repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · bab ii tinjauan pustaka 2.1....

42
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori Menurut Kerlinger, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antar konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik Secara etimologis, istilah kebijakan publik atau public policy berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti negara kota yang kemudian masuk ke dalam bahasa Latin menjadi “politia” yang berarti negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris “policie” yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah- masalah atau administrasi pemerintahan. Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003: 1), kebijkan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi 9

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teori

Menurut Kerlinger, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk,

definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis

dengan cara mengonstruksi hubungan antar konsep dan proposisi dengan

menggunakan asumsi dan logika tertentu. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

2.1.1. Kebijakan Publik

2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologis, istilah kebijakan publik atau public policy berasal dari

bahasa Yunani “polis” yang berarti negara kota yang kemudian masuk ke dalam

bahasa Latin menjadi “politia” yang berarti negara. Akhirnya masuk ke dalam

bahasa Inggris “policie” yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-

masalah atau administrasi pemerintahan.

Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003: 1), kebijkan publik

adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk

memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan

suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi

9

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

10

kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat

hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan

publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai

intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai

instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.

Easton dalam Tangkilisan (2003: 2) berpendapat bahwa Kebijakan publik

diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang

keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya pemerintah yang dapat melakukan

suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari

sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian

nilai-nilai kepada masyarakat. Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat

diklasifikasikan sebagai suatu proses management, yang merupakan fase dari

serangkaian kerja pejabat publik. Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai

andil untuk melakukan tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah

publik, sehingga definisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi

pemerintah.

Sedangkan menurut pendapat Henz Eulau dan Kenneth Previt dalam Soenarko

(2003: 41), merumuskan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai oleh

kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat

kebijakan dan yang melaksanakannya. Carl Friedrich dalam Soenarko (2003: 42)

memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang,

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

11

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkup tertentu, yang memberikan

hambatan-hambatan dan kesempatan kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan

untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau

merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Definisi ini dapat

diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah (intervensi sosio kultural) dengan

mendayagunakan berbagai instrumen (baik kelompok, individu maupun pemerintah)

untuk mengatasi persoalan publik.

2.1.1.2. Tahapan Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena

melibatkan banyak variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu bebrapa ahli politik

menaruh minat untuk mengkaji kebijakan public membagi proses- proses penyusunan

kebijakan public ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk

memudahkan dalam mengkaji kebijakan publik. Berikut tahapan kebijkan publik

(Winarno, 2002: 28):

a. Tahapan penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya masalah masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk

dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Apada akhirnya, beberapa masalah

masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

12

masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan

untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari

pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai

alternative atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan

suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahapan

perumusan kebijakan masing masing alternative bersaing untuk dapat dipilih

sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

c. Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para

perumusan kebijakan, pada akhirnya salah satu alternative kebijakan tersebut

diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur

lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan elit, jika program

tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah

diambil sebagai alternative pemecah masalah harus diimplementasikan, yakni

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

13

dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen- agen pemerintah

ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit- unit

administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada

tahap implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun

beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Evaluasi kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yan telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan

masalh. Kebijkan public pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang

diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyrakat. Oleh

karena itu, ditentukan ukuran-ukuran atau criteria yang mebjadi dasar untuk

menilai apakah kebijakan public telah meraih dampak yang diinginkan.

2.1.2. Implementasi Kebijakan

2.1.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Penggunaan istilah implementasi pertama sekali digunakan oleh Harold

Lawswell (Purwanto, 2012: 17). Sebagai ilmuwan yang pertama sekali

mengembangkan studi tentang kebijakan publik, Laswell menggagas suatu

pendekatan yang ia sebut sebagai pendekatan proses (policy process approach).

Menurutnya, agar ilmuwan memperoleh pemahaman yang baik tentang apa

sesungguhnya kebijakan publik, maka kebijakan publik harus diurai menjadi

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

14

beberapa bagian sebagai tahapantahapan, yaitu: agenda-setting, formulasi, legitimasi,

implementasi, evaluasi, reformulasi dan terminasi. Dari siklus tersebut terlihat secara

jelas bahwa implementasi hanyalah bagian atau salah satu tahap dari proses besar

bagaimana suatu kebijakan publik dirumuskan.

Sementara itu, Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2002: 102)

membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

individu-idividu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang

diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan

kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk

mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun

waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai

perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan

kebijakan.

Implementasi adalah tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik.

Implementasi merupakan tahapan atau serangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan

dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan

akan sia-sia belaka. Implementasi kebijakan merupakan hal yang paling berat, karena

tahapan inilah masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di

lapangan (Nugroho, 2006: 119).

2.1.2.2. Model Implementasi Kebijakan

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

15

Dalam implementasi kebijakan, terdapat beberapa model kebijakan, yaitu

sebagai berikut:

1. Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn

Van Meter dan Van Horn menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat

mempengaruhi implementasi dan suato model kinerja kebijakan. Beberapa variabel

yang terdapat dalam Model Van Meter dan Van Horn adalah (Winarno, 2002: 110):

Gambar 2.1. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Sumber: (Winarno, 2002: 110)

a) Standar dan Sasaran Kebijakan

Dalam melakukan studi implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran

suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentiikasi dan diukur karena

implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan

itu tidak dipertimbangkan. Dalam menentukan ukuran-ukuran dasar dari sasaran-

sasaran, kita dapat menggunakan pernyataan-pernyataan dari para pembuat

keputusan sebagaimana direfleksikan dalam banyak dokumen seperti regulasi-

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

16

regulasi dan garis-garis pedoman program yang menyatakan kriteria untuk

evaluasi pencapaian kebijakan. Akan tetapi, dalam beberapa hal ukuran-ukuran

dasar dan sasaran-sasaran kebijakan harus dideduksikan oleh peneliti perorangan

dan pilihan ukuran-ukuran pencapaian bergantung pada tujuan-tujuan yang

didukung oleh penelitian.

b) Sumber Daya

Di samping standar dan tujuan kebijakan, yang perlu mendapatkan perhatian

dalam proses implementasi kebijakan adalah sumber daya yang tersedia.

Kebijakan menuntut tersedianya sumber daya, baik berupa dana maupun

perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi

yang efektif. Sumber-sumber layak mendapat perhatian karena sangat

menunjuang dalam keberhasilan implementasi kebijakan.

c) Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-kegiatan Pelaksana

Menurut Van Meter dan Van Horn prospek-prospek tentang implementasi

yang efektif ditentukan oleh kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan yang

dinyatakan dan oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengkomunikasikan

ukuran-ukuran dan tujuan tersebut.

d) Karekteristik Badan-badan Pelaksana

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

17

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi

informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini

penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri

yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya yang berkaitan dengan

konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut

pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen

pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah

menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

e) Kecenderungan Implementator/Pelaksana

Kognisi, netralitas dan obyektivitas para individu pelaksana sangat

berpengaruh bentuk respons mereka terhadap semua variabel tersebut. Wujud

respons individu pelaksana menjadi penyebab dari berhasil dan gagalnya

implementasi. Jika pelaksana tidak memahami tujuan kebijakan, lebih-lebih

apabila sistem nilai yang mempengaruhi sikapnya berbeda dengan sistem nilai

pembuat kebijakan maka implementasi tidak akan efektif.

f) Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi

Kondisi sosial, ekonomi dan politik juga berpengaruh terhadap efektivitas

implementasi kebijakan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak

kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

18

kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi

lingkungan eksternal yang kondusif.

2. Model Implementasi Kebijakan George Edward III

Menurut Edwards dalam Winarno (2002, 125-126), terdapat empat faktos atau

variable krusial dalam implementasi kebijakan publik. Factor-faktor atau variable

tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut George Edwards III

Sumber: (Winarno, 2002: 125)

a) Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor

mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran

kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

19

akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu

kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok

sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

b) Sumber-sumber (Resources)

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasika secara jelas dan konsisten,

tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya dalam melaksanakannya,

implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud

sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, sumber daya finansial.

Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif.

Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

c) Kecenderungan-kecenderungan (Disposisi)

Disposisi adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh implementator,

seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Kecenderungan perilaku atau

karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan

implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting

yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen

yang tinggi. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan

dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

pembuat kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka

implementasi tidak akan terlaksana dengan baik.

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

20

d) Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek

struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang

standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi

setiap Implementor dalam bertindak.

3. Model Implementasi Merilee S. Grindle

Menurut Grindle (Subarsono, 2009: 99), ada dua variable besar yang

mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu:

Gambar 2.3. Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

21

Sumber: (Subarsono, 2009: 99)

1. Variabel isi kebijakan (content of policy) mencakup:

a. Sejauh mana kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi

kebijakan,

b. Jenis manfaat yang diterima oleh target group,

c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan,

d. Apakah letak suatu program sudah tepat,

e. Apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementatornya dengan rinci,

dan

f. Apakah suatu program sudah didukung oleh sumber daya yang memadai.

2. Variable lingkungan kebijakan mencakup:

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

22

a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para

actor yang terlibat dalam implementasi kebijakan,

b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa, dan

c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

2.2. Variabel-variabel dalam Penelitian

Dalam mengkaji suatu studi implementasi kebijakan dapat dilakukana dengan

menggunakan berbagai model implementasi kebijakan. Sehingga dapat dilihat

pelaksanaan suatu kebijakan dengan variable-variabel dalam model-model

implementasi tersebut. Model implementasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan model implementasi kebijakan George C. Edwards, dengan

variable sebagai berikut:

a. Komunikasi

Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau kesepakatan dari

ukuran dasar dan tujuan sehingga implementator mengetahui secara tepat ukuran

maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunujuk adanya

tuntutan saling mendukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan.

Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah:

1) Kerjasama para implementator

2) Metode sosialisasi kebijakan/program yang digunakan

3) Intensitas komukasi

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

23

b. Sumber Daya

Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun finasial

sangat penting dalam menjalankan kebijakan/program. Sumber daya yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah:

1) Kemampuan implementator, dengan melihat jenjang pendidikan,

pemahaman terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program,

kemampuan menyampaikan program dan mengarahkan.

2) Ketersedian fasilitas sarana dan prasarana

3) Ketersediaan finansial, dengan melihat kebutuhan dana, prediksi kekuatan

dana dan besaran biaya.

c. Disposisi

Sikap para implementator sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah

kebijakan/program. Adapun yang dimaksud dengan sikap implementator yan

ditujukan dalam penelitian ini adalah:

1) Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsistensi antar

pelaksana kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan

2) Sikap demokratis yang dapat terlihat dari proses kerjasama antar

implementator.

d. Struktur Birokrasi

Aspek struktur birokrasi ini mencangkup dua hal penting, yang pertama

adalah standar operation procedur (SOP) dan struktur organisasi pelaksana

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

24

1) Ketersedian SOP yang mudah dipahami.

2) Struktur organisasi pelaksana yang melihat rentang kendali antara pemimpin

dan bawahan.

2.3. Hasil-hasil Penelitian mengenai Pelaksanaan Pendidikan Khusus

Sebagai bahan pertimbangan, peneliti mencantumkan beberapa hasil

penelitian terdahulu mengenai pelaksanaan pendidikan khusus di sekolah luar biasa.

Dalam penelitian Slamet H dan Joko Santosa mengenai Revitalisasi Sekolah Luar

Biasa pasca implementasi program pendidikan inklusi melakukan penelitian di empat

Kabupaten/Kota yaitu Surakarta, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri dengan

pemilihan sampel yaitu empat SLB Negeri dan delapan SLB Swasta dengan delapan

jenis ketunaan yaitu tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,

autis, tunaganda, dan lambar belajar.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dalam penyelenggaraan pendidikannya,

beberapa SLB negeri maupun swasta sudah memiliki asrama bagi peserta didik.

Tolok ukur standar pelayanan pendidikan antara lain pemenuhan standar isi, standar

kompetensi lulusan, standar proses, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga

kependidikan, pengelolaan, penilaian, dan pembiayaan. Dalam sarana dan prasarana,

diketahui bahwa satu SLB swasta tidak memiliki ruang perpustakaan dan lima SLB

swasta tidak memiliki ruang laboratorium. Sementara SLB negeri yang tidak

memiliki ruang perpustakaan ada tiga. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

25

kekurangan standar sarana dan prasarana di beberapa SLB baik negeri maupun

swasta.

Sedangkan standar pendidik dan tenaga kependidikan diketahui bahwa dari 12

SLB terdapat empat SLB Negeri yang tidak memiliki tenaga laboratorium dan tujuh

SLB swasta yang tidak memiliki tenaga laboratorium. Secara garis besar dapat ditarik

kesimpulan bahwa tenaga yang kurang memenuhi, baik di SLB negeri maupun

swasta adalah tenaga laboratorium dan perpustakaan.

Dan mengenai Guru Pembimbing Khusus (GPK) diketahui bahwa guru

pembimbing khusus yang sudah tersertifikasi lebih sedikit dari pada yang belum

tersertifikasi. bahkan seluruh guru pembimbing khusus Tuna daksa, Tuna ganda, dan

Lambat belajar belum ada yang sertifikasi. Hanya guru pembimbing khusus Tuna

grahita yang telah sertifikasi jumlahnya lebih banyak dari pada yang belum.

Selain itu juga dalam penelitian Estitika Rochmatul, Irwan Noor, dan Heru

Ribawanto dengan judul Pengembangan Kapasitas Sekolah Luar Biasa untuk

Meningkatkan Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus melakukan

penelitian di SDLBN Kedungkandang Malang bahwa anak berkebutuhan khusus

tidak dapat disamakan dengan anak normal pada umumnya. Pelayanan pendidikan

yang diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus sangat humanis. Cara

memberikan pendidikannya yaitu perindividu dan tidak bisa secara klasikal. Anak-

anak berkebutuhan khusus tidak dapat mengikuti pelajaran secara klasikal, karena

kemampuan setiap anak berbeda-beda. Mereka memiliki kurikulum khusus dalam

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

26

pelayanan pendidikannya. Akan tetapi, kurikulum tersebut tidak dapat diterapkan

seratus persen karena setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dan

tidak bisa menyesuaikan kurikulum.

Dari hasil penelitian di SDLBN Kedungkandang masih terdapat sarana

prasarana yang penting dan belum terpenuhi yaitu (1) ruang orientasi dan mobilitas

untuk latihan ketrampilan gerak, pembentukan postur tubuh, gaya jalan dan olahraga

untuk anak tunanetra, (2) Ruang Bina Wicara untuk lahihan wicara anak tunarungu,

(3) Ruang Bina Diri untuk pembelajaran Bina Diri untuk anak tunagrahita, (4) Ruang

tata usaha untuk pengelolaan administrasi. Ruangan-ruangan inilah yang seharusnya

dipenuhi terlebih dahulu oleh sebuah sekolah luar biasa.

Berdasarkan sumberdaya manusianya yang dimaksud yaitu guru terdapat

suatu program yaitu PIGP yang merupakan singkatan dari Program Induksi Guru

Pembimbing. Program ini dilakukan kepada guru baru yang ada di sekolah tersebut

dengan dibimbing oleh Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan sebagian besar

dibimbing oleh guru senior. Sebelum dipercayakan untuk mengajar sendiri di kelas,

maka guru baru akan dibimbing oleh guru senior dalam arti guru senior membagikan

pengalamannya dengan guru baru tentang mengajar anak-anak berkebutuhan khusus.

Program ini dilakukan selama satu sampai dua tahun. Jadi apabila dirasa guru baru

sudah mempunyai keahlian yang baik untuk mengajar anak berkebutuhan khusus

sendiri, maka sekolah berani untuk melepaskan guru untuk mengajar sendiri di kelas.

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

27

Upaya pengembangan kapasitas dalam hal budaya organisasi di SDLBN

Kedungkandang, berdasarkan penelitian yaitu sekolah menerapkan budaya

kekeluargaan dan saling keterbukaan satu sama lainnya. Adanya budaya demikian

memberikan pengaruh yang besar di dalam sekolah. Suasana sekolah menjadi lebih

nyaman dan kondusif. Akan tetapi, tetap seluruh kewenangan dan pengambilan

keputusan masih sentalistik pada kepala Sekolah. Namun, guru-guru juga dapat

menyampaikan pendapatnya karena sifatnya sharing. Semua pendapat dari guru akan

didengarkan dan ditampung oleh Kepala Sekolah. Selanjutnya dalam keputusannya

Kepala Sekolah tetap mempunyai andil besar dalam memutuskan apa yang harus

dilakukan atau tidak dilakukan oleh Kepala Sekolah.

Sedangkan faktor yang dapat menghambat pengembangan yaitu gaya

kepemimpinan Kepala Sekolah. Dalam hal ini pemimpin terkesan tidak mau berupaya

untuk mengembangkan kapasitasnya. Dengan gaya kepemimpinan yang demikian

terkadang membuat guru merasa nyaman dengan situasi dan kondisi yang ada. Hal itu

karena guru tidak perlu berpikir yang rumit, karena semua keputusan ada di Kepala

Sekolah. Sehingga guru-guru tidak dapat mengembangkan kemampuannya. Selain

itu, gaya kepemimpinan Kepala Sekolah juga tertutup untuk segala hal tentang

perkembangan sekolah. Sehingga yang mengetahui segala sesuatu tentang sekolah

hanya Kepala Sekolah.

Selain itu, faktor penghambat lainnya yaitu beban administrassi yang

dilakukan oleh guru. Tugas guru akan semakin berat dan mempunyai beban yang

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

28

lebih banyak lagi. Dalam mengajar anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan

energi yang besar dan butuh fokus yang besar pula. Apabila guru dibebankan dengan

tugas lain di luar tugas utamanya yaitu mengajar maka guru akan merasa kewalahan.

Kegiatan administrasi di sebuah sekolah luar biasa seharusnya dibebankan kepada

personil lain di luar guru.

Dari dua penelitian yang telah peneliti paparkan tadi terungkap bahwa dalam

pelaksanaan pendidikan khusus di sekolah luar biasa memang masih banyak kendala

yang dihadapi seperti halnya sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan

pendidikan khusus ini masih kurang memadai khususnya ruang-ruang khusus bagi

setiap jenis kelainan atau kebutuhan khusus dan tidak memiliki tenaga laboratorium

baik di SLB negeri maupun swasta. Kendala yang kedua ialah gaya kepemimpinan

Kepala Sekolah. Dalam hal ini pemimpin terkesan tidak mau berupaya untuk

mengembangkan kapasitasnya. Dengan gaya kepemimpinan yang demikian

terkadang membuat guru merasa nyaman dengan situasi dan kondisi yang ada. Hal itu

karena guru tidak perlu berpikir yang rumit, karena semua keputusan ada di Kepala

Sekolah sehingga guru-guru tidak benar-benar dapat mengembangkan

kemampuannya. Selain itu juga beban administrassi yang dilakukan oleh guru

sehingga guru selain tugasnya adalah mengajar juga menjadi tenaga administrasi

yang membuat guru tersebut menjadi kewalahan dalam menjalankan tugas utamanya

sebagai guru yaitu mengajar.

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

29

2.4. Kebijakan-kebijakan mengenai Pelaksanaan Pendidikan Khusus

Pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) sejak berdirinya

hingga sekarang telah mengalami perjalanan yang panjang, baik yang terjadi di

Indonesia maupun di negara-negara lain di dunia. Pendidikan anak berkebutuhan

khusus secara umum dapat dilaksanakan di sekolah khusus, maupun di sekolah

umum/sekolah reguler.

Di Indonesia, perkembangan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan

khusus dan pendidikan khusus lainnya, mengalami perkembangan yang cukup pesat

dalam dua dasa warsa terakhir. Dengan lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional Nomor 2 tahun 1989 yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-

Undang Nomor.20 tahun 2003, pendidikan luar biasa tidak saja diselenggarakan

melalui sistem persekolahan khusus (SLB), namun juga dapat diselenggarakan secara

inklusif di sekolah reguler pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Dalam Undang-Undang Nomor.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga Negara mempunyai hak

yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan pada pasal 5 ayat 2 juga

disebutkan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, dan/atau social berhak memperoleh pendidika khusus.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, ada bermacam-macam ada beberapa

jenis peserta didik berkelainana, yang terdiri atas:

Page 22: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

30

1. Tunanetra

Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya,

berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi

pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pendidikan

khusus.

2. Tunawicara

Tunawicara merupakan individu yang mengalami kesulitan berbicara. Hal ini

dapat disebabkan oleh kurang atau tidak berfungsinya alat-alat bicara, seperti

rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara. Selain itu, kurang atau tidak

berfungsinya organ pendengaran, keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan

pada system saraf dan struktur otot, serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak

juga dapat mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara.

3. Tunarungu

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya

pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal

dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap

memerlukan pendidikan khusus.

4. Tunadaksa

Page 23: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

31

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap

pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan

pendidikan khusus.

5. Tunalaras

Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan

bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan

kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya

maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus demi

kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.

6. Tunagrahita

Tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan

keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata (IQ dibawah 70)

sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun

sosial, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus. Hambatan ini terjadi

sebelum umur 18 tahun

7. Berkesulitan Belajar

Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata

mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal

kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga

disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena factor

inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga

Page 24: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

32

memerlukan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa

kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau

kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka

tidak mengalami kesulitan yang signifikan.

8. Lamban belajar (slow learner)

Lamban Belajar adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di

bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami

hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial,

tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban

dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan

berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non

akademik, dan karenanya memerlukan pendidikan khusus.

9. Autis

Autis adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya

gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi

sosial, komunikasi dan perilaku.

10. Memiliki Gangguan Motorik

11. Menjadi Korban Penyalagunaan Narkotika, Obat Terlarang, dan Zat Adiktif

Lainnya, dan

12. Memiliki Kelainan Lain

Page 25: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

33

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

dan Pengelolaan Pendidikan, penyelenggaraan pendidikan khusus bagi anak

berkelainan diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah dan dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan

khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan satuan pendidikan

keagamaan. Pada satuan pendidikan khusus, diselenggarakan oleh pemerintah

provinsi dan pada satuan pendidikan umum diselenggarakan oleh pemerintah

kabupaten/kota.

Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat

dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1) Sistem Layanan Segregasi

Sistem layanan pendidikan segregasi adalah pendidikan yang terpisah dari

sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem

segregasi meksudnya adalah penyelenggaran pendidikan yang dilakasanakan secara

khusus, dan terpisah dari penyelenggarakan pendidikan untuk anak normal. Dengan

kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga

pendidikan khusus untuk anak berkebutukhan khusus seperti SLB, SDLB, SMPLB,

SMALB.

Page 26: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

34

Ada empat bentuk penyelenggarakan pendidikan dengan sistem segregasi,

yaitu SLB, SLB Berasrama, Kelas Jauh/Kelas Kunjung, dan lain sebagainya. Bentuk

Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. SLB berkembang

sesuai dengan kelainan yang ada(satu kelaianan saja), sehingga ada SLB untuk

Tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C),

SLB untuk tunadaksa (SLB-D), SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di SLB tesebut ada

tingkat persiapan,tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih

mengarah ke sistam individualisasi.

2) Sistem Layanan Terpadu/Integrasi/Inklusif

Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi/inklusi adalah sistem pendidikan

yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar

bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Untuk membantu

kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, si sekolah terpadu di sediakan

Guru Pembimbing Khusus (GPK).

Berdasarkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Khusus,

yang menjadi tujuan utama penyelenggaraan pendidikan khusus ialah membantu

peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, itelektual, dan social

agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, sebagai pribadi maupun anggota

masyarakat dalam mengadakan hubungan dengan lingkungan social, budaya dan

Page 27: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

35

alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau

mengikuti pendidikan lanjutan.

Selain itu dalam SPM tersebut ada juga tujuan setiap jenjang pendidikan,

yaitu:

a. Taman Kanak-kanak Luar Biasa bertujuan untuk membantu peserta didik

mengembangkan berbagai potensi baik fisik maupun psikis yang meliputi

moral dan nilai-nilai agama, social, emosional, kognitif, bahasa, fisik/motoric,

kemandirian dan seni untuk sipa memasuki pendidikan dasar,

b. Sekolah Dasar Luar Biasa bertujuan agar peserta didika memiliki kemampuan

dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan imtak, berkarakter, berbudi pekerti

luhur dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi peserta didik sesuai

dengan tingkat perkembangannya, mempersiapkan peserta didika untuk

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,

c. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa bertujuan memberikan bekal

kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan

dasar peningkatan pengetahuan dasar dan sikap serta keterampilan yang

diperoleh di SDLB yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan

kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga Negara sesuai

dengan kelainan yang dimilikinya dan tingkat perkembangannya serta

mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan pada jenjang SMALB

Page 28: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

36

d. SMALB bertujuan memberikan bekal kemampuan yang merupakan

peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh di SMPLB

yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

pribadi, anggota masyarakat dan warga Negara sesuai dengan kelainan yang

dimilikinya.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasinonal No. 33 tahun 2008 disebutkan

bahwa setiap SLB baik pada tingkatan SD, SMP, maupun SMA sekurang-kurangnya

memiliki ruang pembelajaran umum, ruang pembelajaran khusus dan ruang

penunjang sesuai dengan jenjang pendidikan dan jenis ketunaan peserta didik yang

dilayani, dengan rincian sebagai berikut:

1. Ruang Pembelajaran Umum

a) Ruang Kelas

Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori dan praktik

dengan alat sederhana yang mudah dihadirkan. Jumlah minimum ruang kelas sama

dengan banyak rombongan belajar. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 5 peserta

didik untuk ruang kelas tingkat SD dan 8 peserta didik untuk ruang kelas tingkat SMP

dan SMA.

Rasio minimum luas ruang kelas adalah 3 m2/peserta didik. Untuk rombongan

belajar dengan peserta didik kurang dari 5 orang, luas minimum ruang kelas adalah

15 m2. Lebar minimum ruang kelas adalah 3 m. Ruang kelas memiliki jendela yang

memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk

Page 29: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

37

memberikan pandangan ke luar ruangan. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai

agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat

dikunci dengan baik saat tidak digunakan. Salah satu dinding ruang kelas dapat

berupa dinding semi permanen agar pada suatu saat dua ruang kelas yang

bersebelahan dapat digabung menjadi satu ruangan.

b) Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik, guru dan

orangtua peserta didik memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka

dengan membaca, mengamati dan mendengar, dan sekaligus tempat petugas

mengelola perpustakaan. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 30 m2. Lebar

minimum ruang perpustakaan adalah 5 m. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela

untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku.

2. Ruang Pembelajaran Khusus

a) Ruang Orientasi dan Mobilitas (OM) untuk Tunanetra (A)

Ruang Orientasi dan Mobilitas (OM) merupakan tempat latihan keterampilan

gerak, pembentukan postur tubuh, gaya jalan dan olahraga, serta dapat berfungsi

sebagai ruang serbaguna. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau

SMPLB tunanetra memiliki minimum satu buah ruang OM dengan luas minimum 15

m2.

Page 30: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

38

b) Ruang Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) untuk

Tunarungu (B)

i) Ruang Bina Wicara

Ruang Bina Wicara berfungsi sebagai tempat latihan wicara

perseorangan. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB

tunarungu memiliki minimum satu buah ruang Bina Wicara dengan luas

minimum 4 m2.

ii) Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama

Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama berfungsi sebagai tempat

mengembangkan kemampuan memanfaatkan sisa pendengaran dan/atau

perasaan vibrasi untuk menghayati bunyi dan rangsang getar di sekitarnya, serta

mengembangkan kemampuan berbahasa khususnya bahasa irama. Sekolah

yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunarungu memiliki

minimum satu buah ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama yang dapat

menampung satu rombongan belajar dengan luas minimum 30 m2.

c) Ruang Bina Diri untuk Tunagrahita (C)

Ruang Bina Diri berfungsi sebagai tempat kegiatan pembelajaran Bina Diri

yang meliputi merawat diri (makan, minum, menjaga kebersihan badan, buang air),

mengurus diri (berpakaian dan berhias diri), okupasi (melakukan kegiatan sehari-hari

yang meliputi mencuci dan menyeterika baju, menyemir sepatu, membuat minuman,

memasang sprei, dan membersihkan lantai).

Page 31: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

39

Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunagrahita

memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri dengan luas minimum 24 m2. Ruang

Bina Diri dilengkapi dengan kamar mandi dan/atau jamban khusus untuk latihan atau

dapat memanfaatkan jamban yang ada.

d) Ruang Bina Diri dan Bina Gerak untuk Tunadaksa (D)

Ruang Bina Diri dan Bina Gerak berfungsi sebagai tempat latihan koordinasi,

layanan perbaikan disfungsi organ tubuh, terapi wicara dan terapi okupasional, serta

sekaligus berfungsi sebagai ruang asesmen. Sekolah yang melayani peserta didik

SDLB dan/atau SMPLB tunadaksa memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri dan

Bina Gerak yang dapat menampung satu rombongan belajar dengan luas minimum 30

m2

. Ruang Bina Diri dan Bina Gerak dilengkapi dengan kamar mandi dan/atau

jamban khusus untuk latihan atau dapat memanfaatkan jamban yang ada.

e) Ruang Bina Pribadi dan Sosial untuk Tunalaras (E)

Ruang Bina Pribadi dan Sosial berfungsi sebagai tempat penanganan dan

pemberian tindakan kepada peserta didik dalam usaha perubahan perilaku, pribadi

dan sosial. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunalaras

memiliki minimum satu ruang Bina Pribadi dan Sosial dengan luas minimum 9

m2.Ruang Bina Pribadi dan Sosial dapat memberikan kenyamanan suasana bagi

peserta didik.

f) Ruang Keterampilan

Page 32: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

40

Ruang keterampilan berfungsi sebagai tempat kegiatan pembelajaran

keterampilan sesuai dengan program keterampilan yang dipilih oleh tiap sekolah.

Pada setiap sekolah yang menyelenggarakan jenjang pendidikan SMPLB dan/atau

SMALB minimum terdapat dua buah ruang keterampilan. Ruang tersebut digunakan

untuk kegiatan pembelajaran pada jenis keterampilan yang dapat dipilih dari tiga

kelompok keterampilan: keterampilan rekayasa, keterampilan jasa atau keterampilan

perkantoran. Ruang keterampilan memiliki luas minimum 24 m2 dan lebar minimum

4 m. Ruang keterampilan dilengkapi dengan sarana sesuai jenis keterampilan.

3. Ruang Penunjang

a) Ruang Pimpinan

Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan pengelolaan

SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, pertemuan dengan sejumlah kecil guru, orang tua

murid, unsur komite sekolah, petugas dinas pendidikan, atau tamu lainnya. Luas

minimum ruang pimpinan adalah 12 m2 dan lebar minimum adalah 3 m. Ruang

pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah, serta dapat dikunci dengan

baik.

b) Ruang Guru

Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta

menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya.Rasio minimum luas ruang

guru adalah 4 m2/pendidik dan luas minimum adalah 32 m

2. Ruang guru mudah

Page 33: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

41

dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB ataupun dari luar lingkungan

SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, serta dekat dengan ruang pimpinan.

c) Ruang Tata Usaha

Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk mengerjakan

administrasi SDLB, SMPLB dan/atau SMALB. Rasio minimum luas ruang tata usaha

adalah 4 m2/petugas dan luas minimum adalah 16 m

2. Ruang tata usaha mudah

dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB ataupun dari luar lingkungan

SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, serta dekat dengan ruang pimpinan.

d) Tempat Beribadah

Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga SDLB, SMLPB dan/atau

SMALB melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu

sekolah. Banyaknya tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap SDLB, SMPLB

dan/atau SMALB, dengan luas minimum adalah 12 m2.

e) Ruang UKS

Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta didik

yang mengalami gangguan kesehatan di SDLB, SMPLB dan/atau SMALB. Luas

minimum ruang UKS adalah 12 m2.

f) Ruang Konseling/Asesmen

Ruang konseling/asesmen berfungsi sebagai tempat peserta didik

mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan

pribadi, sosial, belajar, dan karir, serta berfungsi sebagai tempat kegiatan dalam

Page 34: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

42

menggali data kemampuan awal peserta didik sebagai dasar layanan pendidikan

selanjutnya. Luas minimum ruang konseling/asesmen adalah 9 m2. Ruang

konseling/asesmen dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi

peserta didik.

g) Ruang Organisasi Kesiswaan

Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan

kesekretariatan pengelolaan organisasi kesiswaan. Luas minimum ruang organisasi

kesiswaan adalah 9 m2.

h) Jamban

Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil. Minimum

terdapat 2 unit jamban. Pada SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB untuk tunagrahita

dan/atau tunadaksa, minimum salah satu unit jamban merupakan unit yang dapat

digunakan oleh anak berkebutuhan khusus, termasuk pengguna kursi roda.

Jamban dilengkapi dengan peralatan yang mempermudah peserta didik

berkebutuhan khusus untuk menggunakan jamban. Luas minimum 1 unit jamban

adalah 2 m2. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah

dibersihkan. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.

i) Gudang

Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan pembelajaran di luar

kelas, tempat menyimpan sementara peralatan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB

Page 35: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

43

yang tidak/belum berfungsi, dan tempat menyimpan arsip SDLB, SMPLB dan/atau

SMALB yang telah berusia lebih dari 5 tahun. Luas minimum gudang adalah 18 m2.

j) Ruang Sirkulasi

Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang

dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dan sebagai tempat

berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar jam

pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan

tersebut berlangsung di halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB.

Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang-ruang

di dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dengan luas minimum adalah

30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum adalah 1,8 m, dan

tinggi minimum adalah 2,5 m.

Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik,

beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup. Koridor tanpa

dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan

tinggi 90 -110 cm.

k) Tempat Bermain/Berolahraga

Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain, berolahraga,

pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan ekstrakurikuler, serta sebagai tempat

Page 36: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

44

latihan orientasi dan mobilitas bagi peserta didik tunanetra dan latihan mobilitas bagi

peserta didik tunadaksa.

Minimum terdapat tempat bermain/berolahraga berukuran 20 m x 10 m yang

memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat pohon, saluran air, serta

benda-benda lain yang mengganggu kegiatan berolahraga.

Sebagian lahan di luar tempat bermain/berolahraga ditanami pohon yang

berfungsi sebagai peneduh. Lokasi tempat bermain/berolahraga diatur sedemikian

rupa sehingga tidak banyak mengganggu proses pembelajaran di kelas. Tempat

bermain/berolahraga tidak digunakan untuk tempat parkir.

Mengenai kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan

khusus yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor 157 tahun 2014 tentang Kurikulum Pendidikan Khusus bahwa kurikulum

pendidikan khusus bagi peserta didika berkelainan atau kebutuhan khusus merupakan

kurikulum 013 PAUD, kurikulum 2013 SD/MI, kurikullum 2013 SMP/MTS,

kurikulum 2013 SMA/MA, kurikulum 2013 SMK/MA yang kemudian disesuaikan

dengan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus.

Dalam Pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa muatan kurikulum pendidikan khusus

bagi peserta didik tunanetra dan tunadaksa ringan kelas I SDLB/MILB sampai

dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan

kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas VIII

SMP/MTs ditambah program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian.

Page 37: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

45

Pasal 9 ayat 2 yaitu muatan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik

tunarungu kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau

SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler

Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas VI SD/MI ditambah program

kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian. Pasal 9 ayat 3 yaitu muatan

kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunagrahita ringan, tunadaksa

sedang, dan autis kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau

SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler

Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas IV SD/MI ditambah program

kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian. Dan pada pasal 9 ayat 4 bahwa

muatan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunagrahita sedang kelas I

SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB

disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini

sampai dengan kelas II SD/MI ditambah program kebutuhan khusus dan program

pilihan kemandirian.

Dan kemudian dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

160 tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum tahun 2006 dan Kurikulum 2013

dalam pasal 8 menyatakan bahwa satuan pendidikan khusus melaksanakan kurikulum

2013 sesuai dengan peraturan perundagn-undangan

2.5. Definisi Konsep

Page 38: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

46

Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu

sosial (Singarimbun, 1989: 3). Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat

meneyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa

kejadian yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Adapun definisi

konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Publik adalah serangkaian pedoman dan dasar rencana yang akan

dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi sebuah persoalan yang ada dalam

kehidupan masyarakatnya dengan hubungan yang mengikat. Kebijkan publik

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Undang-undang No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun

2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

2. Implementasi kebijakan merupakan tindakan atau proses pelaksanaan terhadap

kebijakan yang telah ditetapkan dan dijalankan dengan berbagai program untuk

mencapai tujuan dan kepentingan bersama. Adapun teori yang digunakan yaitu

dengan menggabungkan teori implementasi kebijakan George C. Edward

sebagai berikut:

a. Komunikasi,

b. Sumber Daya,

c. Disposisi, dan

Page 39: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

47

d. Struktur Birokrasi.

2.6. Definisi Operasional

Konsep yang digambarkan dalam definisi konsep tentu saja tidak akan dapat

diobservasi atau diukur gejalanya dilapangan. Untuk dapat diobservasi atau diukur,

maka suatu konsep harus didefinisikan secara operasional. Definisi operasional ini

dimaksudkan untuk memberikan rujukan-rujukan empiris apa saja yang dapat

ditemukan dilapangan untuk menggambarkan secara tepat konsep yang dimaksud

sehingga konsep tersebut dapat diamati dan diukur. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa definisi operasional merupakan jembatan yang menghubungkan

conceptual-theoretical level dengan empirical –observational level. Adapun definisi

operasional dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

a. Komunikasi

Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah:

1. Kerjasama para pelaksana pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan

khusus

2. Metode sosialisasi program pendidikan khusus yang digunakan

3. Intensitas komukasi para pelaksana program pendidikan khusus

b. Sumber Daya

Sumber daya yang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:

1. Kemampuan implementator atau pelaksana

Page 40: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

48

2. Sumber dana dalam penyelenggaraan program pendidikan bagi anak

berkebutuhan khusus.

3. Ketersediaan fasilitas yang mendukung program pendidikan bagi anak

berkebutuhan khusus.

c. Disposisi atau Sikap Para Implementator

Adapun yang dimaksud dengan sikap implementator yan ditujukan dalam

penelitian ini adalah:

1. Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsistensi

antar pelaksana pendidikan khusus dengan pedoman yang telah ditetapkan

2. Sikap demokratis yang dapat terlihat dari proses kerjasama antar pelaksana

program pendidikan khusus.

d. Struktur Birokrasi

Aspek struktur birokrasi ini mencangkup dua hal penting, yaitu sebagai

berikut:

1. Ketersedian SOP yang mudah dipahami dalam pelaksanaan pendidikan

khusus bagi anak berkebutuhan khusus.

2. Struktur organisasi pelaksana yang menangani program pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus.

2.7. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Page 41: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

49

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,

dan manfaat penelitian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat kerangka teori, hasil penelitian, isu-isu dalam

pelaksanaan, definisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, penelitian data, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran umum mengenai tempat dilakukannya

penelitian yang meliputi lokasi penelitian, keadaan lokasi penelitian,

sistem kepemimpian pada lokasi penelitian, dan lain sebagainya

BAB V PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat analisis data-data yang diperoleh di lapangan

BAB VI ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisis data-data yang diperoleh saat penelitian

dilakukan dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang

diajukan

BAB VII PENUTUP

Page 42: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori2.1.1. Kebijakan Publik 2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... implementasi,

50

Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran yang dianggap perlu dari

hasil penelitian yang dilakukan