analisa pengelasan

30
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Pengelasan 2.1.1 Pengertian Las (Welding) Pengelasan (welding) adalah salah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang kontinue. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam kontruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran dan sebagainya. Disamping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran. Membuat lapisan las pada perkakas mempertebal bagian-bagian yang sudah aus, dan macam –macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan dan memperlihatkan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan 2 - 1

Upload: independent

Post on 21-Feb-2023

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Pengelasan

2.1.1 Pengertian Las (Welding)

Pengelasan (welding) adalah salah salah satu teknik

penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian

logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan

dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan

sambungan yang kontinue. Lingkup penggunaan teknik

pengelasan dalam kontruksi sangat luas, meliputi

perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa

pesat, pipa saluran dan sebagainya. Disamping untuk

pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk

reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada

coran. Membuat lapisan las pada perkakas mempertebal

bagian-bagian yang sudah aus, dan macam –macam reparasi

lainnya.

Pengelasan bukan tujuan utama dari kontruksi,

tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi

pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan

cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan dan

memperlihatkan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan

2 - 1

2 - 2

kegunaan kontruksi serta kegunaan disekitarnya.

Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana,

tetapi sebenarnya didalamnya banyak masalah-masalah

yang harus diatasi dimana pemecahannya memerlukan

bermacam-macam penngetahuan. Karena itu didalam

pengelasan, penngetahuan harus turut serta mendampingi

praktek, secara lebih bterperinci dapat dikatakan bahwa

perancangan kontruksi bangunan dan mesin dengan

sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara-

cara pengelasan. Cara ini pemeriksaan, bahan las, dan

jenis las yang akan digunakan, berdasarkan fungsi dari

bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang.

Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie

Normen) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan

logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau

cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih

lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari

beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.

Pada waktu ini telah dipergunakan lebih dari 40 jenis

pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan

cara menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi

ikatan antara atom-atom molekul dari logam yang

disambungkan. Klasifikasi dari cara-cara pengelasan ini

akan diterangkan lebih lanjut. Pada waktu ini

pengelasan dan pemotongan merupakan pengelasan

pengerjaan yang amat penting dalam teknologi produksi

2 - 3

dengan bahan logam. Dari pertama perkembangannya sangat

pesat telah banyak teknologi baru yang ditemukan.

Sehingga boleh dikatakan hamper tidak ada logam yang

dapat dipotong dan di las dengan cara-cara yang ada

pada waktu ini.

Dalam bab ini akan diterangkan beberapa cara

pengelasan dan pemotongan yang telah banyak digunakan

sedangkan penerapannya dalam praktik akan diterangkan

dalam bab-bab yang lain.

2.1.2 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan

Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara

pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini

disebabkan karena perlu adanya kesepakatan dalam hal-

hal tersebut. Secara konvensional cara-cara

pengklasifikasi tersebut pada waktu ini dapat dibagi

dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan kerja dan

klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan.

Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las

cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya. Sedangkan

klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-

kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik

dan seterusnya. Bila diadakan pengklasifikasian yang

lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut

2 - 4

diatas dibaur dan akan terbentuk kelompok-kelompok yang

banyak sekali. Diantara kedua cara klasifikasi tersebut

diatas kelihatannya klasifikasi cara kerja lebih banyak

digunakan karena itu pengklasifikasian yang diterangkan

dalam bab ini juga berdasarkan cara kerja.

Berdasrkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi

dalam tiga kelas utama yaitu :

a) Pengelasan cair

Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana

sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber

panas dari busur listrik atau sumber api gas yang

terbakar.

b) Pengelasan tekan

Pengelasan tekan adalah pcara pengelasan

dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan

hingga menjadi satu.

c) Pematrian

Pematrian adalah cara pengelasan dimana

sambungan diikat dan disatukan denngan menggunakan

paduan logam yang mempunyai titik cair rendah.

Dalam hal ini logam induk tidak turut mencair.

2.1.3 Las Busur Listrik

2 - 5

Las busur listrik atau pada umumnya disebut las

listrik termasuk suatu proses penyambungan logam dengan

menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Jadi

surnber panas pada las listrik ditimbulkan oleh busur

api arus listrik, antara elektroda las dan benda kerja.

Benda kerja merupakan bagian dari rangkaian aliran arus

listrik las. Elektroda mencair bersama-sama dengan

benda kerja akibat dari busur api arus listrik. Gerakan

busur api diatur sedemikian rupa, sehingga benda kerja

dan elektroda yang mencair, setelah dingin dapat

menjadi satu bagian yang sukar dipisahkan.

Jenis sambungan dengan las listrik ini merupakan

sambungan tetap. Penggolongan macam proses las listrik

antara lain, adalah :

A. Las listrik dengan Elektroda Karbon, misalnya :

1) Las listrik dengan elektroda karbon tunggal

2) Las listrik dengan elektroda karbon ganda

2 - 6

Gambar 2.1 Las listrik dengan elektroda karbon tunggal

dan ganda(2)

Pad alas listrik dengan elektroda karbon, maka

busur listrik yang terjadi diantara ujung elektroda

karbon dan logam atau diantara dua ujung elektroda

karbon akan memanaskan dan mencairkan logam yang akan

dilas. Sebagai bahan tambah dapat dipakai elektroda

dengan fluksi atau elektroda yang berselaput fliksi.

B. Las Listrik dengan Elektroda Logam, misalnya :

1) Las listrik dengan elektroda berselaput, 

2) Las listrik TIG (Tungsten Inert Gas),

3) Las listrik submerged,

4) Las listrik MIG (Metal Inert Gas)

1) Las listrik dengan elektroda berselaput

Las listrik ini menggunakan elektroda berelaput

sebagai bahan tambahan.

2 - 7

Gambar 2.2 Las listrik elektroda berselaput(2)

Busur listrik yang terjadi di antara ujung

elektroda dan bahan dasar akan mencairkan ujung

elektroda dan sebagaian bahan dasar. Selaput elektroda

yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas

yang melindungi ujung elekroda kawah las, busur listrik

terhadap pengaruh udara luar. Cairan selaput elektroda

yang membeku akan memutupi permukaan las yang juga

berfungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh luar.

Perbedaan suhu busur listrik tergantung pada tempat

titik pengukuran, misal pada ujung elektroda bersuhu

3400° C, tetapi pada benda kerja dapat mencapai suhu

4000° C.

2 - 8

Gambar 2.3 Bagian-bagian pengelasan las listrik(1)

2) Las listrik TIG(Tungsten Inert Gas)

Las listrik TIG (Tungsten Inert Gas = Tungsten Gas

Mulia) menggunakan elektroda wolfram yang bukan

merupakan bahan tambah. Busur listrik yang terjadi

antara ujung elektroda wolfram dan bahan dasar

merupakan sumber panas, untuk pengelasan. Titik cair

elektroda wolfram sedemikian tingginya sampai 3410° C,

sehingga tidak ikut mencair pada saat terjadi busur

listrik. Tangkai listrik dilengkapi dengan nosel

keramik untuk penyembur gas pelindung yang melindungi

daerah las dari luar pada saat pengelasan. Sebagian

bahan tambah dipakai elektroda selaput yang digerakkan

dan didekatkan ke busur yang terjadi antara elektroda

wolffram dengan bahan dasar. Sebagian gas pelindung

dipakai angin, helium atau campuran dari kedua gas

tersebut yang pemakaiannya tergantung dari jenis logam

yang akan di las. Tangkai las TIG biasanya di dinginkan

dengan air bersikulasi.

Pembakar las TIG terdiri dari :

1. Penyedia arus

2. Pengembali air pendingi,

3. Penyedia air pendingin,

2 - 9

4. Penyedia gas argon,

5. Lubang gas argon ke luar,

6. Pencekam elektroda,

7. Moncong keramik atau logam,

8. Elektroda tungsten,

9. Semburan gas pelindung.

3) Las Listrik Submerged

Las listrik submerged yang umumnya otomatis atau

semi otomatis menggunakan fluksi serbuk untuk pelindung

dari pengaruh udara luar. Busur listrik di antara ujung

elektroda dan bahan dasar di dalam timnunan fluksi

sehingga tidak terjadi sinar las keluar seperti

biasanya pada las listrik lainya.

2 - 10

Operator las tidak perlu menggunakan kaca

pelindung mata (helm las). Pada waktu pengelasan,

fluksi serbuk akan mencir dan membeku dan menutup

lapian las. Sebagian fluksi serbuk yang tidak mencair

dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari terak-terak

las. Elektora yang merupakan kawat selaput berbentuk

gulungan (roll)

digerakan maju oleh

pasangan roda gigi

yang diputar

oleh motor listrik

yang dapat diatur

kecepatannya sesuai dengan kebutuhan pengelasan.

Gambar 2.4 Las listrik submerged (2)

4) Las Listrik MIG (Metal Inert Gas)

2 - 11

Seperti halnya pad alas listrik TIG, pad alas

listrik MIG juga panas ditimbulkan oleh busur listrik

antara dua electron dan bahan dasar. Elektroda

merupakan gulungan kawat yang berbentuk rol yang

geraknya diatur oleh pasangan roda gigi yang digerakkan

oleh motor listrik. Gerakan dapat diatur sesuai dengan

keperluan. Tangkai las dilengkapi dengan nosel logam

untuk menghubungkan gas pelindung yang dialirkan dari

botol gas melalui slang gas. Gas yang dipakai adalah

CO2 untuk pengelasan baja lunak dan baja. Argon atau

campuran argon dan helium untuk pengelasan aluminium

dan baja tahan karat.

Proses pengelasan MIG ini dapat secara semi otomatik

atau otomatik. Semi otomatik dimaksudkan pengelasan

secara manual, sedangkan otomatik adalah pengelasan

yang seluruhnya dilaksanakan secara otomatik. Elektroda

keluar melalui tangkai bersama-sama dengan gas

pelindung.

SMAW adalah proses las busur paling sederhana dan

paling serba guna. Karena sederhana dan mudah dalam

mengangkut peralatan dan perlengkapannya, membuat

proses SMAW ini mempunyai aplikasi luas mulai dari

refinery piping hingga pipelines, dan bahkan untuk

pengelasan di bawah laut guna memperbaiki struktur

anjungan lepas pantai. SMAW bisa dilakukan pada

2 - 12

berbagai posisi atau lokasi yang bisa dijangkau dengan

sebatang elektroda. Sambungan-sambungan pada daerah

dimana pandangan mata terbatas masih bisa di las dengan

cara membengkokkan elektroda. Proses SMAW digunakan

untuk mengelas berbagai macam logam ferrousdan non

ferrous, termasuk baja carbon dan baja paduan rendah,

stainless steel, paduan-paduan nikel, cast iron, dan

beberapa paduan tembaga. Kelemahan Meskipun SMAW adalah

proses pengelasan dengan daya guna tinggi, proses

inimempunyai beberapa karakteristik dimana laju

pengisiannya lebih rendah dibandingkan proses

pengelasan semi-otomatis atau otomatis. Panjang

elektroda tetap dan pengelasan mesti dihentikan setelah

sebatang elektroda terbakar habis. Puntung elektroda

yang tersisa terbuang, dan waktu juga terbuang untuk

mengganti–ganti elektroda. Slag atau terak yang

terbentuk harus dihilangkan dari lapisan las sebelum

lapisan berikutnya didepositkan. Langkah-langkah ini

mengurangi efisiensi pengelasan hingga sekitar 50 %.

Asap dan gas yang terbentuk merupakan masalah,

sehingga diperlukan ventilasi memadai pada pengelasan

di dalam ruang tertutup. Pandangan mata pada kawah las

agak terhalang oleh slag pelindung dan asap yang

menutupi endapan logam. Dibutuhkan juru las yang sangat

terampil untuk dapat menghasilkan pengelasan

2 - 13

berkualitas radiography apabila mengelas pipa atau plat

hanya dari arah satu sisi.

1. Alat-alat las SMAW dibedakan menjadi 3 kelompok :

a. alat utama

b. alat bantu dan

c. alat keselamatan kerja

a) Alat utama las SMAW yaitu :

1. Kabel tenaga

2. Trafo las (generator)

3. Kabel massa

4. Kabel elektroda

5. Pemegang elektroda

6. Penjepit massa

b) Alat batu las SMAW antara lain :

1. Meja las

2. Palu terak

3. Palu konde

4. Gerinda tangan

5. Mistar baja

6. Sikat baja

7. Ragum

2 - 14

8. Kikir

9. Penjepit benda kerja

c) alat keselamatan kerja las antara lain :

1. Helm las (topeng las)

2. Kaca las hitam

3. Kaca las putih

4. Apron (pelindung dada)

5. Baju kerja

6. Sarung tangan

7. Sepatu kulit kapasitas 2ton

8. Masker

2.1.4 Arus Listrik

Pemasangan kabel skunder, pada mesin las DC dapat

diatur / dibuat menjadi DCSP (Direct Current Straight Polarity)

atau DCRP (Direct Current Revers Polarity).

a) Arus Searah ( DC = Direct Current )

Pada arus ini, elektron-elektron bergerak

sepanjang penghantar hanya dalam satu arah.

DCSP (Direct Current Straight Polarity) Apabila kabel

elektroda dihubungkan kekutub negatif mesin, dan kabel

masa dihubungkan kekutub positif maka disebut hubungan

polaritas lurus (DCSP). Pada hubungan DCSP, panas yang

2 - 15

timbul, sepertiga memanaskan elektroda dan dua pertiga

memanaskan benda kerja. Berarti benda kerja menerima

panas lebih banyak dari elektroda.

b) Arus Bolak-balik ( AC = Alternating Current )

Arah aliran arus bolak-balik merupakan gelombang

sinusoide yang memotong garis nol pada interval waktu

1/ 100 detik untuk mesin dengan frekuensi 50 hertz

(Hz). Tiap siklus gelombang terdiri dari setengah

gelombang positif dan setenngah gelombang negative.

Arus bolak-balik dapat diubah menjadi arus searah

dengan menggunakan pengubah arus (rectifier/adaftor).

DCRP (Direct Current Revers Polarity) Apabila kabel

elektroda dihubungkan kekutub positif mesin, dan kabel

masa dihubungkan kekutub negative maka disebut hubungan

polaritas terbaik (DCRP). Pada hubungan DCRP, panas

yang timbul, dua pertiga memanaskan elektroda dan

sepertiga memanaskan benda kerja. Berarti elektroda

menerima panas yang lebih banyak dari benda kerja.

Kita dapat menggunakan DCRP dengan melihat keadaan

yang bergantung pada :

1) Bahan benda kerja

2) Posisi pengelasan

3) Bahan dan salutan elektroda

4) Penembusan yang diinginkan

2 - 16

Pada mesin las AC, kabel masa dan kabel elektroda

dapat dipertukarkan tanpa mempengaruhi perubahan panas

yang timbul pada busur nyala.

Kelebihan menggunakan mesin DC :

1) Busur nyala stabil

2) Dapat menggunakan elektroda bersalut dan tidak

bersalut

3) Dapat mengelas pelat tipis dalam hubungan DCRP

4) Dapat dipakai untuk mengelas pada tempat-tempat

yang lembab dan sempit

Kelebihan menggunakan mesin AC :

1) Busur nyala kecil, sehingga memperkecil

kemungkinan timbunya keropos pada rigi-rigi las

2) Perlengkapan dan perawatan lebih murah

Besar arus dalam pengelasan dapat diatur dengan alat

penyetel, dengan jalan memutar handle menarik atau

menekan, tergantung pada konstruksinya. Besar ampere

yang dihasilkan mesin dapat dilihat pada skala ampere.

c).Mengatur Tegangan

Pada mesin las modern, tegangan pengelasan dapat

diatur sesuai dengan kebutuhan. Mesin las umumnya

mempunyai tegangan 60 – 80 Volt sebelum terjadi busur

nyala. Tegangan ini disebut tegangan terbuka atau

2 - 17

tegangan atau tegangan pembakar. Bila busur nyala telah

terjadi (sedang mengelas) maka tegangan turun menjadi

20 – 40 Volt. Ini dinamakan tegangan kerja. Tegangan

kerja disesuikan dengan diameter elektroda.

Untuk elektroda: 1,5 – 5,5 mm tegangan kerja 20 – 30

Volt.

Untuk elektroda: 4,5 – 6,4 mm tegangan kerja 30 – 40

Volt.

d).Mengatur Ampere

Arus pengelasan ditentukan oleh diameter

elektroda, tebal bahan, jenis elektroda dan posisi

pengelasan. Pengaturan arus dilakukan dengan memutar

handel atau knop. Arus pengelasan yang dipakai dapat

dilihat/ dibaca pada skala arus, yang terdapat pada

mesin las. Perkiraan arus yang dipakai untuk mengelas,

dapat dilihat pada table yang tertera pada setiap

bungkus elektroda, misalnya sebagai berikut:

2 - 18

Tabel 2.1 Mengatur ampere menurut diameter

elektroda(3)

Jika diameter elektroda tidak sesui dengan arus

listrik yang dibutuhkan, maka elektroda akan cepat

habis, atau jika diameter elektroda lebih besar maka

elektroda tidak akan terbakar. Adapun cara memilih

elektroda yang sesuai dengan arus(ampere) menurut type

dan jenis elektroda.

2 - 19

Tabel 2.2 Besar ampere sesuai dengan type

elektroda(3)

2.1.5 Jenis – jenis Las

A. Berdasarkan panas listrik

1) SMAW (Shield Metal Arch Welding) adalah las busur

nyala api listrik terlindung dengan

mempergunakan busur nyala listrik sebagai

sumber panas pencair logam. Jenis ini paling

banyak dipakai dimana–mana untuk hampir semua

keperluan pekerjaan pengelasaan. Tegangan yang

dipakai hanya 23 sampai dengan 45 Volt AC atau

DC, sedangkan untuk pencairan pengelasan

dibutuhkan arus hingga 500 Ampere. Namun secara

umum yang dipakai berkisar 80 – 200 Ampere.

2 - 20

2) SAW (Submerged Arch Welding) adalah las busur

terbenam atau pengelasan dengan busur nyala api

listrik. Untuk mecegah oksidasi cairan metal

induk dan material tambahan, dipergunakan

butiran–butiran fluks / slag sehingga bususr

nyala terpendam di dalam ukuran–ukuran fluks

tersebut.

3) SW (Stud Welding) adalah las baut pondasi,

gunanya untuk menyambung bagian satu konstruksi

baja dengan bagian yang terdapat di dalam beton

(baut angker) atau “ Shear Connector “.

4) ERW (Electric Resistant Welding) adalah las tahanan

listrik yaitu dengan tahanan yang besar panas

yang dihasilkan oleh aliran listrik menjadi

semakin tinggi sehingga mencairkan logam yang

akan dilas. Contohnya adalah pada pembuatan

pipa ERW, pengelasan plat–plat dinding pesawat,

atau pada pagar kawat.

5) EBW (Electron Beam Welding) adalah las dengan

proses pemboman elektron, suatu pengelasan uang

pencairannya disebabkan oleh panas yang

dihasilkan dari suatu berkas loncatan elektron

yang dimamapatkan dan diarahkan pada benda yang

akan dilas. Penelasan ini dilaksanakan di dalam

ruang hampa, sehingga menghapus kemungkinan

terjadinya oksidasi atau kontaminasi.

2 - 21

B. Berdasarkan Panas Listrik dan Gas

1) GMAW (Gas Metal Arch Welding) terdiri dari ; MIG

(Metal Inert Gas) dan MAG (Metal Active Gas) adalah

pengelasan dengan gas nyala yang dihasilkan

berasal dari busur nyala listrik, yang dipakai

sebagai pencair metal yang di–las dan metal

penambah. Sebagai pelindung oksidasi dipakai

gas pelindung yang berupa gas kekal (inert) atau

CO2. MIG digunakan untuk mengelas besi atau

baja, sedangkan gas pelindungnya adalah

mengunakan Karbon dioxida CO2. TIG digunakan

untuk mengelas logam non besi dan gas

pelindungnya menggunakan Helium (He) dan/atau

Argon (Ar).

2) GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten

Inert Gas) adalah pengelasn dengan memakai busur

nyala dengan tungsten/elektroda yang terbuat

dari wolfram, sedangkan bahan penambahanya

digunakan bahan yang sama atau sejenis dengan

material induknya. Untuk mencegah oksidasi,

dipakai gas kekal (inert) 99 % Argon (Ar) murni.

3) FCAW (Flux Cored Arch Welding) pada hakikatnya

hampir sama dengan proses pengelasan GMAW. Gas

pelindungnya juga sama-sama menggunakan Karbon

dioxida CO2. Biasanya, pada mesin las FCAW

2 - 22

ditambah robot yang bertugas untuk menjalankan

pengelasan biasa disebut dengan super anemo.

2.1.6 Bahan material

Dalam proses pengelasan tentu saja membutuhkan

bahan yang sesuai dengan prosedure atau WPS (Welding

Procedure Spesification), jika bahan tidak sesua dengan

prosedur yang sudah ada maka hasil pengelasan atau

produk yang akan di las juga tidak akan sesuai dengan

standarnya, atau bahkan produk bisa jadi gagal,

begitupun sebaliknya.

2 - 23

Oleh karena itu jika ingin melakukan pengelasan,

terlebih dahulu harus melihat bahan yang dipakai.

Ikhtisar bahannya dapat dilihat pada bagan berikut :

Gambar 2.5 Bagan Ikhtisar bahan teknik(1)

2.1.7 Posisi pengelasan

Dalam proses pengelasan posisi pengelasan

sangatlah penting, karena sangat berpengaruh pada hasil

lasan. Posisi pengelasan juga dilihat dari penggunaan

kawat las atau elektroda las.

2 - 24

Salah satu posisi pengelasan yaitu pengelasan sudut.

a. Las sudut datar : Sambungan jenis ini

adalah sambungan las yang paling umum

digunakan karena memberikan kekuatan yang

sama dengan pemakaian elektroda yang lebih

sedikit.

Gambar 2.6 Las sudut datar(4)

b. Las sudut cekung : Pemakaian elektroda lebih banyak

dibandingkan dengan las sudut datar.

L n = L bruto – 3a .

Dimana : a = lebar

las.

*Panjang netto las

tidak boleh kurang

dari 40 mm atau 8 a 10 kali tebal las.

Gambar 2.7 Las sudut cekung(4)

a

2 - 25

Gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α

dengan bidang retak las, maka tegangan miring diizinkan

adalah :

σα=1

√sin2α+3cos2α ............................

.... .....

.... .....

.... ...(2.1)4

Gambar 2.8 Rumus tegangan miring(4)

* Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan :

2 - 26

σ=PAσα ................................

................................(2.2)4

dimana : P = Gaya yang ditahan oleh las

` A = Luas Bidang retak las

2.2 Teori Perpindahan Panas

2.2.1 Area Sebaran Panas

Panas yang terjadi akan mengalami perpindahan

secara konduksi, untuk melakukan analisa terhadap

hal tersebut maka yang perlu diperhatikan adalah

menentukan daerah temperature media/material yang

dihasilkan dari kondisi batas tertentu. Oleh karena

itu, perlu diketahui distribusi temperature yang

menunjukkan bagaimana variasi temperatur sesuai

fungsi posisi pada suatu medium. Konduksi flux

pada titik tertentu atau permukaan suatu medium

dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Fourier,

apabila distribusi temperaturnya sudah diketahui.

Distribusi temperatur pada benda pejal dapat

2 - 27

digunakan untuk menganalisa besarnya thermal stress,

ekspansi dan defleksi struktur. Pada proses

pengelasan dihasilkan siklus panas yang sangat rumit

pada lasan. Siklus panas ini menyebabkan perubahan

struktur mikro material pada daerah sekitar lasan

(heat-affected zone) dan transient thermal stress,

hingga akhirnya tercipta tegangan sisa (residual stress)

dan perubahan bentuk (distorsi). Sebelum menganalisa

permasalahan ini, harus dilakukan analisa pada aliran

panas (heat flow) selama proses pengelasan.

2.2.2 Distribusi Temperatur

Sumber panas pada proses pengelasan berasal

dari panas elektrode yang ada. Dimana panas ini secara

matematis dapat dihitung dengan persamaan empiris

(AWS vol I, 1996):

Hnet ¿f1EIv .........................................................................

(2.3)4

dimana :

Hnet = Energi input bersih ( J/mm).

E = Tegangan (Volt).

I = Arus (Ampere).

f1 = Efisiensi pemindahan panas

2 - 28

v = Kecepatan pengelasan (mm/s )

Tidak semua energi panas yang terbentuk dari

perubahan energi listrik diserap 100 % oleh logam

lasan, akan tetapi hanya sebagian besar saja.

Sehingga energi busur las dapat ditulis sebagai

berikut (Pilipenko, 2001):

Q = η U I .............................................................................(2.4)4

Dimana :

Q = net heat input (Watt)

η = Koefisien effisiensi

U = Tegangan Busur (Volt)

I = Arus listrik (Ampere)

Harga koefisien efisiensi η untuk tiap-tiap

tipe pengelasan tentunya berbeda-beda. Sebagai

contoh harga η untuk pengelasan baja dengan

cara shield metal arc welding adalah antara 0,66

sampai dengan 0,85.

2.2.3 Tegangan sisa

2 - 29

Tegangan sisa adalah gaya elastis yang dapat

mengubah jarak antar atom dalam bahan tanpa adanya

beban dari luar. Tegangan sisa ditimbulkan karena

adanya deformasi plastis yang tidak seragam dalam

suatu bahan, antara lain akibat perlakuan panas yang

tidak merata atau perbedaan laju pendinginan pada

bahan yang mengalami proses pengelasan. Walaupun

tegangan sisa secara visual tidak nampak, namun

sesungguhnya tegangan sisa tersebut juga bertindak

sebagai beban yang tetap yang akan menambah nilai

beban kerja yang diberikan dari luar.

Tegangan sisa karena pengaruh pemanasan dapat

dihitung dengan menggunakan hubungan antara tegangan

regangan yang disebabkan oleh panas :

∆L=Loa∆t .....................................................................

(2.5)4

ε=∆llo ...................................................................................

(2.6)4

ε=σE ....................................................................................

(2.7)4

σ=α∆tE ..........................................................................(2.8)4

2 - 30

Dimana :

σ = Tegangan sisa ( Pa )

E = Modulus elastisitas ( Pa )

L0 = Panjang mula – mula ( m )

∆l = Perubahan panjang ( m )

∆t = Perubahan temperatur ( K )

α = Koefisien muai panjang (K-1 )