analisa pengelasan
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Pengelasan
2.1.1 Pengertian Las (Welding)
Pengelasan (welding) adalah salah salah satu teknik
penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian
logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan
dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan
sambungan yang kontinue. Lingkup penggunaan teknik
pengelasan dalam kontruksi sangat luas, meliputi
perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa
pesat, pipa saluran dan sebagainya. Disamping untuk
pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk
reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada
coran. Membuat lapisan las pada perkakas mempertebal
bagian-bagian yang sudah aus, dan macam –macam reparasi
lainnya.
Pengelasan bukan tujuan utama dari kontruksi,
tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi
pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan
cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan dan
memperlihatkan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan
2 - 1
2 - 2
kegunaan kontruksi serta kegunaan disekitarnya.
Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana,
tetapi sebenarnya didalamnya banyak masalah-masalah
yang harus diatasi dimana pemecahannya memerlukan
bermacam-macam penngetahuan. Karena itu didalam
pengelasan, penngetahuan harus turut serta mendampingi
praktek, secara lebih bterperinci dapat dikatakan bahwa
perancangan kontruksi bangunan dan mesin dengan
sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara-
cara pengelasan. Cara ini pemeriksaan, bahan las, dan
jenis las yang akan digunakan, berdasarkan fungsi dari
bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang.
Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie
Normen) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan
logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau
cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih
lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari
beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.
Pada waktu ini telah dipergunakan lebih dari 40 jenis
pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan
cara menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi
ikatan antara atom-atom molekul dari logam yang
disambungkan. Klasifikasi dari cara-cara pengelasan ini
akan diterangkan lebih lanjut. Pada waktu ini
pengelasan dan pemotongan merupakan pengelasan
pengerjaan yang amat penting dalam teknologi produksi
2 - 3
dengan bahan logam. Dari pertama perkembangannya sangat
pesat telah banyak teknologi baru yang ditemukan.
Sehingga boleh dikatakan hamper tidak ada logam yang
dapat dipotong dan di las dengan cara-cara yang ada
pada waktu ini.
Dalam bab ini akan diterangkan beberapa cara
pengelasan dan pemotongan yang telah banyak digunakan
sedangkan penerapannya dalam praktik akan diterangkan
dalam bab-bab yang lain.
2.1.2 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan
Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara
pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini
disebabkan karena perlu adanya kesepakatan dalam hal-
hal tersebut. Secara konvensional cara-cara
pengklasifikasi tersebut pada waktu ini dapat dibagi
dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan kerja dan
klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan.
Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las
cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya. Sedangkan
klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-
kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik
dan seterusnya. Bila diadakan pengklasifikasian yang
lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut
2 - 4
diatas dibaur dan akan terbentuk kelompok-kelompok yang
banyak sekali. Diantara kedua cara klasifikasi tersebut
diatas kelihatannya klasifikasi cara kerja lebih banyak
digunakan karena itu pengklasifikasian yang diterangkan
dalam bab ini juga berdasarkan cara kerja.
Berdasrkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi
dalam tiga kelas utama yaitu :
a) Pengelasan cair
Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana
sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber
panas dari busur listrik atau sumber api gas yang
terbakar.
b) Pengelasan tekan
Pengelasan tekan adalah pcara pengelasan
dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan
hingga menjadi satu.
c) Pematrian
Pematrian adalah cara pengelasan dimana
sambungan diikat dan disatukan denngan menggunakan
paduan logam yang mempunyai titik cair rendah.
Dalam hal ini logam induk tidak turut mencair.
2.1.3 Las Busur Listrik
2 - 5
Las busur listrik atau pada umumnya disebut las
listrik termasuk suatu proses penyambungan logam dengan
menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Jadi
surnber panas pada las listrik ditimbulkan oleh busur
api arus listrik, antara elektroda las dan benda kerja.
Benda kerja merupakan bagian dari rangkaian aliran arus
listrik las. Elektroda mencair bersama-sama dengan
benda kerja akibat dari busur api arus listrik. Gerakan
busur api diatur sedemikian rupa, sehingga benda kerja
dan elektroda yang mencair, setelah dingin dapat
menjadi satu bagian yang sukar dipisahkan.
Jenis sambungan dengan las listrik ini merupakan
sambungan tetap. Penggolongan macam proses las listrik
antara lain, adalah :
A. Las listrik dengan Elektroda Karbon, misalnya :
1) Las listrik dengan elektroda karbon tunggal
2) Las listrik dengan elektroda karbon ganda
2 - 6
Gambar 2.1 Las listrik dengan elektroda karbon tunggal
dan ganda(2)
Pad alas listrik dengan elektroda karbon, maka
busur listrik yang terjadi diantara ujung elektroda
karbon dan logam atau diantara dua ujung elektroda
karbon akan memanaskan dan mencairkan logam yang akan
dilas. Sebagai bahan tambah dapat dipakai elektroda
dengan fluksi atau elektroda yang berselaput fliksi.
B. Las Listrik dengan Elektroda Logam, misalnya :
1) Las listrik dengan elektroda berselaput,
2) Las listrik TIG (Tungsten Inert Gas),
3) Las listrik submerged,
4) Las listrik MIG (Metal Inert Gas)
1) Las listrik dengan elektroda berselaput
Las listrik ini menggunakan elektroda berelaput
sebagai bahan tambahan.
2 - 7
Gambar 2.2 Las listrik elektroda berselaput(2)
Busur listrik yang terjadi di antara ujung
elektroda dan bahan dasar akan mencairkan ujung
elektroda dan sebagaian bahan dasar. Selaput elektroda
yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas
yang melindungi ujung elekroda kawah las, busur listrik
terhadap pengaruh udara luar. Cairan selaput elektroda
yang membeku akan memutupi permukaan las yang juga
berfungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh luar.
Perbedaan suhu busur listrik tergantung pada tempat
titik pengukuran, misal pada ujung elektroda bersuhu
3400° C, tetapi pada benda kerja dapat mencapai suhu
4000° C.
2 - 8
Gambar 2.3 Bagian-bagian pengelasan las listrik(1)
2) Las listrik TIG(Tungsten Inert Gas)
Las listrik TIG (Tungsten Inert Gas = Tungsten Gas
Mulia) menggunakan elektroda wolfram yang bukan
merupakan bahan tambah. Busur listrik yang terjadi
antara ujung elektroda wolfram dan bahan dasar
merupakan sumber panas, untuk pengelasan. Titik cair
elektroda wolfram sedemikian tingginya sampai 3410° C,
sehingga tidak ikut mencair pada saat terjadi busur
listrik. Tangkai listrik dilengkapi dengan nosel
keramik untuk penyembur gas pelindung yang melindungi
daerah las dari luar pada saat pengelasan. Sebagian
bahan tambah dipakai elektroda selaput yang digerakkan
dan didekatkan ke busur yang terjadi antara elektroda
wolffram dengan bahan dasar. Sebagian gas pelindung
dipakai angin, helium atau campuran dari kedua gas
tersebut yang pemakaiannya tergantung dari jenis logam
yang akan di las. Tangkai las TIG biasanya di dinginkan
dengan air bersikulasi.
Pembakar las TIG terdiri dari :
1. Penyedia arus
2. Pengembali air pendingi,
3. Penyedia air pendingin,
2 - 9
4. Penyedia gas argon,
5. Lubang gas argon ke luar,
6. Pencekam elektroda,
7. Moncong keramik atau logam,
8. Elektroda tungsten,
9. Semburan gas pelindung.
3) Las Listrik Submerged
Las listrik submerged yang umumnya otomatis atau
semi otomatis menggunakan fluksi serbuk untuk pelindung
dari pengaruh udara luar. Busur listrik di antara ujung
elektroda dan bahan dasar di dalam timnunan fluksi
sehingga tidak terjadi sinar las keluar seperti
biasanya pada las listrik lainya.
2 - 10
Operator las tidak perlu menggunakan kaca
pelindung mata (helm las). Pada waktu pengelasan,
fluksi serbuk akan mencir dan membeku dan menutup
lapian las. Sebagian fluksi serbuk yang tidak mencair
dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari terak-terak
las. Elektora yang merupakan kawat selaput berbentuk
gulungan (roll)
digerakan maju oleh
pasangan roda gigi
yang diputar
oleh motor listrik
yang dapat diatur
kecepatannya sesuai dengan kebutuhan pengelasan.
Gambar 2.4 Las listrik submerged (2)
4) Las Listrik MIG (Metal Inert Gas)
2 - 11
Seperti halnya pad alas listrik TIG, pad alas
listrik MIG juga panas ditimbulkan oleh busur listrik
antara dua electron dan bahan dasar. Elektroda
merupakan gulungan kawat yang berbentuk rol yang
geraknya diatur oleh pasangan roda gigi yang digerakkan
oleh motor listrik. Gerakan dapat diatur sesuai dengan
keperluan. Tangkai las dilengkapi dengan nosel logam
untuk menghubungkan gas pelindung yang dialirkan dari
botol gas melalui slang gas. Gas yang dipakai adalah
CO2 untuk pengelasan baja lunak dan baja. Argon atau
campuran argon dan helium untuk pengelasan aluminium
dan baja tahan karat.
Proses pengelasan MIG ini dapat secara semi otomatik
atau otomatik. Semi otomatik dimaksudkan pengelasan
secara manual, sedangkan otomatik adalah pengelasan
yang seluruhnya dilaksanakan secara otomatik. Elektroda
keluar melalui tangkai bersama-sama dengan gas
pelindung.
SMAW adalah proses las busur paling sederhana dan
paling serba guna. Karena sederhana dan mudah dalam
mengangkut peralatan dan perlengkapannya, membuat
proses SMAW ini mempunyai aplikasi luas mulai dari
refinery piping hingga pipelines, dan bahkan untuk
pengelasan di bawah laut guna memperbaiki struktur
anjungan lepas pantai. SMAW bisa dilakukan pada
2 - 12
berbagai posisi atau lokasi yang bisa dijangkau dengan
sebatang elektroda. Sambungan-sambungan pada daerah
dimana pandangan mata terbatas masih bisa di las dengan
cara membengkokkan elektroda. Proses SMAW digunakan
untuk mengelas berbagai macam logam ferrousdan non
ferrous, termasuk baja carbon dan baja paduan rendah,
stainless steel, paduan-paduan nikel, cast iron, dan
beberapa paduan tembaga. Kelemahan Meskipun SMAW adalah
proses pengelasan dengan daya guna tinggi, proses
inimempunyai beberapa karakteristik dimana laju
pengisiannya lebih rendah dibandingkan proses
pengelasan semi-otomatis atau otomatis. Panjang
elektroda tetap dan pengelasan mesti dihentikan setelah
sebatang elektroda terbakar habis. Puntung elektroda
yang tersisa terbuang, dan waktu juga terbuang untuk
mengganti–ganti elektroda. Slag atau terak yang
terbentuk harus dihilangkan dari lapisan las sebelum
lapisan berikutnya didepositkan. Langkah-langkah ini
mengurangi efisiensi pengelasan hingga sekitar 50 %.
Asap dan gas yang terbentuk merupakan masalah,
sehingga diperlukan ventilasi memadai pada pengelasan
di dalam ruang tertutup. Pandangan mata pada kawah las
agak terhalang oleh slag pelindung dan asap yang
menutupi endapan logam. Dibutuhkan juru las yang sangat
terampil untuk dapat menghasilkan pengelasan
2 - 13
berkualitas radiography apabila mengelas pipa atau plat
hanya dari arah satu sisi.
1. Alat-alat las SMAW dibedakan menjadi 3 kelompok :
a. alat utama
b. alat bantu dan
c. alat keselamatan kerja
a) Alat utama las SMAW yaitu :
1. Kabel tenaga
2. Trafo las (generator)
3. Kabel massa
4. Kabel elektroda
5. Pemegang elektroda
6. Penjepit massa
b) Alat batu las SMAW antara lain :
1. Meja las
2. Palu terak
3. Palu konde
4. Gerinda tangan
5. Mistar baja
6. Sikat baja
7. Ragum
2 - 14
8. Kikir
9. Penjepit benda kerja
c) alat keselamatan kerja las antara lain :
1. Helm las (topeng las)
2. Kaca las hitam
3. Kaca las putih
4. Apron (pelindung dada)
5. Baju kerja
6. Sarung tangan
7. Sepatu kulit kapasitas 2ton
8. Masker
2.1.4 Arus Listrik
Pemasangan kabel skunder, pada mesin las DC dapat
diatur / dibuat menjadi DCSP (Direct Current Straight Polarity)
atau DCRP (Direct Current Revers Polarity).
a) Arus Searah ( DC = Direct Current )
Pada arus ini, elektron-elektron bergerak
sepanjang penghantar hanya dalam satu arah.
DCSP (Direct Current Straight Polarity) Apabila kabel
elektroda dihubungkan kekutub negatif mesin, dan kabel
masa dihubungkan kekutub positif maka disebut hubungan
polaritas lurus (DCSP). Pada hubungan DCSP, panas yang
2 - 15
timbul, sepertiga memanaskan elektroda dan dua pertiga
memanaskan benda kerja. Berarti benda kerja menerima
panas lebih banyak dari elektroda.
b) Arus Bolak-balik ( AC = Alternating Current )
Arah aliran arus bolak-balik merupakan gelombang
sinusoide yang memotong garis nol pada interval waktu
1/ 100 detik untuk mesin dengan frekuensi 50 hertz
(Hz). Tiap siklus gelombang terdiri dari setengah
gelombang positif dan setenngah gelombang negative.
Arus bolak-balik dapat diubah menjadi arus searah
dengan menggunakan pengubah arus (rectifier/adaftor).
DCRP (Direct Current Revers Polarity) Apabila kabel
elektroda dihubungkan kekutub positif mesin, dan kabel
masa dihubungkan kekutub negative maka disebut hubungan
polaritas terbaik (DCRP). Pada hubungan DCRP, panas
yang timbul, dua pertiga memanaskan elektroda dan
sepertiga memanaskan benda kerja. Berarti elektroda
menerima panas yang lebih banyak dari benda kerja.
Kita dapat menggunakan DCRP dengan melihat keadaan
yang bergantung pada :
1) Bahan benda kerja
2) Posisi pengelasan
3) Bahan dan salutan elektroda
4) Penembusan yang diinginkan
2 - 16
Pada mesin las AC, kabel masa dan kabel elektroda
dapat dipertukarkan tanpa mempengaruhi perubahan panas
yang timbul pada busur nyala.
Kelebihan menggunakan mesin DC :
1) Busur nyala stabil
2) Dapat menggunakan elektroda bersalut dan tidak
bersalut
3) Dapat mengelas pelat tipis dalam hubungan DCRP
4) Dapat dipakai untuk mengelas pada tempat-tempat
yang lembab dan sempit
Kelebihan menggunakan mesin AC :
1) Busur nyala kecil, sehingga memperkecil
kemungkinan timbunya keropos pada rigi-rigi las
2) Perlengkapan dan perawatan lebih murah
Besar arus dalam pengelasan dapat diatur dengan alat
penyetel, dengan jalan memutar handle menarik atau
menekan, tergantung pada konstruksinya. Besar ampere
yang dihasilkan mesin dapat dilihat pada skala ampere.
c).Mengatur Tegangan
Pada mesin las modern, tegangan pengelasan dapat
diatur sesuai dengan kebutuhan. Mesin las umumnya
mempunyai tegangan 60 – 80 Volt sebelum terjadi busur
nyala. Tegangan ini disebut tegangan terbuka atau
2 - 17
tegangan atau tegangan pembakar. Bila busur nyala telah
terjadi (sedang mengelas) maka tegangan turun menjadi
20 – 40 Volt. Ini dinamakan tegangan kerja. Tegangan
kerja disesuikan dengan diameter elektroda.
Untuk elektroda: 1,5 – 5,5 mm tegangan kerja 20 – 30
Volt.
Untuk elektroda: 4,5 – 6,4 mm tegangan kerja 30 – 40
Volt.
d).Mengatur Ampere
Arus pengelasan ditentukan oleh diameter
elektroda, tebal bahan, jenis elektroda dan posisi
pengelasan. Pengaturan arus dilakukan dengan memutar
handel atau knop. Arus pengelasan yang dipakai dapat
dilihat/ dibaca pada skala arus, yang terdapat pada
mesin las. Perkiraan arus yang dipakai untuk mengelas,
dapat dilihat pada table yang tertera pada setiap
bungkus elektroda, misalnya sebagai berikut:
2 - 18
Tabel 2.1 Mengatur ampere menurut diameter
elektroda(3)
Jika diameter elektroda tidak sesui dengan arus
listrik yang dibutuhkan, maka elektroda akan cepat
habis, atau jika diameter elektroda lebih besar maka
elektroda tidak akan terbakar. Adapun cara memilih
elektroda yang sesuai dengan arus(ampere) menurut type
dan jenis elektroda.
2 - 19
Tabel 2.2 Besar ampere sesuai dengan type
elektroda(3)
2.1.5 Jenis – jenis Las
A. Berdasarkan panas listrik
1) SMAW (Shield Metal Arch Welding) adalah las busur
nyala api listrik terlindung dengan
mempergunakan busur nyala listrik sebagai
sumber panas pencair logam. Jenis ini paling
banyak dipakai dimana–mana untuk hampir semua
keperluan pekerjaan pengelasaan. Tegangan yang
dipakai hanya 23 sampai dengan 45 Volt AC atau
DC, sedangkan untuk pencairan pengelasan
dibutuhkan arus hingga 500 Ampere. Namun secara
umum yang dipakai berkisar 80 – 200 Ampere.
2 - 20
2) SAW (Submerged Arch Welding) adalah las busur
terbenam atau pengelasan dengan busur nyala api
listrik. Untuk mecegah oksidasi cairan metal
induk dan material tambahan, dipergunakan
butiran–butiran fluks / slag sehingga bususr
nyala terpendam di dalam ukuran–ukuran fluks
tersebut.
3) SW (Stud Welding) adalah las baut pondasi,
gunanya untuk menyambung bagian satu konstruksi
baja dengan bagian yang terdapat di dalam beton
(baut angker) atau “ Shear Connector “.
4) ERW (Electric Resistant Welding) adalah las tahanan
listrik yaitu dengan tahanan yang besar panas
yang dihasilkan oleh aliran listrik menjadi
semakin tinggi sehingga mencairkan logam yang
akan dilas. Contohnya adalah pada pembuatan
pipa ERW, pengelasan plat–plat dinding pesawat,
atau pada pagar kawat.
5) EBW (Electron Beam Welding) adalah las dengan
proses pemboman elektron, suatu pengelasan uang
pencairannya disebabkan oleh panas yang
dihasilkan dari suatu berkas loncatan elektron
yang dimamapatkan dan diarahkan pada benda yang
akan dilas. Penelasan ini dilaksanakan di dalam
ruang hampa, sehingga menghapus kemungkinan
terjadinya oksidasi atau kontaminasi.
2 - 21
B. Berdasarkan Panas Listrik dan Gas
1) GMAW (Gas Metal Arch Welding) terdiri dari ; MIG
(Metal Inert Gas) dan MAG (Metal Active Gas) adalah
pengelasan dengan gas nyala yang dihasilkan
berasal dari busur nyala listrik, yang dipakai
sebagai pencair metal yang di–las dan metal
penambah. Sebagai pelindung oksidasi dipakai
gas pelindung yang berupa gas kekal (inert) atau
CO2. MIG digunakan untuk mengelas besi atau
baja, sedangkan gas pelindungnya adalah
mengunakan Karbon dioxida CO2. TIG digunakan
untuk mengelas logam non besi dan gas
pelindungnya menggunakan Helium (He) dan/atau
Argon (Ar).
2) GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten
Inert Gas) adalah pengelasn dengan memakai busur
nyala dengan tungsten/elektroda yang terbuat
dari wolfram, sedangkan bahan penambahanya
digunakan bahan yang sama atau sejenis dengan
material induknya. Untuk mencegah oksidasi,
dipakai gas kekal (inert) 99 % Argon (Ar) murni.
3) FCAW (Flux Cored Arch Welding) pada hakikatnya
hampir sama dengan proses pengelasan GMAW. Gas
pelindungnya juga sama-sama menggunakan Karbon
dioxida CO2. Biasanya, pada mesin las FCAW
2 - 22
ditambah robot yang bertugas untuk menjalankan
pengelasan biasa disebut dengan super anemo.
2.1.6 Bahan material
Dalam proses pengelasan tentu saja membutuhkan
bahan yang sesuai dengan prosedure atau WPS (Welding
Procedure Spesification), jika bahan tidak sesua dengan
prosedur yang sudah ada maka hasil pengelasan atau
produk yang akan di las juga tidak akan sesuai dengan
standarnya, atau bahkan produk bisa jadi gagal,
begitupun sebaliknya.
2 - 23
Oleh karena itu jika ingin melakukan pengelasan,
terlebih dahulu harus melihat bahan yang dipakai.
Ikhtisar bahannya dapat dilihat pada bagan berikut :
Gambar 2.5 Bagan Ikhtisar bahan teknik(1)
2.1.7 Posisi pengelasan
Dalam proses pengelasan posisi pengelasan
sangatlah penting, karena sangat berpengaruh pada hasil
lasan. Posisi pengelasan juga dilihat dari penggunaan
kawat las atau elektroda las.
2 - 24
Salah satu posisi pengelasan yaitu pengelasan sudut.
a. Las sudut datar : Sambungan jenis ini
adalah sambungan las yang paling umum
digunakan karena memberikan kekuatan yang
sama dengan pemakaian elektroda yang lebih
sedikit.
Gambar 2.6 Las sudut datar(4)
b. Las sudut cekung : Pemakaian elektroda lebih banyak
dibandingkan dengan las sudut datar.
L n = L bruto – 3a .
Dimana : a = lebar
las.
*Panjang netto las
tidak boleh kurang
dari 40 mm atau 8 a 10 kali tebal las.
Gambar 2.7 Las sudut cekung(4)
a
2 - 25
Gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α
dengan bidang retak las, maka tegangan miring diizinkan
adalah :
σα=1
√sin2α+3cos2α ............................
.... .....
.... .....
.... ...(2.1)4
Gambar 2.8 Rumus tegangan miring(4)
* Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan :
2 - 26
σ=PAσα ................................
................................(2.2)4
dimana : P = Gaya yang ditahan oleh las
` A = Luas Bidang retak las
2.2 Teori Perpindahan Panas
2.2.1 Area Sebaran Panas
Panas yang terjadi akan mengalami perpindahan
secara konduksi, untuk melakukan analisa terhadap
hal tersebut maka yang perlu diperhatikan adalah
menentukan daerah temperature media/material yang
dihasilkan dari kondisi batas tertentu. Oleh karena
itu, perlu diketahui distribusi temperature yang
menunjukkan bagaimana variasi temperatur sesuai
fungsi posisi pada suatu medium. Konduksi flux
pada titik tertentu atau permukaan suatu medium
dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Fourier,
apabila distribusi temperaturnya sudah diketahui.
Distribusi temperatur pada benda pejal dapat
2 - 27
digunakan untuk menganalisa besarnya thermal stress,
ekspansi dan defleksi struktur. Pada proses
pengelasan dihasilkan siklus panas yang sangat rumit
pada lasan. Siklus panas ini menyebabkan perubahan
struktur mikro material pada daerah sekitar lasan
(heat-affected zone) dan transient thermal stress,
hingga akhirnya tercipta tegangan sisa (residual stress)
dan perubahan bentuk (distorsi). Sebelum menganalisa
permasalahan ini, harus dilakukan analisa pada aliran
panas (heat flow) selama proses pengelasan.
2.2.2 Distribusi Temperatur
Sumber panas pada proses pengelasan berasal
dari panas elektrode yang ada. Dimana panas ini secara
matematis dapat dihitung dengan persamaan empiris
(AWS vol I, 1996):
Hnet ¿f1EIv .........................................................................
(2.3)4
dimana :
Hnet = Energi input bersih ( J/mm).
E = Tegangan (Volt).
I = Arus (Ampere).
f1 = Efisiensi pemindahan panas
2 - 28
v = Kecepatan pengelasan (mm/s )
Tidak semua energi panas yang terbentuk dari
perubahan energi listrik diserap 100 % oleh logam
lasan, akan tetapi hanya sebagian besar saja.
Sehingga energi busur las dapat ditulis sebagai
berikut (Pilipenko, 2001):
Q = η U I .............................................................................(2.4)4
Dimana :
Q = net heat input (Watt)
η = Koefisien effisiensi
U = Tegangan Busur (Volt)
I = Arus listrik (Ampere)
Harga koefisien efisiensi η untuk tiap-tiap
tipe pengelasan tentunya berbeda-beda. Sebagai
contoh harga η untuk pengelasan baja dengan
cara shield metal arc welding adalah antara 0,66
sampai dengan 0,85.
2.2.3 Tegangan sisa
2 - 29
Tegangan sisa adalah gaya elastis yang dapat
mengubah jarak antar atom dalam bahan tanpa adanya
beban dari luar. Tegangan sisa ditimbulkan karena
adanya deformasi plastis yang tidak seragam dalam
suatu bahan, antara lain akibat perlakuan panas yang
tidak merata atau perbedaan laju pendinginan pada
bahan yang mengalami proses pengelasan. Walaupun
tegangan sisa secara visual tidak nampak, namun
sesungguhnya tegangan sisa tersebut juga bertindak
sebagai beban yang tetap yang akan menambah nilai
beban kerja yang diberikan dari luar.
Tegangan sisa karena pengaruh pemanasan dapat
dihitung dengan menggunakan hubungan antara tegangan
regangan yang disebabkan oleh panas :
∆L=Loa∆t .....................................................................
(2.5)4
ε=∆llo ...................................................................................
(2.6)4
ε=σE ....................................................................................
(2.7)4
σ=α∆tE ..........................................................................(2.8)4