presus anestesi regional
TRANSCRIPT
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 1/23
1
LAPORAN KASUS ANESTESI REGIONAL
ANESTESI SPINAL SEORANG PRIA 37 TAHUN DENGAN HIDRONEFROSIS ET
CAUSA URETEROLITHIASIS SINISTRA 1/3 DISTAL
PEMBIMBING :
Letkol CKM dr. Jumbo Utomo, SpAn
DISUSUN OLEH :
Andriansyah Karnanda
1510221020
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI, REANIMASI, DAN TERAPI INTENSIF
KESEHATAN DAERAH MILITER II SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT TINGKAT II dr. A.K GANI PALEMBANG
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 2/23
2
LEMBAR PENGESAHAN
Nama mahasiswa : Andriansyah Karnanda, S. Ked
NRP : 1510221020
Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi, Reanimasi, dan Terapi Intensif
FK UPN Veteran Jakarta
Periode : 23 Mei – 26 Juni 2016
Judul : Anestesi Regional
Pembimbing : Letkol CKM dr. Jumbo Utomo, SpAn
Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :
Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Anestesi, Reanimasi, dan Terapi Intensif di RS Tk. II dr. Ak. Gani Palembang
Palembang, 13 Juni 2016
Letkol CKM dr. Jumbo Utomo, SpAn
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 3/23
3
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul
Anestesi Regional dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Anestesi,
Reanimasi, dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta di RS Tk. II dr. A.K Gani Palembang periode 23 Mei – 26 Juni 2016. Di samping itu,
referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang Anestesi Regional.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada Letkol CKM dr. Jumbo Utomo, SpAn selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini
dan juga telah membimbing penulis selama Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi, Reanimasi, dan
Terapi Intensif RS Tk. II di RS dr. A.K Gani Palembang. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada rekan – rekan sejawat anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Ilmu Anestesi, Reanimasi, dan
Terapi Intensif RS Tk. II dr. A.K Gani Palembang serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya, semoga tugas ini
dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.
Palembang, 13 Juni 2016
Penulis
Andriansyah Karnanda, Sked
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 4/23
4
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat berperan dalam mewujudkan
tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi nyeri dan memberikan bantuan hidup.
Anestesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat analgetik lokal
untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh
diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sedang
penderita tetap sadar. Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional.
Anestesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita menyuntikkan
obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat
lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-L5 (obat lebih cenderung berkumpul di kaudal).
Urologi meliputi ginjal, ureter, uretra, buli-buli, prostat. Operasi pada lower abdominalis
termasuk bedah urologi sering menggunakan anestesi regional baik spinal maupun epidural.
Tidak menutup kemungkinan juga menggunakan anestesi umum bila terdapat indikasi tertentu.
Ureter merupakan struktur retroperitoneal dan mempunyai inervasi simpatik dan nociceptive
projection ke saraf spinal yang nyaris sama dengan ginjal. Segmen spinal ini juga menyediakan
inervasi somatic ke daerah lumbal, flank, area ilioinguinal, dan scrotum atau labia. Nyeri dari
ginjal dan ureter berasal dari area itu. Saraf parasimpatik dari S2-4 saraf spinal mempersarafi
ureter.
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 5/23
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERSIAPAN PRA ANESTESI
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan
baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.
Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan
kehendak pasien.
3.
Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA ( American Society Anesthesiology):
a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali,
biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai
akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap.
Angka mortalitas 68%.
e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak
ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi.
Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat.
B. PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain:
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 6/23
6
4. Memberikan analgesia, misal pethidin
5. Mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin
C. ANESTESI SPINAL
Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat analgetik
lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian
tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya,
sedang penderita tetap sadar.
Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra
L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-L5 (obat lebih cenderung
berkumpul di kaudal).
Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian
bawah, perineum dan kaki. Anestesi ini memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat
dengan lidokain hanya sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain misalnya bupivakain,
sinkokain, atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang sampai 2-3 jam.
Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit jantung,
kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang meninggi.
1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai berikut:
a. Sadle back anestesi, yang terkena pengaruhnya adalah daerah lumbal bawah dan
segmen sakrum.
b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah umbilikus / Th X di sini
termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan sakral.
c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk thoraks bawah,
lumbal dan sakral.
d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk daerah thoraks
segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih tinggi.
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 7/23
7
2. Teknik anestesi :
a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik dan berkaitan
keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara.
b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi obat anestesi
lokal.
c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil lumbal pungsi,
tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah untuk pungsi. Asisten harus
membantu memfleksikan posisi penderita.
d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan kiri akan
memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5.
e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis.
f.
Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.
g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai sarung tangan steril,
pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan jarum lumbal no. 22 lebih halus no. 23,
25, 26 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horisontal ke
arah kranial pada ruang antar vertebra lumbalis yang sudah dipilih. Jarum lumbal
akan menembus berturut-turut beberapa ligamen, yang terakhir ditembus adalah
duramater subarachnoid.
h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan
larutan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Cabut jarum, tutup luka
dengan kasa steril.
i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika terjadi hipotensi
diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg, infus 500-1000 ml NaCl atau hemacel
cukup untuk memperbaiki tekanan darah.
3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :
a.
Bupivakain (Regivell)
Bupivakain adalah derivat butil yang 3 kali lebih kuat dan bersifat long acting
(5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk anestesi daerah luas (larutan 0,25%-
0,5%) dikombinasi dengan adrenalin 1:200.000, derajat relaksasinya terhadap otot
tergantung terhadap kadarnya. Presentase pengikatannya sebesar 82-96%. Melalui N-
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 8/23
8
dealkilasi zat ini dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX). Ekskresinya melalui
kemih 5% dalam keadaan utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan sisanya metabolit-
metabolit lain. Plasma t1/2 1,5-5,5 jam.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah 1,003-1,008.
Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS disebut isobarik sedangkan
yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik. Anestesi lokal yang sering digunakan
adalah jenis hiperbarik yang diperoleh dengan mencampur anestesi lokal dengan
dekstrosa.
Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis
Bupivakain
0,5% dalam air 1,005 Isobarik 5-20 mg (1-4 mL)
0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1, 027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3mL)
b. Ketorolac
Ketorolac tromethamine merupakan suatu senyawa anti-inflamasi nonsteroid
(AINS) dengan aktivitas sebagai analgesik non-narkotik. Ketorolac mampu mengatasi
nyeri ringan sampai berat pada kasus-kasus emergensi, nyeri muskuloskeletal, nyeri
pasca operasi minor atau mayor, kolik ginjal dan nyeri kanker, baik pada orang
dewasa maupun anak-anak. Ketorolac memiliki efikasi analgesik yang setaradengan morfin atau pethidin. Mula kerja efek analgesik ketorolac sedikit lebih
lambat, tetapi memiliki masa kerja yang lebih panjang dibanding dengan opioid.
Setelah pemberian dosis tunggal intravena, volume distribusinya rata-rata 0,25
L/kg. Ketorolac dimetabolisme di hepar dan metabolitnya (konjugat dan metabolit
para-hidroksi) dieksresikan melalui ginjal dan ditemukan di urin (rata-rata 91,4%),
sedangkan sisanya (rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Pemberian Ketorolac
secara parenteral tidak mengubah hemodinamik pasien.
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri
akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total ketorolac tidak boleh
lebih dari lima hari. Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi
intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan
selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 9/23
9
spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM serupa,
kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam.
Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya disesuaikan
dengan keparahan nyeri dan respon pasien.
4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :
a. Keuntungan
1) Respirasi spontan
2) Lebih murah
3) Ideal untuk pasien kondisi fit
4) Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada pasien dengan
perut penuh
5)
Tidak memerlukan intubasi
6) Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal
7) Fungsi usus cepat kembali
8) Tidak ada bahaya ledakan
9) Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan
b. Kerugian
1) Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem
2) Menyebabkan post operatif headache.
5. Komplikasi tindakan anestesi spinal
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas.
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 10/23
10
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
D. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan
komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi
lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan,
luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg
BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada
dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml / kgBB/jam
Sedang = 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 %
EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang
hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian
plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.Kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa:
10
a. Air : 30 – 40 ml/kg BB/hari
b. Na : 1 – 2 mEq/kgBB/hari
c. K : 1 mEq/kgBB/hari.
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 11/23
11
Kebutuhan kalori rata – rata/ kgBB orang dewasa, dipengaruhi oleh faktor trauma
atau stress (Prawirohardjo, 2007).
E. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang
biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi
pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar menjadi batu loncatan sebelum pasien
dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian
pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu dilakukan
skoring tentang keadaan pasien setelah anestesi dan pembedahan. Untuk regional anestesi
digunakan skor Bromage.
BROMAGE SCORING SYSTEM
Bromage skor< 2 boleh pindah ke ruang perawatan.
F. ANESTESI DALAM BEDAH UROLOGI
Anestesi dalam bedah urologi merupakan suatu teknik anestesi yang digunakan pada
operasi urologi guna menghasilkan efek sedasi, analgetik dan relaksasi pada saat
berlangsungnya operasi. Bedah urologi yang biasanya dilakukan seperti nephrotectomi,
vesikolithotomi, nephrolithotomi, prostaktektomi, ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy), TUVP (Transurethral Vaporization of the Prostat). Penggunaan obat anestesi
untuk setiap pembedahan urologi tentunya berbeda-beda. Pada pasien dengan kelainan ginjal
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan
kaki
3
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 12/23
12
yang berat, pemberian dosis obat anestesi harus dikurangi sebab fungsi ekskresi ginjal
menurun (Monk and Craig, 2001).
G. URETEROLITHIASIS
Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik ginjal,
yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi
tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan
ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli.
Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing padaumumnya
yaitu sebagian besar terdiri dari garam kalsium, seperti kalsium oksalatmonohidrat dan
kalsium oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batuasam urat, batu struvit dan
batu sistin.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien, tergantung pada posisi batu,ukuran batu dan
penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang,
baik berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik disebabkan oleh adanya aktivitas
peristaltik otot polos sistem kalisesmeningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari
saluran kemih. Peningkatan peristaltik menyebabkan tekanan intraluminal meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Sedangkan
nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis
atauinfeksi pada ginjal akibat stasis urine (Samsuhidrajat, De jong, 2004; Purnomo, 2003;
Sabiston, 1997).
Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosasaluran kemih
karena batu. Kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaanurinalisis berupa hematuria
mikroskopik. Jika didapatkan demam, harus dicurigaisuatu urosepsis. Pada pemeriksaan fisis,
mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerahkosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit
akibat hidronefrosis, terlihattanda-tanda gagal ginjal, dan adanya retensi urine. Pada
pemeriksaan sedimen urine, menunjukkan adanya leukosituria,hematuria dan dijumpai
kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urinemungkin menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea (Purnomo, 2003).
H. HIDRONEFROSIS
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal
akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 13/23
13
atekanan di ginjal meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002). Apabila obstruksi ini terjadi di
uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika
obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal
yang rusak.
Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik parsial
ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala ginjal. Sehingga
menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah
satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar
secara bertahap (hipertrofikompensatori), akibatnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan
Bare, 2002)
I. URETERORENOSKOPI
Penemuan ureteroskopi pada tahun 1980-an telah mengubah secara dramatis
manajemen batu saluran kemih. Ureteroskopi rigid digunakan bersama dengan litotripsi
ultrasonic, litotripsi elektrohidrolik, litotripsi laser, dan litotripsi pneumatik agar memberikan
hasil lebih baik. Pengangkatan batu juga dapat dilakukan dengan ekstraksi keranjang di
bawah pengamatan langsung dengan fluoroskopi. Perkembangan dalam bidang serat optik
dan sistem irigasi menghasilkan alat baru yaitu uretroskop semirigid yang lebih kecil (6,9
sampi 8,5 F). penemuan miniskop semirigis dan uteroskop fleksibel membuat kita dapat
mencapai ureter atas dan sistem pengumpul intrarenal secara lebih aman. Namun,
keterbatasan dari alat semirigid dan fleksibel ini adalah sempitnya saluran untuk bekerja.
Saar ini, pilihan alat tergantung lokasi batu, komposisi batu dan pengalaman klinikus, serta
ketersediaan alat.
J. DJ STENT
Dj stent merupakan singkatan dari double J stent. Alat ini sering digunakan urolog
dengan bentuk seperti 2 buah huruf J. Alat ini dipasang di ureter, satu ekornya berada di
sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih.
Fungsi dari benda ini adalah untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal ke
kandung kencing, juga memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing. Ketika ujung
DJ stent berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik ureter terhenti sehingga seluruh
ureter dilatasi. (Sumber peristaltik berada di kaliks minoris ginjal). Urine dari ginjal mengalir
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 14/23
14
di dalam lubang DJ stent dan juga antara DJ stent dengan ureter. DJ stent dipasang ketika
(indikasi pemasangan DJ stent):
1. menyambung ureter yang terputus.
2. jika saat tindakan URS lapisan dalam ureter terluka.
3. setelah operasi URS batu ureter distal, karena dikhawatirkan muara ureter bengkak
sehingga urine tidak dapat keluar.
4. stenosis atau penyempitan ureter. DJ stent berfungsi agar setelah dipasang penyempitan
tersebut menjadi longgar.
5. setelah URS dengan batu ureter tertanam, sehingga saat selesai URS lapisan dalam ureter
kurang baik.
6. operasi batu ginjal yang jumlahnya banyak dan terdapat kemungkinan batu sisa. Jika
tidak dipasang dapat terjadi bocor urine berkepanjangan.
7. batu ginjal yang besar dan direncanakan ESWL. Seandainya tidak dipasang maka
serpihan batu dapat menimbulkan rasa nyeri.
8. untuk mengamankan saluran kencing pada pasien kanker cervix.
9. untuk mengamankan ginjal saat kedua ginjal/ureter tersumbat dan baru dapat diterapi
pada 1 sisi saja. Maka sisi yang lain dipasang DJ stent.
10. pada pasien gagal ginjal karena sumbatan kencing, (jika tidak dapat dilakukan nefrostomi
karena hidronefrosis kecil).
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 15/23
15
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn Ramali
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosis pre operatif : Ureterolithiasis Sinistra 1/3 Distal, Hidronefrosis sinistra
Macam Operasi : Ureterorenoskopi (URS) dan DJ stent
Macam Anestesi : Anestesi spinal
Operator : Mayor CKM dr. Bambang Triono, SpU
Ahli Anestesi : Letkol CKM dr. Jumbo Utomo, Sp.An
Tanggal Operasi : Kamis, 2 Juni 2016 jam 19.15
B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Nyeri pinggang kanan bawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh nyeri pinggang < 1 tahun kemudian menjalar ke perut seperti
kram. ± 1 hari SMRS pasien kencing keluar darah, sebelumnya pasien sudah pernah
kencing darah 1 bulan yang lalu dan pernah diobati serta disarankan di laser tetapi
pasien belum melakukan dan diberi obat kemudian hilang nyerinya. ± 1 hari SMRS
nyeri pinggang kambuh lagi kemudian ke RST dr. AK Gani Palembang .
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma ( – )
Riwayat alergi ( – )
Riwayat hipertensi atau penyakit jantung ( – )
Riwayat DM ( – )
Riwayat operasi sebelumnya (-)
2. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : baik, CM, gizi kesan cukup, GCS E4V5M6
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 16/23
16
Vital sign : T : 130/80 mmHg
N : 65 x/menit
Rr : 16 x/menit
t : 36,70C
BB : 55 kg
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
Mulut : malampati I
Jalan nafas : tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem (-), kekakuan sendi
rahang (-), kaku leher (-)
Thorax : retraksi (-)
Cor : BJ I – II intensitas normal, reguler bising (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler : kanan/kiri = +/+
Suara tambahan whezing kanan/kiri = -/-
RBK kanan/kiri = -/-
RBH kanan/kiri = -/-
Abdomen :
I : datar, distended (-), massa (-), skar (-), caput medusa (-)
A : Bising usus (+) normal
P : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P : Timpani pada 4 kuadran
Ekstremitas : Oedem akral dingin
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium
Hemoglobin
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Gol darah
PT
APTT
:
:
:
:
:
:
:
14,3 g/dl
4,54.106 ul
7,5.103 ul
197.103 ul
O
12,4 detik
30,5 detik
Ureum
Creatinin
Albumin
Natrium
Kalium
Clorida
:
:
:
:
:
:
24 mg/dl
1,1 mg/dl
3,5 g/dl
144 mmol/L
3,8 mmol/L
115 mmol/L
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 17/23
17
b. Foto Polos
Tampak opasitas pada paravertebra kanan setinggi regio sacrum
c. Pielografi Intravena (IVP)
Ginjal kiri : Bentuk, ukuran dan axis kesan normal, fungsi ekskresi baik, siste
pielokalis sedikit melebar dengan bentuk kaliks cupping-flattening.
Ginjal kanan : Bentuk, ukuran dan axis kesan normal, fungsi ekskresi baik, sistem
pielokalis tak melebar.
Ureter kiri : sedikit melebar dengan tanda-tanda bendungan (filling defect ) pada
paravertebra kanan setinggi regio sacrum.
Vesica urinaria : Dinding rata, tak tampak indentasi, filling defect maupun additionan
shadow
Kesan : Cenderung gambaran hidronefrosis grade 1 dan mild hidroureter karena
obstruksi di bagian distalnya ec ureterolithiasis distal ureter setinggi paravertebra kiri
setinggi regio sacrum. Tak tampak sumbatan maupun bendungan pada traktus
urinarius kanan.
4. Kesimpulan :
Kelainan sistemik : ( – )
Kegawatan : (-)
Status fisik ASA : I
C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis (+)
b. Puasa > 6 jam
c. Infus RL 20 tetes /menit
2.
Jenis Anestesi : Regional Anestesi3. Teknik Anestesi : intradural spinal anestesi
4. Analgesi spinal : Regivell 20 mg
5. Maintenance : O2 2 lt/menit
6. Monitoring : tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi, cairan,
perdarahan.
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 18/23
18
7. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
D. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
a.
Cek persetujuan operasi b. Periksa tanda vital dan keadaan umum
c. Lama puasa > 6 jam.
d. Cek obat-obat dan alat anestesi.
e. Infus RL 40 tetes/menit.
f. Posisi terlentang.
g. Pakaian pasien diganti pakaian operasi.
2. Di ruang operasi
a.
Jam 19.10 : pasien ditidurkan di ruang operasi dengan posisi telentang, dilakukan
pemasangan, manset, monitor, infus RL 500 cc.
b. Jam 19.12 : Pasien duduk ditopang oleh seorang asisten, diberikan suntikan
bupivakain 20 mg.
c. Jam 19.15 : Operasi dimulai dan pasien diberikan ketorolac 30 mg.
d. Jam 20.15 : Pasien dipasang catheter no. 16
e. Jam 20.20 : Operasi selesai
Monitoring Selama Anestesi
Jam Tensi Nadi Sa02
19.15 126/85 62 99
19.30 119/86 65 100
19.45 122/72 63 97
20.00 113/75 60 97
20.15 112/74 60 98
20.20 121/78 62 100
3. Di ruang pemulihan
a. Jam 20.25 : pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar dalam keadaan sadar, posisi
terlentang, diberikan O2 4 liter/menit, dan tanda-tanda vital dimonitoring tiap 30
menit.
b. Jam 20.55 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Cempaka
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 19/23
19
4. Instruksi Pasca Anestesi
Rawat pasien posisi supine, oksigen 3 L/mnt, kontrol tanda vital. Bila tensi turun
dibawah 90/60mmHg, berikan ephedrin 10 mg. Bila muntah berikan injeksi ondansetron 4 mg
IV. Bila kesakitan berikan injeksi ketorolac 30 mg IV.
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 20/23
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki keuntungan yaitu:
1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan sadar.
2. Relaksasi otot yang lebih baik.
3. Analgesi yang cukup kuat.
A. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.
2. Resiko kerusakan organ yang diakibatkan tindakan pembedahan.
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan teknik anestesi yang
aman untuk operasi, juga perlu dipersiapkan darah untuk mengatasi perdarahan.
B. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Premedikasi
Puasa pasien sudah mencapai 6 jam atau lebih.
2. Analgesi spinal
Pada kasus ini digunakan bupivakain 20 mg, karena mula kerjanya cepat, lebih kuat,
dan lebih lama dibandingkan lidokain.
3. Maintenance
Dipakai O2 4 liter/menit
Pada anestesi spinal komplikasi yang biasanya sering terjadi adalah hipotensi.
Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal. Hipotensi
terjadi karena :
1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.
2. Penurunan resistensi perifer.
Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat gejala-gejala
penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk menghindari cedera ginjal, jantung
dan otak, di antaranya dengan memberikan oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus
dan jika perlu diberikan vasokonstriktor seperti pada pasien ini diberikan efedrin 10 μg yang
telah diencerkan jika tekanan sistolik dibawah 100 mmHg.
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 21/23
21
Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk mengatasi
bradikardi yang terjadi dapat diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.
Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot pernafasan,
abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami kesulitan bernafas. Untuk
mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang adekuat dan pengawasan terhadap
depresi pernafasan yang mungkin terjadi.
Akan tetapi pada kasus ini tidak terjadi hambatan yang berarti baik dari segi anestesi
maupun dari tindakan operasinya.
7/26/2019 Presus Anestesi Regional
http://slidepdf.com/reader/full/presus-anestesi-regional 22/23
22
BAB V
PENUTUP
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan
memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi regional pada tindakan
ureterorenoskopi dan DJ stent operasi pada penderita laki-laki, usia 37 tahun, status fisik ASA I
dengan diagnosis hidronefrosis sinistra et causa ureterolithiasis 1/3 distal sinistra dengan
menggunakan teknik anestesi spinal.
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang ada
diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi dapat ditekan
seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari
segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga tidak terjadi hal
yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik
meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.