abses peritonsil pada dewasa

12

Click here to load reader

Upload: andy-santoso-hioe

Post on 23-May-2017

229 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abses Peritonsil Pada Dewasa

Abses Peritonsil pada Dewasa

Andy Santoso Hioe

102011314

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no.6 - Jakarta Barat

[email protected]

Pendahuluan

Tonsil merupakan organ yang penting dalam tubuh manusia. Bersifat sebagai

pelindung tubuh dari infeksi, organ ini memegang peranan penting dalam proteksi tubuh,

terutama bagian mulut dan tenggorokkan. Infeksi atau radang pada tonsil yang disebut

tonsillitis dapat menyebabkan komplikasi yang cukup berat pada manusia, yaitu abses

peritonsil. Bila abses ini tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya penutupan

tenggorokkan sehingga terjadi gangguan pernapasan. Oleh karena itu, penulis membahas

abses peritonsil dimulai dari diagnosis dan penatalaksanaannya.

Anamnesis

Keluhan kelainan tenggorok di daerah faring umumnya adalah 1.) nyeri tenggorok, 2.)

nyeri menelan (odinofagia), 3.) rasa banyak dahak di tenggorok, 4.) sulit menelan (disfagia),

5.) rasa ada yang menyumbat atau mengganjal.

Pada nyeri tenggorok perlu ditanyakan kekerapan nyerinya apakah hilang timbul atau

meneteap. Tanyakan pula bila nyeri tenggorok disertai dengan demam, batuk, serak, dan

tenggorok terasa kering. Informasi tentang riwayat merokok pasien (bila ada) juga perlu

ditanyakan.

Odinofagia merupakan rasa nyeri di tenggorok pada saat gerakan menelan. Dapat

ditanyakan apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke telinga.

Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul akibat adanya inflamasi di

hidung dan faring. Apakah dahak ini berupa lender saja, pus atau bercampur darah. Dahak ini

dapat turun dan keluar bila dibatukkan atau terasa turun di tenggorok.

1

Page 2: Abses Peritonsil Pada Dewasa

Keluhan disfagia dapat ditanyakan sudah berapa lama dan untuk jenis makanan cair

atau padat. Apakah juga disertai muntah dan berat badan menurun dengan cepat.

Rasa sumbatan di leher (sense of lump in the neck) sudah berapa lama, tanyakan

tempatnya.

Pemeriksaan Fisik

Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa

rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.

Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian

rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dundung

belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa

pipi, gusi, dan gigi geligi. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan

lain-lain. Tanyakan apakah ada rasa nyeri di sendi temporomandibula ketika membuka mulut.

Pemeriksaan tanda-tanda vital hanya dapat mengetahui adanya proses inflamasi di

dalam tubuh. Suhu tubuh meningkat dapat menjadi salah satu tanda penting adanya proses

inflamasi pada tubuh. Peningkatan frekuensi napas mungkin dapat ditemukan pada abses

yang sudah hampir menutupi rongga faring.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah dan

pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan darah hanya untuk memastikan adanya proses infeksi

pada tubuh, sedangkan pemeriksaan radiologi meliputi ultrasonografi dan CT-scan untuk

mengetahui posisi dan besar abses yang terjadi.

Pada pemeriksaan darah, peningkatan laju endap darah dan konsentrasi protein

reaktif-C (C-reactive protein, CRP) dapat menunjukkan adanya infeksi dalam tubuh.

Meskipun dapat menghasilkan false negative pada pasien dengan sirosis hati, pemeriksaan

CRP lebih sensitive daripada pemeriksaan laju endap darah.

Untuk mengetahui lokasi dan besarnya abses dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan

dengan menggunakan ultrasonografi atau CT-scan. Ultrasonografi lebih dipilih karena lebih

ekonomis daripada pemeriksaan CT-scan. Pemeriksaan dengan ultrasonografi dapat

dilakukan dengan dua metode, yaitu transoral dan transcutaneous servikal.

2

Page 3: Abses Peritonsil Pada Dewasa

Pemeriksaan ultrasonografi dengan metode transoral (transoral ultrasonography, TUS)

dilakukan dengan cara memasukan probe ke dalam mulut pasien. Prosedur ini dilakukan

tanpa menggunakan anestesi. Hasil dari pencitraan ini yaitu ditemukan daerah hipoekoik

yang dikelilingi daerah isoekoik. Kelemahan dari metode ini adalah bila pasien sudah

mengalami trismus, sehingga sukar untuk membuka rongga mulut.

Gambar 1. Penampalan abses peritonsillar dengan TUS

Pada pemeriksaan ultrasonografi dengan metode transkutaneus servikal

(transcutaneous cervical ultrasonography, TUS) dapat dilakukan bila pasien mengalami

trismus. Probe yang diatur dengan frekuensi tinggi diletakkan di bawah mandibular dan

mengarah ke kedua daerah peritonsiler. Hasil dari pencitraan ini adalah adanya bagian

hipoekoik di sebelah tonsil.

Gambar 2. Ultrasonografi trasnkutaneus dengan abses peritonsillar tonsil kanan yang ditandai dengan tanda

panah. Perhatikan daerah hipoekoik homogen (abses) dan daerah yang diberi garis titik-titik (tonsil).

3

Page 4: Abses Peritonsil Pada Dewasa

Diagnosis

Working Diagnosis

Abses peritonsil didefinisikan sebagai terkumpulnya pus diantara kapsula tonsil dan

m. constrictor pharyngis. Abses ini merupakan komplikasi paling sering dari tonsillitis akut

dan abses yang umum pada kasus kepala dan leher. Penyakit ini sering menjadi kasus gawat-

darurat karena adanya dehidrasi dan nyeri hebat. Remaja dan dewasa muda yang paling

sering terkena penyakit ini. Aspirasi pus menandakan bahwa bakteri penyebab bersifat

polimikrobial. Diagnosis definitif untuk abses peritonsil adalah dengan aspirasi pada abses.

Differential diagnosis

Tonsilitis

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga

mulut Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga

mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (faucial), tonsil lingual, dan tonsil tuba

Eustachius. Penyebaran infeksi melalui udara, tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua

umur, terutama pada anak.

Tonsilitis dibagi menjadi tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronik.

Tonsillitis akut disebabkan oleh virus (Epstein Barr virus, Coxsackie virus) dan bakteri

(Streptococcus β-hemolyticus group A, Pneumococcus, S. viridans, S. pyogenes). Gejala dan

tanda dari tonsillitis akut adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam tinggi,

lesu, nyeri pada sendi, anoreksia, dan otalgia.

Tonsillitis membranosa dibagi menjadi tonsillitis difteri (C. diphtheria) tonsillitis

septik, angina Plaut Vincent, penyakit kelainan darah (leukemia akut, anemia pernisiosa,

neutropenia maligna, dan mononucleosis infeksiosa). Gejala khas dari tonsillitis ini adalah

adanya pseudomembran pada permukaan tonsil.

Tonsilitis kronik didefinisikan sebagai nyeri tenggorok persisten, anoreksia, disfagia,

dan eritema faringotonsillar. Dapat juga dicirikan dengan adanya nafas yang berbau dan

adanya pembesaran nnll. Jugulodigastricus. Biasanya kuman yang terisolasi adalah campuran

aerob dan anaerob, dengan predominan streptococcus.

4

Page 5: Abses Peritonsil Pada Dewasa

Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak ditemukan di

Indonesia. Karsinoma ini sulit didiagnosa karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir

langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan daerah penting

di dalam tengkorak daan ke lateral maupun posterior leher.

Gejala dan tanda dari karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu

gejala nasofaring, gejala telinga, gejala mata dan saraf, dan metastasis atau gejala di leher.

Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung. Gangguan pada

telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat dengan muara tuba

Eustachius (fossa Rossenmueller). Gangguan dapat berupa tinnitus, rasa tidak nyaman di

telinga sampai otalgia. Karsinoma juga dapat menekan saraf kranial III, IV, VI, dan V bila

berdekatan dengan foramen lacerum. Dapat pula mengenai saraf kranial IX, X, XI, XII jika

penjalaran melalui foramen jugulare.

Etiologi

Proses ini terjadi sebagai komplikasi dari tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber

dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Penyebab abses ini adalah polimikrobial,

dapat berupa bakteri aerob, anaerob, atau campuran. Dalam penelitian, bakteri aerob Gram

positif menjadi patogen utama dalam penyebab abses peritonsilar, seperti golongan

Streptococcus β-hemolyticus grup A (Group A Streptococcus β-hemolyticus, GAS) dan

anggota S. viridans. Sedangkan, dari golongan anaerob, genus Prevotella menjadi penyebab

terbanyak terjadinya abses peritonsillar.

Epidemiologi

Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi

pada umur 20-40. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem

imunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas yang signifikan pada anak-

anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika

insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun

5

Page 6: Abses Peritonsil Pada Dewasa

Patofisiologi

Daerah superior dan lateral fossa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh

karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini,

sehingga tampak palatum molle membengkak.

Walaupun sangat jarang, abses peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior. Pada

stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak permukaannya

hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak.

Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula ke arah kontralateral. Bila proses

berlangsung terus menerus, peradangan jaringan sekitar akan menyebabkan iritasi pada m.

pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga

memungkinkan terjadinya aspirasi pneumonia.

Manifestasi Klinik

Selain gejala dan tanda tonsillitis akut, juga terdapat odinofagia (nyeri menelan) yang

hebat. Biasanya pada sisi yang sakit terjadi otalgia, mungkin terdapat muntah, mulut berbau

(foetor ex ore), hipersalivasi, suara gumam (hot potato voice), serta pembengkakkan kelenjar

submandibular dengan nyeri tekan.

Pada pemeriksaan terkadang sukar untuk memeriksa seluruh faring karena adanya

trismus. Palatum molle tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi.

Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin

banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah.

Secara klinis tonsil hiperemis dan bengkak, biasanya dengan eksudat, dan terdapat

pembengkakkan tegas pada daerah superior dan lateral tonsil satu sisi. Pada kasus berat,

uvula dapat terdorong karena ada efek massa. Meskipun pernah dilaporkan adanya abses

peritonsilar bilateral, kasus ini sangat jarang dan abses peritonsilar unilateral merupakan

kasus paling sering pada infeksi peritonsil. Adenopati leher sering terjadi dan lebih jelas pada

sisi yang mengalami infeksi peritonsilar. Nyeri saat membuka mulut terjadi ketika infeksi dan

inflamasi menyebar ke m. pterygoid interna pada ruang parafaringeal. Abses peritonsillar

biasanya ditandai dengan demam, nyeri hebat, adanya pembengkakan jelas pada area

peritonsil, nyeri saat membuka mulut, dan perubahan letak uvula.

6

Page 7: Abses Peritonsil Pada Dewasa

Penatalaksanaan

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotik golongan penisilin atau klindamisin, dan

obat simtomatik. Obat yang digunakan adalah amoksisilin ditambah asam klavulanat 2 g tiga

kali sehari, sefazolin 2 g saat berkunjung, sefaleksin 500 mg PO 4 kali sehari selama 10 hari.

Penelitian mengatakan penambahan kortikosteroid (deksametason 20 mg IV,

metilprednisolon 80-120 mg IM saat datang; prednisone 60-80 mg PO setiap pagi untk 10

hari di rumah) dapat mengurangi rasa nyeri dan pembengkakkan tonsil. Analgesik yang

disarankan adalah ketorolac dan analgesic opioid. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan

hangat (warm-salt gargle) setiap jam dan kompres dingin pada leher. Pemberian cairan

seperti 5% dekstrosa dalam larutan Ringer laktat IV 1-2 liter saat berkunjung dan asuapan

cairan 2 L/hari di rumah.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi

untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah paling menonjol dan lunak, atau

pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada

sisi yang sakit.

Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila dilakukan bersama-

sama tindakan drainase abses, disebut tonsilektomi “a chaud”. Bila tonsilektomi dilakukan 3-

4 hari sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi “a tiede”, dan bila tonsilektomi 4-6

minggu sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi “a froid”. Pada umumnya tonsilektomi

dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.

Tonsilektomi segera (immediate tonsillectomy) lebih disarankan dalam penanganan

abses peritonsil. Teknik tonsilektomi segera tidak mengalami risiko tambahan perdarahan dan

risiko perdarahan dapat diminimalisasi.

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada abses peritonsil antara lain: 1.) Abses pecah spontan,

dapat mengakibatkan pendarahan, aspirasi pneumonia atau piemia; 2.) Penjalaran infeksi dan

abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Pada penjalaran selanjutnya,

masuk ke mediastinum, sehingga terjadi mediastinitis; 3.) Bila terjadi penjalaran ke daerah

intracranial dapat menyebabkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

7

Page 8: Abses Peritonsil Pada Dewasa

Pencegahan

Karena abses peritonsil merupakan komplikasi dari tonsilitis, pencegahannya adalah

obati tonsillitis dengan tepat agar tidak terjadi kekambuhan. Cara lain adalah dengan menjaga

higiene mulut dengan rajin menggosok gigi dan menjaga daya tahan tubuh. Bila pasien

merokok, kegiatan tersebut dapat dihentikan.

8