referat torsio testis

32
BAB I PENDAHULUAN Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang terpeluntir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat dan butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis (Sjamsuhidajat, 2004). Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral. Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan nyeri akut pada skrotum dan kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan-

Upload: anggecintadia

Post on 18-Feb-2015

186 views

Category:

Documents


39 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Torsio Testis

BAB I

PENDAHULUAN

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang terpeluntir

yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis

dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat

dan butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani

dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan

infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis (Sjamsuhidajat,

2004).

Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering

terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang

dibawah usia 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-

20 tahun). Janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang

menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan

testis baik unilateral ataupun bilateral. Torsio testis harus selalu dipertimbangkan

pada pasien-pasien dengan nyeri akut pada skrotum dan kondisi tersebut juga harus

dibedakan dari keluhan-keluhan nyeri pada testis lainnya agar tidak terjadi kesalahan

diagnosis yang dapat berujung pada kesalahan terapi (Cuckow, 2000).

Penyebab dari akut skrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat

penyakit, pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang

tepat. Sekitar 2/3 pasien yang dicurigai menderita torsio testis dengan dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.

Keterlambatan dan kegagalan dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses

torsio yang berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis

dan jaringan disekitarnya (Cuckow, 2000).

Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera

dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan

menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Adapun

Page 2: Referat Torsio Testis

penyebab tersering hilangnya testis setelah mengalami torsio adalah keterlambatan

dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal (29%), dan

keterlambatan terapi (13%) (Cuckow, 2000).

Page 3: Referat Torsio Testis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Testis

Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval dg berat 10-14 gr

dg panjang 4 cm ukuran dari anterior ke posterior 3 cm dan lebar 2,5cm dan

memiliki bagian2 yakni extremitas superior, extremitas inferior, facies lateralis,

facies medialis, margo anterior (convex), margo posterior (datar).

Testis berada didalam skrotum bersama epididimis yaitu kantung

ekstraabdomen tepat dibawah penis. Testis kiri terletak lebih rendah drpd yang

kanan. Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis disebut

tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intraabdomen yang

bermigrasi ke dalam skrotum primitive selama perkembangan genetalia interna

pria, setelah migrasi ke dalam skrotum, saluran tempat turunnya testis (prosesus

vaginalis) akan menutup.

Setelah pubertas, selain sebagai organ reproduksi (menghasilkan

spermatozoa) jg sebagai kelenjar endokrin yg menghasilkan hormon androgen

yang berguna untuk mempertahankan tanda2 kelamin sekunder.

Gambar 2.1 Anatomi Testis

Page 4: Referat Torsio Testis

Lapisan Pembungkus Testis (Orchis)

Testis terletak di dalam cavum scrota yg ditutupi oleh scrotum. Dimana lapisan

nya dari luar ke dalam yakni :

a. Cutis

b. Tunica dartos

c. Fascia Spermatica Externa (Aponeurosis MOAE)

d. M. Cremasterica

e. Fascia Cremasterica (Aponeurosis MOAI)

f. Fascia Spermatica Interna (Aponeurosis MTA)

g. Tunica Vaginalis Propia (Lamina Parietalis dan Lamina Visceralis)

h. Tunica Albuginea

Vaskularisasi Testis (Orchis)

  -- A. testicularis dextra ei sinistra cabang dr aorta abdominalis

- V. testicularis dextra yg akan bermuara ke V. Cava Inferior

- V. testicularis sinistra yg akan bermuara ke v. renalis sinistra lalu bermuara ke

Vena Cava Inferior

Innervasi Testis (Orchis)

Testis dipersarafi oleh serabut saraf dari plexus nervacus tertucularis. Plexus ini

dibentuk oleh nervus thoracalis VI-XII.

Testis terdiri dari 3 sel yaitu :

a. Sel Leydig yang berfungsi untuk menghasilkan hormon testoseron untuk

menumbuhkan ciri2 kelamin sejuder laki2. Sel ini juga sebagai Endocrin

b. Sel Sertoli yang berfungsi untuk memberi makan sperma yang

dirangsang oleh FSH yang dihasilkan oleh Adenehypophysis. Sel ini Sebagai

sebagai Eksocrin

Page 5: Referat Torsio Testis

c. Sel Spermatozoid yang berfungsi untuk menghasilkan sperma yang berada

pada dinding Tubulus Seminiferus Contortus. Sel ini sebagai Eksocrin

3 sel ini dibagi 2 bagian yaitu Sel Leydig Sebagai  Endocrin sedangkan Sel

Sertoli dan Sel Spermatozoid sebagai Eksocrin. Testis menghasilkan hormon

testosterone yg berfungsi utk memacu perkembangan system reproduksi steroid

pria dan ciri seksual sekunder pria

B. Etiologi Torsio Testis

Adanya kelainan sistem penyangga testis menyebabkan testis dapat

mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang

menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu

yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan,

batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum

(Purnomo, 2003).

Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis

(sering dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak

horisontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord

intrascrotal yang panjang (Ringdahl & Teague, 2006).

Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio

timbul ketika seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi

otot ini karena testis kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis

kanan berputar searah dengan jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk

edema. Kedua keadaan tersebut menyebabkan iskemia testis (Wilson & Hillegas,

2006).

Page 6: Referat Torsio Testis

C. Manifestasi Klinis Torsio Testis

Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis,

epididimitis/orchitis akut atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan

hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan

organ intraabdominal. Sedangkan nyeri tumpul disekitar testis dapat disebabkan

karena varikokel (Purnomo, 2003).

Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum,

yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu

disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut

sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan

apendisitis akut. Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah,

kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada

torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang

membedakan dengan orchio-epididymitis (Wilson & Hillegas, 2006).

Gambar 2.2 Perbedaan anatomi testis normal dan testis dengan torsio

Page 7: Referat Torsio Testis

D. Patofisiologi Torsio Testis

Spasme otot kremaster

Aliran darah terhenti

Iskemia testis

Testis berotasi bebas

Nekrosis

Nyeri menjalar ke abdomen

Impuls dari saraf

Demam Terasa terbakar saat berkemih

Stimulasi mual-muntah dari

otak

ETIOLOGI

Immobilisasi testis

Trauma testis

Tumor testis

Adescendens testicularis

Perubahan keadaan extreme

Bell-clapper

Page 8: Referat Torsio Testis

E. Penegakkan diagnosis

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis

dengan penyebab akut scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada

scrotum akan tampak bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat

meluas hingga scrotumsisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga

akan terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat

dilihat adanya testis yangterletak transversal atau horisontal. Seluruh testis

akan bengkak dan nyeri sertatampak lebih besar bila dibandingkan dengan

testis kontralateral, oleh karenaadanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih

tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord.

Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan

dianosis. Biasanya nyeri juga tidak  berkurang bila dilakukan elevasi testis

(Prehn sign) (Ringdahl & Teague, 2006).

Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya

refleks cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan

inimemiliki sensitivitas 99% pada torsio testis(Ringdahl & Teague, 2006).

2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis

dengan keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan

stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dansintigrafi testis, yang

kesemuanya bertujuan untuk menilai aliran darah ke testis. Stetoskop Doppler

dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu bermanfaat dalam menilai aliran

darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara nuklir dapat membantu,

tetapi membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa terlambat

ditangani. Ultrasonografi Doppler berwarna merupakan pemeriksaan

noninvasif yang keakuratannya kurang lebih sebanding dengan pemeriksaan

Page 9: Referat Torsio Testis

nuclear scanning. Ultrasonografi Doppler berwarna dapat menilai aliran

darah, dan dapat membedakan aliran darah intratestikular dan aliran darah

dinding scrotum. Alat ini juga dapat digunakan untuk memeriksa kondisi

patologis lain pada scrotum (Purnomo, 2003).

Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam

urin, dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali

pada torsio yang sudah lama dan mengalami keradangan steril (Purnomo,

2003).

Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis

torsio testismasih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis

yang nyata (Minevich, 2007; Ringdahl & Teague, 2006).

Adanya peningkatan acute-fase protein (dikenal sebagai CRP) dapat

membedakanproses inflamasi sebagai penyebab akut scrotum (Rupp, 2006).

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi

traktus urinarius pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Pyuria

dengan atau tanpa bakteri mengindikasikan adanya suatu proses infeksi

dan mungkin mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu juga

dilakukan pemeriksaan darah dan sediment urin (Purnomo, 2003).

b. Pemeriksaan Radiologis

Color Doppler Ultrasonography (Saladdin, 2009).

1) Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri

testikularis.

2) Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan

sensitivitas 82-90% dan spesifitas 100%.

3) Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar

testis yang echotexture\Ultrasonografi dapat menemukan

abnormalitas yang terjadi pada skrotum seperti hematom, torsio

appendiks dan hidrokel.

Page 10: Referat Torsio Testis

4) Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam

dan adanya perubahan yang semakin heterogen menandakan proses

nekrosis sudah mulai terjadi.

Nuclear Scintigraphy (Saladdin, 2009):

1) Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan

untuk melihat aliran darah testis.

2) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan

aliran darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.

3) Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan

daerah iskemia akibat infeksi.

4) Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif

palsu

5) Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu

skrotum merupakan tanda patognomonik terjadinya torsio.

Gambar 2.3 USG Doppler berwarna pada anak laki laki 14 tahun yang mengalami akut

skrotum selama 4 jam. Didapatkan penurunan alirah darah pada testis kiri disbanding testis

kanan.

Page 11: Referat Torsio Testis

Gambar 2.4 USG Doppler berwarna pada anak laki laki 14 tahun yang mengalami torsio

testis kanan dengan onset lebih dari 24 jam. Didapatkan penigkatan aliran darah pada

sekitar testis kanan, namun tidak didapatkan aliran darah pada substansia testisnya sendiri.

Gambar 2.5 USG Doppler berwarna yang menunjukkan inflamasi (epididimitis). Didapatkan

peningkatan aliran darah pada daerah sekitar testis dan di dalam substansi testis.

Page 12: Referat Torsio Testis

3. Dianosis Banding

Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain

sebagai penyebab dari akut scrotum, antara lain (Minevich, 2007; Ringdahl &

Teague, 2006) :

a. Epidid imitis akut

Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri

scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah

dari uretra, adanya riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan

senggama dengan selain isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi

uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan, epididimitis dan torsio testis, dapat

dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika testis yang terkena dinaikkan,

pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehn’s sign

positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehn’s sign

negative). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun

dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan

bakteriuria

b. H idrokel

Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara

lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,

cairan yang berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam

keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di

sekitarnya.

Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena:

belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran

cairan peritoneum ke prosesus vaginalis (hidrokel komunikans) atau

belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan

reabsorbsi cairan hidrokel.

Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan

sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada

Page 13: Referat Torsio Testis

testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau

reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin

suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.

Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak

nyeri. Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya benjolan di kantong

skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan

menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau

kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan

pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan

ultrasonografi.

Gambar 2.6 Hidrokel

Page 14: Referat Torsio Testis

c. Hernia incarserata

Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat keluar masuk ke

dalam scrotum yang muncul bersamaan dengan keaadaan peningkatan

tekanan intraabdominal seperti batuk atau mengejan. Benjolan dapat

hilang bila berbaring. Ukuran benjolan dapat bervariasi dari kecil sampai

besar, Bila hernia sudah mengalami inkarserta maka gejala yang timbul

dapat berupa mual, nyeri kolik abdomen, konstipasi, keerahan pada

skrotum, dan bila di auskultasi dapat didengat bunyi bising usus di daerah

skrotum.

Gambar 2.7 Hernia skrotalis

d. Tumor testis

Pembesaran testis yang tidak nyeri, biasanya terjadi pada usia 20-50

tahun dan sering disertai dengan limfadenopati abdomen

Gambar 2.8 Tumor testis

Page 15: Referat Torsio Testis

e. Torsio appendix testis/epididymis

Apendiks testis adalah sisa embriologi di atas testis yang juga bisa

mengalami torsio. Hal ini dapat di deteksi sebagai titik hitam pada

transluminasi

Gambar 2.9 Torsio apendiks testis

F. Terapi

1. Non operatif

Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus

spermatikus dapat mengembalikan aliran darah (Purnomo, 2003).

Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu

dengan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah

torsio biasanya ke medial maka dianjurkan memutar testis ke arah lateral

terlebih dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan dicoba detorsi ke arah

medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah

berhasil. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu

menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari

prosedur pembedahan. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan

(Purnomo, 2003).

Page 16: Referat Torsio Testis

Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit

gawat darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan

ini sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya

terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang

dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio

adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual

akan memperburuk derajat torsio (Govindarajan, 2011).

2. Operatif

Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya

untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari

lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu

terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur

diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan (Purnomo,

2003).

Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis

pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah

testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami

nekrosis (Purnomo, 2003).

Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya

untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari

lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu

terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur

diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan

(Govindarajan, 2011).

Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu (Govindarajan, 2011):

a. Untuk memastikan diagnosis torsio testis

b. Melakukan detorsi testis yang torsio

c. Memeriksa apakah testis masih viable

Page 17: Referat Torsio Testis

d. Membuang (jika testis sudah nekrosis) atau memfiksasi jika testis

masih viable

e. Memfiksasi testis kontralateral

Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain

disebabkan oleh kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio

sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian ahli masih

mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi

dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk

membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih

mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis

kontralateral. Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif

pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan karena testis kontralaeral

memiliki kemungkinan torsio di lain waktu (Govindarajan, 2011).

Jika testis masih hidup, dilakuakn orkidopeksi (fiksasi testis) pada

tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.

Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak

diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir

kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis

dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul

orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami

nekrosis jika tetap dibiarkan berada dalam skrotum akan merangsang

terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan

fertilitas dikemudian hari (Purnomo, 2003).

Page 18: Referat Torsio Testis

Gambar 2.10 Alur penataaksanaan torsio testis

Gambar 2.11 Prosedur orchplasty

Page 19: Referat Torsio Testis

G. Prognosis

Bila dilakukan penangan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan

pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi. Viabilitas

testis sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam.

H. Komplikasi

Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat

daruratan dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas

terlihat setelah 2 jam dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset

gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan

angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis

dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular

dapat terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi

testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari

TT adalah kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi

tersebut tidak diperbaiki dengan cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari

torsi testis mempengaruhi tingkat iskemia testikular dan kemungkinan

penyelamatan (Greenberg, 2005).

Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian

ini bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan

apoptosis testikular kontralateral juga merupakan sekuele yang diketahui

mengikuti ketegangan testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus

dibicarakan dengan pasien. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap

dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi

antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.

Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis meliputi yaitu hilangnya

testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas kosmetik (Graham, 2009).

Page 20: Referat Torsio Testis

BAB III

KESIMPULAN

1. Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat

terjadinya gangguan aliran darah pada testis.

2. Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum serta

mengalami pembengkakan pada testis. Sedangkan dari pemeriksaan fisis,

testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis

sisi kontralateral serta dari pemeriksaan Ultrasonografi Doppler berwarna

merupakan pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya kurang lebih

sebanding dengan pemeriksaan nuclear scanning.

3. Terapi pada torsio testis dengan detorsi manual, yaitu reposisi ke asalnya. Jika

detosi manual berhasil harus dilakukan operasi elektif (orkidopeksi/fiksasi

testis) pada tunika dartos.

4. Keberhasilan dalam penanganan torsio dengan mencegah testis mengalami

atrofi, dimana hal tesebut berhubungan secara langsung dengan durasi dan

derajat dari torsio testis. Keterlambatan intervensi pembedahan akan

memperburuk prognosis serta meningkatkan angka kejadian atrofi testis.

Page 21: Referat Torsio Testis

DAFTAR PUSTAKA

Cuckow, PM. 2001. Torsion of Testis. BJU International (2000). The Hospital for

Sick Children ; Bristol, United Kingdom

Graham; Townell, Nick. 2010. Testicular Torsion. British Medical Journal (Overseas & Retired Doctors Edition;7/31/2010, Vol. 341 Issue 7767, p249

Greenberg, Michael. 2005. Testicular Torsion page 329. Greenberg’s Text Atlas of

Emergency Medicine. Lippicott Williams – Willkins : Philadelphia

Leape.L.L . 1990. Testicular Torsion. In : Ashcraft.K.W (ed), Pediatric Urology,;

Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Minevich.E. 2007. Testicular Torsion, Department of Surgery, Division of Pediatric

urology, akses di http://www.emedicine.com/ med/topic2780htm

Purnomo, Basuki P. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto. 2003. 8,145-148.

Ringdahl, Erika MD ; Teague, Lynn MD. 2006. Testicular Torsion. American Family

Physician. University of Missouri–Columbia School of Medicine: Columbia,

Missouri 15;74(10):1739-1743.

Rupp.T.J. 2006. Testicular Torsion, Department of Emergency Medicine, Thomas

Jefferson University, akses di http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm

Scott, Roy, Deane, R.Fletcher. Urology Ilustrated. London and New York : Churchill

Livingstone. 1975. 324-325.

Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran – EGC. 2004. 799.

Page 22: Referat Torsio Testis

Wilson, Lorraine M. Hillegas, Kathleen B. 2006. Gangguan Sistem Reproduksi Laki-

Laki dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.