laporan kasus serotinus halida

46
Laporan Kasus Obstetri KEHAMILAN LEWAT WAKTU OLEH : Bq. Halida Octami H1A 005 006 PEMBIMBING : Dr. G.M. Punarbawa, SpOG Mioma Uteri Page 1

Upload: andi-akbar-gazali

Post on 18-Jan-2016

307 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

h

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Serotinus Halida

Laporan Kasus Obstetri

KEHAMILAN

LEWAT WAKTU

OLEH :

Bq. Halida Octami

H1A 005 006

PEMBIMBING :

Dr. G.M. Punarbawa, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK SMF OBGIN

RSU PROVINSI NTB- FAKULTAS KEDOKTERAN MATARAM

2009

Mioma Uteri Page 1

Page 2: Laporan Kasus Serotinus Halida

KATA PENGANTAR

Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNyalah

sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari Lab/

SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/ RSU

Mataram. Dalam penyusunan laporan yang berjudul “Mioma Uteri” ini penulis memperoleh

bimbingan, petunjuk serta bantuan moral dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:

1. Dr. Gede Made Punarbawa, SpOG, selaku Dosen Pembimbing laporan kasus ini.

2. Dr. A. Rusdhy H. Hamid, Sp.OG selaku Koordinator Pendidikan Bagian/ SMF Kebidanan

dan Kandungan RSU Mataram.

3. Dr. Edi P. Wibowo, SpOG, selaku kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSU

Mataram

4. Dr. H. Doddy Ario Kumboyo, SpOG (K) selaku supervisor

5. Dr. Agus Thoriq, SpOG selaku supervisor

6. Rekan-rekan dokter muda

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan

masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan tinjauan pustaka.

Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus

ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada

pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.

Mataram, 08 Desember 2009

Penulis

Mioma Uteri Page 2

Page 3: Laporan Kasus Serotinus Halida

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu

lengkap. Diagnosis usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan usia

kehamilan, seperti rumus Naegle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Kapita).

Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10% bervariasi antara 3,5-14%.

Perbedaan yang lebar disebabkan perbedaan dalam menentukan usia kehamilan.di samping itu

perlu diingat bahwa para ibu sebanyak 10% lupa akan tanggal haid terakhir disamping sukar

menentukan secara tepat saat ovulasi (Hanifa).

Masalah yang dihadapi pada kehamilan lewat waktu mencaku masalah pada ibu dan jani.

Masalah Ibu, serviks yang belum matang (70% kasus), kecemasan ibu, persalinan traumatis

akibat janin besar (2%), angka kejadian seksio sesarea meningkat karena gawat janin, distosia,

dan disporposi sefalopelvik dan meningkatnya perdarahan pasca persalinan, karena penggunaan

oksitosin untuk akselerasi atau induksi. Sedangkan masalah pada janin yaitu kelainan

pertumbuhan janin, janin besar dpat menyebabkan distosia bahu, fraktur klavikula, palsi Erb-

Duchene, pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnio dimana kelainan cairan amnion ini

mengakibatkan gawat janin, keluarnya mekonium, tali pusat tertekan sehingga menyebabkan

kematian janin mendadak. (Abu).

Keadaan yang mendukung bahwa janin masih baik memungkinkan untuk mengambil

keputusan: menundan 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3 hari lagi,

melakukan induksi partus. Hasil tekanan yang positif menunjukkan penurunan fungsi plasenta

janin, hal ini mendorong seksio sesarea. Induksi dengan oksitosin drip dapat dilakukan bila

serviks telah matang dan bila perlu dilakukan amniotomi.

Mioma Uteri Page 3

Page 4: Laporan Kasus Serotinus Halida

Gawat janin relative cukup banyak (14,7%) dan terutama terjadi pada persalinan,

sehingga memerlukan pengawasan dengan kardiotokografi. Pada saat persalinan perlu

diperhatikan adannya pewarnaan mekonium untuk mengambil sikap melakukan resusitasi aktif.

Bila mekonium kental sebaiknya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trachea. Bayi

dengan postmatur mungkin mengalami hipovolemia, hipoksia, asidosis, sindrom gawat nafas,

hipoglikemia dan hipofungsi adrenal. Dalam hal ini perlu tindakan adekuat sesuai dengan kausa

tersebut (Hanifa).

Mioma Uteri Page 4

Page 5: Laporan Kasus Serotinus Halida

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Istilah posterm, memanjang, lewat tanggal, dan postmature sering digunakan secara

longgar dan sering dipertukarkan untuk menyebutkan kehamilan yang sudah melampaui masa

kehamilan yang dianggap berada di atas batas normal. Ketidaktepatan penggunaan istilah itu,

ditambah dengan bervariasinya definisi tentang batas atas kehamilan normal, membuat

penelusuran literature tentang kehamilan postterm menjadi membingungkan (Cunningham,

2005).

Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu

lengkap. Diagnosis usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan usia

kehamilan, seperti rumus Naegle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Mansjoer, 2001).

Postmatur seharusnya digunakan untuk mendeskripsikan janin dengan ciri-ciri klinis

nyata yang menunjukkan kehamilan yang memanjang patologis (Cinningham, 2005).

II.2. Insiden

Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10% bervariasi antara 3,5-14%.

Perbedaan yang lebar disebabkan perbedaan dalam menentukan usia kehamilan.di samping itu

perlu diingat bahwa para ibu sebanyak 10% lupa akan tanggal haid terakhir disamping sukar

menentukan secara tepat saat ovulasi (Hanifa dkk, 2006).

Terdapat hasil-hasil yang kontradiktif berkenaan dengan kemaknaan berbagai factor

demografik ibu seperti paritas, kelahiran postterm sebelumnya, kelas sosio ekonomi, dan umur.

Terdapat satu gambaran yang menarik, yaitu kecenderungan beberapa ibu untuk mengalami

kelahiran postterm berulang yang mengesankan bahwa beberapa kehamilan memanjang

Mioma Uteri Page 5

Page 6: Laporan Kasus Serotinus Halida

ditetapkan secara biologis. Dalam sebuah analisis terhadap 27.677 kelahiran pada wanita

Norwegia, insiden kelahiran postterm berturutan meningkat dari 10 menjadi 27 persen kalau

kelahiran pertama adalah postterm dan menjadi 39 persen kalau sudah terjadi pelahiran postterm

berurutan sebelumnya (Cunningham cit Bakketeig dan Bergsjo, 1991). Mogren dkk (1999)

melaporkan bahwa kehamilan memanjang juga berulang lintas generasi pada wanita Swedia.

Seorang ibu yang pernah mengalami perslinan memanjang ketika melahirkan anak

perempuannya, resiko untuk kehamilan memanjang pada kehamilan anak perempuannya tersebut

meningkat dua sampai tiga kali lipat (Cunningham, 2005).

II.3. Etiologi

Tidak timbul his karena kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta, dan kerentanan akan stress

(Mansjoer, 2001).

II.4. Patosfisiologi (Cunningham, 2005)

Sindrom Postmatur

Deskripsi Clifford 1954 tentang bayi postmaturdidasarkan pada 37 kelahiran yang secara

tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Ia membagi postmatur menjadi tiga

tahapan: pada stadium 1 cairan amnion jernih, pada stadium 2 kulit berwarna hijau, dan pada

stadium 3 kulit menjadi berwarna kuning-hijau.

Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas. Gambaran ini berupa kulit

keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukkan pengurasan energi, dan

maturitas lanjut karena bayi tersebut bermata terbuka, tampak luar biasa siaga, tua dan cemas.

Kulit keriput dapat amat mencolok di telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biasanya cukup

panjang. Kebanyakan bayi postmatur seperti itu tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena

berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Namun dapat terjadi

Mioma Uteri Page 6

Page 7: Laporan Kasus Serotinus Halida

hambatan pertumbuhan berat, yang logisnya harus sudah lebih dahulu terjadi sebelum 42 minggu

lengkap. Banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir

dan aspirasi mekonium. Beberapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak.

Insiden sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, atau 43 minggu masing-masing

belum dapat ditentukan dengan pasti. Shime dkk. (1984), dalam satu diantara segelintir laporan

kontemporer tentang kronik postmatur, menemukan bahwa sindrom ini terjadi pada sekitar 10 %

kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 persen pada 44 minggu.

Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.

Trimmer dkk. (1990) mendiagnosis oligohidramnion bila kantong cairan amnion vertical

maksimum pada USG berukuran 1 cm atau kurang pada gestasi 42 minggu dan 88 persen adalah

bayi postmatur.

Disfungsi Plasenta

Clifford (1954) mengajukan bahwa perubahan kulit pada postmatur disebabkan oleh

hilangnya efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis keduanya yang terus mempengaruhi konsep-

konsep kontemporer menghubungkan sindrom postmaturitas dengan penuaan plasenta. Namun,

Clifford tidak dapat mendemonstrasikan degenerasi plasenta secara histologist. Memang, dalam

40 tahun berikutnya, tidak ditemukan perubahan morfologis dan kuantitatif yang signifikan (will

cit Laarsen dkk., 1995; Rushton, 1991). Yang menarik, Smith dan Barker (1999)baru-baru ini

melaporkan bahwa apoptosis-kematian sel terprogram-plasenta meningkat secara signifikan pada

gestasi 41-42 minggu lengkap disbanding dengan 36-39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut

tidak jelas sampai sekarang.

Jazayeri dkk. (1998) meneliti kadar eritropoetin plasma tali pusat pada 124 neonatus

tumbuh normal yang dilahirkan dari usia gestasi 37 sampai 43 minggu. Mereka ingin menilai

Mioma Uteri Page 7

Page 8: Laporan Kasus Serotinus Halida

apakah oksigenasi janin terganggu-yang mungkin disebabkan oleh penuaan plasenta-pada

kehamilan yang berlanjut melampaui waktu seharusnya. Penurunan tekanan partial oksigen

adalah satu-satunya stimulator eritropoetin yang diketahui. Setiap wanita yang diteliti

mempunyai perjalanan persalinan dan perlahiran nonkomplikata tanpa tanda-tanda gawat janin

atau pengeluaran mekonium. Kadar eritoropoetin plasma tali pusat meningkat secara signifikan

pada kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada skor apgar dan gas

darah tali pusat yang abnormal pada bayi-bayi ini, penulis menyimpulkan bahwa ada penurunan

oksigenasi pada sejumlah kehamilan postterm.

Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa

besar saat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukkan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu.

Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah ciri

khas gestasi antara 38-42 minggu.

Nahum dkk (1995) baru-baru ini memastikan bahwa pertumbuhan janin terus

berlangsung sekurang-kurangnya hingga 42 minggu.

Gawat janin dan Oligohidramnion

Leveno dkk. (1984) melaporkan bahaya pada janin antepartum dan gawat janin

intrapartum merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion. Dalam

analisis mereka dalan 727 kehamilan posterm, gawat janin intrapartum yang terdeteksi dengan

pemantauan elektronik tidak disertai deselerasi lambat yang khas untuk insufisiensi

uteroplasenta. Sebaliknya satu atau lebih deselerasi memanjang mendahului tiga perempat seksio

sesarea darurat yang dilakukan atas dasar bahaya pada janin. Pada semua kecuali dua kasus, juga

terjadi deselerasi variable. Pola frekuensi denyut jantung janin umum lainnya, meskipun

sebenarnya tidak membahayakan merupakan garis dasar saltatorik. Temuan-temuan ini sejalan

Mioma Uteri Page 8

Page 9: Laporan Kasus Serotinus Halida

dengan oklusi tali pusat sebagai penyebab utama gawat janin. Korelasi lain yang ditemukan

adalah oligohidramnion dan mekonium kental. Observasi-observasi mengenai patofisiologi

kehamilan posterm ini dikonfirmasi oleh Phelan dkk (1985) serta Bochner dkk (1987). Silver dkk

(1987) juga melaporkan bahwa diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan

ultrasonography, bersifat prediktif terhadap gawat janin intrapartum, terutama bila disertai

oligohidramnion.

Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42

minggu. Mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin kedalam volume cairan amnion yang

sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom

aspirasi mekonium.

Trimmer dkk. (1990) mengukur produksi urine janin tiap jam dengan menggunakan

pengukuran volume kandung kemih ultrasonic serial pada 38 kehamilan dengan usia gestasi 42

minggu atau lebih. Produksi urin yang berkurang mungkin merupakan akibat oligohidramnion

yang sudah ada dan membatasi penelanan amnion oleh janin. Veille dkk. (1993), dengan

menggunakan bentuk-bentuk gelombang Doppler berdenyut, melaporkan bahwa aliran darah

ginjal janin berkurang pada kehamilan posterm dengan oligohidramnion.

Pertumbuhan janin terhambat

Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan yang seharusnya

tanpa komplikasi tidak terlalu diperhatikan. Divon dkk. (1998) dan Clausson dkk. (1999) telah

menganalisis kelahiran pada hamper 700.000 wanita antara 1987 sampai 1995 menggunakan

akte kelahiran medis nasional Swedia. Pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati

pada usia gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi-bayi aterm. Bahkan sepertiga

dari kasus lahir mati postterm ini mengalami hambatan pertumbuhan. Pada saat terjadinya

Mioma Uteri Page 9

Page 10: Laporan Kasus Serotinus Halida

kelahiran-kelahiran ini di swedia, induksi persalinan dan uji janin antenatal biasannya dimula

pada minggu ke-42. Alexander dkk. (2000) membandingkan hasil akhir 355 bayi posterm (≥ 42

minggu) yang berat lahir dibawah atau pada presentil ketiga menurut usia gestasi dengan 14.520

bayi sisannya yang presentil lebih tinggi. Bayi-bayi tersebut dilahirkan di Parkland Hospital.

Morbiditas dan mortalitas meningkat secara significan pada bayi yang mengalami hambatan

pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan memanjang

merupakan bayi-bayi yang hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relative kecil ini.

II.5. Manifestasi klinis (Mansjoer, 2001)

Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara

subjektif kurang dari 7 kali/ 20 menit atau secara objektif dengan KTG kurang dari 10

kali/ 20 menit.

Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :

a. Stadium I. kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit

kering, rapuh dan mudah terkelupas.

b. Stadium II. Seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.

c. Stadium III. Seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan

tali pusat.

II.6. Pemeriksaan penunjang (Mansjoer, 2001)

USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion dan derajat maturitas plasenta.

KTG untuk menilai ada tidaknya gawat janin.

Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanan dinilai

apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan oksitosin).

Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20 %.

Mioma Uteri Page 10

Page 11: Laporan Kasus Serotinus Halida

II.7. Diagnosis (Hanifa dkk, 2006)

Posterm ialah konndisi bayi yang lahir akibat kehamilan lewat waktu dengan kelaian fisik

akibat kekurangan makanan dan oksigen. Bila kasus telah mengalami insufisiensi yang berat

maka akan lahir bayi dengan kelainan seperti diatas.

Tanda posterm dibagi menjadi tiga stadium seperti yang telah dijelaskan diatas.

Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Naegle setelah

memperhitungkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila terdapat keraguan, maka pengukuran

tinggi fundus uteri serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi

lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah: air ketuban yang kurang dan gerakan

janin yang jarang.

Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama

maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat setelah

trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan.

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20 %) mempunyai sensitifitas 75 %

dan tes tanpa tekanan dengan kardiotokografi mempunyai spesifisitas 100% dalam menentukan

adanya disfungsi janin plasenta atau posterm. Perlu diingan bahwa kematangan serviks tidak

dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi

II.8. Masalah yang dihadapi (Saifuddin dkk, 2002)

Masalah Ibu

1. Serviks yang belum matang (70% kasus).

2. Kecemasan ibu.

3. Persalinan traumatis akibat janin besar (2%).

Mioma Uteri Page 11

Page 12: Laporan Kasus Serotinus Halida

4. Angka kejadian seksio sesarea meningkat karena gawat janin, distosia, dan disporposi

sefalopelvik.

5. Meningkatnya perdarahan pasca persalinan, karena penggunaan oksitosin untuk

akselerasi atau induksi

Masalah janin

1. Kelainan pertumbuhan janin

Janin besar dpat menyebabkan distosia bahu, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene.

Pertumbuhan janin terhambat.

2. Oligohidramnion

Kelainan cairan amnion inin mengakibatkan:

- Gawat janin

- Keluarnya mekonium

- Tali pusat tertekan sehingga menyebabkan kematian janin mendadak.

II.9. Komplikasi (Saefuddin, 2002)

1. Anak besar yang dapat menyebabkan disproporsi cephalopelvic

2. Oligohidramnion yang dapat menyebabkan kopresi tali pusat, gawat janin sampai

bayi meninggal.

3. Keluarnya mekoneum yang dapat menyebabkan aspirasi mekoneum.

II.10. Penanganan (Saefuddin, 2002)

Pengelolaan kehamilan lewat waktu kita awali dari umur kehamilan 41 minggu. Hal ini

disebabkan meningkatnya pengaruh buruk pada keadaan perinatal setelah umur kehamilan 40

minggu dan meningkatnya insidensi janin besar.

Mioma Uteri Page 12

Page 13: Laporan Kasus Serotinus Halida

Namun untuk mengurangi beban dan kepraktisan dari bidan dan Puskesmas akan dirujuk

bila kehamilan > 41 minggu. Bila kehamilan > 40 minggu, ibu hamil dianjurkan menghitung

gerak janin selama 24 jam (tidak boleh kurang dari 10 kali), atau menghitung gerakan janin

persatuan waktu dan dibandingkan apakah mengalami penurunan atau tidak.

Pengelolaan persalinan

1. Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung dari derajat

kematangan serviks.

2. Bila serviks matang (Skor Bishop > 5)

- Dilakukan induksi persalinan asalkan tidak terdapat janin besar, jika janin > 4000 gr

lakukan seksio sesarea.

- Pemantauan intrapartum dengan mempergunakan KTG dan kehadiran dokter spesialis

anak apalagi ditemukan mekonium mutlak diperlukan.

3. Pada serviks belum matang (Skor Bishop < 5) kita perlu menilai keadaan janin lebih

lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri.

- NST dan penilaian kantong amnion. Bila keduannya normal, kehamilan dibiarkan

berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu dua kali.

- Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical atau indeks

cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variable pada NST, maka dilakukan

induksi persalinan.

- Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan kontraksi (CST)

harus dilakukan. Hasil CST positif, janin perlu dilahirkan sedangkan bila CST

negative kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi tiga hari

kemudian.

Mioma Uteri Page 13

Page 14: Laporan Kasus Serotinus Halida

- Keadaan serviks (Skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien, dan

kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.

Kehamilan > 42 minggu diupayakan diakhiri

4. Pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan komplikasi seperti diabetes mellitus,

preeklamsia, PJT, kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang keadaan serviks. Tentu

saja kehamilan dengan resiko ini tidak boleh dibiarkan melewati kehamilan lewat waktu.

Pengelolaan intrapartum

1. Pasien tidur miring sebelah kiri

2. Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin

3. Beri oksigen bila ditemukan keadaan janin yang abnormal

4. Perhatikan jalannya persalinan

5. Segera setellah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemi,

hipovolemi, hipotermi dan polisitemia.

Bayi yang mengalami possterm dapat dibagi menjadi 3 stadium:

1. Stadium I

Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering,

rapuh dan mudah mengelupas

2. Stadium II

Gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (Kehijauan) pada kulit.

3. Stadium III

Terdapat pewarnaan pada kuku, kulit, dan tali pusat.

Mioma Uteri Page 14

Page 15: Laporan Kasus Serotinus Halida

Bagan

Kriteria Kehamila lewat waktu adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu dihitung

dari hari pertama haid terakhir

Kategori Kehamilan postterm tanpa kelainan Kehamilan postterm dengan

kelainan

Penilaian

Skor Bishop

Pemantauan janin

Letak janin

Skor Bishop < 5

Baik

Normal

Skor Bishop < 5

Ada kelainan

Ada kelainan

PENANGANAN

Polindes - Penilaian umur kehamilan

- Riwayat obstetric yang lalu

- Tinggi fundus uteri

- Factor resiko

- Kehamilan > 41 minggu

HPHT

(Rujuk)

Puskesmas - Penilaian umur kehamilan

- Riwayat obstetric yang lalu

- Tinggi fundus uteri

- Factor resiko

- Kehamilan > 41 minggu

HPHT

(Rujuk)

PENANGANAN

Rumah Sakit - Penilaian ulang umur kehamilan

- Penilaian skor Bishop

- Pemeriksaan fetal assessment

- USG

- NST kalau perlu CST

a. Sor Bishop < 5

- NST normal

- USG oligohidramnion

- Bayi tidak makrosomia

Induksi Persalinan

b. Deselerasi variable

Induksi persalinan dengan observasi

Skor Bishop > 5

Anak tidak besar

NST reaktif

Penempatan normal

Lakukan induksi (dengan

observasi)

Mioma Uteri Page 15

Page 16: Laporan Kasus Serotinus Halida

c. Volime amnion normal, NST non reaktif, CST baik

Induksi persalinan

d. Kehamilan > 42 minggu sebaiknya diterminasi.

Seksio sesarea dilakukan bila ada

kontraindikasi induksi persalinan

II.11. Pencegahan (Saefuddin, 2002)

1. Konseling antenatal yang baik.

2. Evaluasi ulang umur kehamilan bila ada tanda-tanda berat badan tidak naik,

oligohidramnion, gerak anak menurun. Bila ragu periksa untuk konfirmasi umur

kehamilan dan mencegah komplikasi.

Mioma Uteri Page 16

Page 17: Laporan Kasus Serotinus Halida

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Nyonya “W”

Umur : 20 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Sasak

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Nama Suami : Tuan “N”

Suku/Bangsa : Sasak

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Menikah ~ 1 tahun

Alamat : Narmada

MRS : 03 Desember 2009 pukul 13.00 WITA

MR : 110031

II. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama : Kehamilan melebihi waktu taksiran persalinan

Pasien merupakan rujukan Polindes Suranadi dengan G1P0A0L0 42-43

minggu/T/H/IU/Presentasi Kepala. Abdominal pain (-), bloody show (-), watery vaginal

discharge (-), fetal movement (+), history of DM (-), ashtma (-), HT (-)

Mioma Uteri Page 17

Page 18: Laporan Kasus Serotinus Halida

Kronologi :

24-11-09

Pasien dating ke Polindes untuk ANC. Di Polindes, pasien diminta untuk datang 4 hari lagi jika

belum ada tanda-tanda ingin melahirkan karena usia kehamilan sudah memasuki 41 minggu.

02-12-09

Pasien datang memeriksakan diri ke Polindes, dan dirujuk ke RSUP NTB dikarenakan oleh usia

kehamilan yang sudah melewati tanggal taksiran persalinan.

03-12-09

Pasien datang ke Poliklinik RSUP NTB.

HPHT: 10-02-2009

TP: 17-11-2009

ANC: 10x, di Polindes dan terakhir tgl. 2/12/09

III. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat tekanan darah tinggi (-)

Riwayat kencing manis (-)

Riwayat penyakit paru (-)

Riwayat penyakit ginjal (-)

IV. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga os yang menderita penyakit seperti yang diderita os

Riwayat obstetri:

1. ini

Pemeriksaan di RSU Mataram (19.00)

Status Generalis :

• Keadaan umum: baik

• Kesadaran: CM

• TD: 110/80 mmHg

• RR: 16 x/mnt

• Nadi : 80 x/mnt

Mioma Uteri Page 18

Page 19: Laporan Kasus Serotinus Halida

• T: 36,5’C

Mata : an(-/-) ikt (-)

Cor -Pulmo : dalam batas normal

Status Obstetri:

L1 : bokong TFU : 32cm

L2 : Punggung kanan

L3 : Kepala

L4 :Sudah masuk PAP 4/5

TBJ : 3255 g

His : -

DJJ : 12-13-12

VT :Φ 1 cm, eff 10%, AM (+), teraba kepala penurunan HI+, denom unclear, tidak teraba

bagian kecil janin atau tali pusat.

USG :

Janin T/H/IU/letak kepala

TBJ 3550 g

Placenta pada corpus lateral kiri grade III

kalsification (+)

Amniotic fluid jernih, cukup

Evaluasi Pelvic :

Spina ischiadica tidak menonjol

Os coxigeus mobile

Arcus pubis > 90

Bishop Score : 5

Cervix Dilatation : 1 cm = 1

Cervix Length : 2-4 cm = 1

Consistency : Average = 1

Position : Mid = 1

Station : H1+ = 1

Laboratory result:

HBsAg (-)

Mioma Uteri Page 19

Page 20: Laporan Kasus Serotinus Halida

HB = 11 gr%

WB = 16.700

PLT = 261.000

HCT = 34,2

Diagnosis :

G1P0A0H0 42-43 minggu A/T/H/IU presentasi kepala

Rencana tindakan:

Observasi kesejahteraan ibu dan janin

Pemeriksaan Laboratorium : DL, HBsAg

Supervisor di polyclinic advise : Terminasi kehamilan dengan oksitosin drip serial, CTG

terlebih dahulu.

Persalinan:

Lahir bayi laki-laki (00.55) dengan VE indikasi inpartu kala II lama 3100 gram, APGAR Score

6-8. Plasenta lahir spontan sekitar 5 menit kemudian, lahir lengkap, kalsifikasi +. Tali pusat

putih, panjang sekitar 50 cm. Jalan lahir perineum epis.

Mioma Uteri Page 20

Page 21: Laporan Kasus Serotinus Halida

Time Subject Object Assesment Planning

13.30 Pasien tidak nafsu

makan

CTG : suspicious

Baseline 124 bpm

UC : -

G1P0A0H0 42-43/S/L/IU/Letak

kepala

KIE makan dan minum

16.30 Pasien setelah

makan

CTG : reactive

Baseline 140 bpm

UC : -

G1P0A0H0 42-43/S/L/IU/Letak

kepala

17.00 - UC : -

FHR : 11-11-12x/mnt

G1P0A0H0 42-43/S/L/IU/Letak

kepala

Oxytocin drip pada tetes

8. Observasi CU & FHR

setiap 30 mnt

17.30 - UC : -

FHR : 12-12-12

Oxytocin drip pada tetes

12. Observasi CU & FHR

setiap 30 mnt

18.00 - UC : - Oxytocin drip pada tetes

Mioma Uteri Page 21

Page 22: Laporan Kasus Serotinus Halida

FHR : 13-13-12 16. Observasi CU & FHR

setiap 30 mnt

18.30 - UC : -

FHR : 12-13-11

Oxytocin drip pada tetes

20. Observasi CU & FHR

setiap 30 mnt

19.00 Nyeri perut UC : 1x10’ 25”

FHR : 11-11-12x/mnt

Oxytocin drip pada tetes

24. Observasi CU & FHR

setiap 30 mnt

19.30 Nyeri perut > UC : 3x10’ 20”

FHR : 12-12-13

Oxytocin drip pada tetes

28. Observasi CU & FHR

setiap 30 mnt

20.00 Nyeri perut >> UC : 3x10’ 25”

FHR : 12-12-12

Oxytocin drip pada tetes

32. Observasi CU & FHR

setiap 30 mnt

Mioma Uteri Page 22

Page 23: Laporan Kasus Serotinus Halida

20.30 Nyeri perut >> UC : 3x10’ 40”

FHR : 13-13-12

Maintanance oxytocin

drip pada tetes ke-32,

Observasi kontraksi

uterus dan DJJ tiap 30

menit. CTG dan evalusi 2

jam lagi

20.45 Nyeri perut >> CTG : reactive

Baseline : 144

21.00 Nyeri perut >> UC : 4x10’ 40”

FHR : 12-12-12

Maintanance oxytocin

drip pada tetes ke-32,

Observasi kontraksi

uterus dan DJJ tiap 30

menit

21.30 Nyeri perut >> UC : 4x10’ 40”

FHR : 12-13-12

Maintanance oxytocin

drip pada tetes ke-32,

Observasi kontraksi

Mioma Uteri Page 23

Page 24: Laporan Kasus Serotinus Halida

uterus dan DJJ tiap 30

menit

22.00 Nyeri perut >> UC : 4x10’ 40”

FHR : 13-12-12

Maintanance oxytocin

drip pada tetes ke-32,

Observasi kontraksi

uterus dan DJJ tiap 30

menit

22.30 Nyeri perut >> • Kondisi umum: baik

• Kesadaran:CM

• BP: 110/70 mmHg

• RR: 24 x/mnt

• Pulse : 88 x/mnt

• T: 36,8’C

UC : 4x10’ 40”

FHR : 12-12-12

G1P0A0H0

42-43/S/L/IU/Letkep, inpartu

kala 2

Maintanance oxytocin

drip pada tetes ke-32

KIE untuk makan dan

minum

Amniotomi

Posisi jongkok

Mioma Uteri Page 24

Page 25: Laporan Kasus Serotinus Halida

VT : CD lengkap, AM (+),

head palpable, descend HII+,

denominator UUK, t’teraba

bagian kecil janin atau tali

pusat

23.05 Amniotomi : amniotic

fluid ± 75 cc, jernih

00.30 His : 3x10’ 35”

DJJ : 10-11-10

G1P0A0H0

42-43/T/H/IU/presentasi kepala

dengan inpartu kala 2 lama

Lapor supervisor, usul

vaccum extraction

Advise, usul ACC

00.45 Vaccum extraction

dimulai

00.55 Vaccum extraction

berhasil dalam 2x

tarikan. Lahir bayi laki-

Mioma Uteri Page 25

Page 26: Laporan Kasus Serotinus Halida

laki, 3100 gr, tinggi 50

cm, AS: 6-8, anus (+),

tanda posterm (-).

Placenta lahir spontan,

lengkap, calsification (+)

Perineum epis

02.55 - General status :

• Kondisi umum: baik

• Kesadaran: CM

• BP: 100/70 mmHg

• RR: 16 x/mnt

• Nadi : 76 x/mnt

• T: 36,5’C

Mata : an(-/-) ikt (-)

Cor -Pulmo : dbn

Kontraksi uterus :Baik

P1A0H1 42-43/T/H/IU/ Letak

kepala dengan persalinan kala 4

Rawat gabung ibu dan

bayi

Observasi kesejahteraan

ibu dan janin

Observasi kontraksi

uterus dan perdarahan

KIE makan dan minum

Mioma Uteri Page 26

Page 27: Laporan Kasus Serotinus Halida

TFU : 1 jari dibawah

umbilicus

07.00 General status :

• Kondisi umum: baik

• Kesadaran: CM

• BP: 120/80 mmHg

• RR: 20 x/mnt

• Nadi : 80 x/mnt

• T: 36,3’C

Mata : an(-/-) ikt (-)

Cor -Pulmo : dbn

Kontraksi uterus :Baik

TFU : 1 jari dibawah

umbilicus

Lochia rubra (+)

Luka epis : baik

P1A0H1 42-43/T/H/IU/Letsk

Kepala + post partum hari 1

Observasi kesejahteraan

ibu dan janin

Observasi kontraksi

uterus dan perdarahan

KIE makan dan minum

KIE untuk ASI ekslusif

Mioma Uteri Page 27

Page 28: Laporan Kasus Serotinus Halida

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien yang kasusnya diangkat pada kasus ini, berdasarkan anamnesis didapatkan

usia kehamilan yang melebihi 42 minggu. Pasien menyatakan gerakan janin masih dirasakan,

nyeri perut , bloody show, serta watery vaginal discharge belum ada. Berdasarkan pemeriksaan

fisik diperoleh data Selain itu, berdasarkan pemeiksaan USG didapatkan kalsifikasi pada

plasenta. Pada pemeriksaan fisik umum diperoleh keadaan ibu dan janin baik dimana vital sign

ibu dalam batas normal serta denyut jantung janin 148x/menit irama reguler. Hasil obstetric

menunjukkan panjang TFU 32 cm, taksiran berat janin 3225 gr kepala janin telah masuk PAP

4/5. Evaluasi Pelvic spina ischiadica tidak menonjol, Os coxigeus mobile, Arcus pubis > 90.

Bishop Score : 5, Cervix Dilatation : 1 cm = 1, Cervix Length : 2-4 cm = 1, Consistency :

Average = 1, Position : Mid = 1 dan Station : H1+ = 1.

Berdasarkan pemeriksaan USG diperoleh gambaran janin T/H/IU/letak kepala, TBJ 3550

g, placenta pada corpus lateral kiri grade III dengan kalsification (+), Amniotic fluid jernih,

cukup. Kalsifikasi dari plasenta menunjukkan adanya penuaan dari plasenta dimana pada

serotinus plasenta mengalami disfungsi. Smith dan Barker (1999)baru-baru ini melaporkan

bahwa apoptosis-kematian sel terprogram-plasenta meningkat secara signifikan pada gestasi 41-

42 minggu lengkap dibanding dengan 36-39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut tidak jelas

sampai sekarang.

Taksiran berat janin berdasarkan HPHT dan pemeriksaan USG terdapat perbedaan yang

tidak terlalu jauh, berdasarkan HPHT diperoleh 3220 g sedangkan berdasarkan USG diperoleh

Mioma Uteri Page 28

Page 29: Laporan Kasus Serotinus Halida

3550 g. Pada usia kehamilan 42-43 minggu, disebut kecil untuk masa kehamilan jika berat janin

≤ 2750 g (Hasan dkk, 2002).

Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan yang seharusnya

tanpa komplikasi tidak terlalu diperhatikan. Divon dkk. (1998) dan Clausson dkk. (1999) telah

menganalisis kelahiran pada hamper 700.000 wanita antara 1987 sampai 1995 menggunakan

akte kelahiran medis nasional Swedia. Pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati

pada usia gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi-bayi aterm. Bahkan sepertiga

dari kasus lahir mati postterm ini mengalami hambatan pertumbuhan. Pada saat terjadinya

kelahiran-kelahiran ini di swedia, induksi persalinan dan uji janin antenatal biasannya dimula

pada minggu ke-42. Alexander dkk. (2000) membandingkan hasil akhir 355 bayi posterm (≥ 42

minggu) yang berat lahir dibawah atau pada presentil ketiga menurut usia gestasi dengan 14.520

bayi sisannya yang presentil lebih tinggi.

Pada saat bayi lahir, tidak didapatkan tanda-tanda posterm seperti: Stadium I. kulit

kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering, rapuh dan mudah

terkelupas, Stadium II. Seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.

Stadium III. Seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.

Insiden sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, atau 43 minggu masing-masing belum

dapat ditentukan dengan pasti. Shime dkk. (1984), dalam satu diantara segelintir laporan

kontemporer tentang kronik postmatur, menemukan bahwa sindrom ini terjadi pada sekitar 10 %

kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 persen pada 44 minggu. Jumlah

air ketuban juga berpengaruh terhadap tanda-tanda posmaturitas, Oligohidramnion yang

menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas (Cunningham dkk, 2006).

Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa besar

Mioma Uteri Page 29

Page 30: Laporan Kasus Serotinus Halida

saat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukkan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu.

Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah ciri

khas gestasi antara 38-42 minggu (Cunningham dkk, 2006).

Mioma Uteri Page 30

Page 31: Laporan Kasus Serotinus Halida

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A. dkk. Distosia. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius Jakarta. 2001. hal . 303 – 309.

Hasan, R. Dkk, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3, Percetakan Infomedika Jakarta. 2002. Hal. 1049.

Cunningham. F.G., dkk, Obstetri Williams Edisi 21, EGC, Jakarta, 2006. Hal. 809-823.

Saifuddin A., dkk, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Tridasa

Printer, Jakarta, 2002. Hal. 305-310.

Hanifa dkk, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2006,

Hal.317-320.

Mioma Uteri Page 31