lagi dan

jaringan granulasi tumbuh. Defek kurang lebih 5x5 cm. hasil dari konsultasi bagian Laring

Faring untuk mempercepat masa perawatan dan mencegah timbulnya infeksi baru maka

diputuskan dilakukan penutupan oleh bagian plastic rekonstruksi THT. Pasca operasi graft

tumbuh baik dan pasien diperbolehkan pulang 1 minggu kemudian.

Pada kasus ini sumber infeksi berasal dari gigi akibat adanya kalkulus sub-supra gingival yang

dapat merudak jaringan periodontal dan mengakibatkan infeksi di periodontal. Penyakit infeksi

dentogen ini juga merupakan salah satu komplikasi kronis Diabetes mellitus.17

Pengobatan awal dari infeksi gigi meliputi pemberian antibiotik yang tepat dan drainese

abese. Setelah gigi yang terinfeksi ditemukan, dapat dilakukan pencabutan atau pengobatan

saluran akar tergantung dari kerusakannya.20

Pada pasien ini dilakukan perawatan terhadap infeksi giginya setelah gula darahnya

terkontrol. Edukasi pada pasien ini adalah hal yang snagnt penting karena pasien selama ini

mengaanggap bahwa bengkak yang timbul adalah bisul biasa yang akan sembuh dalam waktu

singkat dan pasien tidak mengetahui bahwa keluhan tersebut ada kaitannya dengan DM nya

Page 16: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

sehingga luka semakin parah dengan kadar gula yang semakin meningkat yang mengakibatkan

perluasan dari infeksinya maupun kompliaksi dari diabetnya.

Page 17: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

DAFTAR PUSTAKA

1. Scott BA, Steinberg CM, Deep Neck space infection In: Bailey BJ, Johnson JT, Kohuut

et al editors head and Neck surgery-otolaryngology. Philadelphia: JB Lippin Cott

company,1993;2:738-53

2. Shumrick KA, Sheft SA. Depp infecyin in: Paparella MM, Shumrick DA, Gluckmann JL,

Meyehoff WL, editors. Otolaryngology. Philadelpia:WB Sauders 1991:2545-62

3. Fachruddin DR; Abses leher dalam. Dalam : Iskandar M, Soepardi Ae editor, BUKU ajar

ilmu penyakit telinga tenggorok. Edisi ke 5. Jakarta: Balai penerbit FK-UI 2001;185-188.

4. Fachruddin DR: Penanganan abses leher dalam. Dalam penanganan mutakhir kasus

telinga hidung tenggorok. Satelit symposium Jakarta;2003

5. Waspadji S: Aspek Imunologi Kaki Diabetes. Dalam Naskah lengkap Penyakit Dalam.

Dalam Naskhah Lengkap Penyakit Dalam, PIT 2000. Pusat Informasi dan Penerbitan

Bagian IPD FKUI 2000:121-140.

6. Waspadji S: komplikasi Vaskular pada Diabetes Melitus. Dalam Acta Medica Indonesiaa.

Vol XXXV, Juli 2003.64-69.

7. Krolwski AS, et al: epidemiology of late complications of Diabetes. In Joslin’s Diabetes

Melitus. 13th ed. Lea & Febiger. Pennysylvenia. 1994.193-257.

8. Palmisano JJ. Surgery dan Diabetes. In Jonlin’s Diabetes Meilitus. 13th ed. Lea &

febriger. Pennsylvenia.1994:955-60.

9. Ballenger JJ. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth. In: Ballenger JJ

editors. Diseases of the nose, throat and ear, head and neck. 14 th ed. Philadelphia,

London: lea & Febiger.1991:234-41.

10. Tom MB, Rive DH. Presentation and management of neck abscess; A retrospective

analysis. Laryngoscope 1988;98:877-80.

Page 18: Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan Dm

11. Parhiscar. A, Har el, G. deep neck abscess; a restrospective review of 210 cases, ann.

Otol. Rhinol. Laryngol 110:2001:1051-1054.

12. Fachruddin DR, Helmi. Penatalaksanaan infeksi leher dalam. Update 1995. Prinsip dasar

penatalaksanaan penyakit infeksi leher dalam rangka Dies Natalis FK UI ke 46:1995

13. Sehti DS, Stanley RE. Parapharyngeal abscess. The journal of laryngology 1991:105-

1025-1030.

14. Lee KC, Tami TA. Deep neck infection in oatients at risk for acquiered

immunodeficiency syndrome. In laryngoscope 100; Sept 1990:915-919.

15. Abdulrachman H, Roesmajono, Munir M, hermani B, Infeksi kuman anaerob pada abses

leher dalam kongres Perhati VIII, Medan, 1980.

16. Rahim A: Dasar Pemeriksaan kuman-kuman aerob, Mikroarofilik dan Anaerob. Dalam

buku ajar Mikrobiology kedokteran Edisi REvisi Binapura Aksara. 1993,52-57.

17. Sutanegara D: komplikasi dan dasar-dasar penatalaksanaan penderita diabetis. Dalam

Bulleti PERSADA BALI Vol 6, no4. 1996.12-23.

18. Fosters. DW: Diabetes Meilitus. In Horrison’s Principles of Internal medicine. Tenth

edition Mcgra-hill International Book Company 1984:661-82

19. Young SR: wound healing. In Scott-brown’s otolaryngology. Sixth edition. Butterworth

Heinemann. 1997:1-17

20. Lawson W: Odontogenic infection. In :Bailey BJ, Johnson JT, Kohuut RI et al editors

head and neck surgery-otolarynglogy. Philadelpia: JB lippin Cott company. 1993:671-

681.