3 bab 2 data dan analisa 2.1 sumber ... - library binus
TRANSCRIPT
3
BAB 2
DATA DAN ANALISA
2.1 Sumber Data
Data dan literatur Tugas Akhir ini didapat dari berbagai sumber, baik buku,
internet, survei lapangan, dan film animasi edukasi lain. Semua sumber merupakan bahan-
bahan yang membantu memperkuat data teori cerita maupun data visual referensi
mengenai pembuatan film animasi edukasi ini.
2.1.1 Literatur Buku
1. "Color Basic Panduan Dasar Warna untuk Desainer & Industri
Grafika" karya Anne Dameria
2. "PANTONE® GUIDE TO COMMUNICATING WITH COLOR"
karya Leartice Elseman
3. "CUBE COLLECTION: GREAT NEW CHARACTERS" Copyright @
2008 Feierabend Unique Books, publised by Page One
4. "Colour: a workshop for artists and designers" karya David Hornung
5. "Color Harmony A Guide to Creative Color Combinations" karya
Hideaki Chijiiwa
6. "The Designer's Guide to Color Combinations" karya Leslie Cabarga
dan Rose Bevans
7. "Color Harmony Workbook: a workbook and guide to creative color
combinations" karya Lesa Sawahata
2.1.2 Literatur Artikel
1. http://www.f-buzz.com/2009/02/27/pilih-warna-rahasia-psikologi-
arti-warna/
2. http://sixrevisions.com/web_design/a-look-into-color-theory-in-web-
design/
3. http://andiadfl.blogspot.com/2011/03/sejarah-drama-di-dunia.html
4. http://www.careerpath.com
5. http://komputer.mitrasites.com/animasi-edukasi.html
4
6. http://www.disdik-
kabtasik.org/index.php?option=com_wrapper&view=wrapper&Itemid=210
7. http://massofa.wordpress.com/2009/11/02/seluk-beluk-drama-di-
indonesia/
8. http://www.elearning.web.id/2011/01/10/pengertian-elearning.html
9. http://jurusgrafis.com/artikel/psikologi-warna-desain-grafis/
10. http://www.scribd.com/doc/31204326/Warna-Colors
11. http://blog.tp.ac.id/teori-perkembangan-anak-erickson-dan-
gardner#ixzz1pGV0TlYM
2.1.3 Literatur Video
1. Video edukasi "Oxigen" karya Christopher Hendryx
2. Referensi iklan televisi Nippon Paint
2.1.4 Survei
Survei dilakukan ke tempat-tempat yang mendukung penelitian seperti Sekolah
Dasar dan Taman bermain, serta kepada saudara-saudara yang memiliki umur yang cocok
untuk diwawancarai, sehingga dapat mencari data-data terkait.
2.2 Data Umum
2.2.1 Animasi
Animasi adalah film yang berasal dari pengolahan gambar tangan sehingga
menjadi gambar yang bergerak. Contoh animasi tertua adalah wayang kulit, karena
wayang memenuhi semua elemen animasi seperti layar, gambar bergerak, dialog dan
ilustrasi musik.
Animasi mulai berkembang sekitar abad ke-18 di Amerika. Pada saat itu
teknik stop motion animation merupakan teknik yang banyak disenangi. Teknik ini
menggunakan serangkaian gambar diam/frame yang dirangkai menjadi satu dan
menimbulkan kesan seolah-olah gambar tersebut bergerak. Teknik ini sangat sulit,
membutuhkan waktu, juga biaya yang banyak. Karena untuk menciptakan animasi selama
satu detik, dibutuhkan sebanyak 12-24 frame gambar diam.
J. Stuart Blackton adalah orang Amerika pertama yang menjadi pionir dalam
menggunakan teknik stop motion animation. Beberapa film yang telah diciptakannya
5
dengan menggunakan teknik ini adalah The Enchanted Drawing (1900) dan Humorous
Phases of Funny Faces (1906).
Selanjutnya, setelah teknologi komputer berkembang, bermunculan animasi
yang dibuat dengan teknologi komputer. Animasi komputer adalah seni menghasilkan
gambar bergerak melalui penggunaan komputer dan merupakan sebagian bidang
komputer grafik dan animasi. Animasi semakin banyak dihasilkan melalui grafik
komputer 3D, walaupun grafik komputer 2D masih banyak ada. Untuk menghasilkan
gambar pergerakan, image dipaparkan pada screen komputer dan diganti dengan image
baru yang selaras gambar sebelumnya dengan pantas. Teknik ini serupa dengan
bagaimana gambar bergerak dihasilkan melalui televisi dan film. Animasi komputer 3D
pada dasarnya merupakan pengganti digit bagi seni animasi gerak (stop motion); patung
animasi dibina pada screen komputer dan dipasang dengan rangka cyber. Kemudian
anggota badan, mata, mulut, pakaian, dan lain-lain bagi patung 3D digerakkan oleh juru
animasi. Akhirnya, animasi dihasilkan.
Jenis animasi yang banyak dikenal adalah animasi 2D dan 3D. Perbedaan dari
animasi 2D dan 3D adalah dilihat dari sudut pandangnya. Animasi 2D menggunakan
koordinat x dan y, sedangkan animasi 3D menggunakan koordinat x, y dan z yang
memungkinkan kita dapat melihat sudut pandang objek secara lebih nyata.
Unsur-unsur atau karakter dalam grafis 3D yang disebut sebagai model 3D. Ini
pada dasarnya file data yang membawa data yang diperlukan untuk membuat gambar 3D.
Anda akan memerlukan peta tekstur untuk memanipulasi pola atau struktur dari model
3D. Ini adalah aplikasi yang memungkinkan para desainer grafis untuk mengendalikan
dan mengubah warna permukaan tersebar di tingkat paling dasar piksel. Hal ini dicapai
oleh pemetaan tekstur menghasilkan gambar-gambar bitmap 3D model 3D yang ada di
tempat.
2.2.1.1. Animasi 2D (2 Dimensi)
Animasi ini yang paling akrab dengan keseharian kita. Biasa juga
disebut dengan film kartun. Kartun sendiri berasal dari kata Cartoon, yang artinya
gambar yang lucu. Memang, film kartun itu kebanyakan film yang lucu.
Contohnya banyak sekali, baik yang di TV maupun di bioskop. Misalnya:Looney
Tunes, Pink Panther, Tom and Jerry, Scooby Doo, Doraemon, Mulan, Lion King,
Brother Bear, Spirit, dan banyak lagi. Meski yang populer kebanyakan film
Disney, namun bukan Walt Disney sebagai bapak animasi kartun. Contoh lainnya
6
adalah Felix The Cat, si kucing hitam. Umur si kucing itu sudah lumayan tua, dia
diciptakan oleh Otto Messmer pada tahun 1919. Namun sayang, karena distribusi
yang kurang baik, jadi kita sukar untuk menemukan film-filmnya. Bandingkan
dengan Walt Disney yang sampai sekarang masih ada misalnya Snow White and
The Seven Dwarfs (1937) dan Pinocchio (1940).
2.2.1.2. Animasi 3D (3 Dimensi)
Perkembangan teknologi dan komputer membuat teknik pembuatan
animasi 3D semakin berkembang dan maju pesat. Animasi 3D adalah
pengembangan dari animasi 2D. Dengan animasi 3D, karakter yang diperlihatkan
semakin hidup dan nyata, mendekati wujud manusia aslinya. Semenjak Toy
Storybuatan Disney (Pixar Studio), maka berlomba-lombalah studio film dunia
memproduksi film sejenis. Bermunculanlah, Bugs Life, AntZ, Dinosaurs, Final
Fantasy, Toy Story 2, Monster Inc., hingga Finding Nemo, The Incredible, Shark
Tale. Cars, Valian. Kesemuanya itu biasa juga disebut dengan animasi 3D atau
CGI (Computer Generated Imagery).
Tokoh yang dianggap berjasa besar mengembangkan film animasi
adalah Walt Disney. Walt Disney banyak menghasilkan karya fenomenal, seperti:
Mickey Mouse, Donald Duck, Pinokio, Putri Salju, dan lainnya. Walt Disney juga
yang pertama membuat film animasi bersuar yaitu film Mickey Mouse yang
diputar perdana di Steamboat Willie di Colony Theatre, New York pada 18
November 1928. Walt Disney juga menciptakan animasi berwarna pertama yaitu
Flower and Trees yang diproduksi Silly Symphonies di tahun 1932.
Film animasi merambah pula ke negara-negara Asia. Jepang misalnya
juga telah mengambangkan film animasi sejak tahun 1913 di mana pada waktu itu
dilakukan First Experiments in Animation oleh Shimokawa Bokoten, Koichi
Junichi, dan Kitayama Seitaro pada tahun 1913. Selanjutnya, animasi di Jepang
mengikuti pula perkembangan animasi di Amerika Serikat seperti dalam hal
penambahan suara dan warna. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua negara ini
banyak bersaing dalam pembuatan animasi. Amerika dikenal dengan animasinya
yang menggunakan teknologi yang canggih dan kadang simpel. Sedangkan
animasi Jepang mempunyai jalan cerita yang menarik.
2.2.2. E-Learning
7
E-Learning adalah suatu sistem pembelajaran dengan menggunakan peralatan
tambahan untuk dapat menggunakannya dalam hal ini yang digunakan adalah komputer
serta software penunjang lainnya seperti adobe macromedia flash player dan java.
E-Learning atau pembelajaran elektronik pertama kali diperkenalkan oleh
universitas Illinois di Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem instruksi berbasis
komputer (computer-assisted instruction ) dan komputer bernama PLATO, dimana juga
dikenalkan sistem pembelajaran blended learning dimana menggabungkan pertemuan
kelas dan pertemuan melalui internet dengan menggunakan media laptop.
Tahun 1990 : Era CBT (Computer-Based Training) di mana mulai
bermunculan aplikasi e-learning yang berjalan dalam PC standlone ataupun berbentuk
kemasan CD-ROM. Isi materi dalam bentuk tulisan maupun multimedia dalam format
mov, mpeg-1, atau avi. Computer-based Learning, disini lebih ditekankan pada komputer
sebagai alat utama untuk mengakses. Computer-based Learning, disini penggunaan alat
lain disamping komputer seperti PDA, Iphone, iPod dan barang elektronik lainnya yang
mampu untuk mengakses dan membaca materi eLearning.
Tahun 1994 : Seiring dengan diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun
1994 CBT muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara
massal.
Tahun 1997 : LMS (Learning Management System). Seiring dengan
perkembangan teknologi internet, masyarakat di dunia mulai terkoneksi dengan internet.
Kebutuhan akan informasi yang dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai
kebutuhan mutlak , dan jarak serta lokasi bukanlah halangan lagi. Dari sinilah muncul
LMS. Perkembangan LMS yang makin pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi
masalah interoperability antar LMS yang satu dengan lainnya secara standar. Bentuk
standar yang muncul misalnya standar yang dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT
Commettee), IMS, SCORM, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.
Tahun 1999 sebagai tahun Aplikasi E-learning berbasis Web. Perkembangan
LMS menuju aplikasi e-learning berbasis Web berkembang secara total, baik untuk
pembelajar (learner) maupun administrasi belajar mengajarnya. LMS mulai digabungkan
dengan situs-situs informasi, majalah, dan surat kabar. Isinya juga semakin kaya dengan
perpaduan multimedia , video streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai
pilihan format data yang lebih standar, dan berukuran kecil.
Computer-supported collaborative learning, adalah inovasi terbaru dalam
sistem pembelajaran E-Learning dan lebih dikenal dengan E-Learning 2.0 dimana
8
menekankan bahwa informasi dapat diakses secara bebas dan dapat dibagi dengan
pengguna lainnya. Istilah e-Learning 2.0 digunakan untuk merujuk kepada cara pandang
baru terhadap pembelajaran elektronik yang terinspirasi oleh munculnya teknologi Web
2.0. Sistem konvensional pembelajaran elektronik biasanya berbasis pada paket pelajaran
yang disampaikan kepada siswa dengan menggunakan teknologi Internet (biasanya
melalui LMS). Peran siswa dalam pembelajaran terdiri dari pembacaan dan
mempersiapkan tugas. Kemudian tugas dievaluasi oleh guru. Sebaliknya, e-learning 2.0
memiliki penekanan pada pembelajaran yang bersifat sosial dan penggunaan perangkat
lunak sosial (social networking) seperti blog, wiki, podcast dan Second Life. Fenomena
ini juga telah disebut sebagai Long Tail learning.Selain itu juga, E-learning 2.0 erat
hubungannya dengan Web 2.0, social networking (Jejaring Sosial) dan Personal Learning
Environments (PLE).
2.2.3 Data Umum Warna
2.2.3.1 Sejarah Penemuan Warna
1. Tahun 1642-1727 : Sir Issac Newton
Percobaan yang dilakukan dengan prisma kaca membuktikan bahwa sinar
putih itu terdiri dari beberapa warna (spektrum warna). Dari percobaannya,
Newton menyimpulkan bahwa apabila dilakukan pemecahan warna spectrum
dari sinar matahari, akan dihasilkan warna merah, jingga, kuning, hijau, biru,
dan ungu. Warna-warna itu bisa ditangkap mata manuasia pada saar ada
pelangi.
2. Tahun 1731 : J.C. Le Blon
Menemukan warna utama yaitu Kuning, Merah, dan Biru.
3. Tahun 1790 : Hermann Von Helmholzt dan James Clerk Maxwell
Mendasarkan warna pada cahaya matahari dan bertumpu pada hukum fisika.
4. Tahun 1810 : Johann Wolfgang Von Goethe
Penggolongan warna menjadi dua warna utama yaitu kuning (yang
berhubungan dengan kecerahan) dan biru (dengan kegelapan).
5. Tahun 1824 : Michael Eugene Chevreul
Direktur utama perusahaan permadani di Perancis ini mengembangkan teori
merah kuning biru. Pada tahun 1839 mencetuskan teori harmoni warna pada
textile (the law of simultaneous contrast of colour).
9
6. Tahun 1831 : Sir David Brewster
Teori ini menyederhanakan warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok
warna yaitu primer, sekunder, tersier, dan netral. Lingkaran warna Brewster
dapat menjelaskan teori kontrast warna (komplementer), split komplementer,
triad, dan tetrad.
7. Tahun 1879 : Ogden Rood
Mengembangkan teori lingkar warna berdasarkan warna merah, hijau, biru,
dan terdapat putih di tengahnya.
8. Tahun 1898 : Albert H. Munsel
Menggunakan sistemnya pada tahun 1898 dan menerbitkannya dalam a
colour natation 1965. Ia memakai rintisan warna yang dikemukanan oleh ahli
fisika berupa lingkaran warna 3 dimensi (hue, value, chroma).
9. Tahun 1900 : Helbert E. Ives
Mengemukakan pencampuran warna red = magenta + cyan, blue = magenta
+ turqouise. Celup dan pigmen menghasilkan lingkaran warna dengan warna
primer magenta, cyan, yellow.
10. Tahun 1934 : Farber Biren
Ilmuan Amerika ini membuat percobaan sendiri dengan membuat bagan
berdasarkan warna tradisional (merah, kuning, biru). Ia membuat lingkaran
warna yang pusatnya tidak di tengah karena menurutnya warna panas lebih
dominan dari pada warna sejuk.
2.2.3.2 Teori Dasar Warna
Ada beberapa teori warna yang diungkapkan oleh para ahli tetapi teori
warna yang paling terkenal adalah teori warna Brewster. Dalam teori ini Brewster
mengatakan ada 3 warna dasar yang disebut dengan warna primer yaitu merah,
kuning, dan biru.
Dari ketiga warna primer tersebut bila dicampur akan menghasilkan
warna sekunder. Hijau hasil campuran antara kuning dengan biru, oranye hasil
campuran antara merah dengan kuning, dan ungu yang merupakan warna
campuran antara merah dengan biru.
Warna primer dengan warna sekunder masih memiliki warna turunan
yang disebut warna tersier diantaranya campuran merah dan oranye, oranye dan
kuning, kuning dan hijau, dan selanjutnya. Hitam dan putih tidak termasuk karena
10
bila dicampur dengan warna lain hanya akan menimbulkan gradasi atau turunan
warna bukan warna baru.
Pada teori warna juga dikenal istilah warna monokromatik, yaitu
warna yang diperoleh dari hasil gradasi warna pilihan. Gradasinya mulai dari yang
paling terang hingga yang paling pekat. Misalnya, warna hitam memiliki warna
monokromatik dari hitam pekat, hitam pudar, abu-abu, hingga putih. Jika warna
itu merah, warna monokromatiknya mulai dari merah paling pekat (marun), merah
biasa, merah terang, merah muda, hingga putih kemerahan.
Untuk kesan, ahli membagi warna menjadi warna hangat (warm color)
dan warna sejuk (cool color). Dalam kehidupan sehari-hari, menurut psikolog dan
art therapist Monty P Satiadarma, perlu diseimbangkan antara pemanfaatan
warna-warna hangat dan warna sejuk. Warna hangat antara lain merah, oranye,
kuning dan coklat. Menurut teori warna, jenis ini bisa mengesankan kecepatan
berpikir dan kehangatan sekaligus menarik perhatian. Kelompok warna ini juga
diasosiasikan dengan kebahagiaan dan kenyamanan. Selain itu, kelompok warna
ini memiliki kekuatan untuk membuat tulisan dan gambar jadi eye catching.
Sayangnya warna hangat punya kekurangan, akan jadi membosankan bila tak
dikombinasikan dengan warna lain.
Sedangkan yang termasuk warna sejuk yaitu biru, hijau, dan ungu.
Warna sejuk menimbulkan persepsi pada waktu, seakan diperlambat. Maksudnya,
suasana yang lebih tenang dan santai, seperti yang terasa bila Anda berada di
pinggir pantai. Warna sejuk ini lebih selaras dengan alam di sekeliling, sehingga
tidak mendatangkan lonjakan emosi. Kurang lebih serupa dengan saat Anda
menyaksikan rerumputan hijau dan langit yang biru.
2.2.3.3 Psikologi Warna
Warna-warni memiliki efek psikologis. Efeknya berpengaruh terhadap
pikiran, emosi, tubuh, dan keseimbangan. Aplikasi warna pada sebuah ruangan
dapat menghasilkan kesan perasaan yang semakin luas atau justru kebalikannya.
Berikut ini sifat-sifat psikologis beberapa warna:
1. Merah - Berani, penuh semangat, agresif, memicu emosi, dan menarik
perhatian. Secara positif, warna merah mengandung arti cinta, gairah, berani,
kuat, agresif, merdeka, kebebasan, dan hangat. Negatifnya adalah punya arti
bahaya, perang, darah, anarki, dan tekanan.
11
2. Kuning - Menciptakan perasaan optimis, percaya diri, pengakuan diri, akrab,
dan lebih kreatif. Kuning juga dapat merugikan kita karena menyampaikan
pesan perasaan ketakutan, kerapuhan secara emosi, depresi, kegelisahan, dan
keputusasaan. Pilihan warna kuning yang tepat dan penggunaan yang sesuai
akan mengangkat semangat kita dan lebih percaya diri.
3. Oranye - adalah hasil peleburan merah dan kuning, sehingga efek yang di
hasilkan masih tetap sama, yaitu ‘kuat’ dan ‘hangat’. Warna ini sering di
gunakan pada tombol website yang penting, seperti ‘buy now’ , ‘register
now’ dan lainnya yang sejenis, istilahnya adalah ‘call to action’ button. Dari
sisi psikologis sebenarnya warna oranye memberikan kesan tidak nyaman,
dan sedikit gaduh. Mungkin karena sebab itulah warna ini paling banyak di
pakai untuk menarik perhatian orang.
4. Hijau - berarti kesehatan, keseimbangan, rileks, dan kemudaan. Unsur negatif
warna ini di antaranya memberi kesan pencemburu, licik, terasa jenuh, serta
dapat melemahkan pikiran dan fisik. Di dalam sejarah China, warna hijau
adalah warna perempuan. Lain dengan budaya muslim, yang menganggap
warna hijau adalah warna yang suci. Warna untuk perdamaian juga hijau.
5. Biru - Melambangkan intelektualitas, kepercayaan, ketenangan, keadilan,
pengabdian, seorang pemikir, konsistensi, dan dingin. Selain itu, dapat
memicu rasa depresi dan ragu-ragu. Biru gelap akan membantu berpikir
tajam, tampil jernih, dan ringan. Biru muda akan menenangkan dan
menolong berkonsentrasi dengan tenang. Terlampau banyak biru akan
menimbulkan rasa terlalu dingin, tidak akrab, dan tak punya emosi atau
ambisi.
6. Ungu - Memberi efek spiritual, kemewahan, keaslian, dan kebenaran. Ungu
mampu menunjang kegiatan bermeditasi dan berkontemplasi. Kemerosotan
dan mutu yang jelek adalah sifat-sifat negatif warna ini.
7. Putih - Warna murni, suci, steril, bersih, sempurna, jujur, sederhana, baik,
dan netral. Warna putih melambangkan malaikat dan tim medis. Warna ini
juga bisa berarti kematian karena berkonotasi kehampaan, hantu, dan kain
kafan.
8. Abu-abu - Bijaksana, dewasa, tidak egois, tenang, dan seimbang. Warna abu-
abu juga mengandung arti lamban, kuno, lemah, kehabisan energi, dan kotor.
12
Karena warnanya tergolong netral atau seimbang, warna ini banyak dipakai
untuk warna alat-alat elektronik, kendaraan, perangkat dapur, dan rumah.
9. Hitam - Berkesan elit, elegan, memesona, kuat, agung, teguh, dan rendah
hati. Kesan negatifnya adalah hampa, sedih, ancaman, penindasan, putus asa,
dosa, kematian, atau bisa juga penyakit. Tak seperti putih yang memantulkan
warna, hitam menyerap segala warna. Dengan hitam, segala energi yang
datang akan diserap. Walau mampu memesona dan berkarakter kuat, tapi
banyak orang yang takut akan "gelap". Warna hitam berkonotasi gelap.
2.2.4 Perkembangan Persepsi Anak terhadap Warna
Pada mulanya anak dapat membedakan warna-warna primer secara psikologis.
Pada umur 2 tahun sudah dapat sudah dapat membedakan warna merah, biru, kuning, dan
hijau. Pada umumnya perkembangan mengenai nama warna berkembang setelah usia itu
dan tergantung pendidikan lingkungannya. Warna dikenal dari benda-benda yang sering
mereka lihat, misalnya kuning seperti telur, hijau seperti rumput,dan sebagainya.
Demikian pula pada usia 4-7 tahun, asosiasi warna mereka masih belum lepas dari benda-
benda nyata yang sering dilihat sehari-hari. Bila menggambar pohon digunakan warna
coklat, biru untuk langit, hijau untuk daun, dan sebagainya. Anak sulit menerima warna
yang mempunyai arti perlambangan, tetapi masih dihubungkan dengan warna-warna
dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.5 Perkembangan Seni Rupa Anak Sekolah Dasar
2.2.5.1 Periodisasi Perkembangan Seni Menurut Para Ahli
Perodisasi menurut Kerchensteiner (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34) Upaya
yang telah dilakukan Kerchensteiner adalah mengadakan penyelidikan pada anak
anak dari masa bayi sampai empat belas tahun. Dari 100.000 buah gambar
ia menggolongkannya dalam beberapa periode, masa, yaitu:
Masa Mencoreng : 0 3 tahun
Masa bagan : 3 - 7 tahun
Masa bentuk dan garis : 7 - 9 tahun
Masa bayang-bayang : 9 - 10 tahun
Masa persfektif : 10 - 14 tahun
13
Periodisasi menurut Cyrl Burt (Lowenfeld, 1975: 118-119) Membagi periodisasi
gambar menjadi tuju tingkatan, yaitu:
Masa mencoreng : 2 - 3 tahun
Masa garis : 4 tahun
Masa simbolisme deskriptif : 5 - 6 tahun
Masa realisme deskriftif : 7 - 8 tahun
Masa realisme visual : 9 - 10 tahun
Masa represi : 10 – 14 tahun
Masa pemunculan artistic : masa adolesen
Periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut Viktor Lowenfeld dan
Lambert Brittain adalah: Penyelidikan yang dilakukan terhadap anak-anak usia 2
sampai 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut:
Masa mencoreng (scribbling) : 2-4 tahun
Masa Prabagan (preschematic) : 4-7 tahun
Masa Bagan (schematic period) : 7-9 tahun
Masa Realisme Awal (Dawning Realism) : 9-12 tahun
Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun
Masa Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun.
2.2.5.2 Penjelasan Periode Perkembangan Seni Anak
Setiap guru SD perlu mengenal latar belakang anak didiknya,
khususnya landasan teori tentang dunia kesenirupaan anak yang telah
dikembangkan oleh para ahli, agar ia dapat memilih strategi pembelajaran yang
sesuai dengan kondisi siswa. Anak Sekolah Dasar (SD) berusia sekitar 6 - 12
tahun. Berdasarkan teori tahap-tahap perkembangan menggambar/seni rupa secara
garis besar dapat dibedakan dua tahap karakteristik, yaitu kelas I sampai dengan
kelas III ditandai dengan kuatnya daya fantasi-imajinasi, sedangkan kelas IV
sampai dengan kelas VI ditandai dengan mulai berfungsinya kekuatan rasio.
Perbedaan kedua karakteristik ini tampak pada gambar-gambar (karya dua
dimensi) atau model, patung dan perwujudan karya tiga dimensi lainnya.
Ada dua cara untuk memahami perkembangan seni rupa anak-anak.
Pertama, mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan perkembangan senirupa anak
menurut para ahli. Kedua, mengamati dan mengkaji karya anak secara langsung.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang
14
usia yang relevan dengan teori yang telah kita pelajari. Melalui kegiatan ini,
diharapkan kita bisa memahami perkembangan seni rupa anak secara
komprehensif.
Dalam psikologi perkembangan dinyatakan pada rentang kehidupan
manusia khususnya anak ada yang disebut masa keemasan yang dikenal dengan
masa peka. Hal ini dipertegas oleh Piere Duquet (1953: 41) bahwa: “A childre
who does not draw is an anomaly, and particulary so in the years between 6 an 10,
which is outstandingly the golden age of creative expression”. Pada masa peka
atau keemasan ini anak harus diberi kesempatan agar potensi yang dimilikinya
berfungsi secara maksimal. Masa peka tiap orang berbeda-beda. Secara umum,
masa peka menggambar ada pada masa lima tahun, sedangkan masa peka
perkembangan ingatan logis pada umur 12 dan 13 tahun (Muharam dan
Sundaryati, 1991: 33).
Selanjutnya, untuk terciptanya kesempatan bagi siswa agar dapat
melakukan ekspresi kreatif, maka guru perlu melakukan kegiatan berupa: 1)
memberi perangsang (stimulasi) kepada siswa, 2) guru dapat mempertajam
imajinasi dan memperkuat emosi siswa dengan menggunakan metode pertanyaan
yang dikembangkan Sokrates.
Kemampuan siswa kelas rendah dalam membuat gambar tampak lebih
spontan dan kreatif dibandingkan dengan siswa kelas tinggi. Hal ini terjadi karena
semakin tinggi usia anak, maka kemampuan rasionya semakin berkembang
sehingga dapat berpikir kritis. Kondisi ini akan mempengaruhi anak dalam hal
spontanitas dan kreatifitas karya. Bila rasionya sudah berfungsi dengan baik,
maka dalam membuat karya seni, misalnya menggambar, mereka selalu
mempertimbangkan objek gambar secara rasional; bentuk yang baik, proporsi
yang tepat, penggunaan warna yang cocok sesuai dengan benda yang dilihatnya.
Sejalan dengan pendapat di atas, sebagai guru pendidikan seni rupa
perlu memahami perkembangan artistik (artistic development) peserta didik.
1. Masa Coreng-Moreng (Scribbling Period)
Kesenangan membuat goresan pada anak-anak usia dua tahun bahkan
sebelum dua tahun sejalan dengan perkembangan motorik tangan dan jarinya yang
masih menggunakan motorik kasar. Hal ini dapat kita temukan anak yang
melubangi atau melukai kertas yang digoresnya. Goresan-goresan yang dibuat
15
anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya,
coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik. Biasanya, tahap pertama
hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah vertikal atau
horizontal. Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik anak yang
masih mengunakan moRotik kasar. Kemudian, pada perekmbangan berikutnya
penggambaran garis mulai beragam dengan arah yang bervariasi pula. Selain itu
mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar. Periode ini terbagi ke dalam
tiga tahap, yaitu: 1) corengan tak beraturan, 2) corengan terkendali, dan 3)
corengan bernama. Ciri gambar yang dihasilkan anak pada tahap corengan tak
beraturan adalah bentuk gembar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke
kertas, belum dapat membuat corengan berupa lingkaran dan memiliki semangat
yang tinggi Corengan terkendali ditandai dengan kemampuan anak menemukan
kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya. Hal ini tercipta dengan telah
adanya kerjasama antara koordiani antara perkembangan visual dengan
perkembamngan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan coretan
garis baik yang horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran.
Corengan bernama merupakan tahap akhir masa coreng moreng.
Biasanya terjadi menjelang usia 3-4 tahun, sejalan dengan perkembangan
bahasanya anak mulai mengontrol goresannya bahkan telah memberinya nama,
misalnya: “rumah”, “mobil”, “kuda”. Anak-anak memiliki jiwa bebas, ceria.
Mereka sangat menyenangi warna-warna yang cerah misalnya dari crayon.
Kesenangan menggunakan warna biasanya setelah ia bisa memberikan judul
terhadap karya yang dibuatnya. Penggunaan warna pada masa ini lebih
menekankan pada penguasaan teknik-mekanik penempatan warna berdasarkan
kepraktisan penempatannya dibandingkan dengan kepentingan aspek emosi. Pada
masa mencoreng, bila anak difasilitasi oleh orang tua maka akan memiliki
peluang untuk melakukan kreasi dalam hal garis dan bentuk, mengembangkan
koordinasi gerak, dan mulai menyadari ada hubungan gambar dengan
lingkungannnya. Hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh orang tua dan
guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian terhadap karya yang sedang
dibuat anak sehingga tercipta kemampuan komunikasi anak dengan orang
deswasa secara melalui bahasa.
2. Masa Pra Bagan (Pre Schematic Period)
16
Usia anak pada tahap ini bisanya berada pada jenjang pendidikan TK
dan SD kelas awal. Kecenderungan umum pada tahap ini, objek yang
digambarkan anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran
yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis
sebagai pengganti kedua kaki. Ciri-ciri yang menarik lainnya pada tahap ini yaitu
telah menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek
dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek warna belum
ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru, merah, coklat
atau warna lain yang disenanginya.
3. Masa Bagan (Schematic Period)
Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang
bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar atau rebah (tampak pada
penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan
jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan rebah ke kanan). Pada perkembangan
selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line)
4. Masa Realisme Awal (Early Realism)
Pada periode Realisme Awal, karya anak lebih menyerupai kenyataan.
Kesadaran perspektif mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri.
Mereka menyatukan objek dalam lingkungan. Selain itu kesadaran untuk
berkelompok dengan teman sebaya dialami pada masa ini. Perhatian kepada objek
sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam menggambarkan objek, proporsi
(perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya. Pemahaman warna sudah
mulai disadari. Warna biru langit berbeda dengan biru air laut. Penguasan konsep
ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi bertumpu pada garis dasar,
melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan garis horizon. Selain
dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain seperti keseimbangan dan
irama mulai dikenal pada periode ini. Ada perbedaan kesenangan umum,
misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan kendaraan, anak
perempuan kepada boneka atau bunga.
5. Masa Naturalisme Semu
Pada masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta
kesadaran sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis,
bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek lebih rinci. Tampak
jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic dengan tipe visual. Tipe visual
17
memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus
pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan rasa perbandingan (proporsi)
serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan
keruangan dan objek secara subjektif, lebih banyak menggunakan perasaannya.
Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.
Ada sesuatu yang unik pada masa ini, di mana pada satu sisi anak
ekspresi kreatifnya sedang muncul sementara kemampuan intelektualnya
berkembang dengan sangat pesatnya. Sebagai akibatnya, rasio anak seakan-akan
menjadi penghambat dalam proses berkarya. Apakah gambar ini seperti kucing?
Sementara kemampuan menggambar kucing kurang misalnya.Sebagai akibatnya
mereka malu kalau memperlihatkan karyanya kepada sesamanya.
6. Periode Penentuan
Pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri.
Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan
melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa tidak berbakat
akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan. Dalam hal ini
peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa
keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan. Seni
bukan urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tak akan
terhindar dari sentuhan
2.3 Data Cerita
2.3.1 Referensi Cerita
2.3.1.1 Nippon Paint
TVC tentang produk nippon paint yang bercerita tentang 4 pasukan cat
dari masing-masing merupakan jenis terbaru nippon paint, mereka bertarung
melindungin rumah dari berbagai serangan, cuaca hujan, panas terik, kotoran pada
dinding, serta bau pada ruangan.
Penulis mengambil style karakter dari TVC ini karena dianggap cocok
dengan karakter yang akan dibuat oleh penulis nantinya.
18
2.3.1.2 Oxigen
Sebuah bentuk terbaru dari cara pembelajaran E-learning yaitu membuat
E-learning menjadi rangkaian cerita seperti short animation. Menceritakan tokoh
utama yaitu senyawa oksigen yang sedang bermain dengan teman-teman senyawa
lainnya, memperlihatkan yang terjadi apabila oksigen bercampur dengan senyawa
lain. Terakhir oksigen bercampur dengan hidrogen, tidak terjadi apa-apa hingga
ada sebuah hidrogen lagi yang menghampirinya.
Dari cerita ini lah penulis memiliki ide untuk mengajarkan warna dengan
cara seperti ini, membuat pengajaran warna akan lebih mudah dipahami dan
dimengerti sehingga warna dapat digunakan lebih baik lagi nantinya.
2.4 Data Target Audien
2.4.1 Buku
Setelah melakukan survei terhadap buku-buku pelajaran kesenian untuk anak-
anak berumur 9-12 tahun maka didapatkan bahwa untuk pengajaran berdasarkan
kurikulum yang ada, edukasi tentang pencampuran warna bisa diterapkan dalam pelajaran
kesenian anak kelas 3 SD.
Penerapan terhadap kelas berikutnya hingga kelas 2 SMP pun masih bisa
dilakukan karena ditiap buku kesenian selalu ada pembahasan yang menggunakan warna
di dalamnya.
19
Gambar 2.1 Buku Kesenian Kelas 3 Sekolah Dasar
Pada bab 3 diajarkan makna simbol warna, lalu ada unsur garis, bidang tekstur
dan warna. Film animasi edukasi pencampuran warna ini menerapkan keseluruhan hal ini
di dalamnya. Maka sangat tepat untuk dipertontonkan pada bab ini.
Gambar 2.2 Buku Kesenian Kelas 4 Sekolah Dasar
20
Gambar 2.3 Buku Kesenian Kelas 5 Sekolah Dasar
Gambar 2.4 Buku Kesenian Kelas 6 Sekolah Dasar
Gambar 2.5 Buku Kesenian Kelas 1 dan 2 Sekolah Menengah Pertama
21
2.4.2 Hasil Survei
Wawancara dilakukan terhadap 20 anak usia 9-12 tahun dari latar belakang dan sekolah
berbeda.
• Apakah kalian menyukai kegiatan melukis dan mewarnai?
Gambar 2.6 Diagram I
• Taukah kalian tentang warna primer?
22
Gambar 2.7 Diagram II
• Taukah kalian tentang sifat-sifat warna?
Gambar 2.8 Diagram III
• Taukah kalian warna orange itu dari warna apa dan apa? Kalau warna ungu dan
hijau?
Gambar 2.9 Diagram IV
• Di sekolah kalian apakah pernah diadakan drama panggung?
Gambar 2.10 Diagram V
• Seberapa antusiaskah kalian untuk mengikuti drama ini?
23
Gambar 2.11 Diagram VI
2.4.3 Data Pembanding
Cukup banyak jenis-jenis e-learning berupa animasi edukasi di Indonesia saat
ini. Beberapa telah bagus dalam hal teknik pengajarannya, akan tetapi setiap edukasi
pastinya memiliki kekurangan serta kelebihan masing-masing. Ini adalah beberapa contoh
animasi edukasi yang digunakan untuk pengajaran anak.
2.4.3.1 Edukasi Mengenal Bentuk dan Warna
Animasi ini sama seperti topik yang penulis ambil, akan tetapi ada
beberapa perbedaan seperti cara pengajaran serta style yang digunakan untuk
hasil akhirnya.
Gambar 2.12 Mengenal Bentuk dan Warna
2.4.3.2 Edukasi Kerusakan Lingkungan
Animasi ini mengajarkan menggunakan karakter langsung yaitu
burung dan si ozy, mereka secara langsung menerangkan kepada penonton
24
tentang bagaimana manusia merusak bumi dan akibatnya, positif yang bisa
diambil ialah gaya penceritaan yang lebih jelas mudah dimengerti.
Gambar 2.13 Kerusakan Lingkungan
2.4.3.3 Edukasi Tertib Lalu Lintas
Animasi edukasi yang dimainkan oleh Profesor Momo dan si bobot
memang telah menggunakan gaya 3Dimensi, ini menarik karena ada perubahan
dalam bentuk visual, akan tetapi pada edukasi ini banyak sekali proses yang
tidak diperlukan dan membuat bosan penonton.
Gambar 2.14 Profesor Momo dan Si Bobot
2.5 Analisa
2.5.1 Pertimbangan Pengambilan Cerita
Berdasarkan data teori yang didapat, anak umur sekitar 9-12 tahun sedang berada
dalam masa realisme awal, masa dmn mereka mulai menyadari pemahaman warna,
25
penggunaan warna mulai diperhatikan, inilah masa paling tepat untuk mereka diingatkan
kembali akan sifat warna dan juga cara mendapatkan suatu warna baru dari penggabungan
warna primer.
Didukung dengan hasil survei lapangan, banyak anak yang suka dan gemar sekali
mewarnai, dari sebab pemikiran itulah penulis ingin memberikan sebuah pengetahuan
dasar tentang warna kepada anak-anak. Setelah proses wawancara, anak mengaku mereka
sudah pernah diajarkan tentang warna di kelas 1-2, akan tetapi seiring waktu mereka
menjadi lupa akan hal-hal dasar tentang warna itu sendiri. Maka dari itu penulis ingin
mengajarkan kembali ilmu pencampuran warna serta sifat-sifat warna ini kepada mereka.
Selain itu agar kekreatifan anak dalam menggunakan warna menjadi lebih terasah, karena
selama ini anak telah terbiasa mendapatkan warna pencampuran itu sendiri dari pabrikan,
dan agar mereka lebih bisa mengerti sifat dari tiap warna serta dapat memperindah
penggunaan warna dalam tiap hal yang mereka lakukan. Serta Sesuai judul maka cerita
bisa disosialisasikan melalui media pengajaran di sekolah dalam kurikulum pada bidang
kesenian.
2.5.2 Pertimbangan Penggunaan E-Learning Dengan Gaya Cerita Singkat
1. Memberikan bentuk edukasi yang berbeda dari biasanya, di mana
anak akan diajarkan melalui pendidikan yang tersirat di dalam film animasi.
2. Meninggkatkan antusiasme anak dalam menonton tayangan edukasi.
2.5.3. Pertimbangan menggunakan Drama sebagai latar
Membantu anak terampil berbahasa, meningkatkan pengetahuan,
mengembangkan cipta dan karsa, serta dapat menunjang pembentukan watak anak. Serta
dapat lebih memahami pengimajinasian dalam menonton drama.
2.5.4 Analisis SWOT
2.5.4.1 Strength
• Belum banyak yang mengajarkan tentang warna dengan cara
animasi, terutama animasi 3D
• Memperkenalkan sifat warna dengan mengangkat warna itu sendiri
sebagai karakter
26
• Seperti menonton sebuah pertunjukan singkat, membuat penonton
lebih tertarik dan tidak monoton
• Ada Narator yang menjadi seperti guru yang sedang menjelaskan
kepada murid-muridnya, sehingga lebih mudah untuk disimak
• Lebih mudah untuk dinikmati bersama karena sifatnya ditonton, bila
E-Learning yang bersifat interaksi hanya bisa untuk perseorangan
• Jenis Film Animasi Edukasi mudah untuk dinikmati kembali, tidak
perlu menginstall terlebih dahulu, karena hanya berupa film
2.5.4.2 Weakness
• Tidak dapat mengangkat semua warna sebagai karakter karena waktu
yang terlalu singkat
• Sifat yang ditunjukan oleh warna pun hanya sedikit karena
kurangnya waktu pengerjaan dan teknis produksi yang cukup rumit
• Penyampaian tidak secara langsung, sehingga anak harus kreatif dan
menyimak dengan baik
2.5.4.3 Opportunities
• Animasi di Indonesia masih dalam tahap berkembang sehingga
peluang untuk berhasil masih cukup besar
• Cara mengajar dengan tekhnik E-learning yang digabungkan dengan
animasi 3Dimensi singkat belum begitu banyak
• Menggunakan warna sebagai karakter utama diharapkan membuat
lebih cepat melakukan pembelajaran dan lebih diingat
• Memasukan film Animasi Edukasi ini dalam pelajaran kesenian
ditingkat Sekolah Dasar
2.5.4.4 Threats
• Sudah pernah ada yang melakukan animasi edukasi seperti ini
• Pengetahuan yang diberikan tidak dapat terlalu kompleks