presus anestesi fix

Upload: laras-dyah-permaningtyas

Post on 05-Apr-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    1/29

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANGPembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering

    diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign

    prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat

    hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat

    benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini

    akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang

    mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan

    mengganggu aktivitas sehari-hari. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH

    seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala

    obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi:

    frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering

    terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap

    selanjutnya terjadi retensi urine. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan

    gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.

    Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak

    kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia

    tua dan masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan

    testosteron. Di samping itu pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diet

    tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan diduga berperan dalam

    proliferasi selsel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut

    mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis protein growth factor,

    yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu terjadinya

    proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu meningkatkan

    sintesis protein growth factordikenal sebagai faktor ekstrinsik sedangkan protein

    growth factor dikenal sebagai faktor intrinsik yang menyebabkan hiperplasia

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    2/29

    2

    kelenjar prostat. Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat

    keluhan pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien.

    B. BPH (Benign Prostat Hyperplasia)1.Definisi

    BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat

    membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan

    menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan

    hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat

    karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi

    kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya

    bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi

    gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna

    hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat

    sudah umum dipakai(Besimon, 2007).Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan

    oleh penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah

    pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau

    hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan

    hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia

    (Besimon, 2007).

    2. Anatomi ProstatKelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar

    Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang

    dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4

    cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1

    buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2

    buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus

    posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus

    medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    3/29

    3

    homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista

    ini disebut kelenjar prostat (Besimon, 2007).

    Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler-

    Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

    1. Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya2. Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai

    adenomatus zone

    3. Di sekitar uretra disebut periuretral glandSaluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari

    vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang

    bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba padacolok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua

    biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses

    hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar

    menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas

    dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat.

    Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan

    fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak

    mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan

    uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga

    penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar

    yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat

    mengakibatkan peradangan. (Besimon, 2007).

    3. EtiologiBPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria

    berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%.

    Ketika berusia 8085 tahun, kemungkinan itu meningkat menjadi 90%.

    Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan

    faktor perubahan usia,diantaranya:

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    4/29

    4

    a. Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-areduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan

    kelenjar prostat.

    b. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untukmerangsang pertumbuhan epitel.

    c. Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying.Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara

    mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan

    berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

    d. Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma dibawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermisgrowth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau

    adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan

    menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan

    menghasilkan pembesaran prostat.

    Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara

    pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan

    dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap

    etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut

    Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:

    1. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahankeseimbangan testosteron dan estrogen.

    2. Ketidakseimbangan endokrin.3. Faktor umur / usia lanjut.4. Tidak diketahui secara pasti.

    4. Tanda dan gejala BPHGejala BPH dikenal sebagai lower Urinary Tract Symptoms (LUTS).

    Dibedakan menjadi :

    1.Gejala Iritatif :a. sering miksi (frekuensi sering)

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    5/29

    5

    b. terbangun untuk BAK pada malam hari (Nokruria)c. perasaan ingin BAK yang mendesak (urgensi)d.nyeri pada saat miksi (disuria)

    2. Gejala obstruktif :a. pancaran melemahb.rasa tidak puas setelah BAK

    c.kalau mau miksi menunggu lama (Hesitancy)d.harus mengedan (straining)

    e.kencing terputus-putus ( intermittency)f.miksi memenjang, akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena

    nerflow bila terjadi hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba dan adanyeri pada CVA (costo vertebra anguilaris) pada pemeriksaan dubur harus

    diperhatikan konsistensi prostat, pada BPH konsistensinya kenyal

    5. Patofisiologi BPHusia

    hormon Interaksi stromaepitel DHT Teori stem cell

    hiperplasia prostat

    Penyempitan lumen uretra posterior

    Tekanan intravesikal

    Resistensi pada leher buli-buli

    otot detrusor menebal

    Fase kompensasi

    Detrusor melemah

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    6/29

    6

    Dekompensasi detrusor

    Tidak mampu berkontraksi

    Retensi urin

    Hidronefrosis

    Disfungsi sel kemih bag. Atas

    6. Derajat BPHSecara klinik derajat berat BPH dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu :

    Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok dubur)

    ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang dari 50 ml.

    Penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum prostat menonjol pada bladder

    inlet. Pada derajat ini belum memerlukan tindakan operatif, dapat

    diberikan pengobatan secara konservatif , misal alfa bloker,

    prazozin, terazozin 1-5 mg per hari.

    Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih

    menonjol penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum, prostat menonjol

    diantara bladder inlet dengan muara ureter. Batas atas masih teraba

    dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Pada

    derajat ini sudah ada indikasi untuk intervensi operatif.

    Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa

    urine lebih dari 100 ml. penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum.

    Prostat menonjol sampai muara ureter. TURP masih dapat

    G3 ekskresi urin

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    7/29

    7

    dilakukan akan tetapi bila diperkirakan reseksi tidak selesai dalam

    satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

    Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total. Penonjolan > 3 cm ke dalam

    rektum prostat menonjol melewati muara ureter.

    Kanker prostat paling sering berkembang pada pria yang berumur lebih

    dari 50 tahun. Untuk angka kejadian di Indonesia jarang terjadi pada pria di

    bawah usia 40 tahun dan insidensnya terus meningkat hingga mencapai

    puncaknya pada usia 80-an. Kanker prostat sedikit terjadi pada pria berumur

    kurang dari 45 tahun, tetapi bisa bertambah kemungkinannya dengan

    penambahan umur. Umur rata-rata waktu didiagnosis adalah 70 tahun. Pria

    yang mempunyai kakak atau ayah dengan kanker prostat mempunyaikemungkinan dua kali lipat menderita kanker prostat. Penelitian dari

    Scandinavia menyatakan bahwa 40% risiko kanker prostat dapat dijelaskan

    dengan faktor bawaan ( Besimon, 2007).

    7. PencegahanPencegahan BPH dapat dilakukan dengan cara:

    1. Menjalankan pola hidup sehat (pola makan sehat 4 sehat 5 sempurna, rajinolah raga tidak merokok dan tidak begadang).

    2. Banyak minum air minimal 8 gelas/hari.3. Tidak membiasakan menahan kencing.4. Sering makan kubis-kubisan, kacang-kacangan, alpukat, tomat untuk

    mengurangi resiko radang pada prostat.

    5. Memeriksakan prostat secara berkala ke dokter/pusat kesehatan8. Pemeriksaan penunjang pada pasien BPH

    Pemeriksaan Laboratorium

    1.Analisa urin dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihatadanya sel leukosit, bakteri dan infeksi.

    2.Pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal dan untuk penyaringankanker prostate ( mengukur kadar antigen spesifik prostate atau PSA ).Pada

    penderita BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%. Jika terjadi

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    8/29

    8

    peningkatan kadar PSA, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

    untuk menentukan apakah penderita juga menderita kanker prostate.

    Pemeriksaan Radiologis

    1.Pemeriksaan USG untuk menentukan diagnosa dengan tepat, untukmemperkirakan besarnya prostate, mencari kelainan patologi lain, baik yang

    berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.

    2.Pemeriksaan Rontgen IVP untuk mengetahui adanya penyumbatan aliran airkemih.

    3.Pemeriksaan dengan endoskopi yang dimasukkan melalui uretra untukmengetahui penyebab lainnya dari penyumbatan aliran air kemih.

    4.Pemeriksaan colok anus dengan menggunakan jari yang sudahmenggunakan sarung tangan & cairan pelumas untuk menentukan besarnya

    prostate, benjolan keras ( menunjukkan kanker ) dan nyeri tekan (

    menunjukkan adanya infeksi )

    9. PenatalaksanaanTerapi intervensi

    Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan

    prostat atau pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Termasuk ablasi

    jaringan prostat adalah: pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser

    prostatektomi. Sedangkan teknik ins-trumentasi alternatif adalah interstitial

    laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stenturetra (M. Barba

    2000).

    Pembedahan

    Mungkin sampai saat ini solusi terbaik pada BPH yang telah

    mengganggu adalah pembedahan, yakni mengangkat bagian kelenjar prostat

    yang menyebabkan obstruksi. Cara ini memberikan perbaikan skor IPSS dan

    secara obyektif meningkatkan laju pancaran urine (JJMH de la Rossette, 2001).

    Hanya saja pembedahan ini dapat menimbulkan berbagai macam penyulit pada

    saat operasi maupun pasca bedah. Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    9/29

    9

    sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya adalah: (1) retensi urine karena

    BPO, (2) infeksi saluran kemih berulang karena BPO, (3) hematuria

    makroskopik karena BPE, (4) batu buli-buli karena BPO, (5) gagal ginjal yang

    disebabkan oleh BPO, dan (6) divertikulum bulibuli yang cukup besar karena

    BPO. Guidelines di beberapa negara juga menyebutkan bahwa terapi

    pembedahan diindikasikan pada BPH yang telah menimbulkan keluhan sedang

    hingga berat, tidak menunjuk-kan perbaikan setelah pemberian terapi non

    bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa. Terdapat

    tiga macam teknik pembedahan yang direkomendasikan di berbagai negara,

    yaitu prostatektomi terbuka, insisi prostat transuretra (TUIP), dan reseksi

    prostat transuretra (TURP) (JJMH de la Rossette, 2001).Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling invasif,

    dan paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan memberikan

    perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan terbuka ini dikerjakan melalui

    pendekatan transvesikal yang mula-mula diperkenalkan oleh Hryntschack dan

    pen-dekatan retropubik yang dipopulerkan oleh Millin. Pendekatan transvesika

    hingga saat ini sering dipakai pada BPH yang cukup besar disertai dengan batu

    buli-buli multipel, divertikula yang besar, dan hernia inguinalis. Pembedahan

    terbuka dianjurkan pada prostat volumenya diperkirakan lebih dari 80-100

    cm3. dilaporkan bahwa prostatektomi terbuka menimbulkan komplikasi

    striktura uretra dan inkontinensia urine yang lebih sering dibandingkan dengan

    TURP ataupun TUIP (A Tubaro, 2000).

    Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan

    prostat pada pasien BPH. Menurut Wasson et al (1995) pada pasien dengan

    keluhan derajat sedang, TURP lebih bermanfaat daripada watchful waiting.

    TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka

    dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP

    dapat memper-baiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran

    urine hingga 100% (A Tubaro, 2000). Komplikasi dini yang terjadi pada saat

    operasi sebanyak 18-23%, dan yang paling sering adalah perdarahan sehingga

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    10/29

    10

    mem-butuhkan transfusi. Timbulnya penyulit biasa-nya pada reseksi prostat

    yang beratnya lebih dari 45 gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan

    lama reseksi lebih dari 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari 1%.

    Penyulit yang timbul di kemudian hari adalah: inkontinensia stress

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    11/29

    11

    dipakai, yaitu: Nd:YAG, Holmium: YAG, KTP: YAG, dan diode yang dapat

    dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre, atau intersitial fibre. Kelenjar

    prostat pada suhu 60-650C akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang

    lebih dari 1000C mengalami vaporisasi (A Tubaro, 2000). Jika dibandingkan

    dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit menimbulkan

    komplikasi dan penyembuhan lebih cepat, tetapi kemampuan dalam

    meningkatkan perbaikan gejala miksi maupun Qmax tidak sebaik TURP.

    Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun (JL

    Donovan, 2000).

    Kekurangannya adalah: tidak dapat diperoleh jaringan untuk

    pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkandisuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung

    dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah dari pada

    pasca TURP (A Tubaro, 2000). Penggunaan pembedahan dengan energi Laser

    telah berkembang dengan pesat akhir-akhir ini. Penelitian klinis memakai

    Nd:YAG menunjukkan hasil yang hampir sama dengan cara desobstruksi

    TURP, terutama dalam perbaikan skor miksi dan pancaran urine. Meskipun

    demikian efek lebih lanjut dari Laser masih belum banyak diketahui. Teknik

    ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam jangka

    waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena

    kesehatannya(A Tubaro, 2000).

    C. ANESTESI SPINAL

    Definisi

    Spinal anestesi adalah pemberian obat anestetik lokal dengan cara

    menyuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid. Teknik tersebut dinilai cukup

    efektif dan mudah dikerjakan (Latief et al., 2001). Spinal anestesi/Sub-arachnoid

    block (SAB) diperkenalkan oleh August Bier pada tahun 1898, teknik ini telah

    digunakan untuk anestesi, terutama untuk operasi pada daerah bawah umbilicus.

    Kelebihan utama teknik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang

    minimal, memiliki efek minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    12/29

    12

    analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas,

    serta membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang minimal (Edlin,

    2010). Spinal anestesi dilakukan di bawah lumbal 1 pada orang dewasa dan

    lumbal 3 pada anak-anak dengan menghindari trauma pada medulla spinalis

    (Morgan et al., 2005).

    Gambar 1. Spinal anestesi

    Indikasi

    Spinal anestesi dipilih berdasarkan indikasi-indikasi tertentu. Berikut

    indikasi penggunaan spinal anestesi (Latief et al., 2001):

    a. Indikasi1)Bedah ekstremitas bawah2)Bedah panggul3)Tindakan sekitar rektum-perineum4)Bedah obstetri ginekologi5)Bedah urologi6)Bedah abdomen bawah7)Bedah abdomen atas dan pediatri (dikombinasikan dengan anestesi umum

    ringan)b. Kontra indikasi absolut

    1)Pasien menolak2)Infeksi pada tempat suntikan3)Hipovolemia berat; syok

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    13/29

    13

    4)Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan5)Tekanan intrakranial meninggi6)Fasilitas resusitasi minimal7)Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anestesia

    c. Kontra indikasi relatif1)Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)2)Infeksi sekitar tempat suntikan3)Kelainan neurologis4)Kelainan psikis5)Bedah lama6)

    Penyakit jantung

    7)Hipovolemia ringan8)Nyeri punggung kronis

    Peralatandan Teknik

    Anestesi spinal menggunakan beberapa peralatan dalam aplikasinya,

    seperti peralatan monitor, peralatan resusitasi, dan jarum spinal. Peralatan

    monitor mencakup alat untuk pengawasan tekanan darah, nadi, oksimetri denyut

    (pulse oximeter), dan EKG. Peralatan resusitasi sama seperti peralatan pada

    anestesi umum. Sedangkan untuk jarum spinal terdapat dua jenis jarum spinal

    berdasarkan ujungnya, yaitu jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu

    runcing, Quincke-Babcock) dan jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point,

    Whitecare) (Latief et al., 2001).

    Gambar 2. Jenis Jarum Spinal (Edlin, 2010)

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    14/29

    14

    Sedangkan obat anestesi yang sering digunakan pada teknik spinal

    anestesi adalah Lidocain 1-5 % atau Bupivacaine 0,25-0,75 % (Latief et al.,

    2001).

    Teknik anestesi spinal umumnya dilakukan langsung di atas meja operasi

    tanpa dipindah lagi. Langkah-langkah anestesi spinal (Latief et al., 2001):

    a. Pasien diposisikan duduk atau tidur lateral dekubitus.b. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4, atau L4-5 pada vertebra.

    Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan

    vertebra merupakan L4-5.

    c. Sterilkan daerah tusukan dengan betadine dan alkohold.

    Cara tusukan dengan median atau paramedian. Tusukkan jarum spinal.Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar LCS,

    pasang spuit berisi obat dan masukkan obat pelan-pelan (0,5 mL/detik)

    diselingi sedikit aspirasi, untuk memastikan posisi jarum tetap baik.

    Faktor-Faktor yang Berpengaruh

    Kesuksesan spinal anestesi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti

    faktor yang mempengaruhi penyebaran anestetik dan faktor yang mempengaruhi

    lama kerja anestetik (Latief et al., 2001).

    a. Faktor yang mempengaruhi penyebaran anestetik:1) Faktor utama: berat jenis anestetik (barisitas), posisi pasien, dan dosis

    serta volume anestetik.

    2) Faktor tambahan: ketinggian suntikan, kecepatan suntikan, ukuranjarum, keadaan fisik pasien, dan tekanan intraabdominal.

    b. Faktor yang mempengaruhi lama kerja anestetik:1) Jenis anestesia2) Besarnya dosis3) Ada tidaknya vasokonstriktor4) Besarnya penyebaran anestetik

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    15/29

    15

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    A. IDENTITAS PASIENNama : Tn. M

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Usia : 75 tahun

    Berat Badan : 39 kg

    Tinggi Badan : 155 cm

    Agama : Islam

    Alamat : Kroya

    No. RM : 743713

    B. PRIMARY SURVEYPemeriksaan

    1. AirwayClear, Mallampati 2, terdapat gigi ompong dan gigi palsu.

    2. BreathingNapas spontan, thoraco-abdominal, tidak tampak ketertinggalan gerak pada

    dada (gerak dada simetris), RR 18x per menit, reguler, tidak terdengar suara

    rhonki ataupun wheezing pada pulmo.

    3. CirculationKulit hangat, TD 110/70 mmHg, nadi 80x per menit, ireguler, isi dan

    tegangan cukup.

    4. DisabilityKeadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran : compos mentis, GCS

    E4V5M6 = 15, Suhu 36,8 C Berat Badan 39 kg

    C. SECONDARY SURVEY1. Anamnesis

    a. Keluhan utama : Nyeri saat buang air kecilb. Keluhan tambahan : -

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    16/29

    16

    c. Riwayat penyakit sekarang :Pasien datang ke poli bedah urologi RSMS datang dengan keluhan

    sulit BAK sejak 3 tahun yang lalu, makin memberat terutama dalam 1

    tahun terakhir. Nyeri dirasakan terutama saat BAK dirasakan dari perut

    bawah sampai daerah kemaluan. BAK lebih sering dari biasa, BAK

    sering mengedan, pada akhir BAK menetes. BAK lebih sering dari biasa.

    BAK tidak berdarah.

    d. Riwayat penyakit dahulu :1) Riwayat asma disangkal2) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal3)

    Riwayat penyakit jantung disangkal

    4) Riwayat penyakit hipertensi disangkal5) Riwayat penyakit ginjal disangkal6) Riwayat penyakit DM disangkal7) Riwayat trauma atau kecelakaan disangkal

    e. Riwayat asma, alergi, penyakit jantung, ginjal, paru-paru, DM, hipertensi,dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien dalam keluarga keluarga

    disangkal

    2. Pemeriksaan Fisik

    GCS : E4V5M6 = 15

    Vital Sign : Tekanan darah : 110/70 mmHg

    Nadi : 80 x/menit

    Suhu : 36,8C

    Pernafasan : 18 x/menit

    Status Generalis

    a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis,turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik

    dan teraba hangat.

    b. Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma,distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    17/29

    17

    c. Muka : Simetris tidak terdapat jejas.d. Mata : Tidak terdapat konjungtiva anemis dan sklera ikterike. Hidung : Tidak didapatkan deviasi septum, tidak ada discharg.f. Mulut/Gigi : Tidak terdapat bibir sianosis.g. Telinga : Simetris dan tidak didapatkan discharge (darah atau

    cairan).

    h. Pemeriksaan Leher1) Inspeksi : Tidak terdapat jejas2) Palpasi : Trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran

    kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.

    i.

    Pemeriksaan Thorax1) Jantung

    a) Inspeksi : Tampak ictus cordis 2cm dibawah papila mamaesinistra

    b) Palpasi : Ictus cordis teraba kuat angkatc) Perkusi :

    i. Batas atas kiri : SIC II LPS sinsitraii. Batas atas kanan : SIC II LPS dextra

    iii. Batas bawah kiri : SIC V LMC sinistraiv. Batas bawah kanan : SIC IV LPS dextra

    d) Auskultasi : S1 > S2 reguler, tidak ditemukan gallop danmurmur.

    2) Parua) Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis

    serta tidak ditemukan retraksi dan ketertinggalan

    gerak.

    b) Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiridan tidak terdapat ketertinggalan gerak.

    c) Perkusi : Sonor kedua lapang paru

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    18/29

    18

    d) Auskultasi: Terdengar suara rhonkhi pada pulmo dextra.Tidak terdengar suara wheezing

    j. Pemeriksaan Abdomena) Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terdapat jejas dan

    massa

    b) Auskultasi : Terdengar suara bising ususc) Perkusi : Timpanid) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan lien

    tidak teraba.

    k. Pemeriksaan Ekstremitas :

    1) Inspeksi :Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis

    2) Palpasi :

    1) KM : 5555 5555 3) Turgor kulit cukup

    5555 5555 tidak edema

    2) Tonus : N N 4) Akral hangat

    N N

    3. Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan 28-3-2012 Nilai normal

    Hematologi

    Hemoglobin 13,5 12,0-16,0 g/dL

    Leukosit 19.320 4800-10800/L

    Hematokrit 40 37-47%

    Eritrosit 4,5x106 4,2-5,4x106/

    Trombosit 398000 150000-450000/L

    MCV 89,7 79,0-99,0 fl

    MCH 30,5 27,0-31,0 pg

    MCHC 35,8 33,0-37,0 %

    RDW 15 11,5-14,5 %

    MPV 9,0 7,2-11,1 fl

    Hitung Jenis

    Basofil 0,2 0,0-1,0 %

    Eosinofil 0,1 2,0-4,0%

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    19/29

    19

    Batang 0,00 2,0-5,0%

    Segmen 80,0 40,0-70,0%

    Limfosit 11,1 25,0-40,0%

    Monosit 8,2 2,0-8,0%

    PT 13,8 11,5-15,5 detik

    APTT 35,8 25-35 detik

    Kimia Klinik

    SGOT 19 15-37 U/L

    SGPT 33 30-65 U/L

    Ureum 31,8 14,98-38,52 mg/dL

    Creatinin 1,25 0,60-1,00 mg/dL

    GDS 146 200 mg/dL

    Natrium 132 136-148 mmol/L

    Kalium 2,9 3,5-8,1 mmol/LKlorida 91 98-107 mmol/L

    Seroimmunologi

    HBsAg Non-reaktif Non-reaktif

    4. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen

    Tak tampak kelainan pada cavum abdomen dan cavum pelvis, spondilosis

    lumbalis, sakroilitis kanan

    5. Pemeriksaan X foto thoraxCor tidak membesar, kalsifikasi arcus aorta, pulmo tidak tampak kelainan

    D. DIAGNOSISBPH

    E. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan yaitu :

    a. IVFD RL 20 tpmb. Pro TURPc. Informed Consent Operasid. Konsul ke Bagian Anestesie. Koreksi KCl 50 mEq dalam 500 ml RL/5 jamf. Informed Conset Pembiusan

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    20/29

    20

    Dilakukan operasi dengan spinal anestesi dgn status ASA II

    F. KESIMPULANACC ASA II

    G. LAPORAN ANESTESI1. Diagnosis Pra Bedah

    BPH

    2. Diagnosis Pasca Bedah

    BPH

    3. Penatalaksanaan Preoperasi

    a KCl 50 mEq dalam RL 500 cc/5 jamb. Cek ulang elektrolit

    4. Penatalaksanaan Operasi

    a. Jenis Pembedahan : TURP

    b. Jenis Anestesi : Regional Anestesi

    c. Teknik Anestesi : Spinal Anestesi

    d. Mulai Anestesi : 30 Maret 2012 pukul 09.15 WIB

    e. Mulai Operasi : 30 Maret 2012 pukul 09.25 WIB

    f. Premedikasi : Ondansetron 4 mg

    g. Medikasi : Buvanest 15 mg

    h. Medikasi tambahan : Ketorolac 30 mg, Furosemid

    .i. Maintanance : O2

    j. Relaksasi : -

    k. Respirasi : Spontan

    l. Posisi : Litotomi

    m. Cairan Durante Operasi : RL 500 ml dan Fima Hes 500 ml

    .n. Pemantauan Tekanan Darah dan HR

    Waktu Hasil Pantauan Tindakan

    09.15 WIB TD 150/90

    mmHgHR 80x/m

    SpO2100%

    Pasien masuk ke

    ruang OK 8 dandilakukan

    pemasangan NIBP

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    21/29

    21

    dan saturasi O2. Infus

    RL terpasang padatangan kanan. Mulai

    anestesi dengan RA

    (spinal) denganBuvanest.

    09.25 WIB TD 150/90

    mmHgHR 78x/m

    SpO2100%

    Dimulai pembedahan,

    dimasukkanOndansetron 4 mg iv ,

    FimaHes 500 cc

    09.45 WIB TD 110/70

    mmHg

    Dimasukkan ketorolac

    30 mgHR 78x/m

    SpO2100%

    09.50 WIB TD 100/70

    mmHg

    Selesai pembedahan

    HR 76x/m

    SpO2100%

    n . Selesai operasi : 09.50 WIB

    o. Selesai anestesi : 10.00 WIB

    p. Perdarahan : 100 cc

    H. PEMBAHASAN1. Preoperatif

    Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

    yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang

    untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan di operasi dalam kasus ini

    adalah ASA II yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai dengan

    sedang. Selanjutnya ditentukan rencana jenis anestesi yang akan digunakan

    yaitu regional anestesi. Persiapan yang dilakukan pada pasien ini sebelum

    operasi :

    a. Informed consent

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    22/29

    22

    Informed consent ini meliputi penjelasan mengenai penyakit yang

    diderita pasien, tindakan-tindakan yang akan dilakukan, alasan dilakukannya

    tindakan tersebut, resiko dilakukannya tindakan, komplikasi, prognosis,

    biaya dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kondisi pasien maupun

    tindakan yang dilakukan kepada pasien dan keluarga terdekat yang

    bertanggung jawab terhadap pasien. Tujuannya untuk mendapatkan

    persetujuan dan ijin dari pasien atau keluarga pasien dalam melakukan

    tindakan anestesi dan operasi sehingga resiko-resiko yang mungkin akan

    terjadi pada saat operasi dapat dipertimbangkan dengan baik.

    b. PuasaTujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena

    regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek

    samping dari obat- obat anastesi yang diberikan sehingga refleks laring

    mengalami penurunan selama anestesia. Pada pasien dewasa umumnya

    dipuasakan selama 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4 jam

    (Latief, 2001). Pada kasus ini, pasien dapat dipuasakan selama 6 jam. Pasien

    telah diminta berpuasa sejak pukul 00.00 WIB.

    c. LaboratoriumHasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara umum baik

    sehingga memenuhi toleransi operasi. Adapun pemeriksaan laboratorium

    pada pasien ini meliputi: pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, waktu

    perdarahan, waktu pembekuan, kimia klinik, dan sero imunologi.

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    23/29

    23

    Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menilai ada tidaknya gangguan

    dan merencanakan koreksi jika terdapat gangguan.

    Kadar hemoglobin yang baik, diperlukan guna memfasilitasi

    distribusi oksigenasi ke jaringan dan pengangkutan karbon dioksida.

    Oksigenasi atau perfusi yang baik diperlukan jaringan guna mencegah

    terjadinya syok. Jumlah trombosit,masa pembekuan dan defisiensi faktor

    pembekuan perlu dievaluasi agar dapat diantispasi risiko komplikasi

    perdarahan. Trombosit merupakan unsur dasar dalam darah yang dapat

    meningkatkan koagulasi. Penurunan trombosit dalam sirkulasi sebanyak

    kurang dari 50% nilai normal akan menyebabkan perdarahan. Protombin

    time (PT) akan mengukur kemampuan pembekuan faktor I (fibrinogen), II

    (protrombin), V, VII, dan X. Protrombin akan dikonversi menjadi trombin

    akibat aksi tromboplastin, yang diperlukan dalam pembekuan darah.

    Activated protrombin time (APTT) digunakan untuk mendeteksi apakah

    terdapat defisiensi terhadap seluruh faktor pembekuan kecuali faktor VII dan

    XII. Pada pasien ini, nilai trombosit, PT, dan APTT dalam batas normal

    sehingga diharapkan tidak terjadi perdarahan hebat (Kee, 2008).

    Elektrolit penting juga untuk dievaluasi mengingat peranannya dalam

    berbagai proses fisiologis tubuh. Natrium adalah ion yang dominan berada di

    petak cairan ekstrasel dengan nilai normal 135-145 mEq/L. Keadaan

    hiponatremia, bila tidak dikoreksi secara cepat dan tepat dapat

    mengakibatkan oedem otak, selanjutnya menimbulkan kerusakan otak yang

    ireversibel. Hipernatremia jarang terjadi, sebagai akibat ginjal sangat efisien

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    24/29

    24

    dalam mengeksresikan Na. Hipo dan hiperkalemia merupakan keadaan yang

    gawat karena dapat menyebabkan aritmia jantung dan perlu segera dikoreksi

    (Mangku, 2010). Pada pasien ini kadar Na dalam batas normal namun pada

    pasien ini terjadi hipokalemi dengan kadar kalium 2,9 mmol/L sehingga

    pada pasien ini diberikan koreksi dengan KCl 50 mEq dalam 500 cc RL/ 5

    jam. Setelah di cek ulang elektrolit pada pagi hari, kadar kalium pasien ini

    sudah normal yaitu 3,6 mmol/L.

    2. Durante OperasiPada pasien ini dilakukan pembiusan menggunakan teknik anestesi

    spinal dengan buvanest (Bupivakain HCl) sebanyak 15 mg hal ini sudah

    sesuai dengan dosis anjuran untuk dewasa yaitu 7-15 mg pada anestesi

    spinal. Anestesi lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron

    dengan menginhibisi perubahan ionik terus menerus yang diperlukan untuk

    memulai dan menghantarkan impuls. Kemajuan anastesi berhubungan

    dengan diameter , mielinisasi, dan kecepatan hantaran dari serat saraf yang

    terkena dengan urutan kehilangan fungsi sebagai berikut: (1) otonomik (2)

    nyeri (3) suhu (4) raba (5) propiosepsi dan (6) tonus otot skeletal.

    Mual muntah merupakan gejala yang sering timbul akibat anestesi spinal

    dan kejadiannya kurang lebih hampir 25%. Adapun penyebab mual muntah

    pada anestesi spinal antara lain adalah penurunan tekanan darah/hipotensi,

    hipoksia, kecemasan atau faktor psikologis, peningkatan aktivitas

    parasimpatis dimana blok spinal akan mempengaruhi kontrol simpatetik

    gastrointestinal. Dosis dewasa intravena yang direkomendasikan untuk

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    25/29

    25

    ondansetron sebagai pencegahan mual muntah perioperatif adalah 4 mg

    yang dapat diberikan sebelum induksi anestesi atau pada akhir operasi. Mual

    muntah post operatif juga dapat diterapi dengan pemberian dosis 4 mg, yang

    dapat diulangi sesuai kebutuhan setiap 48 jam.

    Ketika tensi turun pertama kali pasien diberikan terapi cairan loading fima

    hes dan ephedrine 10 mg . Ephedrine merupakan simpatomimetika atau

    adrenergika, mekanisme kerjanya langsung terhadap reseptor-reseptor di

    otot polos dan jantung yang dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

    meningkatkan curah jantung. Cairan fima hes diberikan untuk meningkatkan

    jumlah cairan intravaskuler. Kerja keduanya mampu meningkatkan tekanan

    darah.

    Pada pasien ini digunakan cairan infus Ringer Laktat 1000 ml dan Fima hes

    500 ml untuk mengganti defisit cairan puasa sebelum pembedahan dan

    kehilangan cairan selama pembedahan. Terapi cairan durante operasi

    dijabarkan sebagai berikut :

    Usia : 75 tahun

    Berat badan : 39 kg

    Terapi Cairan :

    Maintenance = 2x39= 78 cc

    Pengganti

    Puasa (PP)

    =

    =

    =

    6 x maintenance

    6 x 78

    468

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    26/29

    26

    Stress

    Operasi

    = 6cc/kgBB

    (Sedang)

    = 6cc x 78

    = 468cc

    Jam I = PP + M + SO

    = 234+ 78 + 468

    = 780 cc

    Estimated Blood Volume = 65 x BB

    = 65 x 39 kg

    = 2535cc

    Allowed Blood Loss = 20% x EBV = 20% x 2535 = 507 cc

    Sebelum akhir pembedahan pasien diberikan ketorolac 30 mg iv,

    diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut

    sedang sampai berat setelah prosedur pembedahan. Ketorolac adalah anti

    inflamasi non steroid dengan durasi kerja sedang dengan waktu paruh 4-6

    jam sehingga digunakan sebagai analgesik dalam penggunaan intravena

    bukan sebagai anti infalamasi. Obat ini mempunyai efektiftas analgesik

    yang nyata dan telah dipakai dengan hasil yang baik untuk menggantikan

    morfin pada nyeri ringan hingga sedang sesudah operasi. Kebanyakan

    diberikan secara intramuskular dan intravena, tetapi terdapat juga dalam

    bentuk obat oral

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    27/29

    27

    3. Post operatifPasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room).

    Pengawasan ketat di UPPA (Unit Perawatan Pasca Anestesi) harus seperti

    sewaktu di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu perlu

    peralatan monitor yang baik. Tenswimeter, pulse oxymeter, EKG, peralatan

    resusitasi jantung paru dan obatnya harus disediakan tersendiri.

    Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik,

    pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran composmentis. Tekanan

    darah selama 15 menit pertama pasca operasi stabil yaitu 120/70 mmHg.

    Kemudian digunakan penilaian pemulihan anestesi dengan menggunakan

    skala bromage. Pada pasien ini, skornya adalah 1 yang berarti tidak dapat

    mengangkat tungkai bawah sehingga pasien dapat di bawa ke ruang

    perawatan. Dianggap sudah pulih dari anestesia dan dapat pindah dari ruang

    pemulihan ke ruang perawatan apabila skor 1.

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    28/29

    28

    BAB III

    KESIMPULAN

    1. Pada kasus ini, pasien Tn. M dengan diagnosis BPH, dilakukan tindakanTURP.

    2. Pasien dilakukan anestesi dengan teknik anestesi spinal menggunakan buvanest15mg. Sebagai premedikasi diberikan ondansetron 4 mg sebagai anti muntah.

    Diberikan ephedrine 10mg sebanyak 2 kali untuk memberikan efek peningkatan

    tekanan darah. Ketrolorac 30mg diberikan beberapa menit sebelum

    pembedahan selesai untuk memberikan efek analgetik.

    3. Cairan yang diberikan selama operasi adalah Ringer Laktat sebanyak 1000 mldan fima hes 500ml

    4. Lama operasi pada pasien ini adalah 90 menit. Pasien kemudian dibawa keruang pemulihan (Recovery Room). Selama di ruang pemulihan, jalan nafas

    dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran

    composmentis. Kemudian digunakan penilaian pemulihan anestesi dengan

    menggunakan skala bromage. Pada pasien ini, skor bromage 1 sehingga pasien

    dapat di bawa ke ruang perawatan.

  • 7/31/2019 Presus Anestesi Fix

    29/29

    DAFTAR PUSTAKA

    Barba M, Leyh H, dan Hartung. New technology in transurethral resection of the

    prostate. Curr Opin Urol 10:9-14, 2000.

    Besimon H ; Surgery of the Prostat, in Urologic Surgery, Mc Graw-Hill, 2000:

    260-266.

    Donovan JL, Peters TJ, Neal DE, Brookes ST, Gujral S, Chacko KN, Wright M, et al.

    A randomised trial comparing transurethral resection of the prostate, laser

    therapy and consevative treatment of men with symptoms associated with

    benign prostatic enlargement: The ClasP study. J Urol 164: 65-70, 2000

    Edlin, 2010.Perbandingan Insidensi Post Dural Puncture Headache Setelah

    Anestesia Spinal dengan Jarum 27G Quincke dan 27G Whitacre. Thesis.

    Universitas Sumatera Utara

    Latief, S.A., Suryadi, K.A. & Dachlan, M.R., 2001.Anestesiologi. Jakarta: FK UI

    Tubaro A, Vicentini C, Renzetti R, dan Miano L. Invasive and minimally invasive

    treatment modalities for lower urinary tract symptoms: what are the relevant

    differences in randomized controlled trials? Eur Urol 38: 7-17, 2000.

    Uchida T, Ohori M, Soh S, Sato T, Iwamura M, Ao T, dan Koshiba K. Factor

    influencing morbidity in patients undergoing transurethral resection of the

    prostate. Urology 53: 98-105, 1999.

    Yang Q, Petes TJ, Donovan JL, Wilt TJ, dan Abrams P. Transurethral incision

    compared with transurethral resection of the prostate for bladder outlet

    obstruction: a systemic review and meta-analysis of randomised controlled

    trials. J Urol 165: 1526-1532, 2001