presus ujian anestesi eva

51
PRESENTASI KASUS PENGELOLAAN ANESTESI UMUM TIVA PADA PASIEN DENGAN MASTOPATI SINISTRA OPERASI LUMPEKTOMI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif RSUD Panembahan Senopati Bantul Diajukan Kepada : dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp.An Disusun Oleh : Eva Nur Fadila 20090310167 BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Upload: eva-nur-fadila

Post on 16-Jan-2016

65 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Presus Ujian Anestesi Eva

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Ujian Anestesi Eva

PRESENTASI KASUS

PENGELOLAAN ANESTESI UMUM TIVA PADA PASIEN DENGAN MASTOPATI SINISTRA OPERASI LUMPEKTOMI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada :

dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp.An

Disusun Oleh :

Eva Nur Fadila

20090310167

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

Page 2: Presus Ujian Anestesi Eva

HALAMAN PENGESAHAN

PENGELOLAAN ANESTESI UMUM TIVA PADA PASIEN DENGAN MASTOPATI SINISTRA OPERASI LUMPEKTOMI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Eva Nur Fadila

20090310167

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal

27 Desember 2014

Oleh :

Dokter Penguji

dr. Kurnianto Trubus Pranowo Sp. An., M.Kes

Page 3: Presus Ujian Anestesi Eva

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama                   

   Umur

Jenis kelamin

Alamat

Pekerjaan         

Pendidikan

Tanggal masuk 

Nomor RM         

: Ny. TN

: 26 tahun

: Perempuan

: Jambon Argosari Sedayu Bantul

: Karyawan Swasta

: SMA

: 17 Desember 2014

: 5443**

B. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 17 Desember 2014 di

bangsal Nusa Indah.

1. Keluhan Utama : benjolan di payudara kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan benjolan

pada payudara kiri sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Benjolan

pada payudara kiri atas sebesar kelereng dengan ukuran ± 3 cm dengan

konsistensi kenyal, membulat, tepi licin, tidak nyeri, mobile, tidak

membesar. Tidak ditemukan adanya kulit kemerahan di payudara,

tidak ada retraksi puting susu, tidak ada luka, tidak ada kulit yang

terlihat seperti kulit jeruk. Riwayat keluar cairan dan darah dari puting

susu (-). Tidak ditemukan benjolan ditempat lain. Keluhan lain (-).

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Page 4: Presus Ujian Anestesi Eva

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Penyakit Paru : disangkal

Riwayat Operasi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa pada ibu kandung (+)

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum          : Baik

Kesadaran                   : Compos mentis

BB : 49 kg

TB : 162 cm

Vital Sign                  

A   : Clear, TMD > 6.5 cm , M II

B   : Spontan, RR : 18x/menit, vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

C   : TD = 110/70 mmHg, N = 82x/menit, S1-S2 reguler

D  : Afebris, oedem (-), GCS 15

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Thorak Foto : Cor dan Pulmo dalam batas normal

2. EKG : normal sinus rythm

3. Laboratorium

Hemoglobin (Hb) : 13,6 g/dl Normal : 12-16 g/dl

Leukosit : 8470 /ul Normal : 4000-11000/ul

Hematokrit (Ht) : 41,8 % Normal : P 40-48; W 37-43 %

Eritrosit : 4,63 jt/ul Normal : P 4,5-5,5; W 4-5 jt/ul

Trombosit : 234.000/uI Normal : 150000-450.000/ul

Hitung Jenis

Page 5: Presus Ujian Anestesi Eva

Eosinofil : 2 % Normal : 1-4%

Basofil : 0 % Normal : 0-1%

Batang : 2 % Normal : 2-5 %

Segmen : 58 % Normal : 51-67 %

Limfosit : 34 % Normal : 20-35 %

Monosit : 4 % Normal : 4-8 %

PT : 12,7 detik Normal : 12-16

APTT : 30,6 detik Normal : 28-38

Pemeriksaan Elektrolit

Natrium : 137.5 Normal : 137.0-145.0 mmol/l

Kalium : 4.53 Normal : 3.50 – 5.10 mmol/l

Clorida 104.0 Normal : 98.0 – 107.0 mmol/l

Pemeriksaan Kimia Klinik

Ureum : 21,0 mg/dl Normal : 17-43 mg/dl

Kreatinin : 0,73 mg/dl Normal : 0,6-1,1 mg/dl

GDS : 80 mg/dl Normal : ≤ 200

E. DIAGNOSIS KERJA

Pre Op. lumpektomi pada pasien mastopati mammae sinistra dengan

status fisik ASA I

Rencana General Anestesi dengan TIVA

F. PENATALAKSANAAN

1. Persiapan Operasi

- Lengkapi Informed Consent Anestesi

- Puasa 8 jam sebelum operasi

Page 6: Presus Ujian Anestesi Eva

- Tidak menggunakan gigi palsu

- Memakai baju khusus kamar bedah

2. Premedikasi : Midazolam 2,5 mg; Fentanyl 50 µg

3. Diagnosis Pra Bedah : Mastopati sinistra

4. Diagnosis pasca Bedah : Post lumpektomi a/i mastopati sinistra

5. Jenis Anestesi : General Anestesi dengan TIVA

6. Teknik : Nafas spontan, nasal canul dewasa

7. Induksi : Ketamin 50 mg

8. Pemeliharaan : O2

9. Obat-obat : Ondansentron 4 mg, Ketorolac 30 mg

10. Jenis Cairan : Ringer Laktat

11. Kebutuhan cairan selama Operasi

BB : 50 kg

Puasa selama 8 jam

Lama operasi : 15 menit

Maintenance (MO) : Cairan maintenance

: 2 cc/kgBB

: 100 cc

Pengganti Puasa (PP) : 8 jam x maintenance

: 8 jam x 100 cc/jam

: 800 cc

Stress operasi (SO) : Operasi sedang

: 6 cc/kg BB/jam

: 6 cc x 50/jam

: 300 cc/jam

Pemberian cairan

Jam I : ½ PP + MO + SO

: (½.800) + 100 cc/jam + 300 cc/jam

: 800 cc

Perdarahan : ± 100 cc

Urin output : 0

Page 7: Presus Ujian Anestesi Eva

Jadi total kebutuhan cairan : Jam I + perdarahan + urin output

: 800 cc + 100 cc + 0 cc

: 900 cc

Jumlah pemberian cairan : RL II = 800 cc

Jadi sisa kebutuhan : 800-900

: -100 cc

EBV : 65 ml/kgBB x 50 kg

: 3250 cc

ABL : 20% x EBV

: 325 cc

12. Instruksi Pasca Bedah

Posisi : Supine

Infus : Ringer laktat 20 tpm

Antibiotik : Sesuai dr. Operator

Analgetik : Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV mulai jam 18.00

Anti muntah : Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV K/P mulai jam 18.00

Lain-lain : - Awasi Vital sign dan KU

- Jika sadar penuh, Peristaltik (+) coba minum makan

perlahan.

13. Lama Operasi : 15 menit

14. Maintanence anastesi

B1 (Breathing) : Suara nafas vesikuler, nafas terkontrol,

B2 (Bleeding) : Perdarahan ± 50 cc

B3 (Brain) : Pupil Isokor

B4 (Bladder) : Tidak terpasang kateter

B5 (Bowel) : BU (-)

B6 (Bone) : Intak

15. Monitoring pasca Operasi

Skor Lockharte/Aldrete Pasien

  Jam I (per 15’) Jam II Jam III Jam IV

Page 8: Presus Ujian Anestesi Eva

Aktivitas 2                            

Respirasi 2                            

Sirkulasi 2                            

Kesadaran 1                            

Warna Kulit 2                            

Skor total 9                            

Page 9: Presus Ujian Anestesi Eva

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Payudara

Payudara merupakan modifikasi kelenjar keringat yang berkembang menjadi

susunan yang komplek pada wanita, tetapi rudimenter pada pria. Berasal dari

penebalan epidermis pada permukaan ventral tubuh pada mudigah berumur 6

minggu. Penebalan bilateral timbul antara kuncup-kuncup ekstremitas atas dan

bawah. Penebalan ini menjadi atrofik, kecuali bagian yang kelak menjadi puting

susu. Pada trimester kedua kehidupan janin gencel-gencel sel dari stratum basalis

epidermis tumbuh ke bawah dan menjadi duktus utama. Mula-mula padat, lalu

berlumen sehingga terbentuk duktus-duktus yang rudimenter yang akan meluas

pada daerah puting dan areola. Pada wanita pertumbuhan payudara waktu lahir

belum selesai, dan pertumbuhan berjalan terus hingga masa pubertas. Pada pria

pertumbuhan berhenti pada waktu lahir.

Pada wanita menjelang menarche pertumbuhan bertambah dengan timbulnya

percabangan duktus dan proliferasi stroma di antara duktus. Pada pubertas stroma

bertambah dan duktus terminal yang kecil tumbuh menjadi penonjolan keluar

kecil-kecil, berbentuk kantung yang buntu, yaitu kuncup-kuncup kelenjar

rudimenter.

Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior dari

a.mammaria interna, a.torakalis yang bercabang dari a.aksilaris, dan beberapa

a.interkostalis. Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis

dan n.interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf

simpatik. Penyaluran limfe dari payudara kurang lebih 75% ke aksila, sebagian

lagi ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada

pula penyaluran yang ke kelenjar interpektoralis. Di aksila terdapat rata-rata 50

(berkisar dari 10 sampai 90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang

arteri dan vena brakialis. Saluran limfe dari seluruh payudara mengalir ke

Page 10: Presus Ujian Anestesi Eva

kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, kelenjar aksila bagian dalam,

yang lewat sepanjang v.aksilaris dan yang berlanjut langsung ke kelenjar servikal

bagian kaudal dalam di supraklavikuler. Jalur limfe lainnya berasal dari daerah

sentral dan medial yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria

interna, juga menuju ke aksila kontralateral, ke m.rectus abdominis lewat

ligamentum falsifarum hepatis ke hati, ke pleura, dan ke payudara kontralateral.

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan

pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas,

sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh estrogen dan

progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah

menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Perubahan kedua adalah

perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi,

payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya

terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timmbul benjolan yang tidak nyeri

dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi, payudara menjadi

tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin

dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena

kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya

berkurang. Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan,

payudara menjadi besar karena epitel duktus lobularis dan duktus alveolus

berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis

anterior memicu (trigger) laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus,

mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.

B. Histologi dan Fisiologi Payudara

Payudara merupakan kelenjar tubuloalveoler yang bercabang-cabang, terdiri

atas 15-20 lobus yang dikelilingi oleh jaringan ikat dan lemak. Tiap lobus mem-

punyai duktus ekskretorius masing-masing yang akan bermuara pada puting susu,

disebut duktus laktiferus, yang dilapisi epitel gepeng berlapis. Sekresi dilakukan

oleh kelenjar yang dilapisi oleh membrana basalis, mioepitel dan epitel kuboid

Page 11: Presus Ujian Anestesi Eva

selapis/epitel torak selapis yang rendah, lalu ke duktus alveolaris yang dilapisi

epitel kuboid berlapis, kemudian bermuara ke duktus laktiferus yang berakhir

pada puting susu. Ada 3 hal flsiologik yang mempengaruhi payudara yaitu:

1. Pertumbuhan dan involusi

Kelenjar payudara berasal dari penebalan epidermis. Menjelang menarche,

maka pertumbuhan bertambah dengan dibentuknya percabangan duktus dan

proliferasi stroma di antara duktus dan pada pubertas terjadi pertambahan

stroma dan duktus terminal yang kecil tumbuh menjadi alveolus-alveolus.

Pada saat menopause, payudara mengecil dan kurang padat. Pada usia ini

tampak pengurangan jumlah dan besarnya lobulus serta tampak pertambahan

jaringan elastik.

2. Perubahan karena siklus haid

Sama dengan endometrium maka payudara juga dipengaruhi siklus haid. Pada

masa proliferasi, setelah haid, pengaruh estrogen yang meningkat

mengakibatkan proliferasi duktus dan epitel alveolus, duktus melebar dan

hipertrofik. Setelah ovulasi, akibat pengaruh progesteron, stroma menjadi

sembab dan bertambah selnya. Pada masa haid, akibat kadar estrogen dan

progesteron yang menurun, terjadi kerusakan sel. epitel, atrofi jaringan ikat,

edema jaringan interstisium menghilang, pengecilan duktus dan kelenjar.

3. Perubahan karena kehamilan dan laktasi

Beberapa saat setelah konsepsi, akibat kehamilan akan tampak pada payudara.

Payudara akan menjadi penuh dan padat. Kelenjar payudara membesar oleh

karena lobulus ukuran dan jumlahnya bertambah. Jaringan payudara

seluruhnya terdiri atas unsur kelenjar, sehingga menyerupai pankreas,

sedangkan stroma hanya sedikit. Kelenjar dilapisi oleh epitel kuboid selapis

dan pada trimester ketiga tampak adanya sekret. Vakuol lemak tampak dalam

sel, dan segera setelah partus sekresi susu terjadi.

Page 12: Presus Ujian Anestesi Eva

C. Definisi Tumor Payudara

Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel

yang terjadi secara terus menerus. Dalam klinik, istilah tumor sering

digunakan untuk semua tonjolan dan diartikan sebagai pembengkakan, yang

dapat disebabkan baik oleh neoplasma maupun oleh radang, atau perdarahan.

Neoplasma membentuk tonjolan, tetapi tidak semua tonjolan disebabkan oleh

neoplasma.

Tumor jinak mamma ialah lesi jinak yang berasal dari parenkim,

stroma, areola dan papilla mamma. Termasuk tumor jinak jaringan lunak

mamma, lipoma, hemangioma mamma dan displasia mamma. Kebanyakan

benjolan jinak pada payudara berasal dari perubahan normal pada

perkembangan payudara, siklus hormonal, dan perubahan reproduksi.

Terdapat 3 siklus kehidupan yang dapat menggambarkan perbedaan fase

reproduksi pada kehidupan wanita yang berkaitan dengan perubahan

payudara, yaitu :

Pada fase reproduksi awal (15-25 tahun) terdapat pembentukan

duktus dan stroma payudara. Pada periode ini umumnya dapat

terjadi benjolan FAM dan juvenil hipertrofi (perkembangan

payudara berlebihan).

Periode reproduksi matang (25-40 tahun). Perubahan siklus

hormonal mempengaruhi kelenjar dan stroma payudara.

Fase ketiga adalah involusi dari lobulus dan duktus yang terjadi

sejak usia 35-55 tahun

D. Etiologi

Faktor genetik

Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada

kromosom 13 dapat meningkatkan resiko tumor payudara sampai

Page 13: Presus Ujian Anestesi Eva

85%. Selain itu, gen p53, BARD1, BRCA3 diduga meningkatkan

resiko terjadinya kanker payudara.

Faktor hormonal

Kadar hormon yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika

tidak diselingi oleh perubahan hormon akibat kehamilan, dapat

meningkatkan resiko terjadinya tumor payudara.

Pemakaian kontrasepsi oral

Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko tumor

payudara. Penggunaan pada usia kurang dari 20 tahun beresiko

lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pada usia lebih tua.

Riwayat keluarga menderita tumor payudara

Tumor dan kanker payudara beresiko lebih tinggi pada wanita yang

mempunyai hubungan darah dengan seseorang yang mengidap

penyakit ini juga. Memiliki hubungan sedarah langsung dengan

orang yang menderita tumor ataupun kanker payudara (misalnya

ibu, adik, kakak atau anak perempuan) meningkatkan resiko hingga

2 kali lipat. Wanita dengan ayah ataupun adik lakilaki yang

memiliki riwayat tumor payudara juga mengalami peningkatan

resiko meskipun resiko pastinya masih belum diketahui

E. Diagnosis

Diagnosis tumor payudara dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik,

pemeriksaan fisik dasar dan pemeriksaan penunjang. Sedangkan diagnosis

pasti adalah pemeriksaan histopatologi anatomi.

Anamnesa

Meliputi riwayat timbulnya tumor, adanya faktor resiko untuk

terjadinya tumor payudara dan adanya tanda-tanda penyebaran

tumor.

Pemeriksaan fisik

Pakaian pasien di buka mulai dari pinggang ke atas, kemudian di

inspeksi apakah terdapat abnormalitas bentuk maupun ukuran atau

peruahan kulit payudara maupun puting. Dengan menggunakan

Page 14: Presus Ujian Anestesi Eva

rabaan jari, pemeriksa akan mempalpasi payudara. Akan di berikan

perhatian khusus pada bentuk dan texture dari payudara, lokasi dari

massa, dan menilai apakah massa terfixir pada kulit atau terfixir

pada jaringan yang dalam. Area dibawah kedua lengan juga perlu

di periksa.

Jika ditemukan benjolan atau massa maka deskripsikan lokasi dan

massa tersebut. Klinis jinak memberikan gambaran :

a. Bentuk bulat, teratur atau lonjong.

b. Permukaan rata

c. Konsistensi kenyal, lunak

d. Mudah digerakkan terhadap sekitar

e. Tidak nyeri tekan.

Klinis ganas memberikan gambaran

a. Permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol

b. Tepi tidak rata

c. Bentuk tidak teratur

d. Konsistensi keras, padat

e. Batas tidak tegas

f. Sulit digerakkan terhadap jaringan sekitar

g. Kadang nyerti tekan

Pemeriksaan penunjang

a. Mammography

Mammografi adalah pemberian sinar-x dalam dosis yang ringan

pada jaringan payudara. Penggunaan mammografi sebagai salah

satu cara skrining meningkatkan penemuan kejadian tumor

payudara sebelum terlihat gejala klinis pada pasien. Namun ada

kalanya beberapa dari kejadian tumor payudara tidak ditemukan

dengan mammogrfi, bukan karena tesnya tidak selesai dilakukan,

bahkan dalam beberapa kondisi yang normal, mammografi tidak

berhasil menemukan seluruh kejadian tumor payudara.

Page 15: Presus Ujian Anestesi Eva

b. Ultrasound (USG)

c. Biopsi

Terbuka : dilakukan dengan operasi seperti biasa dapat berupa

pengangkatan seluruh benjolannya (eksisi) atau sebagian saja

(insisi).

Tertutup : biopsi aspirasi jarum halus.

F. Diagnosis Banding

1. Fibroadenoma

Fibroadenoma yang bersimpai sejauh ini merupakan tumor jinak

payudara wanita yang paling lazim dijumpai. Peningkatan aktifitas

estrogen secara absolut atau relatif diperkirakan memainkan peranan

dalam pertumbuhan fibroadenoma ini, dan juga kelainan yang mirip,

yang mungkin tidak bersimpai jelas. Fibroadenoma berbatas jelas,

bersimpai, biasanya soliter, berbentuk benjolan yang dapat digerakkan.

Jarang dijumpai tumor ganda. Diferensiasi klinik dari kista soliter

merupakan yang paling sukar, tetapi dapat diatasi dengan sonografi.

Yang khas, diameternya sekitar 3 cm, tetapi dapat juga lebih besar.

Sesuai dengan namanya, tumor ini terdiri jaringan ikat dan jaringan

kelenjar. Secara makroskopis, tumor ini padat dengan warna putih

kelabu yang seragam pada potongan melintang dengan tanda – tanda

bercak lunak berwarna kuning kemerahan sebagai daerah kelenjar.

2. Papiloma dan Karsinoma Papiler

Neoplasma ini biasanya merupakan kelainan kecil, dengan diameter

kurang dari 1 cm, tumbuh dekat putting susu. Dapat berupa benjolan

atau bertangkai. Pada pemeriksaan mikroskopik, tampak memiliki

jaringan ikat longgar yang halus di bagian tengah sebagai kerangka,

dilapisi oleh sel epitel kuboid teratur selapis atau dua lapis. Metaplasi

apokrin dan focus hialinisasi sering dijumpai. Walaupun sebagian

besar kelainan papiler soliter ini bersifat jinak, beberapa tampak ganas

Page 16: Presus Ujian Anestesi Eva

atau berada pada bentuk perbatasan (karsinoma papiler) yang ditandai

oleh epitel atipik yang progresif, anaplasi, dan invasi stroma

bertangkai atau bahkan jaringan periduktus. Diferensiasi histologik

dari papiloma jinak, perbatasan, dan ganas mungkin sukar, kecuali

dilakukan pemeriksaan dari beberapa potongan jaringan untuk

mengetahui beratnya proses atipik, jumlah mitosis dan infiltrasi stroma

3. Karsinoma Payudara

Karsinoma payudara ditempatkan sebgai penyebab utama kematian

akibat kanker pada wanita di Amerika Serikat, hal ini sangat mungkin

juga terjadi di negara barat lainnya. Turunnya dominasi ini malah

diikuti oleh tanda – tanda peningkatan frekuensi kanker paru pada

wanita, dan bukan menurunkan angka kematian karsinoma payudara,

karena angka ini bertahan secara tetap selama beberapa tahun. Apapun

variabelnya karsinoma payudara masih terus merupakan hampir 20 %

dari penyebab kematian akibat kanker pada wanita di Amerika Serikat.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara pembedahan diindikasikan bila:

- Pengobatan medis tidak memberikan perbaikan.

- Ditemukan pada usia pertengahan sampai tua.

- Nyeri hebat dan berulang.

- Perasaan kecemasan yang berlebihan dari pasien.

H. Komplikasi

1. Keganasan (Cystosarcoma Phylloides)

2. Mengganggu aktivitas apabila nyeri

Page 17: Presus Ujian Anestesi Eva

I. Tata Laksana Anestesi dan Terapi Intensif pada Tindakan Ekstirpasi

1. Batasan

Tindakan anestesi yang dilakukan pada operasi ekstirpasi

2. Masalah anestesi dan terapi intensif

Perdarahan luka operasi

3. Penatalaksanaan Anestesi dan terapi intensif

Penilaian status pasien

Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan

penunjang yang lain sesuai dengan indikasi

4. Persiapan Pra Operatif

Persiapan rutin

Persiapan donor

5. Premedikasi

Diberikan secara intravena 1-2 menit pra induksi dengan obat-obat

sebagai berikut:

Midazolam : 0,05 – 0,10 mg/kgBB

Fentanyl : 1-2 µg/kgBB

6. Pilihan Anestesi

Anestesi umum dengan TIVA.

7. Terapi Cairan dan Tranfusi

Diberikan cairan pengganti perdarahan apabila perdarahan yang

terjadi < 20 % dari perkiraan volume darah dan apabila > 20%, berikan

tranfusi darah.

8. Pemulihan Anestesi

Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan.

9. Pasca bedah/anestesi

Dirawat diruang pulih, sesuai dengan tata laksana pasca anestesi

Perhatian khusus pada periode ini adalah ancaman depresi nafas

akibat nyeri dan kompresi luka operasi

Pasien dikirim kembali ke ruangan setelah memenuhi kriteria

pengeluaran

Page 18: Presus Ujian Anestesi Eva

J. General Anestesi dengan Total Intravena Anestesi

Tindakan anastesi umum adalah tindakan pembiusan dimana pasien menjadi

tidak sadar dan tidak merasakan sakit. Obat anastesi yang disuntikkan atau yang

dihirup lamanya kerja disesuaikan dengan lama operasi. Teknik Intra Venous

Anastesi (TIVA) adalah teknik anestesi umum dengan menggunakan obat-obat

anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi

inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan untuk mencapai 4 komponen penting

dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks,

sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu

1.      Amnesia/hipnosis

2.      Arefleksia otonomik

3.      Analgesik

4.      + Stabilisasi otonom

Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka dibutuhkan kombinasi dari

obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut.

Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas

kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen

anestesi intravena yang paling lengkap.

Kelebihan anastesi umum diantaranya adalah sejak awal operasi pasien sudah

tidak sadar dan tidak merasakan sakit, lama pembiusan disesuaikan dengan lama

operasi, dan kedalaman pembiusan dapat diatur sesuai kebutuhan. Sedangkan

kekurangannya adalah obat bius yang diberikan akan berefek ke seluruh tubuh

pasien termasuk ke aliran darah janin dalam kandungan, pasca bedah pasien harus

sadar penuh dan peristaltik baik sebelum diberikan minum, serta waktu pemulihan

yang lebih lama.

Page 19: Presus Ujian Anestesi Eva

Kelebihan TIVA:

Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.

Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.

Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.

Indikasi anestesi intravena

Obat induksi anesthesia umum

Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat

Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

Obat tambahan anestesi regional

Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP

sedasi)

Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan

premedikasi yaitu pemberian obat atau bantuan psikologis sebelum induksi

anestesi diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun

dari anestesi diantaranya :

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas

Mencegah mual dan muntah

Memberikan analgetik

Membuat amnesia

Memperlancar induksi anestesi

Meminimalkan jumlah obat anestesi yang diberikan

Mengurangi reflek yang tidak diinginkan

1. Obat Premedikasi

Tujuan premedikasi bukan hanya untuk mempermudah induksi dan

mengurangi jumlah obat – obatan yang digunakan, tetapi terutama untuk

Page 20: Presus Ujian Anestesi Eva

menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah

pemberian obat sebelum anestesi dilakukan. Tindakan ini biasanya dilakukan

sebelum pasien dibawa ke ruang operasi. 4

Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien

yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan demikian maka

pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu dengan

mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan,

riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya,

riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi,

perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan rencana anestesi yang akan

digunakan6

Tindakan premedikasi ini mempunyai tujuan antara lain untuk

memberikan rasa nyaman bagi pasien, membuat amnesia, memberikan analgesia,

mencegah muntah, memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat – obat

anestesi, menekan reflek – reflek yang tidak diinginkan, mengurangi sekresi

kelenjar saluran nafas.6

Obat –obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :

Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat, Benzodiazepin, Transquilizer.

Analgetik narkotik : Morfin, Petidin, Fentanil.

Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol.

Anti kolinergik : Atropin, Skopolamin.

Sulfas Atropin

Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi

sekresi lendir dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari

perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Pada dosis

klinik (0,4–0,6 mg ) akan menimbulkan bradikardi yang disebabkan

perangsangan nervus Vagus. Pada dosis yang lebih besar (> 2 mg) akan

Page 21: Presus Ujian Anestesi Eva

menghambat nervus Vagus sehingga terjadi takikardi. Efek lainnya yaitu

melemaskan nervus otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme

gastrointestinal dan mengurangi rasa mual serta muntah. 6

Obat ini juga dapat menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan

kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam

dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan

pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian Prostigmin 1 – 2 mg

intra vena. 6

Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.

Dosis : 0,01 mg/kgBB dan 0,1 – 0,4 mg untuk anak – anak.

Pemberian : SC, IM, IV. 4

Pethidin

Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya depresi nafas dan

efek sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan

atau intra muskular, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan

perangsangan SSP misal tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas,

akan menurunkan tidal volume sedang frekuensi nafas kurang dipengaruhi

sehingga efek depresi nafas tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi

kornea dengan akibat hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan

kepekaan alat keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan pusing

pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini tidak

mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tapi penderita berobat jalan dapat timbul

sinkop orthostotik karena hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan

histamin. 4

Absorbsi petidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada

pemberian IV kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Petidin

dimetabolisme di hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang

diberikan. Preparat oral dalam tablet 50 mg, parenteral dalam bentuk ampul 50 mg

Page 22: Presus Ujian Anestesi Eva

per cc. Dosis dewasa 50-100 mg disuntikkan SK atau IM. Jika secara IV efek

analgesiknya tercapai dalam waktu 15 menit. 4

Midazolam

Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin dengan

sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Midazolam bersifat

larut dalam air serta merupakan benzodiazepin pilihan untuk pemberian

parenteral. Penting untuk diketahui bahwa obat ini dapat bersifat menjadi larut

lemak pada pH fisiologuis sehingga dapat dengan cepat menembus sawar darah

otak dan menimbulkan efek sentral. Merupakan benzodiapin kerja cepat yang

bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang

terdapat di berbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak,

serebelum system limbic serta korteks serebri. Midazolam memiliki onset yang

lebih cepat , eliminasi waktu paruh yang lebih pendek (2-4 jam), serta kurva dosis

responsif yang lebih curam daripada benzodiazepin lain yang tersedia. Oleh

karena itu, midazolam seringnya diberikan secara intravena sebelum pasien masuk

ke dalam kamar operasi. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian

intra vena bila sebelumnya diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit

tanpa premedikasi narkotika sebelumnya. 5

Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi,

basal sedasion sebelum tindakan diagnostik atau pembedahan yang dilakukan di

bawah anestesi lokal serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat ini

dikontraindikasikan pada keadaan sensitif terhadap golongan benzodiazepine,

pasien dengan insufisiensi pernafasan, dan acute narrow-angle glaucoma. 3

Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum

tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau

analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum

pasien, lazimnya diberikan 5 mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 – 0,05

mg/kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-

Page 23: Presus Ujian Anestesi Eva

10 menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5

mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV. 4

Fentanil

Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan

termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk

sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah ditemukan

remifentanil, suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan

untuk meminimalkan depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang

deberikan selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx,

dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana

meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan perkembangan

toleransi akut. Maka dari itu, dosis fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah

digunakan sebagai premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi

inhalasi maupun intravena untuk memberikan efek analgesi perioperatif.3

Sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya efek

depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria dan

analgetik fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna

diperpanjang masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu neuroleptik

yang biasanya digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi fentanil

menimbulkan kekakuan yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh

efek opioid pada tranmisi dopaminergik di striatum. Efek ini di antagonis oleh

nalokson. Fentanyl biasanya digunakan hanya untuk anestesi, meski juga dapat

digunakan sebagai anelgesi pasca operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan

untuk suntik dan tersedia pula dalam bentuk kombinasi tetap dengan droperidol.5

Fentanyl dan droperidol (suatu butypherone yang berkaitan dengan haloperidol)

diberikan bersama-sama untuk menimbulkan analgesia dan amnesia dan

dikombinasikan dengan nitrogen oksida memberikan suatu efek yang disedut

sebagai neurolepanestesia.4

Page 24: Presus Ujian Anestesi Eva

Ondansetron

Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang dapat

menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi.

Ondansetron mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan

basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi

konstipasi. Ondansetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat

ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam

hati.5 Dosis ondansentron yang biasanya diberikan untuk premedikasi antara 4-8

mg/kgBB. Dalam suatu penelitian kombinasi antara Granisetron dosis kecil yang

diberikan sesaat sebelum ekstubasi trakhea ditambah Dexamethasone yang

diberikan saat induksi anestesi merupakan suatu alternatif dalam mencegah

muntah selama 0-2 jam setelah ekstubasi trakhea daripada ondansetron dan

dexamethasone.6

2. Obat Induksi

Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium

pembedahan (III) yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi

untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. 4

Macam-macam stadium anestesi 3:

Stadium I (analgesia)

mulai pemberian zat anestesi sampai dengan hilangnya kesadaran

mengikuti perintah, rasa sakit hilang.

Stadium II ( Delirium )

mulai hilangnya kesadaran sampai dengan permulaan stadium bedah.

gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak teratur, midriasis, takikardi.

Stadium III (Pembedahan) :

Page 25: Presus Ujian Anestesi Eva

Tingkat 1: nafas teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut kehendak,

nafas dada dan perut seimbang.

Tingkat 2: nafas teratur spontan kurang dalam, bola mata tidak bergerak, pupil

mulai melebar, mulai relaksasi otot.

Tingkat 3: nafas perut lebih dari nafas dada, relaksasi otot sempurna.

Tingkat 4:nafas perut sempurna, tekanan darah menurun, midriasis maksimal,

reflek cahaya ( - )

Stadium IV. (Paralisis) :

nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut nadi berhenti dan

meninggal.

Pada kasus ini digunakan Ketamin.

Propofol

Propofol merupakan derivat isoprofilfenol yang digunakan untuk induksi

dan pemeliharaan anestesi umum. Propofol secara kimia tidak ada hubungannya

dengan anestesi IV lain. Pemberian IV ( 2 mg/kg BB ) menginduksi anestesi

secara cepat seperti Tiopental. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus

Propofol yang berkesinambungan dengan Opiat, N2 dan atau anestesi inhalasi

lain.4

Keuntungan Propofol, bekerja lebih cepat dari Tiopental, mempunyai

induksi yang cepat, masa pulih sadar yang cepat, sehingga berguna pada pasien

rawat jalan yang memerlukan prosedur cepat dan singkat. 3

Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup berarti

selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer dan

venodilatasi.10 Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi

efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung.

Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak

Page 26: Presus Ujian Anestesi Eva

menimbulkan aritmia, atau iskemik otot jantung, tidak merusak fungsi hati dan

ginjal. 4

Sediaan :ampul atau vial 20 ml ( 200 mg ) 10 mg/ml Propofol.

Dosis : 1,5 – 2 mg/kgBB iv (anak)

2 – 2,5 mg/kgBB iv (dewasa)

Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan cepat

dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung

pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak

mempunyai efek analgesik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar

lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah

propofol memiliki efek antiemetik. 3

Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernafasan,

apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa

hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf pusat

adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan

dapat terjadi nyeri sehingga saat pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50

mg).3

Ketamine

Merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif

aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja

singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik tetapi lemah untuk

sistem viseral. Ketamin dapat meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan

curah jantung sampai 20%. 6

Mekanisme aksi ketamine adalah memblokade membran terhadap efek

eksitasi neurotranmiter asam glutamat pada reseptor subtipe NMDA. Ketamine

merupakan obat yang sangat lipofilik dan dengan cepat didistribusikan ke dalam

organ yang perfusinya baik seperti otak, hati dan ginjal. Kemudian, ketamine

Page 27: Presus Ujian Anestesi Eva

diredistribusi ke dalam jaringan-jaringan yang berperfusi kurang baik bersamaan

dengan metabolisme hepatik dan diikuti dengan ekskresi urin dan bilier. Ketamine

merupakan satu-satunya anestesi intravena yang memiliki efek analgesik dan

mampu menghasilkan stimulasi cardiovaskular yang berkaitan dengan dosis.

Nadi, tekanan darah arteri dan cardiac output dapat meningkat secara signifikan di

atas nilai normal. Variabel-variabel ini mencapai puncaknya 2-4 menit setelah

injeksi bolus intravena, kemudian menurun ke nilai normal selama 10-20 menit

kemudian. Ketamine menghasilkan efek terhadap kardiovaskuler ini dengan

menstimulasi sistem saraf simpatis pusat, kurang lebih, dengan menghambat

reuptake norepinefrin pada terminal saraf simpatis. Peningkatan kadar epinefrin

dan noerpinefrin plasma terjadi selama 2 menit setelah bolus ketamine intravena

dan kembali ke kadar normal dalam kurang dari 15 menit. Ketamine secara nyata

meningkatkan aliran darah otak, konsumsi oksigen dan tekanan intrakranial.

Sebagaimana anestesi yang menguap, ketamine merupakan sebuah obat yang

secara potensial berbahaya ketika tekanan intrakranial meningkat. Meskipun

ketamine menurunkan laju pernapasan, tonus otot pernapasan bagian atas tetap

dipertahankan dengan baik dan refleks-refleks jalan napas biasanya tetap

dipelihara.3, 4,5

Penggunaan ketamine telah dihubungkan dengan disorientasi, ilusi sensori

dan persepsi serta mimpi yang nyata postoperasi (sehinggan disebut dengan

fenomena emergence). Diazepam (0,2-0,3 mg/kgBB) atau midazolam (0,025-0,05

mg) secara intravena, yang diberikan sebelum pemberian ketamine dapat

mengurangi insidensi efek-efek negatif ini. Meskipun demikian, penggunaan

ketamin dosis rendah dalam kombinasi dengan anestesi inhalasi dan intravena

yang lainnya telah menjadi alternatif pilihan daripada analgesik opioid dalam

meminimalkan depresi pernapasan. Selain itu, ketamine sangat bermanfaat bagi

pasien geriatri dan pasien dengan resiko tinggi terjadi syok kardiogenik atau syok

sepsis dikarenakan efek kardiostimulasinya. Ketamin dosis rendah juga digunakan

bagi pasien-pasien rawat jalan yang dikombinasikan dengan propofol serta bagi

Page 28: Presus Ujian Anestesi Eva

anak-anak yang menjalani prosedur yang menyakitkan (seperti penggatian

dressing pada luka bakar).3

Untuk induksi ketamin diberikan secara IV dengan dosis 2 mg/kgBB (1-

4,5 mg/kgBB) dalam waktu 60 detik; stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit.

Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari

semula. Ketamin IM untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB (6,5-13 mg/kgBB),

stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.4

3. Analgetik

Ketorolac

Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskuler, atau intravena.

Setelah suntikan intramuscular atau intravena efek analgesinya dicapai dalam 30

menit, maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan

penggunaannya dibatasi untuk 5 hari. 5

Cara kerja ketorolac ialah menghambat sintesis prostaglandin di perifer

tanpa mengganggu reseptor opioid di system saraf pusar. Seperti NSAID lain

tidak dianjurkan digunakan untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan,

wanita sedang menyusui, usia lanjut, anak usia < 4 tahun, gangguan perdarahan

dan bedah tonsilektomi. 6 Sifat analgetik ketorolac setara dengan opioid, yaitu 30

mg ketorolac = 12 mg morfin = 100 mg pethidin, sedangkan sifat antipiretik dan

antiinflamasinya rendah. Ketorolac dapat digunakan secara bersamaan dengan

opioid. 4

Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.

Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat < 50

kg, manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg.

Sediaan : dalam ampul 5mg / 5ml

Pemberian : IM atau IV

Page 29: Presus Ujian Anestesi Eva

4. Terapi Cairan

Dalam suatu tindakan operasi terapi cairan harus diperhatikan dengan serius,

terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :

Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama

operasi.

Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat. 6

Pemberian cairan operasi dibagi : 5

o Pra operasi

Pada pasien pra operasi dapat terjadi defisit cairan yang

diakibatkan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi

lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus

obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain – lain. Kebutuhan cairan

untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi

dehidrasi ringan maka diperlukan cairan sebanyak 2% BB, dehidrasi

sedang perlu cairan sebanyak 5% BB, dan dehidrasi berat sebesar 7%

BB. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 –

15 %.

o Durante operasi

Selama tindakan operasi ini dapat terjadi kehilangan cairan karena

proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi ringan

4ml/kgBB/jam, sedang 6ml/kgBB/ jam, berat 8 ml/kgBB/jam. Bila

terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari

10% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3

kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 %

maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran

dengan dosis 1 – 2 kali darah yang hilang. Sedangkan apabila terjadi

Page 30: Presus Ujian Anestesi Eva

perdarahan lebih dari 20% akan dipertimbangkan untuk dilakukannya

transfusi.

o Post operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit

cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari – hari pasien.

5. Pemulihan

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan

anestesi yang biasanya dilakukan diruang pulih sadar atau recovery room yaitu

ruangan untuk observasi pasien pasa operasi atau anestesi.Ruang pulih sadar

adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih

memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi

atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau

pengaruh anestesinya.3

Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak,

ventilasinya cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain

obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme

laring, pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah yang dapat menyebabkan

aspirasi.3 Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien

belum sadar dapat terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan

adalah akibat dari pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan

hiperkarbi.Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada pasien dengan gangguan jalan

nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca bedah adalah akibat efek

vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah beban jantung dan sangat

berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung. Dengan demikian pasien pasca

operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena

operasi atau pengaruh anestesinya.

Page 31: Presus Ujian Anestesi Eva

Tabel 1. Aldrette Scoring System

Kriteria Recovery score

in 15 30 45 60 out

Aktivitas Dapat bergerak volunter atau atas perintah

4 anggota gerak

2 2 2 2 2 2

2 anggota gerak

1 1 1 1 1 1

0 anggota gerak

0 0 0 0 0 0

Respirasi

Sirkulasi

Mampu benafas dan batuk secara bebas

2 2 2 2 2 2

Dyspnea, nafas dangkal atau terbatas

1 1 1 1 1 1

Apnea 0 0 0 0 0 0

Tensi Pre op…mmHg

Tensi ± 20 mmHg preop

2 2 2 2 2 2

Tensi ± 20-50 mmHg preop

1 1 1 1 1 1

Tensi ± 50 mmHg preop

0 0 0 0 0 0

Kesadaran Sadar Penuh 2 2 2 2 2 2

Bangun waktu dipanggil 1 1 1 1 1 1

Tidak ada respon 0 0 0 0 0 0

Warna kulit

Normal 2 2 2 2 2 2

Pucat kelabu 1 1 1 1 1 1

Sianotik 0 0 0 0 0 0

Page 32: Presus Ujian Anestesi Eva

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis mastopati sinistra pada pasien ini ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Melalui anamnesa didapatkan data bahwa

pasien merasakan adanya benjolan pada payudara kanan dan dirasakan nyeri. Dari

diagnosis mastopati sinistra maka kelanjutan dari penatalaksaannya adalah

dilakukan eksterpasi.

Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA I (pasien keadaan

sehat normal). Teknik general anestesi dengan TIVA pada pasien ini dilakukan

atas pertimbangan lama waktu operasi yang relatif singkat, yaitu sekitar 15 menit.

Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan

premedikasi suntikan intravena untuk dewasa dengan ondansetron 4 mg, Pada

pasien ini diberikan premedikasi berupa midazolam 3 mg (0,05-0,1 mg/kgBB)

intravena. Selanjutnya diberikan fentanyl 50 meq. Induksi anestesia dilakukan

dengan pemberian ketamin 50 mg (intravena). Pada pasien ini diberikan

maintenance oksigen 3L/m. Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigenasi

jaringan. Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk

membantu ahli anestesi mendapatkan informasi fungsi organ vital selama

perioperasi, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik

membantu ahli anestesi mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus

menerus. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena RL.

Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor

Aldrete. Bila pasien tenang dan Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa nilai 0, pasien dapat

dipindahkan ke bangsal. Pada kasus ini Aldrete Score-nya yaitu kesadaran 1

(merespon bila nama dipanggil), aktivitas motorik 2 (dua ekstremitas dapat

digerakkan), pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan), sirkulasi 2 (tekanan darah

dalam kisaran <20% sebelum operasi), dan warna kulit 2 (merah muda). Jadi

Aldrete Score pada pasien ini adalah 9 sehingga layak untuk pindah ke bangsal.

Page 33: Presus Ujian Anestesi Eva

Daftar Pustaka

1. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC, 2004.

2. Djamaloedin. "Kelainan Pada Mammae." In Ilmu Kandungan Edisi 2, by Hanifah Winkjosastro, 472-477. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008.

3. Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta: FK UI

4. Pramono, A., 2008. Study Guide Anestesiologi dan Reanimasi. Yogyakarta : FK UMY.

5. Wirdjoatmodjo, K., 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

6. Pratiwi, A. 2010. Pengelolaan Anestesi Umum pada Kistektomi. Bagian SMF ilmu Anestesi. FK UNS

7. Dachlan, R., Suryadi, KA., Latief Said. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta:Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK UI.

8. Muhiman, M., Thaib, R., Sunatrio, Dachlan, R. Anestesiologi. Jakarta:Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK UI.

9. Morgan GE, Mikhail MS, J.Murray M., Clinical Anesthesiology 4 th

edition. McGraw Hill. New York. 2006.

33