case serotinus

53
Kehamilan Serotinus Oleh : Sylvia Wijaya (11-2014-034) Pembimbing: dr. FX Widiarso, Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI-GINEKOLOGI PERIODE 29 Juni 2015 – 05 September 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 1

Upload: sylwijaya08

Post on 17-Feb-2016

271 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

caseeee seotinus

TRANSCRIPT

Page 1: Case Serotinus

Kehamilan Serotinus

Oleh :

Sylvia Wijaya

(11-2014-034)

Pembimbing:

dr. FX Widiarso, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI-GINEKOLOGI

PERIODE 29 Juni 2015 – 05 September 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU

2015

1

Page 2: Case Serotinus

STATUS OBSTETRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Nama : Sylvia Wijaya Tanda tangan :

NIM : 11.2014.034

Dr pembimbing / penguji : Dr. FX. Widiarso,Sp.OG

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Ny.AW Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 22 tahun Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : Kawin (GIP0A0) Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA

Alamat : Karangbener rt 03/05 ,Bae ,

Kudus

Masuk Rumah Sakit : 28 Juli 2015

Pukul 11.00 WIB

Nama suami : Tn. R

Umur : 27 tahun

Pekerjaan : karyawan swasta

Alamat : Karangbener rt 03/05 ,Bae , Kudus

Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis tanggal 28 Juli 2015 Pukul 11.05 WIB

Keluhan utama :

Perut terasa kenceng-kenceng sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien rujukan dari bidan datang dengan keluhan perut kenceng-kenceng yang

dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku pada saat memeriksakan diri ke bidan,

bidan mengatakan sudah terjadi pembukaan 1 cm pada jam 8 malam tanggal 27 Juli

2015.Pasien mengaku ada lender dan dan darah yang keluar tetapi tidak ada cairan

ketuban yang keluar Pasien mengatakan ini kehamilan yang pertama. Pasien tidak

2

Page 3: Case Serotinus

mengeluh mual, muntah, pusing, mata berkunang, dan mata tidak kabur. Pasien

mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan dan tidak

terdapat kelainan apapun. Selama ini tidak pernah memiliki riwayat tekanan darah

tinggi, baik sebelum dan selama pemeriksaan kehamilan. Tidak ada riwayat operasi

sebelumnya.

Riwayat Kehamilan:

ANC rutin di bidan, tidak ada masalah selama kehamilan

Riwayat Haid:

Menarche : 13 tahun

Siklus : 28 hari

Lama : 7 hari

HPHT : 7 November 2014

HPL : 14 Juli 2015

- Perkawinan : 1 kali

- Menikah usia : 21 tahun

- Lama menikah : 1 tahun

- Riwayat KB : -

- ANC teratur ke bidan

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Hamil

ke

Usia

kehamila

n

Jenis

persalinan

Penyulit penolong Jenis

kelamin

BB/TB

lahir

Umur

sekarang

1 42 minggu Hamil ini

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis, asma dan

alergi.

Os tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing

manis, asma dan alergi.

3

Page 4: Case Serotinus

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 84x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 36,6oC

Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-

Jantung : BJ I-II reguler murni, gallop (-), murmur (-)

Thorak : Suara napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen: Tampak membuncit sesuai masa kehamilan, tampak linea

nigra, dan striae gravidarum. BU (+), Nyeri tekan (-).

Genitalia : Status Obstetrikus

Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat+/+

Status Obstetrikus

Pemeriksaan Luar

Inspeksi :Membuncit sesuai usia kehamilan, tampak linea nigra dan striae

gravidarum. Sikatrik tidak ada.

Tinggi fundus uteri 32cm

Tafsiran Berat Janin: (32-11)x155= 3255 gram

Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)

Leopold II : Keras memanjang pada bagian kiri (PUKI)

Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)

Leopold IV : kepala sebagian masuk PAP

Auskultasi : denyut jantung janin (+) 144 x/menit

His (+) 2x dalam 10 menit selama 10 detik.

PPV (+) lendir dan darah

Pemeriksaan dalam:

Vaginal Toucher – (pukul 11.15)

Ø 1 cm, KK (+), Efficement 25%

Bagian bawah janin kepala, ↓ H I

4

Page 5: Case Serotinus

UUK kiri depan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi

Golongan Darah/Rh B/ Positif

Waktu Perdarahan/ BT 2.00 menit (N: 1-3)

Waktu Pembekuan/ CT 4.30 menit (N: 2-6)

Hemoglobin 13,3g/dL (N: 11,7 – 15,5)

Leukosit 11.000/ul (N: 3.600 – 11.000)

Hematokrit 35,2% (N: 35-47)

Trombosit 188.000/ul (N: 150.000-440.000)

Kimia

Gula Darah Sewaktu 84 mg/dl (N: 75-110)

Imunoserologi

HbsAG Stik Negatif (N: Negatif)

Ringkasan

Pasien rujukan dari bidan datang dengan keluhan perut kenceng-kenceng yang

dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku pada saat memeriksakan diri ke bidan,

bidan mengatakan sudah terjadi pembukaan 1 cm pada jam 8 malam tanggal 27 Juli

2015. Pasien mengatakan ini kehamilan yang pertama. Mual (-), muntah (-). Pasien

mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan. Riwayat Ht (-)

Riwayat operasi (-).

Riwayat Haid:

Menarche : 13 tahun

Siklus : 28 hari

Lama : 7 hari

HPHT : 07 November 2014

HPL : 14 Juli 2015

Inspeksi : perut membuncit sesuai dengan umur kehamilan, Striae gravidarum

(+), linea nigra (+)

5

Page 6: Case Serotinus

Palpasi :

Tinggi fundus uteri 32 cm

Tafsiran Berat Janin: (32-11)x155= 3255 gram

Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)

Leopold II : Keras memanjang pada bagian kiri (PUKI)

Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)

Leopold IV : Kepala belum masuk PAP

Auskultasi : denyut jantung janin (+) 144 x/menit

His (+) 2x dalam 10 menit selama 10 detik

PPV(+) lender dan darah

Pemeriksaan dalam:

Pembukaan Ø 1 cm, KK (+), Eff 25%

Bagian bawah janin kepala, ↓ H I

UUK kiri depan

Diagnosis Kerja

• GIP0A0 22 tahun hamil 42 minggu

• Janin I hidup intrauterin

• Presentasi kepala U, puki

• Inpartu kala I fase laten

• Kehamilan serotinus

Rencana Pengelolaan

• VT : Pembukaan Ø 1cm, KK (+), Efficement 25%

Bagian bawah janin kepala, ↓ H I

UUK kiri depan

• Sikap: Pengawasan 10

Evaluasi setiap 4 jam

Infus D5/ RL + 20 ttm

Gastrul ¼ tab

6

Page 7: Case Serotinus

Tanggal 28 Juli 2015, Jam 16.00

S : Perut terasa kencang-kencang

O : KU : baik Kesadaran: CM

TD : 120 / 80 mmHg RR: 20 x/menit

HR : 84 x/menit T : 36,7°C

DJJ: 12 – 12 – 12 = 144 x/menit

HIS : 2x / 10 menit (10 detik)

PPV : (+) lendir darah

Tanda – tanda inpartu kala I ( + )

VT :

Ø 4 cm, KK (+) Efficement 25%

Bagian bawah janin kepala ↓ H II

UUK kiri depan

A : GIP0A0 22 tahun hamil 42 minggu

Janin I hidup intrauterin

Bagian bawah kepala Ʉ, puki

Inpartu kala I fase aktif

Kehamilan serotinus

P : Evaluasi 4 jam

28 Juli 21015, Jam 20.00

S : Perut semakin terasa kencang-kencang

O : KU : baik Kesadaran: CM

TD : 130 / 80 mmHg RR: 20 x/menit

HR : 88 x/menit T : 36,7°C

DJJ: 144 x/menit

HIS : 2x / 10 menit (10 detik)

PPV : (+) lendir darah

Tanda – tanda inpartu kala I ( + )

VT :

Ø 7 cm, KK (+) Efficement 50%

Bagian bawah janin kepala ↓ H III

UUK kiri depan

7

Page 8: Case Serotinus

A : GIP0A0 22 tahun hamil 42 minggu

Janin I hidup intrauterin

Presentasi belakang kepala sudah masuk PAP puki

Inpartu kala I fase aktif

Kehamilan serotinus

P : Evaluasi 1 jam

DJJ ½ jam

28 Juli 21015, Jam 22.30

S : Rasa ingin mengejan, keluar cairan ketuban

O : KU : baik Kesadaran: CM

TD : 130 / 80 mmHg RR: 20 x/menit

HR : 88 x/menit T : 36,7°C

DJJ: 144 x/menit

HIS : 2x / 10 menit (10 detik)

PPV : (+) lendir darah

VT :

Ø 10 cm, KK (-) Efficement 100 %

Bagian bawah janin kepala ↓ H IV

UUK kiri depan

A : GIP0A0 22 tahun hamil 42 minggu

Janin I hidup intrauterin

Presentasi belakang kepala Ʉ puki

Inpartu kala II

Kehamilan serotinus

P : Pimpin mengejan saat ada His

Partus + Episiotomi mediolateral Bayi perempuan 3200 gr, 49 cm , apgar score 9 10 10Plasenta lahir lengkap Jahitan Perineum , Hecting (+)Pospargin 1 ampInduksin ½ ampul

8

Page 9: Case Serotinus

Prognosis

Power : ad bonam

Passage : ad bonam

Passanger : ad bonam

Follow Up Post Partus

29 juli 2014 pukul 08.00

S : Nyeri luka jahit pada vagina

O : TD 120/80 mmHg N 84 x / menit

RR 18 x/ menit S 36,4o C

Mata: CA -/-. SI -/-

Cor: BJ I – BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)

Mammae: ASI (+), Puting menonjol

Abdomen: TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, BU (+)

PPV: Lochea +

Ekstremitas: Edema tungkai (-/-), akral hangat (+)

A : PIA0 post partus spontan dengan serotinus

P : Amoksisilin 3x 500 mg

Pospargin 2x 1 tablet

Hemafort 1x1

ASI eksklusif 6 bulan, kontrol di poliklinik obgyn 1 minggu.

9

Page 10: Case Serotinus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Kehamilan posterm, disebut juga kehamilan serotinus adalah kehamilan yang

berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid

terakhir menurut rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Kehamilan

postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama terhadap

kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan post partum) berkaitan dengan

aspirasi mekonium dan asfiksia. Tindakan operasi seksio sesarea dapat

dipertimbangkan pada Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang,

Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin.1

ETIOLOGI

Kini dipahami bahwa menjelang partus terjadi penurunan hormon

progesteron, peningkatan oksitosin, serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi

yang paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang

menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan paling

penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Nwosu dan kawan-kawan

menemukan perbedaan dalam rendahnya kadar kortisol pada darah bayi sehingga

disimpulkan kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya his, selain

kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.1,2

Sebagian keadaan langka yang berkaitan dengan kehamilan yang lama

mencakup anensefalus, hipoplasia adrenal janin, tidak adanya kelenjar hipofise pada

janin, defisiensi sulfatase plasenta, dan kehamilan ekstrauteri. Meskipun etiologi

kehamilan yang lama tidak dipahami sepenuhnya, keadaan klinis ini memberikan

suatu gambaran yang umum yaitu penurunan kadar estrogen yang pada kehamilan

normal umumnya tinggi. Penurunan konsentrasi estrogen yang menandai kasus-

kasus kehamilan lama ini dianggap merupakan hal penting, karena kehadiran

estrogen tidak cukup untuk menstimulasi produksi dan penyimpanan

glikofosfolipid di dalam membran janin. Pada jumlah estrogen yang normal dan

terus meningkat, dan semakin berlanjutnya kehamilan, membran janin khususnya

menjadi kaya akan dua jenis gliserofosfolipid, fosfatidilinositol dan

fosfatidiletanolamin yang keduanya mengandung arakidonat pada posisi sn2.

10

Page 11: Case Serotinus

Janin manusia tampaknya memicu persalinan melalui mekanisme tertentu yang

masih belum dipahami dengan jelas, sehingga terjadi pemecahan arakidonat dari

kedua senyawa gliserofosfolipid ini. Dengan demikian arakidonat tersedia bagi

konversi menjadi prostaglandin E2 dan E2a yang selanjutnya akan menstimulasi

penipisan serviks serta kontraksi ritmik uterus yang menjadi ciri khas persalinan

normal. Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin, selain itu,

kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan

kehamilan lewat waktu.

Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian

menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen

plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi

gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin

intrauteri. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga

berkurang karena mulai terjadi absorpsi.

Etiologi pasti belum diketahui. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal

yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,

sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain adalah faktor

herediter, karena postmatritas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.

Menunit Norwitz (2004), pada sebagian besar kasus, etiologi kehamilan

lewat waktu tidak diketahui. Banyak faktor yang menyebabkan seorang ibu

memiliki resiko tinggi untuk mengalami kehamilan lewat waktu. Insidensinya

meningkat pada wanita yang pada kehamilan pertamanya juga mengalami

kehamilan lewat waktu. Faktor genetik juga memegang peranan. Suatu studi

menunjukkan bahwa resiko kehamilan lewat waktu meningkat pada wanita yang

dirinya sendiri juga mengalami kejadian lahir lewat waktu. Bagaimanapun juga,

variasi waktu kapan saat ibu mengalami ovulasi dapat menyebabkan kesalahan

perhitungan dalam menentukan durasi waktu kehamilan yang tepat dan juga dalam

menentukan kapan hari perkiraan persalinan. USG dapat menjadi sarana yang cukup

terpercaya untuk menentukan usia kehamilan terutama pada wanita dengan siklus

menstruasi yang lama atau tidak teratur.1,2

11

Page 12: Case Serotinus

FAKTOR RISIKO

Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin,

gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3

kali dari pada kehamilan aterm1. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah

kulit menipis bahkan sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan

mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban

berkurang sampai habis. Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang

menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan ketuban

menjadi hijau pekat.

Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran

napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala MAS (meconeum

aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin. Komplikasi

yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia,

polisitemia, dan kelainan neurologik.

Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain

distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage)

kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri,

distosia bahu, dan perdarahan postpartum.3

DIAGNOSIS

a. Bila tanggal hari pertama haid terakhir dicatat dan diketahui wanita hamil,

diagnosis tidak sukar.

b. Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang lalu

tidak dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan sukar

memastikannya. Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat

diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri, misalnya gerakan janin dan besarnya

janin dapat membantu diagnosis.

c. Pemeriksaan berat badan ibu diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu

pula lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.

d. Pemeriksaan rontgenologik; dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada

bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter

biparietal 9,8 cm atau lebih.

e. Ultrasonografi; ukuran diameter biparietal, gerakan janin, dan jumlah air

ketuban.

12

Page 13: Case Serotinus

f. pemeriksaan sitologik air ketuban; air ketuban diambil dengan

amniosentesis baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan

bercampur lemak dan sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan

mencapai lebih dan 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan

sulfat biru Nil, maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga

bila :

- melebihi 10 % = kehamilan di atas 36 minggu

- melebihi 50 % = kehamilan di atas 39 minggu

g. Amnioskopi: melihat derajat kekemhan air ketuban, menunit warnanya

karena dikeruhi mekonium

h. Kardiotokografi; mengawasi dan membaca denyut jantung janin,

karena insufisiensi plasenta.

i. Uji oksitosin (stress test); yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi

reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang

baik, hal ini mungkin janin mengalami bahaya dalam kandungan.

j. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.

k. Pemeriksaan pH darah kepala janin.

l. Pemeriksaan sitologi vagina.2,3

PERUBAHAN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU

Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada kehamilan lewat

waktu. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar untuk mengelola

persalinan lewat waktu.

1. Perubahan cairan amnion

Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan

amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml

dan menurun sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan

amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml, 250 ml, 160 ml pada usia

kehamilan 42,43 dan 43 minggu. Penurunan tersebut berhubungan dengan

produksi urin janin yang berkurang. Dilaporkan bahwa aliran darah janin

menurun pada kehamilan lewat waktu dan menyebabkan oligohidramnion.

Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion

menjadi kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa

dan komposisi phospholipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies

13

Page 14: Case Serotinus

dan paru-pam janin dan perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin

menjadi 4:1 atau lebih besar. Dengan adanya pengeluaran mekonium maka

cairan amnion menjadi hijau atau kuning. Evaluasi volume cairan amnion

sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal meningkat dengan adanya

oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat. Keadaan ini

menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan lewat waktu. Untuk

memperkirakan jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan

ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat populer. Dengan

mengukur diameter vertikal dan kantung paling besar pada setiap

kuadran. Hasil penjumlahan empat kuadran disebut Amniotic Fluid

Index (AFI). Bila AFI kurang dan 5 cm indikasi oligohidramnion. AFI 5-

10 cm indikasi penurunan volume cairan amnion. AFI 10-15 cm adalah

normal. AFI 15-20 cm terjadi peningkatan volume cairan amnion. Afi

lebih dan 25 cm indikasi polihidramnion. 4

2. Perubahan pada plasenta

Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat

pertukaran gas antara maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur

kehamilan, maka terjadi pula perubahan struktur plasenta. Plasenta pada

kehamilan lewat waktu memperlihatkan pengurangan diameter dan panjang

villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau didahului dengan titik-

titik penumpukan kalsium dan membentuk infark putih. Pada kehamilan

aterm terjadi infark 10%-25% sedangkan pada kehamilan lewat waktu

terjadi 60%-80%. Timbunan kalsiumpada kehamilan lewat waktu

meningkat sampai 10g/100g jaringan plasenta kering, sedangkan

kehamilan aterm hanya 2-3g/100g jaringan plasenta kering.

Secara histologi plasenta pada kehamilan lewat waktu meningkatkan

infark plasenta, kalsifikasi, trombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus,

trombosis arteial dan endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi

plasenta sebagai suplai makanan dan pertukaran gas. Hal ini dapat

menyebabkan malnutrisi dan asfiksia. Dengan pemeriksaan ultrasonografi

dapat diketahui tingkat kematangan plasenta.Pada kehamilan lewat waktu

terjadi perubahan sebagai berikut:

- Piling korion: lekukan garis batas piring korion mencapai daerah basal.

14

Page 15: Case Serotinus

- Jaringan plasenta: berbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal

dari satu kotiledon (ada daerah dengan densitas gema tinggi dari proses

klasifikasi, mungkin memberikan bayangan akustik).

- Lapisan basal: daerah basal dengan gema kuat dan memberikan

gambaran bayangan akustik. Keadaan plasenta ini dikategorikan tingkat

tiga.2,4

3. Perubahan pada janin

Sekitar 45% janin yang tidak dilahirkan setelah hari perkiraan lahir,

terus berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila plasenta belum

mengalami insufisiensi. Dengan penambahan berat badan setiap minggu

dapat terjadi berat lebih dari 4000g. Keadaan ini sering disebut janin besar.

Pada umur kehamilan 38-40 minggu insiden janin besar sekitar 10% dan

43 minggu sekitar 43%. Dengan keadaan janin tersebut meningkatkan

risiko persalinan traumatik.

Janin postmatur mengalami penurunan jumlah lemak subkutaneus,

kulit menjadi keriput dan vernik kaseosa hilang. Hal ini menyebabkan kulit

janin berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lain yaitu:

rambut panjang, kuku panjang, warna kulit kehijauan atau kekuningan

karena terpapar mekonium.

Penanganan Suportif Pediatrik

Pada saat persalinan bayi yang diketahui atau dicurigai sebagai bayi

lewat waktu, seorang dokter yang terlatih dalam resusitasi neonatal,

termasuk petugas yang terampil untuk memasang kateter arteri dan vena

umbilikalis, harus mendampingi persalinan tersebut. Pengisapan trakhea

segera untuk mengisap mekonium, di samping tenaga terampil untuk

menangani tindakan suportif respiratorik segera dan jangka panjang, jika

diperlukan terbukti merapakan faktor yang sangat penting dalam upaya

menyelamatkan jiwa bayi tersebut. Penatalaksaiiaan terhadap

hipoglikemia dan hipokalsemia yang selanjutnya dapat mempersulit masa

neonatal, harus sudah diantisipasi terlebih dahulu dan rencana kerja yang

tepat sudah dibuat untuk menghadapi keadaan tersebut sebelum bayi

dilahirkan. 5

15

Page 16: Case Serotinus

Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan

tanda-tanda postmaturitas dapat dibagi ke dalam 3 stadium:

1. stadium I : kulit tampak kering, rapuli dan mudah mengelupas

(maserasi),

verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.

2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan

kulit yang kehijauan oleh mekonium yang bercampur air ketuban.

3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin

serta pada jaringan tali pusat.

Pada saat persalinan penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika

telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan

dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus dilakukan resusitasi

aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.

Kemungkinan komplikasi pada bayi postmatur antara lain hipoksia,

hipovolemia, asidosis, sindrom gawat napas, hipoglikemia, hipofungsi

adrenal.5

EFEK PADA JANIN/BAYI

Kehamilan lewat waktu dapat meningkatkan resiko pada janin, yakni

stillbirth atau kematian noenatal, komplikasi dari terjadinya bayi besar, antara lain

persalinan lama, disproporsi kepala panggul, trauma janin, dan juga distosia bahu,

selain itu jugadapat terjadi dismaturitas fetal atau biasa disebut "postmaturity

syndrome", dan juga aspirasi mekonium.

Janin lewat waktu dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan

dengan demikian menjadi bayi besar yang abnormal pada saat lahir, atau

bertambah berat lewat waktu serta berukuran besar menurut usia gestationalnya.

Kenyataan bahwa janin lewat waktu terus tumbuh merupakan indikasi tidak

terganggunya fungsi plasenta dengan implikasi bahwa janin seharusnya mampu

menenggang semua beban persalinan normal tanpa masalah. Akan tetapi, keadaan

yang terjadi mungkin tidak demikian. Sebagai contoh, pertumbuhan yang terus

berlangsung dapat menimbulkan disproporsi fetopelvik dengan derajat yang

mengkhawatirkan dan akibatnya persalinan tidak dapat lagi berlangsung secara

normal. Lagi pula, oligohidramnion sering terjadi pada kehamilan yang melampaui

16

Page 17: Case Serotinus

usia 42 minggu, dan penurunan jumlah cairan amnion akan disertai dengan

kompresi tali pusat yang menimbulkan gawat janin, termasuk defekasi dan

aspirasi mekonium yang kental.

Pada sisi ekstrim lainnya, lingkungan intrauteri dapat bermusuhan sehingga

pertumbuhan janin yang lebih lanjut akan terhenti dan janin menjadi lewat waktu

serta mengalami retardasi pertumbuhan. Pada saat lahir bisa terlihat bahwa

janin sebenarnya sudah mengalami kehilangan berat yang cukup banyak, khususnya

akibat hilangnya lemak subkutan dan massa otot. Pada kenyataannya, sebagian

bayi yang sudah mengalami retardasi pertumbuhan dapat menjadi lewat waktu,

dan proses patologis ini dapat semakin parah. Pada kasus yang ekstrim,

ekstremitas tampak panjang dan sangat kurus, terdapat deskuamasi yang parah, dan

kuku jari tangan serta amnion sering diwarnai dengan bercak-bercak mekonium.1,5

Tanda-tanda bayi postmatur:

a. biasanya lebih berat dari bayi matur

b. tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur

c. rambut lanugo hilang atau sangat kurang

d. verniks kaseosa di badan kurang

e. kuku-kuku panjang

f. rambut kepala agak tebal

g. kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

Clifford mendeskripsikan bayi postmatur menjadi derajat atau stage, yakni :

1. keriput, kulit mengelupas, badan kecil dan kurus.

2. ciri-ciri stage 1 diusertai dengan fetal distress dan adanya mekonium.

3. ciri-ciri stage 1 dan 2 disertai dengan ditemukannya kulit dan kuku janin yang

dikotori oleh mekonium.

Penatalaksanaan Antepartum Kehamilan Lewat Waktu

Bahkan tanpa adanya komplikasi material yang dapat dikenali sekalipun,

masih terdapat sedikit keraguan apakah sebagian janin yang berada di dalam uterus

lebih dari 42 minggu akan menghadapi ancaman yang progresif untuk mengalami

morbiditas yang serius atau bahkan kematian. Karena itu, tindakan yang

menguntungkan bagi janin semacam itu adalah melahirkannya pada kehamilan 42

17

Page 18: Case Serotinus

minggu. Sayangnya, paling tidak ada lima permasalahan sulit yang menghalangi

kebijakan untuk melahirkan semua janin hanya dengan usia gestational yang

dicurigai paling sedikit sudah mencapai 42 minggu :

1. usia gestational tidak selalu diketahui dengan tepat, dan dengan demikian,

janin bias saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan.

2. sangat sangat sulit untuk menentukan dengan tepat janin mana yang akan

meninggal atau mengalami morbiditas serius bila dibiarkan di dalam uterus.

3. bagian bagian terbesar janin ini dalam keadaan yang cukup baik.

4. induksi persalinan tidak selalu berhasil

5. persalinan dengan section caesaria meningkatkan secara nyata resiko

morbiditas maternal yang serius bukan hanya pada kehamilan ini tetapi juga

hingga taraf tertentu pada kehamilan berikutnya.

Ditinjau dari daftar permasalahan ini, rencana penatalaksanaan yang pasti

harus sudah disusun bagi semua kasus dengan kehamilan lama. Tampaknya logis

bila sebagai tahap awal sudah diputuskan apakah usia gestational dapat

ditentukan dengan tegas ataukah diragukan.

Dalam pengelolaan antepartum diperhatikan tentang umur kehamilan.

Menentukan umur kehamilan dapat dengan menghitung dari tanggal menstruasi

terakhir, atau dari hasil pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 12-20

minggu. Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan lewat waktu tidak akurat

untukmenentukan umur kehamilan. tetapi untuk menentukan volume cairan

amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.

Untuk menilai kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 40 minggu

dengan pemeriksaan Non Stress Test (NST). Pemeriksaan ini untuk

mendeteksi terjadinya insufisiensi plasenta tetapi tidak adekuat untuk

mendiagnosis oligohidramnion, atau memprediksi trauma janin.

Secara teori pemeriksaan profil biofisik janin lebih baik. Selain NST juga

menilai volume cairan amnion, gerakan nafas janin, tonus janin dan gerakan

janin. Pemeriksaan lain yaitu Oxytocin Challenge Test (OCT) menilai

kesejahteraan janin dengan serangkaian kejadian asidosis, hipoksia janin dan

deselerasi lambat. Penilaian ini dikerjakan pada umur kehamilan 40 dan 41

minggu. Setelah umur kehamilan 41 minggu pemeriksaan dikerjakan 2 kali

18

Page 19: Case Serotinus

seminggu. Pemeriksaan tersebut juga untuk menentukan pengelolaan. Penulis

lain melaporkan bahwa kematian janin secara bermakna meningkat mulai umur

kehamilan 41 minggu. Oleh karena itu pemeriksaan kesejahteraan janin dimulai

dari umur kehamilan 41 minggu.6

TABEL-2: Skoring biofisik menurut Manning

Variabel biofisik Nilai 2 Nilai 0

Gerak nafas Dalam 30 menit ada gerak

nafas minimal selama 30 detik

Tidak ada gerak nafas

lebih dari 30 detik

Gerak Janin Dalam 30 menit minimal ada 3

gerak janin yang terpisah

Gerak kurang dari 3

kali

Tonus Ada gerak ekstensi dan fleksi

sempurna, atau gerak

membuka dan menutup tangan

Tidak ada

gerak/ekstensi lambat

disusul fleksi parsial

NST reaktif Dalam 30 menit minimal 2

akselerasi selama 15 detik

dengan amplitude 15

kali/menit

Kurang dari 2

akselerasi, kurang dari

15 kali/menit

Cairan Amnion Minimal ada satu kantung

amnion dengan ukuran vetikal

>1 cm

Kantung amnion <1 cm

Penatalaksanaan:

Nilai 10: janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Pada lewat

waktupemeriksaan diulang 2 kali seminggu

Nilai 8: Janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Bila

adaologohidramnicn dilakukan terminasi kehamilan.

Nilai <6: Kecurigaan terjadi asfiksia kronik dan dilakukan terminasi kehamilan.

Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk menentukan adanya

19

Page 20: Case Serotinus

mekonium di dalam cairan amnion. Bila kental maka indikasi janin segera

dilahirkan dan memerlukan amnioinfusion untuk mengencerkan mekonium.

Dilaporkan 92% wanita hamil 42 minggu mempunyai serviks tidak matang

dengan Bishop score kurang dari 7. Ditemukan 40% dan 3047 wanita dengan

kehamilan 41 minggu mempunyai serviks tidak dilatasi. Sebanyak 800 wanita

hamil lewat waktu diinduksi dan dievaluasi di Rumah Sakit Parkland. Pada

wanita dengan serviks tidak dilatasi, dua kali meningkatkan seksio cesarea

karena distosia.7

TABEL-3 Bishop score

Faktor 0 1 2 3

Cervical

dilatation (cm)

Closed 1-2 3-4 5+

Cervical

effacement

(%)

0-30 40-50 60-70 80+

Fetal station -3 -2 -1,0 11,12

Cervical

consistency

Firm Medium Soft

Cervical

position

Posterior Mid Anterior

Dikutip dari Arias F. Prolonged pregnancy in Practical Guide to High risk pregnancy

and delivery, 1993.

a. Pada Usia Gestational Diketahui

Bila usia gestational diketahui, penatalaksanaan oleh sebagian besar

rumah sakit mencakup persalinan pada akhir suatu periode waktu yang tetap,

yang berkisar antara kshainilan 42 dan 44 minggu, tanpa memperhatikan

kondisi serviks (granados, 1984; Leveno et all, 1985; Shime et all, 1984).

Jika induksi gagal, banyak dokter menyukai sectio caesaria. Belum jelas

metode apakah yang terbaik untuk pelaksanaan serveilans terhadap janin

20

Page 21: Case Serotinus

dengan usia gestational antara 42 dan 44 minggu pada kehamilan yang tidak

dilakukan induksi.

Pada banyak rumah sakit, penatalaksanaan pada kehamilan antara 42

dan 44 minggu terdiri atas pemeriksaan serial yang terutama ditujukan

untuk menemukan keadaan yang mengancam jiwa janin, sementara

menantikan awal persalinan yang spontan. Dengan timbulnya gawat janin

yang nyata atau dicurigai, bayi dapat dilahirkan melalui induksi

persalinan atau dengan pembedahan sectio caesaria menurut indikasi

obstetriknya. Keadaan bahaya atau kesehatan janin dievaluasi melalui

penilaian klinik terhadap volume cairan amnion dan gerakanjanin yang

dirasakan oleh ibu.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dapat diambil

kesimpulan:

1. pasien dengan kehamilan lama yang pasti versus kehamilan lama yang

meragukan, merupakan dua kelompok yang secara klinis berbeda dengan

resiko perinatal yang berbeda pula.

2. wanita dengan kehamilan lama yang pasti harus diinduksi

setelah usia kehamilannya mencapai 42 minggu.

3. upaya induksi yang lebih sering dilakukan tidak berkaitan dengan

peningkatan angka sectio caesaria

Hal yang terjadi paling akhir adalah kecenderungan dalam beberapa

praktek obstetri untuk memulai induksi persalinan atau surveilans janin

pada akhir minggu ke-41 dan bahkan setelah mencapai minggu ke-40,

karena adanya sejumlah kasus lahir mati yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya.

b. Pada Usia Gestational Tidak Diketahui

Pada banyak pusat kedokteran, bila usia gestational tidak diketahui,

digunakan teknik-teknik surveilans secara klinis, elektronik atau

biokimiawi, ataupun berbagai kombinasi teknik-teknik ini setelah perkiraan

yang terbaik dibuat pada minggu ke 42, dan persalinan tidak diinduksi

kecuali kalau terdapat keadaan yang mengancam jiwa janin. Dalam

21

Page 22: Case Serotinus

penelitian ini, karena perhitungan tanggal persalinan sering salah,

umumnya hasil akhir yang diperoleh tampak baik.7

Identifikasi Keadaan Yang Membahayakan Janin

Dalam penatalaksanaan kehamilan lewat waktu, umumnya sekarang

dilakukan berbagai tes atau prosedur yang diunggulkan dalam meramalkan

kesehatan janin. Tes ini mencakup pemeriksaan sekali hingga tujuh kali seminggu

untuk mengukur jumlah estriol, atau pemeriksaan satu kali atau lebih setiap

minggunya untuk mengetahuiperubahan frekuensi denyut jantung janin yang bisa

terjadi sebagai reaksi terhadap gerakan janin (tes nonstres), ataukah sebagai reaksi

terhadap kontraksi uterus yang biasanya ditimbulkan dengan preparat oksitosin (tes

stres kontraksi), ataupun kedua bentuk pemeriksaan tersebut. Selama hasil tes

tersebut tetap normal, janin dianggap berada dalam keadaan yang tidak begitu

membahayakan dan upaya untuk melahirkan janin sering tidak dilakukan.

Namun tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa penggunaan surveilans

estriol untuk kehamilan lewat waktu telah memberikan hasil yang lebih baik

daripada hasil yang diberikan oleh induksi persalinan rutin pada semua wanita yang

sudah menyelesaikan kehamilan 42 minggu.

Tes nonstres

Penurunan frekuensi denyut jantung janin selama dilakukan tes nonstres

dapat dipakai sebagai petunjuk untuk meramalkan peningkatan morbiditas serta

mortalitas fetal dan neonatal dalam kehamilan lewat waktu (Benedetti et all,

1988). Tampak bahwa penurunan frekuensi denyut jantung janin merupakan akibat

dari berkurangnya cairan amnion yang merupakan predisposisi untuk terjadinya

kompresi tali pusat.

Profil biofisik

Dilaporkan bahwa angka kematian janin sebesar 4,6 per 1.000 pada

kehamilan lewat waktu kalau pemeriksaan profil biofisik dilakukan seminggu

sekali. Direkomendasikan pelaksanaan tes dua kali dalam seminggu pada janin

lewat waktu dan mengusulkan persalinan janin tersebut bila terdapat

oligohidramnion.

22

Page 23: Case Serotinus

Tes stres kontraksi

Tes stres kontraksi juga telah digunakan untuk mengenali janin yang

dicurigai lewat waktu dan dalam keadaan yang membahayakan di dalam uterus.

Hasil akhir yang baik kalau tes ini dilakukan dengan interval seminggu sekali

dan tanpa intervensi aktif selama hasil tes tetap negatif. Oksitosin selanjutnya

terbukti efektif untuk melangsungkan persalinan, dan mekonium yang kental

ditemukan dalam cairan amnion yang sedikit jumlahnya.

Volume cairan amnion

Identifikasi keadaan oligohidramnion yang ditentukan oleh pelbagai metode

pemeriksaan ultrasonografi, dapat digunakan sendiri, dengan tes nonstres,

ataubersama-sama dengan pemeriksaan profil biofisik janin untuk mengenali janin

lewat waktu yang kebanyakan dalam resiko. Meskipun tentunya terdapat kaitan

antara keadaan oligohidramnion dan peningkatan resiko pada janin baik sebelum

dan selama persalinan, namun derajat resiko tersebut belum pernah ditentukan

secara akurat.

Permasalahan yang terjadi ketika menetapkan resiko pada janin berdasarkan hasil

pengukuran volume cairan amnion dengan USG, sebagian timbul karena adanya

perbedaan dalam kriteria yang dipakai oleh berbagai penyelidik. Phelan dkk (1985)

membagi para wanita hamil tersebut menjadi tiga kelompok berdasarkan volume

cairan amnionnya:

1. Adekuat - cairan amnion terlihat di seluruh kavum uteri dengan diameter

vertical kantong yang terbesar melebihi 1 cm.

2. adekuat tapi berkurang - kantong cairan amnion vertikal lebih besar dari

1 cm tetapi dengan kesan keseluruhan dari sonografer bahwa cairan tersebut

berkurang.

3. berkurang - tidak adanya cairan amnion di seluruh kavum uteri dan

diameter sebuah kantong tunggal sama dengan atau kurang dari 1 cm.

Tidak diragukan lagi, kalau jumlah cairan amnion berkurang pada kehamilan

lewat waktu atau pada kehamilan apapun, maka janin akan menghadapi resiko

yang semakin meningkat. Di samping mortalitas janin, meskipun jarang terjadi,

terdapat morbiditas yang nyata pada keadan oligohidramnion.

23

Page 24: Case Serotinus

Penurunan jumlah cairan amnion yang diperkirakan secara klinis berkaitan

dengan peningkatan insiden gawat janin intrapartum dan peningkatan angka

sectio Caesaria. Peningkatan secara bermakna frekuensi persalinan sectio

caesaria dengan indikasi gawat janin intrapartum pada wanita hamil dengan

kantong cairan amnion yang kurang dari 3 cm.5

Velosimetri Doppler

Velositas aorta decenden janin benar-benar menurun dengan semakin

bertambahnya lama kehamilan. Farmakides dkk meneliti hasil pemeriksaan

velosimetri Doppler pada arteri uterina dan umbilikalis di antara 149 wanita

hamil yang kehamilannya melampaui 41 minggu dan tidak menemukan perubahan

pada velositas aliran darah. Hasil ini juga diperoleh sekalipun terdapat tanda lain

yang membuktikan adanya gangguan pada janin.

Waktu Yang Tepat Untuk Pelaksanaan Persalinan

Keputusan pertama yang harus dibuat saat melakukan penatalaksanaan

kehamilan lewat waktu adalah kapan saatnya untuk melaksanakan persalinan.

Pada beberapa kasus (seperti pada pengawasan yang gawat, oligohidramnion,

pertumbuhan terhambat, penyakit-penyakit maternal khusus), pengambilan

keputusan harus didahulukan. Pada situasi dengan resiko tinggi seperti ini, waktu

dimana resiko dari sisa-sisa kehamilan menjadi lebih berat daripada resiko

persalinan dapat terjadi pada usia kehamilan yang lebih muda. Bagaimanapun

juga, biasanya terdapat beberapa pilihan untuk mempertimbangkan kapan harus

diambil keputusan dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan pada

kehamilan dengan resiko rendah.

Morbiditas dan mortalitas perinatal tidak mengalami peningkatan secara

nyata pada minggu ke 40-41 usia kehamilan. Bagaimanapun juga, beberapa

komplikasi sering terkait dengan semakin lamanya usia kehamilan.

Denganpengecualian dari insufisiensi uteroplasental dan pertumbuhan janin

terhambat, kehamilan lewat waktu memiliki resiko yang cenderung lebih luas

bila dibandingkan dengan kehamilan yang aterm. Resiko makrosomia, distosia

bahu, dan disproporsi kepala panggul akan meningkat pada kehamilan lewat

waktu. Pada kenyataannya, resiko kematian perinatal akan meningkat pada

kehamilan lewat waktu (Mannino, 1988). Komplikasi ini mendukung opini bahwa

24

Page 25: Case Serotinus

kehamilan dengan waktu yang tepat tidak boleh dibiarkan mencapai usia 42

minggu, tapi pertanyaan tentang bagaimana penatalaksanaan kehamilan antara 41-

42 minggu kini dipertanyakan.

Alasan utama yang menentang kebijakan induksi rutin kehamilan dengan

usia 41-42 minggu yakni induksi meningkatkan angka persalinan dengan sectio

caesaria tanpa menurunkan morbiditas maternal dan neonatal. Beberapa studi

gagal menunjukkan penurunan angka morbiditas fetal atau neonafal yang diikuti

dengan perkiraan usia kehamilan yang tidak bagus dan tidak pasti lewat waktu.

Pada kenyataannya, potensi kenaikan resiko dilakukannya sectio caesaria akibat

kegagalan induksi tergantung dari keamanan dan efektivitas agen pematangan

serviks.

Namun pada banyak penelitian yang antara lain dilakukan oleh Yeast et al,

Herabutya et al, the National institute of Child Health and Human Development,

dan juga the Canadian Multicenter Lewat waktu Pregnancy, tidak terbukti induksi

rutin pada kehamilan usia 41 minggu dapat meningkatkan resiko persalinan

dengan sectio caesaria, bahkan hal tersebut menurunkan insidensi terjadinya

persalinan dengan sectio caesaria, tanpa mempengaruhi morbiditas dan mortalitas

perinatal secara negatif. Faktanya, bahkan terdapat keuntungan baik bagi ibu

maupun bagi janin dengan dilakukannya induksi pada saat usia kehamilan

mencapai 41 minggu. Kebijaksanaan dilakukannya induksi pada umur kehamilan

40 minggu hanya memiliki sedikit keuntungan, sementara banyak alasan untuk

tidak membiarkan usia kehamilan diperpanjang hingga mencapai lebih dari 42

minggu.6,7

Penatalaksanaan Intrapartum Kehamilan Lewat Waktu

Persalinan merupakan saat yang berbahaya terutama bagi janin lewat

waktu. Sementara dilakukan observasi untuk dugaan persalinan, pemantauan

elektronik frekuensi denyut jantung janin dan kontraksi uterus harus

dilakukansecara sangat ketat untuk memantau variasi frekuensi yang konsistsn

dengan keadaan gawat janin.

Kapan ketuban harus dipecah merupakan pertanyaan yang sulit untuk

dijawab. Penurunan lebih lanjut volume cairan amnion sesudah amniotomi dapat

memperbesar kemungkinan terjadinya kompresi tali pusat, tetapi di lain pihak,

25

Page 26: Case Serotinus

amniotomi memungkinkan kita untuk mengenali adanya mekonium yang kental,

yang berbahaya bagi janin bila teraspirasi selama persalinan. Lagi pula sesudah

ketuban pecah, elektroda kulit kepala dan kateter tekanan intrauteri dapat dipasang.

Penggunaan alat elektronik secara internal ini biasanya akan memberikan data-

data yang tepat mengenai frekuensi denyut jantung janin dan kontraksi uterus

daripada penggunaan pemantauan elektronik eksternal. Pada pemantauan janin

internal, pasien sebaiknya berbaring miring sehingga menguntungkan bagi perfusi

plasenta, sementara pada pemantauan esternal dengan peralatan yang dipasang

pada abdomen, pasien terpaksa harus berbaring terlentang.

Ditemukannya mekonium yang kental dalam cairan amnion merupakan hal

yang mengkhawatirkan. Keadaan ini membuktikan adanya gawat janin yang baru

terjadi dan bisa menetap bisa pula tidak. Bayi lewat waktu dengan cairan amnion

yang diwarnai dengan mekonium yang kental mempunyai nilai pH yang lebih

rendah secara bermakna daripada pH cairan amnion dengan mekonium yang

encer. Dikemukakan bahwa pada persalinan yang dipersulit dengan mekonium yang

kental, pengambilan sampel dan kulit kepala janin untuk pemeriksaan pH patut

dilakukan sekalipun pola frekuensi denyut jantung janin normal.

Yang sangat penting, aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfungsi

pulmoner yang berat dan kematian selama periode neonatal. Keadaan ini dapat

dikurangi tetapi tidak bisa dihilangkan sama sekali dengan pengisapan sekret

faring secara efektif begitu kepala bayi dilahirkan. Jika mekoniumnya sudah

dikenali, trakhea harus diaspirasi secepat mungkin begitu bayi dilahirkan. Segera

sesudah itu, pernapasan bayi harus dibantu jika diperlukan. Kemungkinan

berhasilnya persalinan per vaginam akan berkurang secara nyata pada wanita

nulipara yang berada dalam awal persalinan dengan cairan amnion yang diwarnai

oleh mekonium yang kental. Karena itu, ketika ibu masih jauh dari

prosespersalinan, sectio caesaria segera harus sudah dipertimbangkan, khususnya

bila ditemukan kecurigaan akan disproporsi sefalopelvik atau tanda yang

membuktikan adanya persalinan disfungsional yang hipertonik atau hipotonik.

Tentu saja pada kasus-kasus semacam ini pemberian oksitosin harus dihindari .

26

Page 27: Case Serotinus

Kadang-kadang pertumbuhan janin lewat waktu yang berlangsung terus

akan menghasilkan bayi yang lewat waktu dan berukuran besar menurut usia

gestational dan distosia bahu dapat terjadi setelah kepala dilahirkan.1,4

Yang tidak menjadi suatu kontroversi dalam manajemen pada kehamilan

lewat waktu adalah:

Jangan membiarkan kehamilan dengan resiko tinggi menjadi kehamilan

lewat waktu, sebab semakin mempertinggi angka kematian perinatal.

Ratio resiko kematian dua kali lebih tinggi pada wanita hamil dengan

resiko tinggi dibandingkan dengan wanita hamil beresiko rendah

yang mengalami kehamilan lewat waktu. Eden (1988) menemukan

bahwa ratio morbiditas perinatal lima kali lebih tinggi pada wanita

hamil dengan hipertensi dan diabetes melitus dibandingkan dengan pasien

tanpa komplikasi.

Jika wanita yang mengalami kehamilan lewat waktu mempunyai cervix

yang baik dan menguntungkan untuk dilakukan persalinan pervaginam

(Bishop's score >6), maka induksi persalinan merupakan manajemen pilihan.

Sementara itu, yang masih menjadi kontroversi adalah apa yang harus

dilakukan pada pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan kondisi serviks

yang kurang menguntungkan (Bishop's score <6), apakah harus diinduksi atau

tidak? mensurvei 80 pusat perinatonoli, dan menemukan bahwa 49% akan

melakukan manajemen konservatif terhadap pasien jika tidak ditemukan

adanya fetal distress, sementara 49% akan melakukan induksi persalinan atau

melakukan operasi sectio caesaria. Untuk menjawab pertanyaan apakah sebaiknya

dilakukan induksi atau tidak, harus dipertimbangkan resiko dari memperpanjang

usia kehamilan (manajemen konservatif) bila dibandingkan dengan resiko

dilakukan induksi persalinan (manajemen aktif). Untuk menentukan apakah

pasien tersebut mempakan kandidat yang kuat untuk dilakukan manejemen

konservatif, penting sekalimenentukan apakah janin berada dalam resiko tinggi,

apa test pengawasan janin yang paling baik, kapan sebaiknya tes tersebut dimulai,

dan seberapa sering tes tersebut dilakukan.

Persalinan pada kehamilan lewat waktu mempunyai risiko terjadi bahaya

pada janin. Sebelum menentukan jenis pengelolaan harus dipastikan adakah

27

Page 28: Case Serotinus

disporposi kepala panggul, profil biofisik janin baik. Induksi kehamilan 42

minggu menjadi satu putusan bila serviks belum matang dengan monitoring janin

secara serial. Pilihan persalinan tergantung dari tanda adanya fetal compromise.

Bila tidak ada kelainan kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan dua

pengelolaan. Pengelolaan tersebut adalah induksi persalinan dan monitoring janin.

Dilakukan pemeriksaan pola denyut jantung janin.

Selama persalinan dapat terjadi fetal distress yang disebabkan kompresi tali

pusat oleh karena oligohidramnion. Fetal distress dimonitor dengan memeriksa

pola denyut jantung janin. Bila ditemukan variabel deselerasi, satu atau lebih

deselerasi yang panjang maka seksio cesarea segera dilakukan karena janin dalam

bahaya.

Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium maka kemungkinan

terjadi aspirasi sangat besar. Aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfungsi

paru berat dan kematian janin. Keadaan ini dapat dikurangi tetapi tidak dapat

menghilangkan dengan penghisapan yang efektif pada faring setelah kepala lahir

dan sebelum dada lahir. Jika didapatkan mekonium, trakea haras diaspirasi segera

mungkin setelah lahir. Selanjutnya janin memerlukan ventilasi.

The American College of Obstetricians and Gynecologist

mempertimbangkan bahwa kehamilan lewat waktu (42 minggu) adalah indikasi

induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi persalinan antara umur

kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya monitoring

janin lebih rendah.

Cara yang ditempuh untuk menjalankan persalinan dan spesifik manajemen

intrapartum tergantung kepada lingkup pribadi masing-masing penolong, dan

laporan singkat mengenai agen pematang serviks dan potensial komplikasi dari

induksi persalinan merupakan cara yang cukup tepat.

Sebanyak 80% pasien yang mencapai usia kehamilan 32 minggu memiliki

serviks yang kurang menguntungkan (Bishop's score <7). Banyak pilihan tersedia

untuk mematangkan serviks. Perbedaan persiapan, indikasi,kontraindikasi, dan

aneka ragam pemberian dosis diperlukan oleh para praktisi untuk membiasakan

diri mereka dengan berbagai macam persiapan.

28

Page 29: Case Serotinus

Prostaglandin E2 gel dan supposituria untuk aplikasi vagina biasa

digunakan ningga akhir tahun 90-an, lalu para ahli farmasi menghentikan produksi

karena teijadinya komersialisasi dan persiapan persalinan intensif sangat tidak

mencukupi. Saat ini tersedia preparat kimia meliputi prostaglandin El tablet untuk

oral atau penggunaan per vaginam.

Pematangan serviks dikontrol oleh mekanisme yang saling berhubungan.

Serviks terdiri dari 3 komponen utama yaitu otot polos, kolagen dan zat dasar

berupa glikosaminoglikan, suatu bentukan dari dermatan sulfat dan asam

hialuronat. Proses pematangan serviks melibatkan perubahan-perabahan pada

kolagen dan jaringan penyambung sehingga fleksibilitas meningkat karena

konsentrasi kolagen dan protein menurun.

Proses ini bersentral dengan terbentuknya prostaglandin yaitu PGE2 dan

PGF2alfa yang akan menginduksi perubahan-perubahan pada pematangan serviks

yaitu aktifasi kolagenase-kolagenase dan suatu perubahan konsentrasi relatif

glikosaminoglikan. Pembentukan prostaglandin dimulai dari asam lemak dan

fosfolipid yang akan mengalami proses fosforilisasi oleh enzim fosfolipase A2

menjadi asam arakidonat. Selanjutnya asam arakidonat oleh enzim

siklooksigenase diubah menjadi Prostaglandin G2 yang akan mengalami suatu

reaksi peroksidase menjadi Prostaglandin H2 yang selanjutnya akan menjadi

Prostaglandin E2, F2alfa dan I2.Metabolisme asam arakidonat bebas dapat

melalui dua jalur yaitu jalur siklooksigenase atau jalur lipoxygenase. Rasio kedua

jalur ini dalam proses persalinan berubah dengan lebih dominannya jalur

siklooksigenase.

Metoda lain dalam mematangkan serviks adalah dengan cara dilatasi secara

mekanik. Cara ini merupakan kombinasi dari kekuatan mekanik dan dengan

menggunakan pelepasan prostaglandin endogen. Sweeping atau stripping

membran, balon catheter folley yang diletakkan di serviks, infus salin ekstra

amnion, dan dengan menggunakan gagang laminaria telah diteliti dan

menunjukkan memberikan hasil yang efektif.1,7

Penatalaksanaan Kehamilan Lewat Waktu

Sebelum metode yang lebih baik dalam menilai kesehatan bayi ditemukan,

cara pendekatan aktif dalam penatalaksanaan kehamilan lewat waktu dapat

29

Page 30: Case Serotinus

dibenarkan berdasarkan klasifikasi usia gestational yang pasti atau yang diragukan.

Cara pendekatan ini digunakan pada kehamilan lewat waktu dengan pemanjangan

masa kehamilan bukan merapakan satu-satunya keadaan yang dikenali.

Pada wanita hamil dengan usia gestational yang bisa ditentukan secara pasti,

persalinan dapat diinduksi setelah usia kehamilan melampaui 42 minggu atau

segera setelah dipertimbangkan bahwa cairan amnion telah berkurang, atau jika

pasien melaporkan adanya penurunan gerakan janin yang dirasakan olehnya.

Hampir 95 persen kasus-kasus semacam itu dapat diinduksi dengan berhasil atau

dapat memasuki masa persalinan dalam waktu 2 hari setelah diupayakan induksi.

Bagi kasus-kasus yang tidak melahirkan setelah dilakukan induksi pertama,

induksi kedua dapat dikerjakan dalam waktu 3 hari. Hampir semua wanita hamil

akan melahirkan bayinya dengan rencana penatalaksanaan ini, namun pada

beberapa kasus yang tidak melahirkan bayinya, sectio caesaria dapat dibenarkan.

Cara pendekatan ini tidak seagresif tindakan induksi yang mungkin segera

dilakukan kalau kita teringat akan pemakaian alat USG untuk mengenali

penurunan volume cairan amnion, sehingga menghasilkan angka positif palsu

sampai sebesar 86 persen. Yang juga penting, walaupun teknik surveilans janin

sudah dilakukan, namun kematian janin yang tidak diramalkan tetap terjadi

bersama-sama dengan morbiditas intrapartum dan neonatal yang bermakna.

Rencana intervensi aktif ini tidak menyebabkan peningkatan angka sectio

caesaria, tetapi secara nyata menurunkan angka kematian janin. Namun demikian,

jumlah induksi mengalami peningkatan.

Wanita hamil yang diklasifikasikan dengan kehamilan lewat waktu yang

meragukan, harus diikuti terus perkembangannya setiap minggu sekali tanpa

dilakukan intervensi kecuali terdapat kecurigaan akan keadaan yang

membahayakan jiwa janin. Diagnosis yang membahayakan keadaan jiwa janin

dibuat berdasarkan persepsi klinis atau sonografik yang menunjukkan penurunan

volume cairan amnion. Yang sama mengkhawatirkan adalah berkurangnya

gerakan janin yang dirasakan ibu. Jika dicurigai adanya keadaan yang

membahayakan janin melalui salah satu dari kedua cara pemeriksaan tersebut,

induksi persalinan hams dilaksanakan bagi wanita hamil dengan kehamilan lewat

waktu yang pasti.

30

Page 31: Case Serotinus

Penatalaksanaan pada kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut:

1. setelah usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting

adalah monitoring janin sebaik-baiknya.

2. apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan

dapat ditunggu dengan pengawasan ketat.

3. lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau

sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa

amniotomi.

4. bila: (a), riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim,

(b). terdapat hipertensi, pre-eklamsi, dan (c). kehamilan ini adalah anak

pertama karena infertilitas, atau (d). Pada kehamilan lebih dari 40-42

minggu, maka ibu dirawat di rumah sakit.

5. tindakan operasi sectio caesaria dapat dipertimbangkan pada (a).

Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang, (b).

pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi tanda

gawat janin, atau (c). pada primigravida tua, kematian janin dalam

kandungan, pre-eklamsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas)

dan kesalahan letak janin.

6. pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan

sangat merugikan bayi; janin post matur kadang-kadang besar; dan

kemungkinan disproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu

dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif dan

narkosa, jadi pakailah anestesi konduksi. Jangan lupa, perawatan

neonatus postmaturitas perlu di bawah pengawasan dokter anak.6

Induksi Persalinan

Definisi

Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik

secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim

sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan,

31

Page 32: Case Serotinus

di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita

hamil yang sudah inpartu.

Cara

1. Secara medis

a. Infus oksitosin

b. Prostaglandin

c. Cairan hipertonik intrauterin

2. Secara manipulatif / dengan tindakan

a. Amniotomi

b. Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim. (stripping of the

membrane)

c. Pemakaian rangsangan listrik

d. Rangsangan pada puting susu

Syarat Pemberian Infus Oksitosin

1. Agar infus oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak

memberikan penyulit baik pada ibu dan janin, maka diperlukan syarat-syarat

sebagai berikut:

a. Kehamilan aterm

b. Ukuran panggul normal

c. Tidak ada CPD (disproporsi antara pelvis dan janin)

d. Janin dalam presentasi kepala

e. Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak , mulai mendatar dan

sudah mulai membuka

2. Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai skor Bishop, yaitu bila nilai

Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.

32

Page 33: Case Serotinus

Prosedur

Teknik infus oksitosin berencana

1. Semalam sebelum infus oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur dengan

nyenyak

2. Pagi harinya penderita diberi pencahar

3. Infus oksitosin hendaknya dikerjakan pada pagi hari dengan observasi yang

baik

4. Disiapkan cairan Dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit oksitosin

5. Cairan yang sudah mengandung 5 U oksitosin ini dialirkan secara intravena

melalui saluran infus dengan jarum no. 20 G

6. Jarum suntik intravena dipasang pada vena di bagian volar lengan bawah

7. Tetesan permulaan dibuat agar kadar oksitosin mencapai jumlah 2mU per

menit (8 tetes per menit)

8. Timbulnya kontraksi rahim dinilai setiap 30 menit. Bila dalam waktu 30 menit

ini his tetap lemah, tetesan dapat dinaikan 4 tetes. Umumnya tetesan maksimal

diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin 30-40 m IU per menit (40

tpm). Bila sudah mencapai kadar ini, namun kontraksi rahim belum juga

timbul, maka berapapun kadar oksitosin yang dinaikkan tidak akan

menimbulkan tambahan kontraksi lagi. Sebaiknya infu oksitosin dihentikan .

9. Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk

kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda ruptur uteri membakat,

maupun tanda-tanda gawat janin

10. Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat, maka kadar oksitosin

dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat,

jumlah tetesan dapat dikurangi atau sementara dihentikan

11. Infus oksitosin ini hendaknya dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu

sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta

12. Evaluasi kemajuan pemukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam

bila his telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infus oksitosin bila

ternyata kemudian persalinan telah berlangsung, maka infus oksitosin

dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segera setelah KALA II dimulai,

maka tetesan infus oksitosin dipertahankan dan ibu dipimpin mengejanatau

dibimbing dengan persalinan buatan sesuai dengan indikiasi yang ada pada

33

Page 34: Case Serotinus

waktu itu. Tetapi bila sepanjang pemberian infus oksitosin timbul penyulit

pada ibu maupun janin maka infus oksitosin harus segera dihentikan dan

kehamilan segera diselesaikan denga sectio caesaria.

Penyuli infus oksitosin:

1. Tetania uteri, ruptura uteri membakat dan ruptura uteri

2. Gawat janin

Pemberian Prostaglandin

Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim.

Prostaglandin yang spesifik merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2alpha. Untuk

induksi persalinan prostaglandin dapat diberikan secara intravena, oral, vaginal,

rektal, dan intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan

prostaglandin cukup efektif. Pengaruh sampingan dari pemberian PG ialah mual,

muntah, diare.

Pemberian cairan hipertonik intrauterin

1. pemberian cairan hipertonik intra amnion dipakai untuk merangsang kontraksi

rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai

dapat beru;a cairan garam hipertonik 20%, urea, dan lain-lain. Kadang-kadang

pemakaian urea dicampur dengan prostaglandin untuk memperkuat

rangsangan pada otot-otot rahim.

2. Cara ini dapat menimbulkan penyulit yang cukup berbahaya, misalnya

hipernatremia, infeksi, gangguan pembekuan darah.

Amniotomi

Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian

bawah depan (fore water) dan di bagian belakang (bind water) dengan suatu alat

khusus. Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda-tanda

permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang

persalinan

34

Page 35: Case Serotinus

Daftar Pustaka

1. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC. Preterm

and Postterm Pregnancy and Fetal Growth Retardation. In : Williams Obstetrics.

Edisi 19. Connecticut: Prentice-Hall International Inc; 2013. h.853-89

2. Binarso, A. Kehamilan Lewat Bulan (Thesis). Semarang : Program Pendidikan

Dokter Spesialis I Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro-Rumah Sakit Dokter Kariadi; 2000

3. Cunningham. F.G. dkk.Gangguan Dalam Kehamilan Williams. Edisi 21. Vol 2.

Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC; 2006. h.624-656.

4. Handaria, Diana. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kehamilan

Lewat Waktu (Thesis). Semarang : Program Pendidikan Spesialis I Obstetri-

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2001

5. Leveno KJ, Quirk JG, Cunningham FG, Nelson SD, Ramos SR, Toofanian A, De

Palma RT. 1994. Prolonged Pregnancy: I, Observations concerning the causes of

fetal distress. Am J Obstet Gynecol

6. Wibowo, B, Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam :

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi

ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.h.302-322

7. Manuaba IB, Manuaba IA. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007

8. Rustam M. Sinopsis obstetri. Jakarta : EGC, 2001

35