abses peritonsil

12
Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Peritonsil Tesa Iswa Rahman 102012179 A3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Koresponden: [email protected] Pendahuluan Abses peritonsil (quinsy) adalah termasuk salah satu abses leher dalam. Selain abses peritonsil termasuk juga abses parafaring, abses retrofaring, dan angina ludavici (Ludwig’s angina), atau abses submandibula. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial di antara fascia leher dalam sebagai akibat perjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Penjalaran infeksi disebabkan oleh perembesan peradangan melalui kapsula tonsil. Peradangan akan mengakibatkan terbentuknya abses dan biasanya unilateral. Gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi. Nyeri tenggorokan dan demam yang disertai gangguan berupa terbatasnya gerak mandibula dan leher kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses peritonsil ialah abses diluar kapsul atau selubung tonsil, antara kedua lapisan paltum molle. Penyakit ini merupakan komplikasi dari tonsilofaringitis akut yang membentuk abses pada jaringan longgar sekitar tonsil. 1 Pembahasan 1

Upload: tesaiswarahman

Post on 21-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

MakalahPBL Blok 22Ukrida

TRANSCRIPT

Page 1: Abses peritonsil

Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses PeritonsilTesa Iswa Rahman

102012179A3

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Koresponden: [email protected]

Pendahuluan

Abses peritonsil (quinsy) adalah termasuk salah satu abses leher dalam. Selain abses

peritonsil termasuk juga abses parafaring, abses retrofaring, dan angina ludavici (Ludwig’s

angina), atau abses submandibula. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial di

antara fascia leher dalam sebagai akibat perjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi,

mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Penjalaran infeksi disebabkan

oleh perembesan peradangan melalui kapsula tonsil. Peradangan akan mengakibatkan

terbentuknya abses dan biasanya unilateral. Gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri

dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi.

Nyeri tenggorokan dan demam yang disertai gangguan berupa terbatasnya gerak

mandibula dan leher kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses peritonsil ialah

abses diluar kapsul atau selubung tonsil, antara kedua lapisan paltum molle. Penyakit ini

merupakan komplikasi dari tonsilofaringitis akut yang membentuk abses pada jaringan

longgar sekitar tonsil.1

Pembahasan

Anamnesis

Untuk melakukan anamesis pada kasus abses peritonsil perlu ditanyakan juga

mencakup keluhan-keluhan tonsilitis yang biasanya merupakan penyebab terjadinya abses

peritonsil. Terlebih dulu tanyakan keluhan utama dan gejala penyerta pasien seperti nyeri

tenggorok, nyeri saat menelan, demam, nyeri telinga pada sisi yang sama, muntah, mulut

berbau, banyak ludah, suara gumam dan sering terdapat kesulitan membuka mulut.

Ditanyakan letak nyerinya untuk membedakan dengan abses leher dalam yang lain dan sejak

kapan terjadi. Pasien juga memiliki riwayat sebelumnya memiliki nyeri tenggorok.1

1

Page 2: Abses peritonsil

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik tentunya dimulai dari inspeksi pasien secara umum, lalu melakukan

pemeriksaan tanda-tanda vital untuk menilai suhu, nadi, tekanan darah, dan pernafasan

pasien. Pada pasien abses peritonsil biasanya ditemukan adanya peningkatan suhu.

Selanjutnya yang paling penting adalah melakukan pemeriksaan pada orofaring. Perlu

diperhatikan karena sering terdapat trismus maka terkadang agak sulit untuk melihat jelas

orofaring. Pada inspeksi tampak palatum mole membengkak pasa satu sisi umumnya dan

menonjol ke depan. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak,

hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah. Jika

dilakukan palpasi pada palatum molle maka dapat teraba fluktuasi. Pada perabaan KGB

submandibula dapat ditemukan pembesaran.1,2

Pemeriksaan Penunjang

Hitung darah lengkap (complete blood count) ditumukan leukositosis sebagai tanda

terjadinya infeksi.

Pemeriksaan radiologi berupa fotorontgen polos, ultrasonografi dan tomografi

komputer. Saat ini ultrasonografi telah dikenal dapat mendiagnosis abses peritonsil secara

spesifik dan mungkin dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksaan. Mayoritas kasus yang

diperiksa menampakkan gambaran cincin isoechoic dengan gambaran sentral hypoechoic.

Gambaran tersebut kurang dapat dideteksi bila volume relatif pus dalam seluruh abses

adalah kurang dari 10% pada penampakan tomografi komputer . Penentuan lokasi abses yang

akurat, membedakan antara selulitis dan abses peritonsil ser ta menunjukkan gambaran

penyebaran sekunder dari infeksi ini merupakan kelebihan penggunaan tomografi komputer.

Khusus untuk diagnosis abses peritonsil di daerah kutub bawah tonsil akan sangat terbantu

dengan tomografi komputer. Ultrasonografi juga dapat digunakan di ruang pemer iksaan

gawat darurat untuk membantu mengidentifikasi ruang abses sebelum dilakukan aspirasi

dengan jarum.3

2

Page 3: Abses peritonsil

Gambar 1. USG intraoral.4

Diagnosis Kerja

Abses peritonsil (quinsy) adalah termasuk salah satu abses leher dalam. Selain abses

peritonsil termasuk juga abses parafaring, abses retrofaring, dan angina ludavici (Ludwig’s

angina), atau abses submandibula. Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut

yang diikuti dengan terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara m.konstriktor faring

dengan tonsil pada fosa tonsil. Infeksi ini menembus kapsul tonsil (biasanya pada kutub atas).

Abses peritonsil merupakan infeksi pada tenggorok yang seringkali merupakan komplikasi

dari tonsilitis akut. Abses per itonsil merupakan infeksi pada kasus kepala leher yang sering

ter jadi pada orang dewasa. Timbulnya abses peritonsil dimulai dari infeksi super fisial dan

berkembang secara progresif menjadi peritonsilar selulitis lalu menjadi abses peritonsil.1

Etiologi

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang

bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya

sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak

yang lebih tua dan dewasa muda.

Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang

bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah

Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan

Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah

Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp.

3

Page 4: Abses peritonsil

Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme

aerobik dan anaerobik.1

Epidemiologi

Angka kejadian pada penyakit abses peritonsil berdasarkan usia banyak menyerang

pada usia 15 tahun sampai dengan 35 tahun, berdasarkan jenis kelamin belum ada literatur

yang menggambarkan adanya perbedaan jumlah kejadian abses peritonsil pada laki-laki dan

perempuan. Di Amerika Serikat ditemukan 30 kasus abses peritonsil dari 100.000 penduduk

pertahun mewakili sekitar 45.000 kasus baru tiap tahunnya. Di Indonesia belum ada data

tentang jumlah abses peritonsil secara pasti.5

Patofisiologi

Abses peritonsil adalah infeksi yang biasanya didahului oleh terjadinya tonsilitis.

Infeksi di daerah sekitar tonsil terdapat ruang potensial peritonsil yang diisi oleh jaringan ikat

longgar. Daerah yang tersering menjadi abses peritonsil adalah daerah superior dan lateral

fossa tonsil sehingga saat terjadi infeksi pada daerah tersebut palatum molle tampak

membengkak. Walaupun sangat jarang, abses peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior.

Pada stadium permulaan yang terjadi adalah selulitis peritonsil (stadium infiltrasi) dan

belum terbentuk pus. Selulitis ini terjadi dari berkembangnya infeksi yang terjadi pada tonsil

atau faring. Setelah proses berlanjut maka terjadi supurasi sehingga daerah tersebut menjadi

lunak. Pembengkakan akan mendorong uvula ke arah kontralateral. Bila proses berlangsung

terus peradangan jaringan akan menyebabkan iritasi m.pterigoid interna sehingga

menimbulkan trismus.1,6

Gejala Klinis

Gejala klinis berupa rasa sakit di tenggorok yang terus menerus hingga keadaan yang

memburuk secara progresif walaupun telah diobati. Rasa nyeri terlokalisir, demam lemah

dan mual. Odinofagi dapat merupakan gejala menonjol dan pasien mungkin mendapatkan

kesulitan untuk makan bahkan menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi ludah

sehingga terjadi hipersalivasi dan ludah seringkali menetes keluar . Keluhan lainnya berupa

mulut berbau (foetor ex ore), muntah (regurgitasi) sampai nyeri alih ke telinga (otalgi).

Trismus akan muncul bila infeksi meluas mengenai otot-otot pterigoid. Penderita mengalami

kesulitan berbicara, suara menjadi seperti suara hidung, membesar seperti mengulum kentang

4

Page 5: Abses peritonsil

panas (hot potato’s voice) karena penderita berusaha mengurangi rasa nyeri saat membuka

mulut.7

Penatalaksanaan

Pada stadium infiltrasi, diberikan anibiotika dosis tinggi, penisilin 600.000-1.200.000

unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosforin 3-4 x 250-500 mg,

metronidazol 3-4 x 250-500 mg. Juga obat simtomatik berupa analgesik antipiretik

paracetamol 3 x 500 mg, anjuran berkumur dengan antiseptik/air hangat, dan kompres dengan

air dingin.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi

untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak,

atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir

pada sisi yang sakit. Setelah selesai pasien diminta berkumur dengan antiseptik. Bila terdapat

trismus, diberikan analgetik lokal untuk nyeri dengan menyuntikkan silokain atau novokain

1% di ganglion sfenopalatinum. Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi.

Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah

drainase abses.8

Komplikasi

Komplikasi segera yang dapat terjadi berupa dehidrasi karena masukan makanan yang

kurang. Pecahnya abses secara spontan dengan aspirasi darah atau pus dapat menyebabkan

pneumonitis atau abses paru. Pecahnya abses juga dapat menyebabkan penyebaran infeksi ke

ruang leher dalam, dengan kemungkinan sampai ke mediastinum dan dasar tengkorak.

Perluasan Infeksi ke daerah parafaring dapat menyebabkan ter jadinya abses

parafaring, penjalaran selanjutnya dapat masuk ke mediastinum sehingga dapat terjadi

mediastinitis.

Pembengkakan yang timbul di daerah supraglotis dapat menyebabkan obstruksi jalan

nafas yang memerlukan tindakan trakeostomi. Keterlibatan ruangruang faringomaksilar is

dalam komplikasi abses peritonsil mungkin memer lukan drainase dari luar melalui segitiga

submandibular .

Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial dapat mengakibatkan thrombus sinus

kavernosus, meningitis dan abses otak. Pada keadaan ini, bila tidak ditangani dengan baik

akan menghasilkan gejala sisa neurologis yang fatal.1

5

Page 6: Abses peritonsil

Pencegahan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terbentuknya abses

peritonsil, antara lain dengan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut, serta tidak merokok.

Jika terjadi tonsilitis, terutama tonsilitis bakteri, maka infeksi perlu segera diobati sampai

tuntas untuk mencegah terjadinya abses.1

Prognosis

Abses peritonsiler hampir selalu berulang bila tidak diikuti dengan tonsilektomi.,

maka ditunda sampai 6 minggu berikutnya. Pada saat peradangan telah mereda, biasanya

terdapat jaringan fibrosa dan granulasi pada saat operasi.

Diagnosis Banding

Abses Retrofaring

Penyakit ini biasanya ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Hal ini

terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa, masing-masing

2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus

paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Pada usia di atas 6 tahun

kelenjar limfa akan mengalami atrofi.

Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses ruang retrofaring ialah: Infeksi

saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring, trauma dinding belakang

faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi,

intubasi endotrakea dan endoskopi, tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas.

Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil,

rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan tidak mau makan atau minum.

Juga terdapat demam, leher kaku dan nyeri. Dapat timbul sesak napas karena sumbatan jalan

napas, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat

timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat menganggu resonansi suara sehingga terjadi

perubahan suara. Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa

terlihat bengkak dan hiperemis.

Terapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan tindakan bedah. Sebagai

terapi medikamentosa diberikan antibiotika dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob,

diberikan parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan insisi abses melalui laringoskopi

langsung dalam posisi berbaring Trendelnburg.1

6

Page 7: Abses peritonsil

Abses Parafaring

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara:

Langsung, yaitu akibat tusukan jarung pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia.

Peradangan terjadi karena ujung jarung suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus

lapisan otot tipis (M. Konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari

fosa tonsilaris

Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus

paranasal, mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya

abses ruang parafaring.

Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar

angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga

menonjol ke arah medial. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan

tanda klinik. Bila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen

jaringan lunak AP atau CT scan.1

Abses Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang

sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohiloid. Ruang submaksila

selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot

digastrikus anterior. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu

komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa

submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Kuman

penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob. Gejala dan tandanya, terdapat

demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah,

mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan.

Kesimpulan

Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang membuat terjadinya

abses pada ruang peritonsil dan biasanya didahului oleh terjadinya tonsilitis. Gejala klinis

pada abses peritonsil adalah nyeri tenggorok, sulit menelan, demam, nyeri di telinga, sulit

membuka mulut, muntah, mulut berbau, hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak palatum

mole bengkak dan terdorong ke depan serta uvula terdorong ke sisi yang sehat. Terapinya

menggunakan antibiotik seperti penisilin dan analgetik antipiretik seperti paracetamol. Selain

7

Page 8: Abses peritonsil

itu dilakukan pengeluaran pus dengan cara aspirasi dan insisi pada palatum mole, serta

dianjurkan tonsilektomi saat infeksi sudah tenang.

Daftar Pustaka

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,

hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011. h.226-

30.

2. Broek PVD, Feenstra L. Buku saku ilmu kesehatan tenggorok, hidung, dan telinga. Edisi

12. Jakarta: EGC; 2009

3. Fasano J.C, Chudnofsky C. Bilateral Peritonsillar Abscesses: Not Your Usual Sore

Throat. The Journal of Emergency Medicine 2005;29:45-7.

4. Lyon M, Blaivas M. Intraoral Ultrasound In the Diagnosis and Treatment of Suspected

Peritonsillar Abscess In The Emergency Department. ACAD Emerg Med 2005;12:85-8.

5. Fandi AW. Abses peritonsil. Medicina 2013;44:186-189.

6. Greenberg MI. Text atlas of emergency medicine. Philadelpia: Lippincot Williams &

Wilkins; 2005. h. 152.

7. Ming CF. Effycacy of Three Theraupetic Methods for Peritonsillar Abscess. Journal of

Chinese Clinical Medicine 2006;2:108-11.

8. Mansjoer A, Trianti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta:

Media Aesculapius; 2008. h.121-2.

8