torsio testis fix

46
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpeluntir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis. Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis. Di mana torsio testis, epididimitis dan torsi dari appendix testis merupakan 3 penyebab tersering nyeri skrotum akut. Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 4000 orang dibawah usia 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan 1 | Torsio Testis

Upload: amalia

Post on 24-Sep-2015

37 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpeluntir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANGTorsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpeluntir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis. Di mana torsio testis, epididimitis dan torsi dari appendix testis merupakan 3 penyebab tersering nyeri skrotum akut. Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 4000 orang dibawah usia 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral. Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan nyeri akut pada skrotum dan kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan-keluhan nyeri pada testis lainnya agar tidak terjadi kesalahan diagnosis yang dapat berujung pada kesalahan terapi.

I.2. TUJUAN1. Untuk Mengetahui Bagaimana Embriologi dan Proses Penurunan Testis2. Untuk Mengetahui Anatomi Testis dan Funikulus Spermatikus3. Untuk Mengetahui Pengertian dari Torsio Testis4. Untuk Mengetahui Epideminologi Torsio Testis5. Untuk Mengetahui Etiologi dari Torsio Testis6. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Predisposisi Torsio Testis7. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Torsio Testis8. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis dari Torsio Testis9. Untuk Mengetahui Diagnose Banding dari Torsio Testis10. Untuk Mengetahui Pemeriksaan yang Digunakan untuk Mendiagnosis Torsio Testis11. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Torsio Testis12. Untuk Mengetahui Komplikasi dari Torsio Testis13. Untuk Mengetahui Prognosis dari Torsio Testis

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Testis Dan Penurunan Testis

Embrio dikatakan secara genetik adalah pria apabila sel germinal primordial membawa kromosom seks komplek XY. Di bawah pengaruh dari gen SRY pada kromosom Y yang mengkode testis determining factor, korda seks primitif berkembang secara proliferatif dan masuk lebih dalam ke medula untuk membentuk testis atau ke dalam korda medula. Untuk menuju bagian hilus dari kelenjar, korda berpisah ke bagian untaian sel kecil yang nantinya akan menjadi tubulus dari rete testis. Selama perkembangan yang lebih lanjut, lapisan padat dari jaringan konektif fibrosa yaitu tunica albugenia memisahkan korda testis dari permukaan epitel

Gambar 2.5 A. Testis 8 minggu, B. Testis dan duktus genital 4 bulan

Gambar 2.1.1. Testis 8 minggu, B. Testis dan duktus genital 4 bulan

Skema. 2. 1.1. Pengaruh sel germinal primordial pada gonad indiferen

Pada testis, sel-sel epitel coelom yang tumbuh di dalamnya (sel pra-sertoli), membentuk korda yang letaknya sedemikian dekat satu sama lain dan saling terjalin satu dengan yang lain (korda seksual, duktuli pluger) yang merupakan tempat tinggal sel germinal dan terhambatnya diferensiasi sel tersebut lebih lanjut oleh faktor-faktor inhibitorik. Di dalam mesenchyme yang tumbuh dari mesonefros muncul sel yang lebih besar dan memproduksi hormon, yaitu sel Leydig janin yang sudah memproduksi testosteron dari minggu ke-8 yang penting untuk kelanjutan perkembangan seksual yang spesifik pada janinPada minggu ke-10, anyaman korda seksual mulai memudar. Struktur tersebut membentuk tubulus seminiferus yang independen dan sangat berliku-liku yang memisahkan korteks dari epitel benih melalui lapisan jaringan ikat kasar (tunika albugenia). Kini sel-sel germinal tidak dapat lagi mencapai testis. Sisa sel-sel yang tersebar di korteks mulai berdegenerasi. Oleh karena saluran kecil sperma (tubulus seminiferus) berakhir buntu dan simpai testis menebal melalui tunica albugenia, pengeluaran sel germinal hanya dapat terjadi ke arah dalam. Agar penyaluran sperma dapat terjadi, terjadi diferensiasi duktus mesonefros yang berbatasan dengan testis menjadi duktus eferens dan bersatu di atas rete testisdengan tubulus seminiferus. Di bawah pengaruh testosteron, duktus Wolff di daerah gonad menjadi saluran epididimis dan ke arah distal menjadi saluran sperma (duktus deferens). Dari minggu ke-20 pada dasarnya testis sudah mencapai tahap diferensiasi tersebut, yang setelah lahir tetap berlangsung sampai pematangan seksual (pubertas) terjadi.

Skema. 2. 1.2. Penentuan jenis kelamin pada janin

Genetalia embrio masih bersifat indiferen sampai minggu ke-7. Lalu dalam pengaruh hormon estrogen yang dibentuk di dalam blastema gonad, duktus Muller terus berkembang menjadi tuba fallopii, uterus, dan bagian proksimal vagina pada janin wanita, sedangkan pada saat yang sama mesonefros dan duktus Wolff mengalami degenerasi.

Gambar. 2. 1. 2 A. Duktus genital pada janin laki-laki 4 bulan, B. Duktus genital setelah desensus testis

Pada janin laki-laki, terjadi hal yang sebaliknya, yaitu duktus Muller mengalami degenerasi dalam pengaruh MIS, sedangkan dalam pengaruh testosteron, mesonefros di daerah bakal gonad terus berdiferensiasimenjadi epididimis dan duktus Wolff menjadi vas deferens (duktus deferens). Pada kedua jenis kelamin, bakal gonad mengalami suatu penurunan (desensus) ketika ligamen genetal bertindak sebagai penuntun. Gonad wanita pada proses penurunan hanya mencapai pelvis minor yang juga berada di rongga perut. Testis mengembara lebih jauh melalui kanalis inguinalis sampai ke skrotum (desensus testis) sehingga ligamen gonadal ridge (gubernakulum testis) memendek dan testis tertarik ke bawah melalui kanalis inguinalis dari duktus Muller hanya tersisa suatu vesikel pada puncak atas testis, begitu juga pada bagian awal uretra, yaitu utriculus prostaticus. Degenerasi duktus Muller diinduksi oleh MIS atau AMH. Dari bagian akhir duktus Wolff yang kelak menjadi vas deferens, vesicula seminalis tumbuh dengan salurannya yang disebut duktus ejakulatorius dan bermuara ke dalam uretra.

Gambar 2. 1. 3 a) perkembangan organ genetalia yang indiferen, b) perkembangan organ genetalia laki-laki

2.2 Anatomi Scrotum, Testis, Dan Funiculus Spermaticus

Gambar 2.2.1. Alat Reproduksi pada Laki-laki

A. Anatomi Scrotum

Gambar 2.2.2. Skrotum Scrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis: kulit dan fascia superficialis. Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fascia superficialis terdapat selembar otot polos yang tipis, dikenal sebagai tunica dartos, yang berkontraksi sebagai reaksi terhadap dingin, dan dengan demikian mempersempit luas permukaan kulit. Ke arah ventral fascia superficialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi fascia superficialis perineum.Arteri untuk skrotum ialah :1. Ramus perinealis dari arteria pudenda interna.2. Arteriae pudendae externae dari arteria femoralis.3. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.Vena scrotales mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales.Saraf scrotum ialah :1. Ramus genitalis dari nervus genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang menjadi cabang sensoris pada permukaan scrotum ventral dan lateral.2. Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum ventral.3. Ramus perinealis dari nervus pudendalis (S2-S4) untuk permukaan scrotum dorsal.4. Ramus perinealis dari nervus cutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk permukaan scrotum kaudal.

B. Anatomi TestisKedua testis terletak dalam scrotum dan menghasilkan spermatozoon dan hormone, terutama testosterone. Permukaan masing-masing testis tertutup oleh lamina visceralis tunicae vaginalis, kecuali pada tempat perlekatan epididimis dan funiculus spermaticus. Tunica vaginalis ialah sebuah kantong peritoneal yang membungkus testis dan berasal dari processus vaginalis embrional.

Gambar 2.2.3. Anatomi Testis

Lamina parietalis tunicae vaginalis berbatasan langsung pada fascia spermatica interna dan lamina visceralis tunicae vaginalis melekat pada testis dan epididimis. Sedikit cairan dalam rongga tunica vaginalis memisahkan lamina visceralis terhadap lamina parietalis dan memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam scrotum.Epididimis adalah gulungan pipa yang berbelit-belit dan terletak pada permukaan kranial dan permukaan dorsolateral testis. Bagian-bagian epididimis yaitu :1. Bagian cranial yang melebar, yakni caput epididimis terdiri dari lobul-lobul yang dibentuk oleh gulungan sejumlah ductuli efferentes.2. Ductuli efferentes membawa spermatozoon dari testis ke epididimis untuk ditimbun.3. Corpus epididimis terdiri dari ductus epididimis yang berbelit-belit.4. Cauda epididimis bersinambung dengan ductus deferens yang mengangkut spermatozoon dari epididimis ke ductus ejaculatorius untuk dicurahkan ke dalam pars prostatica urethrae.Arteria testicularis berasal dari pars abdominalis aortae, tepat kaudal arteria renalis. Vena-vena meninggalkan testis dan berhubungan dengan plexus pampiniformis yang melepaskan vena testicularis dalam canalis inguinalis.

Limfe dari testis disalurkan ke nodi lymphoidei lumbales dan nodi lymphoidei pre-aortici. Saraf autonom testis berasal dari plexus testicularis sekeliling arteria testicularis. Saraf ini mengandung serabut parasimpatis dari nervus vagus dan serabut simpatis dari segmen medulla spinalis.

C. Anatomi Funiculus SpermaticusFuniculus spermaticus menggantung testis dalam scrotum dan berisi struktur-struktur yang melintas ke dan dari testis. Funiculus spermaticus berawal pada anulus inguinalis profundus, lateral dari arteria epigastrica inferior, melalui canalis inguinalis, dan berakhir pada tepi dorsal testis dalam scrotum. Funiculus spermaticus diliputi oleh fascia pembungkus yang berasal dari dinding abdomen.Pembungkus funiculus spermaticus dibentuk oleh tiga lapis fascia dari dinding abdomen ventral sewaktu masa vetal :1. Fascia spermatica interna dari fascia transversalis.2. Fascia cremasterica dari fascia penutup musculus obliquus internus abdominis.3. Fascia spermatica externa dari aponeurosis musculus obliquus externus abdominis.

Gambar 2.2.4. Funiculus spermatikus

Pada fascia cremasterica terdapat ikal-ikal (loops) musculus cremaster yang secara refleks mengangkat testis ke atas ke dalam scrotum, terutama sewaktu dingin. Musculus cremaster, yang berasal dari musculus obliquus internus abdominis, memperoleh persarafan dari ramus genitalis nervi genitofemoralis (L1,L2).Komponen funiculus spermaticus ialah :1. Ductus deferens (vas deferens), pipa berotot dengan kepanjangan sekitar 45 cm yang menyalurkan mani dari epididimis.2. Arteria testicularis yang berasal dari permukaan lateral aorta, dan memasok darah kepada testis dan epididimis.3. Arteri untuk ductus deferens dari arteria vesicalis inferior.4. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.5. Plexus pampiniformis, anyaman pembuluh balik yang dibentuk melalui anastomosis beberapa sampai dua belas vena.6. Serabut saraf simpatis pada arteri, dan serabut simpatis dan parasimpatis pada ductus deferens.7. Ramus genitalis nervi genitofemoralis mempersarafi musculus cremaster.8. Pembuluh limfe untuk menyalurkan limfe dari testis dan struktur berdekatan ke nodi lymphoidei lumbales dan nodi lymphoidei pre-aortici.

2.3 Pengertian Torsio TestisTorsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpeluntir funikulus spermatikus yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididimis sehingga terjadinya gangguan aliran darah pada testis.

Gambar 2.3.1 Torsio testis

Testis dapat terputar dalam kantong skrotum (torsio) akibat perkembangan abnormal dari tunika vaginalis dan funikulus spermatikus dalam masa perkembangan janin. Insersi abnormal yang tinggi dari tunika vaginalis pada struktur funikulus akan mengakibatkan testis dapat bergerak seperti anak genta di dalam genta, sehingga testis kurang melekat pada tunika vaginalis viseralis. Testis yang demikian mudah memuntir dan memutar funikulu spermatikus. Jenis torsio ini disebut sebagai torsio funikulus spermatikus intravaginalis.Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.

Gambar 2.3.2 Klasifikasi tipe Torsio Testis

2.4 Epideminologi Torsio TestisTorsio testis merupakan kelainan yang cukup sering. Di mana torsio testis, epididimitis dan torsi dari appendix testis merupakan 3 penyebab tersering nyeri skrotum akut. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada didalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral.Torsi Extravaginal merupakan sekitar 5 % dari semua torsio. Dari kasus-kasus torsi testis, 70 % terjadi sebelum lahir dan 30 % terjadi postnatal . Kondisi ini terkait dengan berat badan lahir yang tinggi . Bilateral torsi perinatal dianggap langka, meskipun peningkatan jumlah laporan kasus telah diamati. Saat ini, ada sekitar 56 laporan kasus dalam literature. Torsi intravaginal merupakan sekitar 16 % dari kasus pada pasien ke gawat darurat dengan skrotum akut. Bentuk torsi testis yang paling sering diamati pada laki-laki yang lebih muda dari 30 tahun, dengan sebagian besar berusia 12-18 tahun. Insiden puncak terjadi pada usia 13-14 tahun. Testis sebelah kiri lebih sering terlibat. Kasus bilateral account untuk 2 % dari semua torsio.Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah dengan jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema, kedua keadaan tersebut menyebabkan iskemia testis.2.5 Etiologi dari Torsio TestisAdanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak horizontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang.Torsi Extravaginal terjadi pada janin atau neonatus , karena testis dapat dengan bebas memutar sebelum pengembangan fiksasi testis melalui tunika vaginalis dalam skrotum. Suspensi testis yang normal memastikan fiksasi yang kuat dari kompleks epididimis - testis posterior serta efektif mencegah memutar dari korda spermatika . Pada laki-laki dengan kelainan bell - genta , torsi dapat terjadi karena kurangnya fiksasi , sehingga testis yang bebas tergantung dalam tunika vaginalis .Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah dengan jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan tersebut menyebabkan iskemia testis.2.6 Faktor Faktor PredisposisiMemutarnya spermatic cord adalah dasar dari semua torsio. Ketika memutarnya spermatic cord cukup untuk menyebabkan obtruksi aliran darah ke testis, maka akan terjadi iskemi pada testi dan apabila terjadi secara berkepanjangan maka akan terjadi infark testis. Jika derajat obtruksinya tidak terlalu berat maka akan menyebabkan obtruksi aliran darah vena dan menyebabkan kongesti dan pembengkakan testis tanpa menyebabkan infark. Banyak faktor yang dapat diobservasi yang berhubungan dengan torsio, tapi faktor ini tidak dapat digunakan untuk memprediksi resiko torsio secara klinis. Bell clapper deformity : yaitu variasi anatomi dimana testis menggantung secara bebas di dalam tunika vaginalis dan meluas sampai spermatic cord. Perluasan ini menyebabkan testis mudah berputar di dalam tunika karena tidak kuatnya fiksasi bagian posterior testis pada skrotum. Anomali ini ditemukan pada 12% laki-laki yang telah meninggal dan dieksplorasi dan juga kadang ditemukan bilateral. Perubahan pubertas : pengamatann mengenai faktor resiko torsio meningkat selama periode pubertas. Peningkatan level testosteron selama masa pubertas menyebabkan peningkatan volume dan masa testis. Hal ini menjadi predisposisi testis untuk mengalami torsi karena peningkatan pergerakan testis disekitar aksis spermatic cord. Abnormalitas anatomi : variasi anatomi testis yang abnormal berhubungan dengan terjadinya torsio. Cryptorchid testes merupakan faktor resiko terringgi untuk torsio testis. Abnormalitas anatomi lain yang menjadi predisposisi terjadi torsio yaitu polyorchidism, epididymal anomalies. Aktivitas fisik : pada beberapa kasus, aktivitas fisik seperti olahraga, atau trauma dapat menyebabkan terjadinya torsio testis, kemungkina karena refleks cremaster yang tiba-tiba. Data epideminologis menyebutkan bahwa torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin dan terjadi di daerah belahan utara, para ahli menganggap bahwa udara dingin menyababkan kontraksi cremaster yang berperan dalam terjadinya torsio. Adhesi jaringan tunika dan skrotum. Pada bayi baru lahir, tunika vaginalis parietal skrotum tidak sepenuhnya menempal pada jaringan luar skrotum. Dengan demikian, testis, tunika vaginalis dan gubernaculum akan memutar bersama didalam skrotum dan menyebabkan torsio ekstravaginal (paling sering terjadi pada masa perinatal). Karena adhesi antara tunika dan skrotum terjadi secara bilateral, maka resiko untuk torsio bilateral sering terjadi.

2.7 Patofisiologi Torsio TestisSecara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakkan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.Terdapat dua jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari epididimis dan investment yang tidak komplet dari epididimis dan testis posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk bell-clapper deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.

Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.2.8 Manifestasi Klinis Torsio TestisPasien mengeluh nyeri hebat didaerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi, dapat di raba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis, epididimitis atau orchitis akut atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan nyeri tumpul disekitar testis dapat disebabkan karena varikokel.Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut.Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididimitis.

2.9 Diagnosa Banding dari Torsio Testis

Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagaipenyebab dari akut scrotum, antara lain:

1. Epididimitis akut.Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra. Pada pemeriksaan, epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehns sign, yaitu jika testis yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehns sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehns sign negative). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan bakteriuria.Manifestasi klinis pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan bengkak pada kauda hingga caput epididimis. Tidak jarang disertai demam, malaise, dan nyeri dirasakan hingga kepinggang. Pemeriksaan menunjukkan pembengkakan pada hemiskrotum dan kadang kala pada palpasi sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis. Mungkin disertai dengan hidrokel sekunder akibat reaksi inflamasi pada epididimis. Reaksi inflamasi dan pembengkakan dapat menjalar ke funikulus spermatikut pada daerah inguinal. Gejala klinis epididimis akut sulit dibedakan dengan epididimis akut yang sering terjadi pada usia 10-20 tahun. Pada epididimitis akut jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, nyeri akan berkurang, hal ini berbeda dengan torsio testi.

Tabel 2.8.1. Hasil Pemeriksaan Urine pada Torsio Testis dan Epididimis

2. Hernia scrotalis incarserata, yang biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum.

3. Hidrokel terinfeksi, dengan anamnesis sebelumnya sudah ada benjolan di dalam skrotum. Penumpukan cairan yang berlebih diatantara lapisan parietalis dan visceral tunika vaginalis. Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh : 1) Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis, 2) Belum sempurnanya system limpatik di daerah scrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada orang dewasa dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya system sekresi atau reabsorbsi cairan dikantong hidrokel. Kelainan pada testis mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis.Manifestasi klinisnya biasanya pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri, pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehinggga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi.

4. Tumor testis, Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis. Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia 15-35 tahun, dan merupakan 1-2% semua neoplasma pada pria. Penyebab tumor belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa factor yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain : 1) maldesensus testis, 2) trauma testis, 3) atropi atau infeksi testis, 4) pengaruh hormone. Manifestasi klinis pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri. Namun 30 % mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedangkan 10 % mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas (10%) karena pembesaran kelenjar pada aorta, benjolan pada kelenjar leher, dan 5 % pasien mengeluh adanya ginekomastia ( manifestasi dari beredarnya kadar HCG di dalam sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada coriocarsinoma. Pada pemeriksaan fisik testis ditemukan benjulan padat keras, tidak nyeri pada palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Adanya ilfiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis. Perhatikan kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti

2.10 Pemeriksaan Untuk menegakkan diagnosePenegakan diagnosa pada torsio testis dapat dilakukan dengan cara :1. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis denganpenyebab akut scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotumsisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri padapalpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yangterletak transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri sertatampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karenaadanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakanpemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidakberkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn sign).Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan inimemiliki sensitivitas 99% pada torsio testis.

2. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus urinarius padapasien dengan nyeri akut pada skrotum. Piuria dengan atau tanpa bakteri mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan mungkin mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu jugadilakukan pemeriksaan darah dan sediment urin.b. Pemeriksaan Radiologis Color Doppler Ultrasonography :1) Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.2) Merupakan Gold Standaruntuk pemeriksaan torsio testis dengan sensitivitas 82-90% dan spesifitas 100%.3) Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis yang echotexture. Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang terjadi pada skrotum seperti hematom, torsio appendiks dan hidrokel.4) Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan adanyaperubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis sudah mulai terjadi.

Nuclear Scintigraphy:1) Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk melihat aliran darah testis.2) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.3) Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat infeksi.4) Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu5) Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum merupakan tanda patognomonik terjadinya torsio.

Gambar 2.10.1 Gambaran testis normal (testis kiri dan kanan normal)

Gambar 2.10.1 Gambaran Torsio testis (LT) tidak ditemukan aliran darah

2.11 Penatalaksanaan Torsio TestisPenatalaksanaan torsio testis dibagi menjadi dua yaitu :1. Non-operatifDetorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, dengan jalan memutar testis kearah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis kearah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi kearah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil, operasi harus tetap dilaksanakan. Selain itu dapat diberikan analgesic untuk mengurangi rasa nyeri.Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat torsio.2. Operatif Dilakukan untuk reposisi dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orchidopeksi pada testis kontralateral.

Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk mempercepat proses eksplorasi dan pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan. Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :a. Untuk memastikan diagnosis torsio testisb. Melakukan detorsi testis yang torsioc. Memeriksa apakah testis masih viabled. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viablee. Memfiksasi testis kontralateral

Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral.Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.Jika testis masih hidup, dilakuakn orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.2.12 Komplikasi Torsio TestisTorsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat daruratan dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas terlihat setelah 2 jam dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular dapat terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari TT adalah kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut tidak diperbaiki dengan cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis mempengaruhi tingkat iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan.Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infarkgonad. Kejadian ini bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan apoptosis testicular kontralateral juga diketahui mengikuti ketegangan testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus dibicarakan dengan pasien. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas kosmetik.2.13 Prognosis Torsio TestisPenatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Bila dilakukan penanganan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi. Viabilitas testis sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam.Adapun penyebab tersering hilangnya testis setelah mengalami torsio adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal (29%), dan keterlambatan terapi (13%).

BAB IIIPENUTUP

KESIMPULANTorsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpeluntir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididimis.Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak, ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah. Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan. Penegakan diagnosa pada torsio testis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi dengan color doppler ultrasonography dan nuclear scintigraphy. Penatalaksanaan torsio testis dibagi menjadi dua yaitu non-operatif dengan detorsi manual dan tindakan operatif. Bila dilakukan penanganan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Langman, Sadler T. W. 2009. Embriologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta: EGC2. Moore,K.L., Agur,A.M.R., 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates3. Oreoluwa, I Ogunyemi. 2014. Testicular Torsion. Didapat dari : http://emedicine.medscape.com/article/2036003-overview diakses pada tanggal 3 Mei 20154. Kumar, G Krishna, 2009, Testicular torsion (pediatric surgery), didapat dari : http://www.emedicine-medscape.com di akses pada tanggal 3 Mei 20155. Price,S.A., Wilson,L.M., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC6. Purnomo,,B.P., 2003. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto7. Rohen, Johanes W, Drecoll, Elke Lutjen. 2003. Embriologi Fungsional, Perkembangan Sistem Fungsi Organ Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.8. Sjamsuhidajat,R., DeJong,W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC9. Timothy, J Rupp. 2013. Testicular Torsion in Emergency Medicine. Didapat dari : http://emedicine.medscape.com/article/778086-overview pada tanggal 3Mei 2015

33 | Torsio Testis