presus anestesi

23

Click here to load reader

Upload: rizki-rahmiana-harahap

Post on 08-Dec-2015

259 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

medic

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Anestesi

BAB I

PENDAHULUAN

Hemoroid merupakan dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal superior dan

inferior. Insidensi hemoroid meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia 50 tahun

keatas, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang

terkena. Namun demikian tidak berarti penyakit ini hanya diderita oleh orang tua saja.

Hemoroid dapat terjadi pada semua usia, bahkan kadang-kadang dapat dijumpai pada anak-

anak. Walaupun hemoroid tidak mengancam keselamatan jiwa, tetapi dapat menyebabkan

perasaan yang tidak nyaman.

Hemoroid dapat diklasifikasikan menjadi hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid

interna merupakan pelebaran vena dari plexus hemoroidalis superior yang berada diatas linea

dentata. Sedangkan hemoroid eksterna merupakan pelebaran vena dari plexus hemoroid

inferior yang berada dibawah linea dentata. Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat.

Berdasarkan jenis dan derajat hemoroid, penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan

dengan beberapa cara yaitu penatalaksanaan konservatif dan pembedahan. HIST

(Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi untuk tatalaksana pembedahan

hemoroid. Hemoroidektomi adalah teknik bedah untuk menghilangkan hemoroid.

Teknik anestesi yang digunakan pada hemoroidektomi dapat menggunakan anestesi

umum atau anestesi regional. Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, teknik

anestesi regional lebih diminati dalam pelaksanaan hemoroidektomi karena memiliki banyak

keuntungan dibandingkan dengan anestesi umum.

Anestesi regional atau disebut juga anestesi neuroaxial. Salah satu jenis anestesi

regional yaitu anestesi spinal yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestesi lokal ke

dalam ruang subarakhnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5. Adapun

indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal adalah untuk pembedahan daerah tubuh yang

dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah papila mammae ke bawah). Anestesi spinal ini

digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria),

perineum dan kaki. Teknik anestesi spinal mempunyai keuntungan secara umum yaitu

terkontrolnya kesadaran pasien selama tindakan pembedahan berlangsung.

1

Page 2: Presus Anestesi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HEMOROID

1. Definisi

Hemoroid merupakan dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal

superior dan inferior.

2. Anatomi Anal Canal

Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum

hingga orifisium anal. Setengah bagian kebawah dari anal canal dilapisi oleh epitel

skuamosa dan setengah bagian keatas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang

dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajuuur morgagni).

Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior

sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua pembuluh

darah tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal dari

arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka interna.

Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.

Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya

ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan, depan dan bagian kanan

belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal dan terdiri dari plexus

arteriovenosus terutama cabang terminal arteri rektal superior dan arteri hemoroid

superior. Selain itu hemoroid juga menghubungkan antara arteri hemoroid dengan

jaringan sekitarnya.

Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian

bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir

percabangan saraf pudendal.

2

Page 3: Presus Anestesi

3. Etiologi

Etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa

faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah :

Penuaan

Kehamilan

Hereditas

Konstipasi atau diare kronik

Penggunaan toilet yang berlama-lama

Posisi tubuh, misalnya duduk dalam waktu yang lama

Obesitas

Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus

mukosa.

4. Patogenesis

Penyebab hemoroid diduga kelemahan dinding vena. Vena rectalis superior

merupakan bagian paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Jadi

berat kolom darah vena paling besar pada vena yang terletak pada paruh atas canalis

ani. Disini jaringan ikat longgar submukosa sedikit memberi penyokong pada

dinding vena. Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat oleh kontraksi lapisan

otot dinding rectum selama defekasi. Konstipasi kronik yang dikaitkan dengan

mengedan yang lama merupakan faktor predisposisi. Hemoroid kehamilan sering

terjadi akibat penekanan vena rectalis superior oleh uterus gravid.

5. Klasifikasi

Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentata line menjadi

batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu :

a. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentata line dan dilapisi

mukosa.

b. Hemoroid eksternal, berasal dari bagian distal dentata line dan dilapisi

oleh epitel skuamosa.

6. Derajat hemoroid internal

Hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yaitu :

a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.

3

Page 4: Presus Anestesi

b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat

pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.

c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk

kembali secara manual oleh pasien.

d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal

meski dimasukkan secara manual.

Keterangan : IH=Internal Hemoroid, EH=External Hemoroid, AC=Anal Canal,

AT=Anchoring Tisue, PL=Pecten Ligamen. Hemoroid Tingkat III dan IV, Pleksus

Hemoroid berada diluar anal kanal.

7. Gejala klinis

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid yaitu :

Hemoroid internal :

Prolaps dan keluarnya mukus

Perdarahan

Rasa tidak nyaman

Gatal

Hemoroid eksternal

Rasa terbakar

Nyeri

Gatal

4

Page 5: Presus Anestesi

8. Penatalaksanaan

Classification Treatment Options

1st Degree – No rectal prolapse Diet

Local & general drugs

Sclerotherapy

Infrared coagulation

2nd Degree – Rectal prolapse is spontaneously

reducible

Sclerotherapy

Infrared coagulation

Banding [recurring banding may

require Procedure for Prolapse and

Hemorrhoids (PPH)]

3rd Degree – Rectal prolapse is manually

reducible

Banding

Hemorrhoidectomy

Procedure for Prolapse and

Hemorrhoids (PPH)

4th Degree – Rectal prolapse irreducible Hemorrhoidectomy

Procedure for Prolapse and

Hemorrhoids (PPH)

Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat semua

jaringan yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya

didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan

ligasi dan kemudian dieksisi.

B. ANESTESI PADA HEMOROIDEKTOMI

Definisi

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal

juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.

5

Page 6: Presus Anestesi

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah,

panggul, dan perineum. Injeksi ini biasanya disuntikan di daerah lumbal pada

ruang L2 / 3 atau L3 / 4.

Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi

a. Bedah abdomen bagian bawah, misal: op hernia, apendiksitis

b. Bedah urologi

c. Bedah anggota gerak bagian bawah

d. Bedah obstetri ginekologi

e. Bedah anorectal & perianal, misal: hemoroidektomi

Kontra indikasi

Absolut

1. Kelainan pembekuan darah (koagulopati)

2. Infeksi daerah insersi

3. Hipovolemia berat

4. Penyakit neurologis aktif

5. Pasien menolak

relative

1. Nyeri punggung

2. Aspirin sebelum operasi

3. Heparin preoperasi

4. Pasien tidak kooperatif atau emosi tidak stabil

Prosedur

a. Persiapan

Persiapan pasien

Informed consent

Pasang monitor ukur tanda vital

Alat dan obat

6

Page 7: Presus Anestesi

Spinal nedle G 25-29

Spuit 3 cc/5cc/10cc

Bupivacaine

Fenthanyl, catapres

Plester

Efedrin

b. Teknik

1. Setelah dimonitor, posisika pasien duduk atau tidurkan pasien misalkan dalam

posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain nyaman untuk pasien juga

supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar

processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

2. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan

pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

Gambar. Teknik Spinal Anastesi

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

4. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,

25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G

dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit

10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,

kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum

7

Page 8: Presus Anestesi

tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum

(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring

bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor

yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi

menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit

berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi

aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda

yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar

arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat

dimasukan kateter. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal

misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik.

Komplikasi

Akut

1. Hipotensi dikarenakan dilatasi PD

2. Bradikardi dikarenakan blok terlalu tinggi

3. Hipoventilasi

4. Mual muntah dikarenakan hipotensi terlalu tajam

5. Total spinal obat anestesi naik ke atas

Pasca tindakan

1. Nyeri tempat suntikan

2. Nyeri punggung

3. Nyeri kepala

4. Retensi urin dikarenakan sakral terblok

BAB III

8

Page 9: Presus Anestesi

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. H

Usia : 60 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Bukit besar, Palembang

Ruangan : Cempaka

No. Rekam medis : 290154

Diagnosis : Hemoroid interna grade III

Tindakan : Hemoroidektomi

II. Anamnesis

Riwayat operasi : -

Riwayat alergi : -

Riwayat penyakit penyerta : -

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

BB : 55 kg TB : 165 cm

Vital sign

TD : 115/86 mmHg

N : 72 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36,4 0C

IV. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah (21/01/2015)

Hb : 13,7 g %

Hematokrit : 38 %

Leukosit : 8200/mL

Trombosit : 359.000

9

Page 10: Presus Anestesi

CT : 4 menit

BT : 2 menit

SGOT : 12 U/L

SGPT : 9 U/L

GDS : 105 mg/dL

Ureum : 28 mg/dL

Creatinin : 0,9 mg/dL

Rontgen Thorax

Cor dan Pulmo dalam batas normal

Pemeriksaan EKG

Normal EKG

V. Kesan ASA (The American Society of Anesthesiologist)

Kesan ASA 1 (Pasien normal yang sehat)

VI. Rencana Anestesi

a. Jenis anestesi : Regional anestesi

b. Teknik anestesi : Spinal anestesi

c. Mulai anestesi : 22 Januari 2015 pukul 09.15 WIB

d. Mulai operasi : 22 Januari 2015 pukul 09.25 WIB

BAB IV

LAPORAN ANESTESI

10

Page 11: Presus Anestesi

A. Pre Operatif

Informed consent

Puasa selama 6-8 jam

IV line terpasang infus RL 500 cc

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital

TD : 115/86 mmHg

N : 72 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36,4 0C

B. Premedikasi Anestesi

Pasien diberikan Ondansetron 8 mg (1amp) secara IV.

C. Penatalaksanaan Anestesi

Tanggal 22 Januari 2015 pukul 09.00, Tn. H, 60 tahun, tiba di ruang operasi

dengan terpasang infus RL 500 cc pada tangan kanan.

Dilakukan pemasangan manset dan pemasangan pulse oxymetri dengan :

TD : 125/72 mmHg, N : 80 x/menit, SpO2 : 99%

Pukul 09.15

Diberikan premedikasi dengan injeksi Ondansetron 8 mg secara intravena.

Setelah itu posisikan pasien duduk dan kepala menunduk.

Lakukan desinfeksi disekitar daerah tusukan yaitu diregio L3/L4.

Lakukan induksi dengan injeksi Bupivacaine 2,5 cc (12,5 mg) dan Fenthanyl

0,5 cc (25 mcg) secara intratekal. Setelah obat masuk, pasien kembali

berbaring dan diposisikan dengan posisi litotomi.

Setelah itu dipasang kanul nasal Oksigen untuk pemeliharaan respirasi.

Setelah pasien terinduksi dengan tanda-tanda seperti kesemutan, kaki terasa

berat dan tidak bisa digerakkan, maka operasi dapat dimulai. Selama operasi

berlangsung, nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen dimonitor setiap 5

menit dengan hasil :

11

Page 12: Presus Anestesi

Pukul (WIB) Tekanan Darah

(mmHg)

Nadi (x/menit) Saturasi O2 (%)

09.15 125/72 80 99

09.25 105/70 85 99

09.30 108/70 83 99

09.35 112/76 78 98

09.40 112/76 81 98

09.45 115/80 80 98

09.50 118/78 78 99

09.55 118/78 78 99

10.00 121/78 80 99

10.05 118/80 77 99

10.10 118/74 82 99

Lama operasi

45 menit (09.25-10.10)

Maintenance

Oksigenasi : O2 2 liter dengan menggunakan nasal kanul.

Cairan : RL 1000 cc (2 kolf)

Medikasi tambahan

Ketorolac 30 mg (1 amp) IV

Post operatif

Pasien masuk keruang pemulihan, observasi tanda vital dan dinilai pemulihan

pasca anestesi dengan Bromage Score

Kriteria Skor

Gerakan penuh dari tungkai 0

Tak mampu ekstensi tungkai 1

Tak mampu fleksi lutut 2

Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3

Jika Bromage Skor < 2, pasien boleh dipindahkan ke ruang perawatan.

Pada pasien ini didapatkan nilai Bromage Score < 2 dan pasien dapat dipindahkan

ke ruang perawatan.

12

Page 13: Presus Anestesi

BAB V

PEMBAHASAN

13

Page 14: Presus Anestesi

A. Pre-Operatif

Pasien datang dengan keluhan dan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis Hemoroid Interna grade III. Pasien

dianjurkan untuk dilakukan tindakan hemoroidektomi.

Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-operasi yang meliputi

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang meliputi laboratorium darah,

rontgen thorax dan EKG untuk menentukan status fisik ASA. Maka dapat dinilai kondisi

fisik pasien termasuk ASA I. Pasien diminta puasa selama 6-8 jam sebelum operasi.

Kemudian ditentukan rencana jenis anestesi yang dilakukan yaitu regional

anestesi dengan teknik Subarachoid Block. Jenis anastesi yang dipilih adalah regional

anastesi cara spinal. Anastesi regional baik spinal maupun epidural dengan blok saraf

setinggi L3-L4 memberikan efek anastesi yang memuaskan dan kondisi operasi yang

optimal bagi Hemoroidektomi. Adapun indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal

adalah untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah

papila mammae ke bawah). Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua operasi

abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum, anus dan kaki.

B. Durante Operatif

Teknik anastesi yang digunakan adalah spinal anastesi dengan alasan operasi

yang dilakukan pada bagian tubuh inferior, sehingga cukup memblok bagian tubuh

inferior saja.

Ondansetron 8 mg/ 4 ml diberikan sebagai premedikasi. Ondansetron

merupakan suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai

pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam

usus dapat merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat

reseptornya. Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah

yang bisa menyebabkan aspirasi.

Induksi pada pasien ini diberikan Bupivacaine 2,5 cc (12,5 mg). Bupivacaine

merupakan obat anastesi lokal yang mekanismenya mencegah terjadinya depolarisasi

pada membran sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson

tidak dapat bereaksi dengan asetilkolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak

terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf 

14

Page 15: Presus Anestesi

tersebut berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem

saraf pusat. Pemilihan obat anestesi lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi

yang akan dilakukan. Pemilihan Bupivacaine sebagai obat induksi adalah karena mula

kerja yang cepat dan durasi yang lama. Durasi analgetik pada L3-L4 selama 2-3 jam, dan

Bupivacaine menghasilkan relaksasi muskular yang cukup pada ekstremitas bawah

selama 2- 2,5 jam. Selain itu Bupivacaine juga dapat ditoleransi dengan baik pada semua

jaringan yang terkena. Pada induksi pasien ini, bupivacaine dikombinasikan dengan

Fenthanyl sebanyak 0,5 cc (25 mcg) sebagai obat analgesik. Selain efek analgetik,

Fenthanyl juga dapat menyebabkan depresi pernafasan.

Maintenance yang diberikan selama operasi berlangsung yaitu O2 dan cairan.

O2 diberikan sebanyak 2 liter/menit melalui nasal kanul. Pemberian oksigen untuk

menjaga oksigenasi pasien terutama akibat efek depresi pernafasan yang disebabkan oleh

Fenthanyl. Sedangkan cairan yang diberikan yaitu Ringer Laktat (RL) yang merupakan

kristaloid dengan komposisi Na+, K+, Cl-, Ca++ dan laktat untuk mengganti kehilangan

cairan. Menurut perhitungan teoritis, pemberian cairan dilakukan berdasarkan

perhitungan sebagai berikut :

1. Pre-operasi

Kebutuhan Maintenance 2 cc/kgBB/jam

= 55 kg x 2 cc

= 110 cc

2. Durante Operasi

Kebutuhan cairan saat operasi

Pengganti cairan saat puasa pra bedah

Pasien sudah puasa 8 jam sebelum pembedahan, sehingga kebutuhan

cairan puasa pada pasien adalah :

(Lama puasa x kebutuhan maintenace)

(8 jam x 110 cc = 880 cc)

Penggantian cairan puasa pra-bedah ini diberikan 50% pada jam

pertama operasi, 25% pada jam kedua operasi dan 25% pada jam ketiga

operasi. Sehingga pada pasien ini diberikan :

880 cc x 50% = 440 cc ( jam pertama)

Pengganti cairan yang keluar selama operasi

15

Page 16: Presus Anestesi

Banyaknya cairan yang keluar akibat translokasi selama pembedahan

tergantung dari jenis operasi. Perhitungan pada pasien ini yaitu :

Operasi sedang : 6 cc/kgBB/jam => 6 cc x 55 kg = 330 cc

Maka total pemberian cairan pada jam pertama pasien ini adalah :

Kebutuhan maintenance + kebutuhan pengganti puasa + kebutuhan cairan saat operasi =

110 cc + 440 cc + 330 cc = 880 cc (2 kolf RL)

Sebagai analgetik diberikan ketorolac (berisi 30 mg/ml ketorolac tromethamine)

sebanyak 1 ampul (1 ml) disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi

(AINS) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan

rasa nyeri/analgetik efek.

Semua pasien yang menghadapi pembedahan harus dimonitor secara ketat 4

aspek yakni : monitoring tanda vital, monitoring tanda anestesi, monitoring lapangan

operasi, dan monitoring lingkungan operasi.

C. Post Operatif

Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap

dan baik. Observasi tanda vital dan dinilai pemulihan pasca anestesi dengan Bromage

Score. Jika Bromage Skor < 2, pasien boleh dipindahkan ke ruang perawatan. Pada

pasien ini didapatkan nilai Bromage Score < 2 dan pasien dapat dipindahkan ke ruang

perawatan. Pasien diharuskan untuk bed rest 24 jam post operasi dan tidak boleh duduk.

Bila tidak ada mula dan muntah, pasien diperbolehkan untuk minum. Observasi tanda

vital terutama tekanan darah dan nadi tiap 15 menit selama 1 jam pertama.

BAB VI

KESIMPULAN

16

Page 17: Presus Anestesi

1. Pasien seorang laki-laki, usia 60 tahun dengan Hemoroid interna grade III dan kondisi

pasien tersebut sehat organik, fisiologik, psikiatrik, dan biokimia oleh karena itu

digolongkan sebagai ASA I.

2. Premedikasi yang digunakan adalah Ondansentron 8 mg/ 4 ml (1 ampul) untuk mencegah

mual dan muntah.

3. Induksi anestesi menggunakan Bupivacaine 2,5 cc (12,5 mg) dikombinasikan dengan

Fenthanyl 0,5 cc (25 mcg).

4. Maintenance selama operasi dengan O2 2 liter/menit melalui nasal kanul dan pemberian

cairan saat operasi dengan Ringer Laktat 880 cc (2 kolf).

5. Selama perjalanan anestesi, pasien diberikan analgetik berupa ketorolac sebagai anti

nyeri.

6. Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan baik dan

diberikan instruksi pasca operasi.

17