pengantar kebijakan publik
DESCRIPTION
Introduction for Public PolicyTRANSCRIPT
Cha
PublicPo
Civil Socie
Empowering
(Introduction to Public Policy)
Public Choice / Public Demand
Oleh :
WI It'll)CDC WAI-IYILJ 11.1)A4C, SI-I
STIA LAN BANDUNG
1999 - 2000
POLICY POLITICS
EULAU DAN PREWITT
A STANDING DECISION
CHARACTERIZED BY BEHAVIORAL
CONSISTENCY AND
REPETITIVENESS ON THE PART OF
BOTH THOSE WHO MAKE IT AND
THOSE WHO ABIDE IT
(KEPUTUSAN TETAP YANG
DICIRIKAN OLEH KONSISTENSI DAN
PENGULANGAN TINGKAH LAKU
DARI MEREKA YANG MEMBUAT
DAN DARI MEREKA YANG
MEMATUHI KEPUTUSAN TERSEBUT
MIRIAM BUDIARJO
KEGIATAN DALAM NEGARA YANG MENYANGKUT
PROSES MENENTUKAN SUATU TUJUAN, DAN
MELAKSANAKAN TUJUAN ITU.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENGENAI TUJUAN
DARI SISTEM POLITIK ITU MENYANGKUT SELEKSI
ANTARA BEBERAPA ALTERNATIF DAN
PENYUSUNAN SKALA PRIORITAS.
UNTUK MELAKSANAKAN TUJUAN ITU PERLU
DITENTUKAN KEBIJAKSANAAN UMUM (PUBLIC
POLICY) YANG MENYANGKUT PEMBAGIAN
(DISTRIBUTION) ATAU ALOKASI (ALLOCATION).
Pengantar Kebijakan Publik
PENGERTIAN KEBIJAKAN
PBB (1975) : pedoman untuk bertindak. Pedoman itu dapat sederhana atau kompleks, umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atauterperinci, publik atau privat, kualitatif atau kuantitatif.
JAMES E. ANDERSON (1978) : perilaku dari aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
Tri Widodo W. Utomo 1
Public policy is whatever the government choose to do or not to do (apapun pilihan pem erintah untuk m elakukan atau tidak m elakukan sesuatu ).
Public policies are those policies developed by government bodies and officials (kebijaksaan yang dikem bangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pem erintah ).
The authoritative allocation of values for the whole society (pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota m asyarakat ).
Dibuat oleh pemerintah berupa tindakan pemerintahMempunyai tujuan tertentu
Ditujukan untuk kepentingan masyarakat
JAMES E.
THOMAS R.
DAVID
Pengantar Kebijakan Publik
PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK
(PUBLIC POLICY)
Tri Widodo W. Utomo 2
10 Pengertian KebijakanHOGWOOD & GUNN
(dalam SUNGGONO, 1994 : 15-
Pengantar Kebijakan Publik
Kebijakan sebagai merek bagi suatu bidang kegiatan tertentu (as alabel for a field activity)
Kebijakan sebagai suatu pernyataan mengenai tujuan umum atau keadaan tertentu yang dikehendaki (as an expression of generalpurpose or desired state of affairs )
Kebijakan sebagai usulan-usulan khusus (as specific proposals )
Kebijakan sebagai keputusan pemerintah (as decision of government)
Kebijakan sebagai bentuk pengesahan formal (as formalauthorization)
Kebijakan sebagai program (as programme )
Kebijakan sebagai keluaran (as output)
Kebijakan sebagai hasil akhir (as outcome)
Kebijakan sebagai suatu teori atau model (as a theory or model )
Kebijakan sebagai proses (as process ) .
Tri Widodo W. Utomo 3
1. Edwards dan Sharkansky (dalam Islamy, 1988 : 20) yang mengartikan kebijakan publik sebagai “.... what the
government say to do or not to do. It is the goals or purpose
2. Charles O. Jones (1996 : 49), yang mengartikan kebijakan
adalah unsur-unsur formal atau ekspresi-ekspresi legal dari
Dengan demikian dapat disederhanakan bahwa KEBIJAKAN PUBLIK MERUPAKAN KEPUTUSAN
(FORMAL) PEMERINTAH YANG BERISI PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN sebagai realisasi
dari fungsi atau tugas negara, serta dalam rangka mencapai tujuan
Pengantar Kebijakan Publik
Dari ke-10 pengertian tersebut, kebijakan publik lebih merujuk
kepada pengertian sebagai KEPUTU SAN PEMERINTAH dan
juga sebagai sebuah PROGRAM. Hal ini sesuai dengan
pendapat :
Tri Widodo W. Utomo 4
> TINDAKAN YANG DIRENCANAKAN, BERPOLA DAN SALING BERKAIT
> DILAKUKAN OLEH PEJABAT
PEMERINTAH > DALAM BIDANG
TERTENTU
> DAPAT BERBENTUK POSITIF MAUPUN
NEGATIF > MENGARAH PADA TUJUAN
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 5
Pengantar Kebijakan Publik
STRUKTUR
JAMES ANDERSON
TINDAKAN
THOMAS R. DYE
NILAI
DAVID EASTON
Tri Widodo W. Utomo 6
Pengantar Kebijakan Publik
KEPUTUSAN DAN PROGRAM
HOGWOOD & GUNN
KESEJAHTERAAN MASYARAKATT U J U A N
Tri Widodo W. Utomo 7
> Subtantive PolicyKebijakan dilihat dari subtansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah. Contoh : Kebijakan Pendidikan, Lingkungan Hidup.
> Procedural Policy Kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam perumusannya (policy stakeholders).
> Distributive PolicyKebijaksaan yang mengatur tentang pemberian pelayanan kepada individu-individu atau kelompok perusahaan. Contoh : Tax Holiday
> Redistributive PolicyKebijaksaan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak. Contoh : pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
> Regulatory PolicyKebijakan yang mengatur tentang pembatasan / pelarangan terhadap perbuatan / tindakan. Contoh : larangan memiliki dan menggunakan senjata api.
SUBTANTIVE AND PROCEDURAL
DISTRIBUTIVE, REDISTRIBUTIVE, AND
Pengantar Kebijakan Publik
JENIS-JENIS KEBIJAKAN PUBLIK
(James E. Anderson, 1970)
Tri Widodo W. Utomo 8
Kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian / penyediaan sumber material yang nyata bagi
penerimanya.
MATERIAL
> Public Goods PolicyKebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang / pelayanan untuk kepentingan orang banyak. Contoh : perlindungan keamanan, pengadaan barang kebutuhan
pokok.
> Private Goods PolicyKebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang /
pelayanan untuk kepentingan perorangan di pasar bebas, dengan imbalan biaya tertentu. Contoh : pengadaan barang
PUBLIC GOODS AND PRIVATE GOODS
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 9
TINGKATAN KEBIJAKAN
2. Kebijakan Umum
Kebijakan Presiden sebagai pelaksana UUD, TAP MPR, UU, guna mencapai tujuan nasionalWewenang PresidenBentuk : PP, KEPPRES, INPRES
3. Kebijakan Pelaksanaan
Penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentuWewenang : menteri / pejabat setingkat menteri dan pimpinan LPNDBentuk : Peraturan, Keputusan, Instruksi Pejabat tertentu
1. Kebijakan Nasional
Kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional.Wewenang MPR, dan Presiden bersama-sama dengan DPR.Bentuk : UUD, TAP MPR, UU, PERPU
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 10
2. Kebijakan Pelaksanaan
Wewenang : Kepala Daerah atau Kepala WilayahBentuk : Keputusan Kepala Daerah dan Instruksi Kepala Daerah, atau Keputusan Kepala Wilayah dan Instruksi Kepala Wilayah.
1. Kebijakan Umum
Kebijakan Pemerintah Daerah sebagai pelaksanaan asas Desentralisasi dalam rangka mengatur urusan Rumah Tangga DaerahWewenang Kepala Daerah bersama DPRDBentuk : PERDA
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 11
Pengantar Kebijakan Publik
Dalam kehidupan suatu organisasi, sering ditemui adanya perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan, perbedaan cara mencapai tujuan, maupun konflik antar anggota organisasi yang bersangkutan. Disamping itu, dalam skala yang lebih luas, organisasi tidak jarang menghadapi berbagai kondisi kurang menguntungkan seperti : adanya hambatan dalam proses pelaksanaan kegiatan, kebingungan dalam menentukan arah dan misinya, kegagalan merealisasikan rencana yang telah disusun, kesalahan dalam mengantisipasi suatu fenomena, dan sebagainya. Keseluruhan kondisi tersebut adalah contoh-contoh masalah yang sering dihadapi oleh suatu organisasi, baik secara individual maupun kolektif.
Adanya suatu permasalahan memang tidak bisa dihindari, namun yang jelas bahwa masalah tersebut harus dihadapi dengan sikap-sikap positif dan tindakan kreatif, sehingga tidak akan mengganggu jalannya organisasi. Sebab, suatu masalah biasanya akan menjadi semacam “kanker” yang akan semakin mengganas jika dibiarkan saja tanpa upaya pencegahan dan pengobatan. Oleh karena itu, dalam rangka memecahkan timbulnya masalah, perlu dilakukan suatu upaya strategis, yakni pengambilan keputusan.
KEPUTUSAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Keputusan dapat diartikan sebagai suatu pengakhiran atau pemutusan dari suatu proses pemikiran untuk menjawab suatu pertanyaan, khususnya mengenai suatu masalah atau problema. Sedangkan pengambilan keputusan adalah proses pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah, mulai dari identifikasi dan perumusan masalah, pengumpulan dan penganalisaan data dan informasi, pengembangan dan pemilihan alternatif, serta pelaksanaan tindakan yang tujuannya untuk memperbaiki keadaan yang belum memuaskan. Dari pengertian tersebut nampak bahwa pengambilan keputusan bukanlah
Tri Widodo W. Utomo 12
Pengantar Kebijakan Publik
merupakan kegiatan yang sepele atau mudah. Artinya, suatu keputusan mestilah lahir dari suatu proses panjang yang rumit, dimana di dalamnya terjadi diskusi-diskusi intensif, saling tukar pemikiran dan brain storming yang mendalam dengan analisis-analisis yang tajam dan interdisipliner.
Adapun mengenai proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama kali, proses pengambilan keputusan dipicu oleh adanya masalah yang dihadapi dan perlu segera dipecahkan oleh suatu organisasi. Dari adanya masalah ini, langkah yang harus ditempuh adalah menetapkan secara tepat apa sesungguhnya masalah yang dihadapi. Untuk itu perlu dilakukan pengenalan, identifikasi, diagnosis dan analisis terhadap masalah yang ada, yakni dengan cara menguraikan unsur-unsur masalah yang dihadapi, kemudian dikelompokkan kembali menurut corak dan sifatnya masing-masing, serta memperkirakan faktor-faktor kunci penyebab masalah tersebut.
Untuk mendukung hal ini, perlu dilakukan pengumpulan data pendahuluan yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Adalah suatu kegagalan besar jika SDM suatu organisasi salah dalam mengenali, mengidentifikasi serta mendiagnosis sesuatu yang diduga merupakan masalah, padahal masalah sesungguhnya belum atau tidak tersentuh sama sekali.
Setelah dilakukan identifikasi dan diagnosis masalah, maka tahap selanjutnya adalah pengembangan alternatif. Tahapan ini merupakan kegiatan analisa dalam rangka menggali dan menemukan berbagai macam pilihan atau alternatif, sehingga membutuhkan daya cipta yang besar disamping pengetahuan yang luas dan mendalam tentang masalah yang akan dipecahkan.
Pada tahap berikutnya, terhadap berbagai alternatif tadi diadakan evaluasi atau penilaian. Dalam hal ini, evaluasi dilakukan atas dasar ramalan (forecasting) mengenai konsekuensi setiap alternatif yang dapat diperkirakan akan timbul. Dalam meramalkan setiap alternatif, biasanya digunakan pola berpikir sebab akibat, misalnya : jika alternatif 1 yang dipilih akan menimbulkan konsekuensi A, B dan seterusnya. Dengan kata lain, perlu diadakan pembandingan antar alternatif, sebelum sampai kepada pemilihan salah satu alternatif yang dianggap
Tri Widodo W. Utomo 13
Pengantar Kebijakan Publik
terbaik, serta mengandung cost yang jauh lebih rendah dibanding benefit yang akan dihasilkan.
Adapun fase atau tahap terakhir dari proses pengambilan keputusan adalah implementasi keputusan, yaitu pelaksanaan dari alternatif yang dipilih, serta pemantauan pelaksanaan sebagai dasar tindak lanjut bagi organisasi yang bersangkutan. Dalam bentuk bagan, proses pengambilan keputusan dapat digambarkan sebagai berikut (Dimodifikasi dari model yang ciptaan James Stoner & Charles Wankel dalam bukunya Management, 1982 : 223). Namun sebelumnya akan dikemukakan terlebih dahulu mengenai Corak dan Jenis Masalah.
CORAK DAN JENI S MASALAH
Sebagaimana diketahui, corak atau jenis masalah yang dihadapi oleh suatu organisasi biasanya dapat dikelompokkan kedalam dua golongan, yaitu masalah yang sederhana (simple problem) dan masalah yang rumit (complex problem). Corak atau jenis masalah yang berbeda akan menyebabkan cara pengambilan keputusan yang berbeda pula. Adapun pengertian masalah sederhana adalah masalah yang mempunyai ciri-ciri antara lain berskala kecil, berdiri sendiri dalam arti kurang memiliki sangkut paut dengan masalah yang lain, tidak mengandung konsekuensi yang besar, serta pemecahannya tidak memerlukan pemikiran yang luas dan mendalam.
Terhadap masalah yang sederhana seperti ini, maka pengambilan keputusan dalam rangka pemecahan masalah dilakukan secara individual oleh setiap pimpinan. Teknik yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah sederhana ini pada umumnya dilakukan atas dasar intuisi, pengalaman, kebiasaan dan wewenang yang melekat pada jabatannya.
Sementara itu, masalah rumit adalah masalah yang mempunyai ciri-ciri antara lain berskala besar, tidak berdiri sendiri melainkan memiliki kaitan erat dengan masalah-masalah lain, mengandung konsekuensi yang besar, serta pemecahannya memerlukan pemikiran yang tajam dan analitis. Oleh karenanya, pengambilan keputusan atas masalah kompleks ini dilakukan secara kelompok yang melibatkan pimpinan dan segenap staf pembantunya. Masalah
Tri Widodo W. Utomo 14
Pengantar Kebijakan Publikrumit ini sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu masalah yang terstruktur (structured problems), dan masalah yang tidak terstruktur (unstructured problems).
Structured problems adalah masalah yang jelas faktor-faktor penyebabnya, bersifat rutin dan dan biasanya timbul berulang kali sehingga pemecahannya dapat dilakukan dengan teknik pengambilan keputusan yang bersifat rutin, repetitif dan dibakukan. Sebagai contoh masalah terstruktur ini misalnya adalah masalah penggajian, kepangkatan dan pembinaan pegawai, masalah perijinan, dan sebagainya. Oleh karena sifatnya yang rutin dan baku, maka pengambilan keputusan menjadi relatif lebih mudah atau cepat, dimana salah satu caranya adalah dengan penyusunan metode / prosedur / program tetap atau pembakuan-pembakuan lainnya.
Berbeda dengan masalah yang terstruktur, maka pada masalah yang tidak terstruktur, proses pengambilan keputusan menjadi lebih sulit dan lebih lama. Sebab, masalah yang tidak terstruktur ini merupakan penyimpangan dari masalah organisasi yang bersifat umum, tidak rutin, tidak jelas faktor penyebab dan konsekuensinya, serta tidak repetitif kasusnya. Oleh karenanya, diperlukan teknik pengambilan keputusan yang bersifat non-programmed decision-making.
Hal ini mensyaratkan bahwa sebelum di tetapkannya suatu keputusan, perlu disediakan berbagai bahan tambahan atau informasi, baik yang tertuang dalam peraturan perundangan maupun dalam berbagai sumber yang tersebar. Selanjutnya terhadap bahan-bahan dilakukan analisis, penguraian dan pertimbangan-pertimbangan khusus. Dalam kaitan ini, peranan diskusi sangatlah besar, sebab keputusan yang diambil tidak bisa semata-mata didasarkan kepada pengalaman, terlebih lagi adalah faktor-faktor spesifik yang membentuk masalah tersebut.
Tri Widodo W. Utomo 15
Profit B e rlanju t
Oh, .. What
MASALAH
Manaier Perusahaan "X"
Lakukan Pr0ses Pengambilan Keputusan
Selidiki
Evaluasi alternat
Tentukan Masalah
Identifikasi Sasaran
Kembangkan
Cari alternatif yang kreatif
Rencanakan pelaksa
Laksanakan
Keputusan &
Pan
GUNAKAN
TEKNIK
KEPUTUSA
Evaluasi Alternatif
Dan Pilih Yang
Masalah
Te rp e c ahkan
P e rtan y aan
Te rjawab
K in e rja B e rlanju t
Pengantar Kebijakan Publik
DEFINISI PUBLIC POLICY
CHARLES LINDBLOM (1968) : proses politik yang sangat kompleks, analitis, dan tidak mengenal saat dimulai dan diakhirinya, dan batas-batas dari proses tersebut sangat tidak pasti.
RAYMOND BOUER : proses transformasi atau pengubahan input politik menjadi output politik. Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh Teori Analisis Sistem David Easton.
DON K. PRICE : proses yang melibatkan interaksi antara ke lompok i lmuwan, pemimpin organisas i profesional, administrator dan para politisi.
AMITAI ETZIONI (1968) : proses penerjemahan oleh para aktor politik mengenai komitmen masyarakat yang masih kabur dan abstrak kedalam komitmen yang lebih spesifik, kemudian menjadi tindakan dan tujuan yang konkrit.
CHIEF JO. UDOJI (1981) : keseluruhan proses yang menyangkut : pendefinisian masalah, perumusan kemungkinan pemecahan masalah, penyaluran tuntutan / aspirasi, pengesahan dan pelaksanaan / implementasi, monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik)
Tri Widodo Wahyu Utomo, SH 16
.~9Pro
& .11(1.9Pro
Pengantar Kebijakan Publik
PERBEDA A N DECISION MAKING DEN G A N PUBLIC
POLICY MAKING
DECISION MAKING PUBLIC POLICY MAKING
A Single Choice A COURSE OF ACTION
PENENTUAN PILIHAN DARI BERBAGAI
ALTERNATIF, MENGENAI SESUATU
HAL DAN SELESAI.
MELIPUTI BANYAK PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PEMILIHAN ALTERNATIF YANG SEKALI DILAKUKAN LANGSUNG SELESAI
PEMILIHAN ALTERNATIF YANG TERUS-MENERUS DAN TIDAK PERNAH SELESAI.
No Absolute Distinction Can Be Made Between PolicyMaking And Decision Making, Because Every Policy
Determination Is A Decision
Tri Widodo W. Utomo 17
7 Kesalahan UmumDalam Pembuatan
2. ASUMSI BAHWA MASA DEPAN AKAN MENGULANGI MASA
LALU (ASSUMPTION THAT FUTURE WILL REPEAT PAST) Perubahan dianggap hal normal, yang akan kembali pada keadaan semula. Tidak meramalkan / memprediksikan keadaan masa depan.
3. TERLALU MENYEDERHANAKAN MASALAH (OVER
SIMPLIFICATION) Melihat masalah hanya dari gejala luarnya, tanpa mempelajari secara mendalam faktor kausalitasnya. Teknik pemecahan masalah selalu konvensional,
4. TERLALU MENGGANTUNGKAN PADA PENGALAMAN SATU
ORANG (OVERRELIANCE ON ONE’S OWN EXPERIENCE) Sared decision produces wiser decisions.
5. KEPUTUSAN YANG DILANDASI PRA KONSEPSI
PEMBUAT KEPUTUSAN (PRECONCEIVED NATIONS)
7. KEENGGANAN MEMBUAT KEPUTUSAN (RELUCTANCE TO
DECIDE).
6. T I D A K AD A KE I N G I N A N ME L A K U K A N
PE R C O B A A N (UNWILLINGNESS TO EXPERIMENT)
1. CARA BERPIKIR YANG SEMPIT (COGNITIVE
NEARSIGHTEDNESS) Memenuhi kebutuhan sesaat
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 18
1.Pembuat Keputusan dihadapkan pada masalah tertentu yang dapat dibedakan / dibandingkan dengan masalah-masalah lain.
2.Tujuan, nilai, dan sasaran yang akan dicapai, harus telah dibuat sebelumnya secara jelas dan ditetapkan rankingnya.
3.Berbagai alternatif untuk memecahkan masalah tersenut diteliti secara seksama.
4.Akibat yang ditimbulkan dari setiap alternatif (cost & benefit), juga diteliti secara cermat.
5.Setiap alternatif dan akibat yang ditimbulkan, dibandingkan satu sama lainnya.
6.Pembuat keputusan akan memilih alternatif yang paling rasional untuk mencapai tujuan, nilai, dan sasaran yang telah ditetapkan.
RASIONAL
KRITI
Pengantar Kebijakan Publik
PEMBUAT KEPUTUSAN SEBETULNYA TIDAK
BERHADAPAN DENGAN MASALAH YANG KONKRIT
DAN TERUMUSKAN DENGAN JELAS. JUSTRU LANGKAH
PERTAMA YANG HARUS DILAKUKAN ADALAH
MERUMUSKAN MASALAHNYA.
TERLALU MENUNTUT HAL-HAL YANG TIDAK
RASIONAL PADA DIRI PEMBUAT KEPUTUSAN, YANG
DIANGGAP MEMILIKI INFORMASI LENGKAP DAN
KEMAMPUAN TINGGI.
Tri Widodo W. Utomo
INKREMENTA
KRITI
Pengantar Kebijakan Publik
1. PEMILIHAN TUJUAN / SASARAN MERUPAKAN SESUATU YANG
SALING TERKAIT DENGAN TINDAKAN EMPIRIS YANG HARUS
DILAKUKAN UNTUK MENCAPAI TUJUAN / SASARAN.
2. PEMBUAT KEPUTUSAN HANYA MEMPERTIMBANGKAN BEBERAPA
ALTERNATIF YANG LANGSUNG BERHUBUNGAN DENGAN POKOK
MASALAH ; DAN ALTERNATIF INI HANYA BERBEDA SECARA
INKREMENTAL DENGAN KEBIJAKAN YANG TELAH ADA.
3. BAGI T IAP ALTERNATIF, HANYA SEJUMLAH KECIL AKIABT
MENDASAR SAJA YANG AKAN DIEVALUASI.
4. MASALAH YANG DIHADAPI AKAN DIREDEFINISIKAN SECARA
TERATUR, DENGAN MENYESUAIKAN TUJUAN / SASARAN
DENGAN SUMBER DAYA YANG ADA.
5. TIDAK ADA KEPUTUSAN / CARA PEMECAHAN YANG PALING
TEPAT UNTUK SETIAP MASALAH. YANG PENTING, TERDAPAT
KESEPAKATAN TERHADAP KEPUTUSAN TERTENTU.
6. PEMBUATAN KEPUTUSAN BERSIFAT PERBAIKAN KECIL
TERHADAP KEBIJAKAN YANG TELAH ADA, DAN BUKAN SESUATU YANG
SAMA SEKALI BARU.
Keputusan yang diambil lebih mewakili / mencerminkan kepentingan kelompok kuat / mapan, atau kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat.
Mengabaikan perlunya pembaharuan sosial, karena memusatkan perhatian pada kepentingan / tujuan jangka pendek.
Tri Widodo W. Utomo 20
Pengantar Kebijakan Publik
PENGAMATAN TERPADU (MIXED SCANNING)
1.PENGGABUNGAN (KOMPROMI) ANTARA TEORI RASIONAL
KOMPREHENSIF DENGAN TEORI INKREMENTAL
2.MEMPERHITUNGKAN TINGKAT KEMAMPUAN PARA PENGAMBIL
KEPUTUSAN
3.IBARAT PENGAMATAN DENGAN 2 KAMERA : KAMERA PERTAMA
MEMILIKI SUDUT LEBAR YANG SANGGUP MENJELAJAHI
SELURUH PERMUKAAN (MASALAH), DAN KAMERA KEDUA
MEMFOKUSKAN PENGAMATAN PADA W ILAYAH YANG
MEMERLUKAN KAJIAN SECARA MENDALAM.
KE-3 MODEL DIATAS TERGOLONG MODEL YANG
BERSIFAT PRE SKRIPTIF
(CARA MENINGKATKAN MUTU KEBIJAKAN ; HASIL / AKIBAT KEBIJAKAN)
KE-4 MODEL DIBAWAH TERGOLONG MODEL YANG
BERSIFAT DE SKRIPTIF
(MENGGAMBARKAN BAGAIMANA KEBIJAKAN DIBUAT)
Tri Widodo W. Utomo 21
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 22
MODEL
Pengantar Kebijakan Publik
~ FOKUS PERHATIAN : ORGANISASI PEMERINTAH
Secara otoritatif, kebijakan publik dirumuskan, disahkan, dan dilaksanakan oleh lembaga pemerintah tersebut.
3 CIRI UTAMA KEBIJAKAN MENURUT MODEL INSTITUSIONAL
1. KEBIJAKAN PUBLIK DIPANDANG SEBAGAI KEWAJIBAN
HUKUM YANG HARUS DITAATI OLEH SELURUH RAKYAT.
2. KEBIJAKAN PUBLIK ITU BERSIFAT UNIVERSAL.
3. HANYA PEMERINTAH YANG MEMEGANG HAK MONOPOLI
UNTUK MEMAKSAKAN SECARA SAH MELALUI PENGENAAN SANKSI.
Tri Widodo W. Utomo 23
MODEL ELIT –
ADMINISTRATOR NEGARA TIDAK DIPANDANG SEBAGAI
ABDI RAKYAT, TETAPI SEBAGAI KELOMPOK KECIL YANG
MAPAN
MASSA (RAKYAT) BERSIFAT PASIF, APATIS, DAN BUTA TERHADAP INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN
KEBIJAKAN PUBLIK MENCERMINKAN KEINGINAN DAN
NILAI GOLONGAN ELIT, SEHINGGA MAMPU MEMPENGARUHI
DAN MEMBENTUK MASSA. DENGAN KATA LAIN, KEBIJAKAN
PUBLIK MENGALIR DARI ATAS KEBAWAH (TOP DOWN).
KARENA KEBIJAKAN NEGARA DITENTUKAN OLEH KELOMPOK ELIT, MAKA PEJABAT PEMERINTAH HANYA SEKEDAR PELAKSANA KEBIJAKAN.
MOBILISASI VERTIKAL DARI MASSA KE ELIT TERJADI
SECARA SANGAT LAMBAT, KARENA MENYANGKUT DIMENSI
ARISTOKRASI (GENEALOGIS), STATUS SOSIAL EKONOMI,
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 24
MODEL
SETIAP ORANG YANG MEMILIKI KEPENTINGAN YANG
SAMA MENGIKATKAN DIRI SECARA FORMAL MAUPUN
INFORMAL KEDALAM KELOMPOK (INTEREST GROUP)
KELOMPOK INI DAPAT MENGAJUKAN ATAU
MEMAKSAKAN KEPENTINGANNYA KEPADA PEMERINTAH. TINGKAT PENGARUH SETIAP KELOMPOK DITENTUKAN
OLEH : JUMLAH ANGGOTA, ASSET / KEKAYAAN, KESOLIDAN ORGANISASI, KEPEMIMPINAN, HUBUNGAN
KEBIJAKAN PUBLIK MERUPAKAN KESEIMBANGAN (EQUILIBRIUM) YANG DICAPAI SEBAGAI HASIL PERJUANGAN
RESPON PENGAMBIL KEPUTUSAN TERHADAP
KELOMPOK ADALAH DENGAN TAWAR-MENAWAR
(BARGAINING), PERJANJIAN (NEGOTIATING), DAN
SISTEM POLITIK BERTUGAS MENENGAHI ATAU MENJAGA KESEIMBANGAN ANTAR KELOMPOK JIKA
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 25
MODEL SISTEM
SISTEM POLITIK BERFUNGSI MENGUBAH INPUT MENJADI OUTPUT.
AKTOR YANG BERPERAN UNTUK MENGUBAH
INPUT MENJADI OUTPUT TERSEBUT ADALAH BADAN-BADAN LEGISLATIF, EKSEKUTIF, YUDIKATIF,
PARTAI POLITIK, KELOMPOK
KEPENTINGAN, MEDIA MASSA, BURIKRASI, TOKOH
KEBIJAKAN PUBLIK DIPANDANG SEBAGAI RESPON SISTEM POLITIK TERHADAP KEKUATAN LINGKUNGAN DISEKITARNYA (SOSIAL, POLITIK, EKONOMI, DSB). DENGAN KATA LAIN, KEBIJAKAN PUBLIK ADALAH OUTPUT
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 26
Pengantar Kebijakan Publik
PEMERINTAH, KEBIJAKAN PUBLIK, POLITIK DANKAITAN DIANTARANYA
1. Pengertian Pemerintah
Pemerintah (government) menurut Mackenzie (1986 : 5) adalah institusi formal dan proses kewenangan untuk merumuskan keputusan-keputusan publik (the formal institutions and authorirative processes in which public decisions are made). Dari pengertian tersebut dapat ditemukan tiga unsur utama yang membentuk suatu pemerintah, yaitu : a) Organisasi atau kelembagaan (institusi) formal ; b) Proses administratif untuk menjalankan kewenangan ; dan c) Putusan-putusan atau kebijakan yang dirumuskan dari proses kewenangan.
a. Pemerintah Sebagai Organisasi
Mengenai unsur pertama, organisasi secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan manusia yang diintegrasikan dalam suatu wadah kerjasama untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang ditentukan.
Dalam kerangka teori Mc. Kinsey, terdapat tujuh aspek yang membedakan organisasi yang satu dengan organisasi lainnya. Tujuh aspek tersebut adalah : 1) structure, 2) strategy, 3) style (leadership), 4) skill, 5) staff, 6) share value, dan 7) system. Dalam hal struktur, beberapa organisasi lebih senang memilih tipe garis atau lini, sementara organisasi lain memilih tipe garis dan staf, tipe kepanitian, atau tipe fungsional. Dalam aspek strategi, dapat ditemukan perbedaan mengenai pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek. Kemudian dalam aspek gaya kepemimpinan atau style, ada pemimpin organisasi yang menonjolkan sifat-sifat karismatik, otoriter, partisipatif demokratik, dan sebagainya.
Selanjutnya dalam aspek keahlian, jelas bahwa setiap organisasi akan membutuhkan keahlian yang spesifik sesuai dengan misi dan tujuan yang akan diraihnya. Begitu juga dalam aspek staff, organisasi yang bergerak
Tri Widodo W. Utomo 27
Pengantar Kebijakan Publik
dibidang pengantaran (delivery) misalnya, akan sangat berbeda kualifikasi staff-nya dibanding dengan organisasi konsultansi. Sedangkan aspek share value artinya bahwa seluruh aspek yang telah disebutkan diatas, pada akhirnya difokuskan kepada superordinate goals, atau tujuan organisasi yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini, jelas bahwa tujuan yang lebih tinggi dari setiap organisasi akan berbeda-beda pula. Adapun aspek sistem, antar organisasi juga cenderung berbeda, baik mengenai pemanfaatan sistem informasinya, penerapan sistem perencanaan dan pengawasannya, dan sebagainya.
Meskipun pengertian, bentuk, karakteristik, maupun tujuan setiap organisasi tidak sama, namun terdapat satu aspek yang dapat
menyamakan persepsi tentang organisasi, yakni bahwa organisasimerupakan jalinan kontrak (a nexus of contracts). Dan
oleh karena
organisasi merupakan jalinan kontrak, maka faktor penting bagi keberadaan organisasi adalah sejauhmana organisasi tersebut mampu mengadakan kontrak dengan pihak lain.
Dengan demikian, cakupan organisasi sesungguhnya tidak hanya meliputi bentuk-bentuk kelembagaan formal seperti pemerintah maupun organisasi bisnis, tetapi lebih dari itu juga meliputi setiap kontrak (perjanjian) yang terjadi antara dua orang / pihak atau lebih. Dengan kata lain, organisasi tidak hanya diartikan sebagai wujud saja tetapi juga sebagai proses interaksi berbagai pihak. Kontrak atau perjanjian yang membentuk organisasi ini sendiri terdiri dari tiga macam, yaitu :
1.Spot Contract,Yaitu kontrak yang terjadi karena adanya transaksi dadakan (spot transaction). Kontrak jenis ini bersifat tidak fleksibel (inflexible) dalam pengertian bahwa para pihak yang mengadakan kontrak tadi tidak memiliki kebebasan untuk saling mengajukan penawaran. Termasuk dalam jenis kontrak ini adalah belanja di supermarket, ketaatan terhadap peraturan lalu lintas, menonton sepakbola di stadion, dan sebagainya.
2.Relational Contract,
Tri Widodo W. Utomo 28
Pengantar Kebijakan Publik
Yaitu kontrak yang terjadi dari adanya hubungan atau relasi antar dua orang atau lebih. Kontrak jenis ini lebih fleksibel sifatnya karena
memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan kata lain, kontrak ini mengenal adanya clausul escape atau klausul yang berhubungan dengan diadakannya kontrak tersebut. Contohnya adalah pengangkatan seorang pekerja dengan terlebih dahulu membuat kontraknya, pegawai negeri yang tunduk pada aturan tentang hak dan kewajiban pegawai, dan sebagainya. Khususnya mengenai posisi pegawai negeri ini – dilihat dari ketidakbebasan untuk menentukan pilihan – sesungguhnya bisa dikelompokkan kedalam spot contract. Namun karena sifat relasionalnya yang lebih kuat dan proses untuk menjadi pegawai juga panjang (tidak bersifat dadakan), maka ini lebih tepat dikelompokkan dalam relational contract.
3. Implicite Contract,Ini merupakan jenis kontrak yang paling fleksibel, dimana tanpa adanya ikatan kontrak secara formal, seseorang dapat menjadi anggota suatu organisasi. Seorang warga negara misalnya, tanpa melakukan sesuatu tindakan telah melekat dalam dirinya perasaan bangga sebagai anggota masyarakat serta memiliki sense of belonging yang tinggi terhadap negaranya. Kelemahan dari kontrak implisit ini adalah sifatnya yang tidak lengkap (incomplete) dan susah terukur, sehingga ada baiknya jika diadakan clausul escape.
b. Pemerintah Sebagai Proses Kewenangan
Beberapa teori menyebutkan bahwa negara bertujuan untuk memelihara dan menjamin hak-hak alamiah manusia, yaitu hak hidup, hak merdeka dan hak atas harta sendiri (John Locke), untuk mencapai the greatest happines of the greatest number (John Stuart Mill), menciptakan perdamaian dunia dengan jalan menciptakan undang-undang bagi seluruh umat manusia (Dante). Sedangkan James Wilford Garner membagi tujuan negara menjadi 3 (tiga), yaitu tujuan asli ialah pemeliharaan perdamaian, ketertiban, keamanan dan keadilan, tujuan sekunder ialah kesejahteraan warga negara, dan tujuan memajukan peradaban.
Tri Widodo W. Utomo 29
Pengantar Kebijakan Publik
Pakar lain menyebutkan bahwa fungsi negara adalah melaksanakan penertiban, menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran, fungsi pertahanan, dan menegakkan keadilan. Ini berarti pula bahwa fungsi negara dan pemerintah adalah memberikan perlindungan bagi warganya, baik dibidang politik maupun sosial ekonomi. Oleh karenanya tugas pemerintah diperluas dengan maksud untuk menjamin kepentingan umum sehingga lapangan tugasnya mencakup berbagai aspek seperti kesehatan rakyat, pendidikan, perumahan, distribusi tanah, dan sebagainya.
Tugas penyelenggaraan kesejahteraan umum (bestuurzorg) ini merupakan tugas dari negara yang berbentuk Negara Kesejahteraan (Welfare State). Untuk menyelenggarakan tugasnya ini, pemerintah diberikan discretionary power atau freies ermessen, yakni kewenangan yang sah untuk turut campur dalam berbagai kegiatan masyarakat, termasuk didalamnya membuat peraturan tentang hal-hal yang belum ada pengaturannya tanpa persetujuan lebih dulu dari legislatif. Dari sini dapat diketahui bahwa penyelenggaraan fungsi kesejahteraan pada Welfare State dilakukan melalui regulasi (pengaturan). Dengan kata lain, tugas-tugas kenegaraan dan atau pemerintahan tersebut dapat dilaksanakan dengan adanya kewenangan (authority).
Dalam setiap pembicaraan mengenai kewenangan tersebut, selalu terkait dengan konsep kekuasaan politik. Dalam hal ini, kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri. (Budiardjo, 1993 : 37). Dalam setiap kajian mengenai konsep kekuasaan, terdapat suatu fenomena yang unik dimana kemampuan seseorang untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain seringkali tidak disertai dengan kewibawaan, sehingga tingkat ketaatan dan kepatuhan seseorang sering tidak dilandasi oleh kesadaran secara suka rela melainkan karena pemaksaan oleh instrumen atau alat-alat kekuasaan. Selanjutnya, jika pembahasan telah memasuki dimensi ketaatan atau ketertundukan seseorang atau kelompok terhadap orang atau kelompok lain, menjadi mutlak untuk diketahui tentang authority (otoritas, kewenangan) dan legitimacy (keabsahan), dua konsep yang tidak pernah bisa dilepaskan dari konsep kekuasaan.
Tri Widodo W. Utomo 30
Pengantar Kebijakan Publik
Otoritas atau wewenang sendiri menurut Robert Bierstedt dalam karangannya yang berjudul An Analysis of Social Power adalah kekuasaan yang dilembagakan (institutionalized power). Pengertian ini bersesuaian pula dengan pandangan Laswell dan Kaplan, yang menyatakan bahwa wewenang adalah kekuasaan formal (formal power), dalam arti dimilikinya hak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan-peraturan serta dimilikinya hak untuk mengharap kepatuhan orang lain terhadap peraturan yang dibuatnya.
Dalam suatu negara yang bersifat demokratis konstitusional, kewenangan tersebut tidak dimiliki secara sentralistis oleh suatu badan / organisasi atau seorang pejabat tertentu. Kewenangan yang ada tersebut didistribusikan kepada beberapa badan agar tidak menimbulkan penumpukan yang dapat berekses terhadap penyalahgunaan kewenangan oleh pemegang kewenangan (onrechtmatigeoverheidsdaad). Dengan kata lain, suatu kewenangan atau kekuasaan dalam suatu negara / pemerintahan perlu dibagi dan atau dipisahkan.
Munculnya gagasan tentang pemisahan kekuasaan (separation of power) atau pembagian kekuasaan (division of power) dilatarbelakangi oleh adanya absolutisme (monarki absolut) di Eropa abad pertengahan yang mengarah kepada polarisasi rakyat dengan penguasa yang bertindak sewenang-wenang. Oleh karena itu, agar terdapat proses demokratisasi dan saling kontrol antar lembaga negara sekaligus mengakomodir kepentingan masyarakat, kekuasaan negara perlu dipisahkan kedalam berbagai organ.
Dalam kaitan ini, John Locke melalui bukunya Two Treaties of Government memisahkan kekuasaan negara menjadi tiga macam, yaitu :Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)Kekuasaan Federatif (melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain).
Sementara Montesquieu dalam bukunya L’Esprit des Lois (1748) memisahkan kekuasaan negara menjadi tiga macam, yaitu :Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
Tri Widodo W. Utomo 31
Pengantar Kebijakan Publik
• Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)• Kekuasaan Yudikatif (mengadili kalau terjadi pelanggaran terhadap
undang-undang tersebut).
Pemisahan kekuasaan menjadi tiga pusat kekuasaan tadi, oleh Emmanuel Kant diberi nama Trias Politika (Tri = tiga ; As = poros ; Politika = kekuasaan). Dalam prakteknya, prinsip trias politika ini dijalankan secara kontekstual (sesuai dengan kondisi sosial politik) untuk masing-masing negara.
Disamping adanya prinsip trias politika, konsep pembagian kewenangan juga ditempuh melalui prinsip desentralisasi. Ini berarti bahwa pemerintah pusat mengalihkan (baik melalui penyerahan, pendelegasian maupun pengakuan) sebagian kewenangan pemerintahan kepada daerah-daerah yang ada di wilayah negara yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar tugas-tugas pemerintah dapat berjalan secara lebih cepat, efektif dan efisien, sehingga fungsi pelayanan dan kesejahteraan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dapat terlaksana secara optimal. Pada gilirannya, prinsip desentralisasi ini diharapkan dapat mendekatkan masyarakat dengan pemerintah, meningkatkan kepuasan masyarakat, dan sekaligus memperkuat legitimasi politis pemerintah dimata masyarakat.
c. Keputusan Pemerintah Sebagai Output Kewenangan
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal modul / diktat ini, menurut pendapat Hogwood dan Gunn sebagaimana dikutip Sunggono (1994 : 15-20), kebijakan (policy) dapat dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) pengertian.
Dari ke-10 pengertian tersebut, kebijakan publik lebih merujuk kepada pengertian yang keempat dan keenam, yaitu bahwa kebijakan publik merupakan keputusan pemerintah dan juga sebagai sebuah program. Hal ini sesuai pula dengan pendapat Edwards dan Sharkansky (dalam Islamy, 1988 : 20) yang mengartikan kebijakan publik sebagai “.... what the government say to do or not to do. It is the goals or purpose of government programs”. Atau menurut Jones (1996 : 49), kebijakan adalah unsur-unsur formal atau ekspresi-ekspresi legal dari
Tri Widodo W. Utomo 32
Pengantar Kebijakan Publik
program-program dan keputusan-keputusan. Dalam pengertian yang serupa, Eulau dan Prewitt mendefinisikan kebijakan sebagai a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part of both those who make it and those who abide it (keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut).
Dengan demikian dapat disederhanakan bahwa kebijakan publik merupakan keputusan (formal) pemerintah yang berisi program-program pembangunan sebagai realisasi dari fungsi atau tugas negara, serta dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.
Dalam sebuah organisasi (pemerintahan), keputusan yang berisi program-program pembangunan tersebut disusun dalam suatu hierarkhi yang sejajar dengan struktur organisasi. Artinya, struktur yang lebih atas dalam suatu organisasi harus melaksanakan perencanaan yang memiliki ruang lingkup lebih luas dibanding struktur yang lebih rendah. Dalam hal ini, maka atas (top manajer) melaksanakan program pembangunan yang
terwujud dalam bentuk penetapan tujuan, misi, sasaran, dan strategiorganisasi. Sedangkan struktur menengah (middle
manager) dan struktur
bawah (lower manager) melaksanakan program pembangunan yang terwujud dalam bentuk pelaksanaan program, proyek, dan prosedur.
Disamping itu, pada setiap struktur hierarkhi atau tingkatan organisasi, rencana / program pembangunan mempunyai dua fungsi, yakni : menentukan sasaran yang harus dicapai pada tingkat yang lebih rendah, dan sebagai alat mencapai sasaran pada tingkat lebih tinggi berikutnya.
2. Kaitan Pemerintah Dengan Kebijakan Publik
Kaitan antara pemerintah (government) dengan kebijakan publik (public policy) adalah bahwa kebijakan publik adalah isi atau materi dari keputusan-keputusan publik yang dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah, baik untuk berbuat sesuatu maupun untuk tidak berbuat sesuatu (the substance of those public decisions as implemented, what the government actually does or doesn’t do).
Tri Widodo W. Utomo 33
Pengantar Kebijakan Publik
Menurut Mackenzie (1986 : 3-4), kebijakan publik tidak selalu identik dengan hukum. Hukum adalah petunjuk bagi kebijakan publik, atau suatu pernyataan yang diharapkan oleh pembuat hukum (lawmakers) menjadi kebijakan. Disamping itu, peranan pelaksana (implementator) dalam perumusan hukum (lawmaking) tidak sebesar peranan pelaksana dalam perumusan kebijakan publik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan filosofi dalam penyusunan aturan hukum dan kebijakan publik.
Aturan hukum lebih banyak didasarkan pada nilai-nilai normatif yang relatif universal seperti baik – buruk, benar – salah, boleh – tidak boleh, dan sebagainya. Sedangkan kebijakan publik lebih bersifat politis, dimana terlibat berbagai kelompok kepentingan yang berbeda-beda, bahkan ada yang saling bertentangan. Dalam proses ini terlibat berbagai macam policy stakeholders, yaitu mereka-mereka yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu kebijakan. Policy stakeholders bisa pejabat pemerintah, pejabat negara, lembaga pemerintah, maupun dari lingkungan publik (bukan pemerintah) misalnya partai politik, kelompok kepentingan, pengusaha dan sebagainya.
3. Kaitan Pemerintah, Kebijakan Publik dan Politik
Menurut Mackenzie (1986 : 5), politik adalah usaha-usaha individu maupun kelompok yang terorganisir untuk mengawasi atau mempengaruhi pemerintah dalam menentukan isi / materi kebijakan publik (the efforts of individuals and organized groups to control or influence the government in order to affect the substance of public policy). Dengan kata lain, politik berkaitan dengan masalah partisipasi masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik oleh pemerintah. Menurut Mackenzie, politik selalu menempatkan diri dalam seluruh institusi formal maupun proses pemerintah, misalnya dalam hal pelaksanaan pemilu, badan legislatif, birokrasi, bahkan di badan peradilan.
Munculnya wacana partisipasi dalam terminologi politik kontemporer, jelas tidak bisa dipisahkan dari sejarah nasional yang dialami oleh bangsa-bangsa di dunia, khususnya negara-negara berkembang. Pada umumnya negara berkembang merupakan negara-negara bekas jajahan, sehingga
Tri Widodo W. Utomo 34
Pengantar Kebijakan Publik
masyarakatnya telah terkondisi dengan kehidupan politik yang statis dan mandeg. Dalam keadaaan seperti ini, tidak bisa dipungkiri bahwa dinamika pembangunan yang terjadi hanya terbatas pada konteks mobilisasi. Artinya, pembangunan memang cukup berhasil mendatangkan berbagai kemajuan. Namun kemajuan itu sifatnya sepihak, karena masyarakat belum tentu dapat merasakan hasil-hasil pembangunan, dan sekaligus pula belum tentu memberikan apresiasi yang positif terhadap pelaksanaan dan keberhasilan pembangunan yang ada. Fenomena demikian jelas terkait dengan tingkat keterlibatan masyarakat yang sangat rendah dalam pembangunan, baik sejak tahap perencanaan, pelaksanaan maupun sampai pemanfaatannya.
Secara lebih makro dan teoretik, Rauf (1990 : 6) yang mengutip pemikiran Easton, mengemukakan tiga penyebab berkembangnya studi partisipasi politik. Pertama, partisipasi politik adalah kewajiban setiap warganegara dalam arti agar masyarakat tidak dirugikan oleh adanya keputusan politik penguasa; Kedua, adanya kepedulian para ilmuwan politik Barat terhadap pelaksanaan ide demokrasi, tidak saja di negara maju, tetapi juga di negara dunia ketiga; Ketiga yang mendorong studi partisipasi politik adalah keinginan para ilmuwan politik untuk menjadikan ilmu politik lebih ilmiah, dengan cara mengadakan penelitian dan pengkajian terhadap masyarakat sebagai sebuah gejala empirik.
Partisipasi politik menurut Huntington (1994 : 6-8) dapat diartikan sebagai kegiatan warganegara sipil (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Dengan demikian, partisipasi politik minimal mencakup empat elemen dasar.
Pertama, partisipasi politik mencakup kegiatan-kegiatan, tetapi tidak sikap-sikap. Yang biasanya berkaitan dengan tindakan politik misalnya pengetahuan tentang politik, minat terhadap politik, perasaan-perasaan mengenai kompetisi dan keefektifan politik, serta persepsi mengenai relevansi politik. Kedua, partisipasi politik adalah kegiatan politik warga negara preman atau lebih tepat lagi, perorangan dalam peranan mereka sebagai warga negara. Dalam hal ini, partisipasi politik tidak mencakup kegiatan pejabat pemerintah, pejabat partai, calon politikus dan lobbyist profesional.
Tri Widodo W. Utomo 35
Pengantar Kebijakan Publik
Ketiga, pusat perhatian partisipasi politik hanyalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Sebagai contoh kegiatan ini adalah pemogokan buruh yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengelolaan sebuah perusahaan swasta agar menaikkan tingkah upah minimum. Elemen partisipasi politik yang keempat adalah kegiatan yang mempunyai tujuan, baik legal maupun tidak legal. Dengan demikian, kegiatan protes, huru-hara, demonstrasi bahkan bentuk-bentuk kekerasan pemberontakan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pejabat-pejabat pemerintah, merupakan bentuk-bentuk partisipasi politik. Namun jika kegiatan tersebut merupakan usaha-usaha ilegal untuk mempengaruhi pemerintah dan termasuk suatu jenis profesional politik, maka kegiatan semacam ini tidak bisa digolongkan ke dalam definisi partisipasi politik.
Tri Widodo W. Utomo 36
MA SALAH : adanya kesenjangan antara das sollen / teori dengan das sein / fakta empiris ; antara yang ditetapkan sebagai kebijakan dengan kenyataan implementasi kebijakan.
MA SALAH KEBIJAKAN : unrealized needs, values, opportunities, however we identified, the solution require public actions (tidak terwujudnya kebutuhan, nilai, dan peluang, yang bagaimanapun kita sudah bisa mengidentifikasikannya, tetapi pemecahannya mengharuskan adanya tindakan-tindakan publik / negara / pemerintah.
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 37
Pengantar Kebijakan Publik
SISTEM, PROSES DAN SIKLUSKEBIJAKAN PUBLIK
SISTEM KEBIJAKAN PUBLIK
Keseluruhan pola kelembagaan dalam pembuatan kebijakan publik yang melibatkan hubungan diantara 4 elemen, yaitu masalah kebijakan, pembuatan kebijakan, kebijakan publik dan dampaknya terhadap kelompok sasaran.
(Bintoro T. & Mustopadidjaja, 1988).
INPUT — PROCESS — OUTPUT
INPUT : MA S A LA H KEBIJA KA N
Timbul karena faktor lingkungan kebijakan yakni keadaan yang melatarbelakangi suatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya “masalah kebijakan” tersebut, yang berupa tuntutan masyarakat atau tantangan dan peluang, yang diharapkan dapat diatasi melalui suatu kebijakan publik.
Masalah itu dapat juga timbul justru karena adanya suatu kebijakan tertentu.
Tri Widodo W. Utomo 38
OUTPUT : KEBIJA KA N PU BLIK
IMPACT : DA MPA K TERH A DA P MA S YA RA KA T
Pengantar Kebijakan Publik
PROSES : PEMBU A TA N KEBIJA KA N
Bersifat politis, dimana terlibat berbagai kelompok kepentingan yang berbeda-beda, bahkan ada yang saling bertentangan. Dalam proses ini terlibat berbagai macam policy stakeholders, yaitu mereka-mereka yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu kebijakan. Policy stakeholders bisa pejabat pemerintah, pejabat negara, lembaga pemerintah, maupun dari lingkungan publik (bukan pemerintah) misalnya partai politik, kelompok kepentingan, pengusaha dan sebagainya.
Berupa serangkaian tindakan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu.
Kondisi yang diharapkan terhadap target groups (kelompok sasaran) yakni orang-orang, kelompok atau organisasi yang perilaku atau keadaannya ingin dipengaruhi atau diubah oleh kebijakan publik tersebut.
Tri Widodo W. Utomo 39
Tahap ini mulai dari perumusan masalah sampai dengan dipilihnya alternatif untuk direkomendasikan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Setelah kebijakan publik disahkan oleh pejabat yang berwenang maka kemudian kebijakan tersebut diimplementasikan.
Dalam hal ini, Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaja mengemukakan ada 3 bentuk impelementasi kebijakan, yaitu :
Kebijakan langsung, yaitu kebijakan yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah sendiri, misalnya Inpres SD.
Kebijakan tidak langsung, yaitu kebijakan yang pelaksanaannya tidak dilakukan oleh pemerintah. Jadi pemerintah hanya mengatur saja. Misalnya kebijakan pemerintah di bidang investasi modal asing.
Kebijakan campuran, yaitu kebijaksanaaan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, misalnya : kebijakan bidang kebersihan di DKI Jakarta yang dilaksanakan baik oleh Dinas Kebersihan maupun oleh Swasta.
2. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Pengantar Kebijakan Publik
PROSES / TAHAPAN KEBIJAKAN PUBLIK
1. PERUMUSAN MASALAH KEBIJAKAN
Tri Widodo W. Utomo 40
Bertujuan untuk menilai apakah ada perbedaan sebelum dan setelah kebijakan itu diberlakukan.
4. EVALUASI
Pengantar Kebijakan Publik
3. MONITORING KABIJAKSANAAN
Monitoring adalah prosedur analitik dari kebijakan yang menghasilkan informasi tentang konsekuensi dari kebijakan publik, yaitu keterkaitan antara implemntasi dan hasil-hasilnya (outcomes).
Dilihat dari segi monitoring, hasil kebijakan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1)Policy Output : misalnya barang, jasa dan sumber-sumber diterima oleh kelompok sasaran, misalnya : bantuan dana IDT sebesar Rp 20.000.000 per desa.
2)Policy Impact : yaitu perubahan yang terjadi dari kelompok sasaran, misalnya apakah adanya IDT itu jumlah masyarakat miskin berkurang.
Tri Widodo W. Utomo 41
Monitoring Kebijakan
Perumusan Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Pengantar Kebijakan Publik
SIKLUS KEBIJAKAN PUBLIK
Adalah tahapan-tahapan yang harus ditempuh / dilakukan untuk dapat memecahkan berbagai masalah publik. Dalam hal ini, sebelum sampai kepada penetapan kebijakan, terlebih dahulu disyaratkan adanya proses perumusan kebijakan (policy formulations). Atau mengikuti pendapat Clay dan Schaffer (dalam Arifin, 1997), penetapan kebijakan merupakan tahap terakhir dari perumusan kebijakan. Selanjutnya, perumusan kebijakan dilanjutkan dengan proses implementasi kebijakan (policy implementations).
Dalam bentuk model, secara umum proses kebijakan publik dapat digambarkan secara siklis sebagai berikut.
Tri Widodo W. Utomo 42
Best Policy Implemented
Outcomes of Policy Chosen
Evaluation of Policy Chosen
Lessons of Policy Chosen
Start Analysis Next Policy
Technical/Economic
Array of Policy
Policy Goal
Best Policy
Pengantar Kebijakan Publik
Model Proses / Siklus Kebijakan PublikClay and Schaffer
Policy
Organizational Level
Operational
Pengantar Kebijakan Publik
Model Hirarkhi Perumusan Kebijakan PublikBromley
Institutional Arrangements
Institutional Arrangements
Patterns of Interaction
Outcomes
Assessment
Tri Widodo W. Utomo 44
Analisis kebijakan, sebagai usaha untuk mengadakan informasi dalam pembuatan kebijakan, sebenarnya sudah ada semenjak manusia mengenal organisasi dan mengetahui tentang pembuatan keputusan, mulai dari penggunaan cara yang paling sederhana dan tradisional (berdasarkan mistik) sampai pada penggunaan cara-cara ilmiah, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Namun sebagai disiplin ilmu tersendiri, kegiatan ilmu kebijakan dimulai setelah Perang Dunia II, yakni dengan diterbitkannya buku karya Harold D. Lasswell dan Daniel Larner yang berjudul The Policy Science : Recent Development in Scope and Methods pada tahun 1951.
Dalam perkembangan selanjutnya, para penulis masa kini lebih menyukai untuk menggunakan istilah “Analisis Kebijakan” dari pada menggunakan istilah “Ilmu Kebijakan”.
❑
S E J A R A H
Pengantar Kebijakan Publik
ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
Tri Widodo W. Utomo 45
Pengantar Kebijakan Publik
❑ ~1IENS1 KEE1JAKAN NE~1K
1.Dimensi proses kebijakan (policy process), mengkaji proses penyususnan kebijakan mulai dari identifikasi dan perumusan masalah, implementasi kebijakan, monitoring kebijakan serta evaluasi kebijakan.
2.Dimensi analisis kebijakan (policy analysis), meliputi penerapan metode dan teknik analisis yang bersifat multidisiplin dalam proses kebijakan yakni untuk penyusunan strategi kebijakan.
Tri Widodo W. Utomo 46
William N. Dunn
Suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metodologi penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan.
E.S. Quade
Suatu bentuk penelitian terapan yang dilakukan untuk memahami secara mendalam berbagai permasalahan sosial guna mendapatkan pemecahan yang lebih baik.
Stuart S. Nagel
Penentuan dalam rangka hubungan antara berbagai alternatif kebijakan dan tujuan kebijakan ; manakah diantara berbagai alternatif kebijakan, keputusan atau cara-cara lainnya, yang terbaik untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan tertentu.
1. Memberikan informasi kepada pembuat kebijakan dalam rangka memecahkan masalah-masalah masyarakat.
2. Meningkatkan kualitas kebijakan yang dibuat oleh
TU~UA
Pengantar Kebijakan Publik
FAKT0R P0LITIK
Perlu dipertimbangkan, karena dalam perumusan kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai aktor kebijakan (policy actors), baik dari kalangan pemerintah maupun bukan pemerintah.Isi kebijakan akan sangat diwarnai / dipengaruhi oleh visi dan kepentingan aktor kebijakan tersebut.
FAKTOR EKONOMI / FINANSIAL
Perlu dipertimbangkan terutama apabila kebijakan tersebut akan menggunakan dana yang cukup besar atau akan berpengaruh pada situasi eknomi dalam negara.Indikator yang perlu diperhatikan anatara lain : tingkat inflasi dan hutang LN, daya beli dan pendapatan perkapita penduduk, potensi daerah dan komoditas unggulan, dsb.
FAKTOR ADMINISTRATIF / ORGANISATORIS
Perlu dipertimbangkan apakah dalam pelaksanaan kebijakan itu benar-benar akan didukung oleh kemampuan administratif yang memadai, atau apakah sudah ada organisasi yang akan melaksanakan kebijakan itu.
FAKTOR STRATEGIS YANG BERPENGARUH
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 48
FAKTOR TEKNOLOGI
Perlu mempertimbangkan apakah teknologi yang ada dapat mendukung, apabila kebijakan tersebut akan diimplementasikan.
FAKTOR SOSIAL, BUDAYA DAN AGAMA
Perlu dipertimbangkan apakah kebijakan tersebut tidak menimbulkan benturan sosial, budaya dan agama atau yang sering disebut masalah SARA.
FAKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN
Perlu dipertimbangkan apakah kebijakan yang akan dikeluarkan ini tidak akan menggangu stabilitas keamanan negara.
FAKTOR DIATAS AKAN MENJADI KRITERIA
DALAM
MENENTUKAN FEASIBILITAS (KELAYAKAN) DARI ALTERNATIF
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 49
Dimaksudkan untuk menemukan dan memahami hakikat permasalahan, kemudian merumuskan dalam bentuk sebab akibat, mana faktor penyebab (independent variable) dan mana yang merupakan faktor akibat (dependent variable).
Tujuan adalah sesuatu akibat yang secara sadar ingin dicapai atau dihindari (mencapai kebaikan sekaligus mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan).
Alternatif adalah pilihan tentang alat atau cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas untuk menilai, misalnya : politik, ekonomi / finansial, administratif / organisatoris, teknologi, sosial / budaya / agama, hankam.
1. PERUMUSAN MASALAH
3. PERUMUSAN
5. PENILAIAN
4. PENENTUAN
2. PENENTUAN
Pengantar Kebijakan Publik
Langkah-langkah A nalisis Kebijakan(Mustopadidjaja,1988)
Tri Widodo W. Utomo 50
Keputusan terakhir ada pada “policy makers” (pembuat
Penilaian atas alternatif akan memberikan gambaran mengenai sejumlah pilihan yang tepat untuk mencapai tujuan. Langkah terakhir dalam analisis kebijakan adalah merumuskan saran (rekomendasi) mengenai alternatif yang diperhitungkan akan dapat mencapai tujuan secara optimal. Dalam rekomendasi ini sering dikemukakan juga “strategi pelaksanaannya”.
6. PERUMUSAN
Tugas dari para “analis kebijakan” (policy analyst), dengan tujuan :
Memberikan informasi kepada pembuat kebijakan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 51
3. POLICY PERFORMANCE : Bagaimana nilai (kinerja) dari hasil
2. POLICY OUTCOMES : Kebijakan apa yang telah ditempuh dan apa hasil yang telah dicapai ?
4. POLICY ALTERNATIVE / POLICY FUTURE : Alternatif apa yang tersedia untuk memecahkan masalah, dan apa kemungkinan untuk masa depan ?
5. POLICY ACTION : Alternatif mana / tindakan apa yang perlu dilaksanakan untuk memecahkan masalah ?
1. POLICY PROBLEM : Masalah apakah yang
Pengantar Kebijakan Publik
Dalam kaitan dengan inf0rmasi, Dunn (1994) mengemukakan
bahwa met0d0l0gi analisis kebijakan dapat memberikan
inf0rmasi dengan menjawab 5 pertanyaan :
Pengantar Kebijakan Publik
Mahasiswa melakukan simulasi untuk menganalisis permasalahan perkotaan yang dihadapi oleh masyarakat Kota Bandung, serta kebijakan yang harus ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dalam simulasi ini, setiap mahasiswa harus memainkan peran sebagai policy actor, yang bersama-sama melaksanakan rapat kerja dengan Walikota guna meningkatkan kualitas dan kinerja pemerintah daerah.
Policy actor yang diperlukan disini, serta tugas-tugas yang harus dijalankan adalah sebagai berikut :
1. Walikota2. Ketua DPRD3. Ketua Bappeda Tingkat II4. Direktur Utama PD Kebersihan5. Kepala Dinas PU (Tata Kota)6. LSM yang peduli terhadap kondisi dan masalah perkotaan7. Pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Mekanisme Simulasi :
1.Walikota memimpin rapat kerja dengan terlebih dahulu review terhadap kebijakan yang telah dilaksanakan selama ini, beserta masalah-masalah krusial yang mendesak untuk segera diatasi.
2.Masing-masing peserta rapat kerja menyampaikan keluhan, laporan atau rencana kerja yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.
3.Secara bersama-sama, seluruh peserta rapat kerja harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :
Mengidentifikasi permasalahan kebijakanMengidentifikasi kemajuan-kemajuan / hasil-hasil yang telah dicapai, serta yang belum berhasil.Menilai tingkat kinerja yang dicapai.Merumuskan alternatif-alternatif kebijakan untuk mengganti atau mengopttimalkan kebijakan yang pernah ditempuh, sekaligus memilih / menentukan tindakan yang paling layak.
Tri Widodo W. Utomo 53
Penting untuk menghindari kegagalan implementasi yang disebut
implementation gap, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara yang diharapkan dengan yang
Besar kecilnya perbedaan / kesenjangan tersebut antara lain
ditentukan oleh implementation capacity dari organisasi
Kegagalan kebijakan (policy failure) sendiri terdiri dari dua
kategori, yaitu tidak terimplementasikan (non implemented)
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 54
Kondisi eksternal yang dihadapi oleh instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.
Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.
Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal.
Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit matarantai penghubungnya.
Hubungan saling ketergantungan harus kecil.
Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn
THE TOP DOWN APPROACH : diperlukan 10 syarat untuk
dapat mengimplemtasikan kebijakan negara secara sempurna
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 55
Van Meter dan Van Horn :
A MODEL O F THE POLICY IMPLEMENTATION
Ukuran dan
Tujuan
Sumber Kebijak
Komunikasi antar Organisasi dan
Kegiatan
Ciri Badan
Lingkungan : Ekonomi, Sosial
dan
Sikap Para P R E S TAS I
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 56
Mudah Tidaknya Masalah Dikendalikan
Kesukaran teknis
Keragaman perilaku kelompok sasaran
Prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk
Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan
Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier :
A FRAMEWORK FOR IMPLEMENTATION
Output Kebijak
anBadan
DampakNyata Output
Dampak
Output Kebijak
Perbaikan
Mendas
Kesediaan Kelompok
Sasaran MematuhiO
ut
Tahap-tahap Dalam Proses Implementasi (Variabel
Pengantar Kebijakan Publik
Kemampuan Kebijaksanaan Untuk Menstrukturkan Proses Implementasi
Kejelasan dan konsistensi tujuan
Digunakannya teori kausal yang memadai Ketepatan alokasi sumber dana
Keterpaduan hierarki dalam dan diantara lembaga pelaksana
Aturan / keputusan dari badan pelaksana Rekruitmen pejabat pelaksana
Implementasi
Kondisi sosiso-ekonomi dan teknologi
Dukungan publik Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok
Dukungan dari pejabat atasan
Komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat pelaksana
Tri Widodo W. Utomo 57
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 58
Perlu diciptakan suatu sistem, yaitu dengan cara menterjemahkan tujuan kebijakan yang luas tersebut ke dalam program-program kegiatan yang mengarah pada tercapainya tujuan kebijakan. Perlu diciptakan berbagai macam program yang kemudian dikembangkan menjadi proyek-proyek yang harus dilaksanakan. Tujuan program-prgram dan proyek-proyek ini adalah untuk mengadakan perubahan-perubahan, dan
Mengembangkan struktur hubungan antara tujuan kebijakan yang
telah ditetapkan dengan tindakan pemerintah untuk
Jadi, studi tentang proses implementasi kebijakan meliputi pengkajian dan analisis terhadap progam-program kegiatan
yang
Pengantar Kebijakan Publik
TUGAS IMPLEMENTASI
1.Kepentingan yang dipengaruhi
Pada umumnya tindakan pemerintah merupakan upaya untuk mengadakan perubahan di berbagai bidang. Upaya ini seringkali mendapat tantangan dari mereka yang kepentingannya terganggu.
2.Bentuk manfaat yang diberikan
Ini berkaitan dengan tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki. Contoh : kebijakan KB akan memakan waktu panjang dan banyak hambatannya daripada kebijakan penyediaan perumahan bagi masyarakat.
3.Luasnya perubahan yang diinginkan
Program yang dirancang untuk mencapai sasaran yang luas dan jangka panjang akan lebih sulit implementasinya daripada program yang dirancang untuk jangka pendek. Contoh : kebijakan GDN akan memakan waktu lama dan banyak hambatannya dibanding kebijakan penyediaan RSS.
4.Letak pembuatan keputusan
Hal ini berkaitan dengan banyaknya instansi yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Contoh : kebijakan moneter hanya tergantung pada beberapa organisasi pemerintah (Depkeu dan BI), sedangkan kebijakan pendidikan melibatkan lebih banyak organisasi (Depdikbud, Depnaker, Bappenas, Depag, PTN / PTS).
5.Pelaksana program
Makin banyak organisasi yang ikut serta dalam pelaksanaan suatu kebijakan maka akan makin sulit pelaksanaannya.
6.Sumber Daya (SDM maupun non-SDM).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Grindle (Marilee 5.1980)
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 60
Pengantar Kebijakan Publik
1. DAMPAK TERHADAP KELOMPOK SASARAN
Menurut Samodra Wibawa (1994), pengertian dampak meliputi dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan.
2. UNIT SOSIAL YANG TERKENA DAMPAK
Samodra Wibawa (1994) mengemukakan bahwa unit-unit sosial yang terkena dampak dari suatu kebijakan meliputi individu / rumah tangga, organisasi / kelompok, masyarakat, lembaga dan sistem sosial.
a.Dampak IndividuAspek yang terkena dampak : biologis / fisik, lingkungan hidup, ekonomi dan sosial.
b.Dampak OrganisasionalBerbentuk dampak langsung maupun tidak langsung. Dampak ini dapat berupa terganggu / terbantunya organisasi / kelompok dalam mencapai tujuan.
c.Dampak terhadap masyarakatMenunjuk pada sejauh mana kebijakan tersebut mempengaruhi kapasitas masyarakat dalam melayani anggotanya.
d.Dampak terhadap lembaga dan sistem sosialKebijakan pada sektor tertentu akan menimbulkan pengaruh / dampak pada sektor lain. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu sistem sosial, beberapa indikator ini dapat dijadikan sebagai pedoman :
Kelebihan beban, misalnya pendidikan yang tidak mampu menampung jumlah lulusan sekolahDistribusi barang yang tidak merataSumber daya yang dianggap kurangKoordinasi yang kurang baik (disintegrasi)Turunnya legitimasi (dukungan) masyarakatTurunnya kepercayaan, misalnya kepada bank swasta.
Tri Widodo W. Utomo 61
Pengantar Kebijakan Publik
Tri Widodo W. Utomo 62