laporan kasus tht dan

27
LAPORAN KASUS THT Identitas Penderita 1. Nama : Nn. F 2. Tempat, tanggal lahir : Semarang, 27 Maret 1994 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Usia : 19 tahun 5. Agama : Islam 6. Suku : Jawa 7. Alamat : Mranak 02/09 Kel: wonorejo Kec: Pringapus 8. No. telpn : - 9. Pekerjaan : Karyawan swasta 10. Pendidikan : SMA 11. No. RM : 044236 12. Tanggal MRS : 23 september 2013 ANAMNESIS ( autoanamnesis) Tanggal : 23 September 2013 Jam: 10.20 WIB Keluhan Utama : sakit di tenggorokan 1. Riwayat Penyakit Sekarang ± 2 minggu yang lalu pasien mengeluh sakit di tenggorokan, sakit dirasakan terys menerus, sakit bertambah parah jika pasien menelan makanan, pasien juga mengeluh rasa mengganjal di tenggorokan rasa mengganjal juga dirasakan terus – menerus,selain itu pasien mengeluhkan bdan tidak nyaman dan demam, keluhan lain seperti batuk, pilek, nafas serak, bau mulut, dan nyeri telinga tidak ada. 2. Riwayat Penyakit Dahulu 1

Upload: cahya-daris-triwibowo

Post on 31-Dec-2015

170 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Tht Dan

LAPORAN KASUS THT

Identitas Penderita

1. Nama : Nn. F

2. Tempat, tanggal lahir : Semarang, 27 Maret 1994

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Usia : 19 tahun

5. Agama : Islam

6. Suku : Jawa

7. Alamat : Mranak 02/09 Kel: wonorejo Kec: Pringapus

8. No. telpn : -

9. Pekerjaan : Karyawan swasta

10. Pendidikan : SMA

11. No. RM : 044236

12. Tanggal MRS : 23 september 2013

ANAMNESIS ( autoanamnesis)

Tanggal : 23 September 2013 Jam: 10.20 WIB

Keluhan Utama : sakit di tenggorokan

1. Riwayat Penyakit Sekarang

± 2 minggu yang lalu pasien mengeluh sakit di tenggorokan, sakit dirasakan terys

menerus, sakit bertambah parah jika pasien menelan makanan, pasien juga mengeluh rasa

mengganjal di tenggorokan rasa mengganjal juga dirasakan terus – menerus,selain itu pasien

mengeluhkan bdan tidak nyaman dan demam, keluhan lain seperti batuk, pilek, nafas serak, bau

mulut, dan nyeri telinga tidak ada.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat penyakit serupa diakui pasien sejak kelas 3 SD dan sering kambuh dalam

setahuninipasien mengaku sudah 3 kali mengalami hal yang sama

b. Riwayat alergi obat dan makanan (merah-merah pada kulit, dan sesak nafas setelah

mengkonsumsi obat atau makanan) tidak diakui.

c. Tekanan darah tinggi, kencing manis, dan jantung disangkal

d. Riwayat bersin-bersin dipagi hari disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat penyakit serupa disangkal

1

Page 2: Laporan Kasus Tht Dan

b. Riwayat alergi (sesak nafas, merah-merah pada kulit) disangkal.

c. Riwayat darah tinggi, kencing manis dan jantung disangkal.

d. Riwayat bersin-bersin dipagi hari disangkal.

4. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal dengan paman dan bibinya, biaya pengobatan ditanggung JAMKESDA.

Pasien sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta. Pasien menyangkal minum minuman

beralkohol dan merokok. Pasien mengaku menyukai makan goreng-gorengan dan makanan yang

pedas.

PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISIK : Tanggal : 21 september 2013, Jam : 10.40 WIB

1. Status Generalisata :

a. KU : Baik

b. Kesadaran : composmentis

c. Tensi : 120/80 mmHg

d. Nadi : 80 kali/menit

e. Nafas : 18 kali/menit

f. Suhu : 37,8 0C

g. Kulit : Turgor cukup

h. Kepala : Mesocephal

i. Konjungtiva : hiperemis (-)

j. BB : 65 kg

k. Tb : 166 cm

l. BMI : 23.42 (normal)

m. Status gizi : baik

2. Satus Interrnus

a. Jantung :

- Inspeksi : ictus cordis tidak nampak

- Palapsi : ictus cordis teraba namun tidak kuat angkat, thrill (-), pulsus epigastrium (-),

pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

- Perkusi : batas atas : ICS II lin.parasternal sinistra

pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra

batas kanan bawah : ICS V lin.sternalis dextra

2

Page 3: Laporan Kasus Tht Dan

batas kiri bawah : ICS V 2 cm ke arah medial mid clavikula

sinistra

konfigurasi jantung dalam batas normal

- Auskultasi : reguler

Suara jantung murni : SI, SII (normal) reguler.

Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)

b. Paru :

3

Page 4: Laporan Kasus Tht Dan

c.

Ha

ti

Inspeksi : tidak ada pembesaran

Palpasi : hepar tidak teraba

Perkusi : pekak (+)

Auskultasi : normal

d. Limfa

4

Paru Dextra Sinistra

Depan

1. Inspeksi

Bentuk dada

Hemitorak

2. Palpasi

Stem fremitus

Nyeri tekan

Pelebaran ICS

3. Perkusi

4. Auskultasi

Suara dasar

Suara tambahan

Datar

Simetris

Dextra = sinistra

Tidak ada nyeri tekan

(-)

Sonor di seluruh lapang paru

Vesikuler

(-)

Datar

Simetris

Dextra = sinistra

Tidak ada nyeri tekan

(-)

Sonor di seluruh lapang paru

Vesikuler

(-)

Belakang

1. Inspeksi

Punggung

2. Palpasi

Punggung

Stem fremitus

3. Perkusi

Punggung

4. Auskultasi

Suara dasar

Suara tambahan

Tidak ada kelainan

Tidak ada nyeri tekan

(-)

Sonor di seluruh lapang paru

Vesikuler

(-)

tidak ada kelainan

Tidak ada nyeri tekan

(-)

Sonor di seluruh lapang paru

Vesikuler

(-)

Page 5: Laporan Kasus Tht Dan

Inspeksi : tidak tampak pembesaran

Palpasi : lien tidak teraba

Perkusi : pekak (+)

Auskultasi : normal

e. Limfe : limfe tidak teraba, pembesaran (-)

3. Extremitas

Status lokalis :

Tenggorokan :

Dispneu : -

Sianosis : -

Mukosa : merah muda

Dinding belakang faring : normal

Suara : tidak ada kelainan

Tonsil : Kanan Kiri

Pembesaran T3 T3

Hiperemis + +

Permukaan mukosa tidak rata tidak rata

5

Superior Inferior

Akral dingin - -

Oedem - -

Sianosis - -

Gerak Aktif Aktif

Reflek fisiologis Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Reflek patologis Tidak diperiksa Tidak diperiksa

CRT < 2 detik < 2 detik

Page 6: Laporan Kasus Tht Dan

Kripte melebar melebar

Detritus - -

Fiksasi - -

RINGKASAN :

Pasien Nn. F 19 tahun datang dengan keluhan sakit di tenggorokan, sakit dirasakan terys

menerus, sakit bertambah parah jika pasien menelan makanan, pasien juga mengeluh rasa

mengganjal di tenggorokan rasa mengganjal juga dirasakan terus – menerus,selain itu pasien

mengeluhkan bdan tidak nyaman dan demam, keluhan lain seperti batuk, pilek, nafas serak, bau

mulut, dan nyeri telinga tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik pada keadaan umum dan status internus dalam batas normal dan

pada pemeriksaan lokalis ditemukan Tonsil dekstra: Detritus (-), hiperemis (+), permukaan

tidak rata kripte melebar (+)T3 Tonsil sinistra: detritus (-), hiperemis (+), permukaan

tidak rata kripte melebar (+) T3

DIAGNOSIS BANDING :

1. Tonsilitis Kronis

2. Tonsilitis Difteri

3. Angina Plaut Vincent

(stomatitis

ulceromembranosa)

4. Mononukleosis Infeksiosa

6

Tonsil dekstra: Detritus (-), hiperemis (+), permukaan tidak ratakripte melebar (+)T3

Tonsil sinistra: detritus (-), hiperemis (+), permukaan tidak ratakripte melebar (+) T3

Page 7: Laporan Kasus Tht Dan

5. Tonsilitis Akut

DIAGNOSIS :

Tonsilitis kronis

RENCANA PENGELOLAAN :

1. Innisial Plan Diagnostik :

S : (-)

O : Biakan swab tenggorok dan tes kepekaan kuman (sensitivity test)

2. Terapi :

a. Lameson 2x1

b. Lapicef 2x1

c. Lapistan 3x1

3. Innisial Plan Monitoring

a. Monitoring kesembuhan

4. Innisial Plan Edukasi

a. Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.

b. Menjelaskan pada pasien tentang pemakaian obat.

c. Menganjurkan pasien untuk menjaga kebrsihan mulut.

d. Menganjurkan pasien untuk menghindari makanan yang terlalu panas, pedas, dan

mempunyai bahan penyedap

e. Menyarankan kepada pasien untuk dilakukan operasi

PROGNOSIS :

Ad bonam

7

Page 8: Laporan Kasus Tht Dan

PEMBAHASAN

Tonsilitis kronis

2.1 Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel

yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang

oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kriptus di dalamnya.

Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :

1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus dsan

arcus glossopharingicus.

3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva.

8

Page 9: Laporan Kasus Tht Dan

5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla pharingica dan

tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran

pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi

anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi

hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5

tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai

daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum,

bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah

faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar,

sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak

berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin

Waldeyer itu semakin besar.

Palatum molle Uvula Arkus Anterior Arkus Posterior

Tonsil

Gambar 2.1 Penampang Kavum Oris

2.1.1 Embriologi Tonsilla Palatina

Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap ada dan

menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripte

tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia

kehamilan 20 minggu.

9

Page 10: Laporan Kasus Tht Dan

2.1.2 Anatomi Tonsilla Palatina

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding

lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan

medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil

yang berjalan ke dalam “cryptae tonsillares” yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas

permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla

ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut “capsula” tonsilla palatina, terletak berdekatan

dengan tonsilla lingualis.

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

5. Medial : ruang orofaring

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar

longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.

2.1.3 Vaskularisasi

Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tapi juga bisa melalui polus cranialis. Melalui

polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a. facialis. Melalui

polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua cabang-

cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna.

Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di sekitar kapsula

tonsillaris membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis.

Vena paratonsillaris dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed

untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus pharyngealis.

Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis superficialis dan sebagian besar

ke lnn. cervicalis profundus superior terutama pada limfonodi yang terdapat di dorsal angulus

mandibular (lnn. tonsillaris). Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus

jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.

10

Page 11: Laporan Kasus Tht Dan

2.1.4 Innervasi

Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga oleh n. palatina minor

(cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan pada n. IX menyebabkan anestesia pada semua

bagian tonsil (Dandy).

2.1.5 Imunologi

Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam pembentukan imunitas lokal

dan pertahanan imunitas tubuh. Limfosit B berproliferasi di “germinal center”. Imunoglobulin

(Ig G, A, M, D), komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di jaringan

tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan menyebabkan terjadinya antibodi lokal,

perubahan rasio sel B dan sel T.

Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang masih diperdebatkan.

Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi Imunoglobulin A nasofaring terhadap vaksin

polio setelah adenoidektomi atau adanya peningkatan kasusu Hodgkin’s limfoma. Namun

bagaimanapun peran tonsil masih tetap kontroversial dan sekarang ini belum terbukti adanya

efek imunologis dari tonsilektomi.

2.2 Tonsilitis Kronis

2.2.1 Definisi

Keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang pada umumnya sering didahului

oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti misal sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti

morbili, dan sebagainya.

Tonsilis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil

tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan membesar disertai dengan

hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila tonsil ditekan keluar detritus.

2.2.2 Etiologi

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on Acute

Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon General of the Army, dimana dari 169

kasus didapatkan :

11

Page 12: Laporan Kasus Tht Dan

- 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak

adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

- 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer

Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.

- Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.(12)

Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :(10)

1. Streptokokus hemolitikus Grup A

2. Hemofilus influensa

3. Streptokokus pneumonia

4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)

2.2.3 Faktor Predisposisi

1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)

5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)

6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

2.2.4 Patologi

Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang,

maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan

limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan

melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh detritus (epitel yang mati, sel leukosit

yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan).

Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan

sekitar fossa tonsillaris. Pada anak, proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar

submandibula.

2.2.5 Manifestasi Klinis

12

Page 13: Laporan Kasus Tht Dan

Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan pernafasan berbau, rasa sakit

terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu menelan.(6,12,14)

Pada pemeriksaan, terdapat 2 macam gambaran tonsil yang mungkin tampak :

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar,

kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.

2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam

di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat

yang purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara

kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi

pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

T0 : Tonsil masuk di dalam fossa

T1 : <25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring(11)

Gambar Gradasi pembesaran tonsil

13

Page 14: Laporan Kasus Tht Dan

2.2.6 Diagnosis

1. Anamnesa

Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50 % diagnosa dapat

ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada

tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada

sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.

2. Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta

mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut.

Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju/dempul amat banyak

terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil,

biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap sebagai “kuburan” dimana tepinya

hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.

3. Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab

sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah,

seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.

2.2.7 Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah:

1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang menutupi

tonsil (tonsilitis membranosa)

a. Tonsilitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang

terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin

dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup

memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum,

lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain,

yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi

14

Page 15: Laporan Kasus Tht Dan

lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil

membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan

membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila

diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan

kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai

dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot

palatum dan otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi dan kepala,

sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada

pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi

dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau

(foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.

c. Mononukleosis Infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang

menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran

kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu

terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah

kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba

(Reaksi Paul Bunnel).

2. Penyakit kronik faring granulomatus

a. Faringitis tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien buruk karena

anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri di

telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.

b. Faringitis luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier.

Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai

15

Page 16: Laporan Kasus Tht Dan

pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi

palatum mole dan pilar tonsil.

c. Lepra

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian

menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya

jaringan ikat.

d. Aktinomikosis faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa

mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan

ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang

lunak.

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri tenggorok dan

kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan

jaringan/kultur, X ray dan biopsi.

2.2.8 Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau

secara hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.

1. Komplikasi sekitar tonsil

a. Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan

abses.

b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi

berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul

tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

c. Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah

bening/pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal,

adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid dan os petrosus.

16

Page 17: Laporan Kasus Tht Dan

d. Abses retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak

usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

e. Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan

ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih/berupa

cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil

membentuk bahan keras seperti kapur.

2. Komplikasi ke organ jauh

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis

2.2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini

dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk

meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama,

irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsillaris dengan alat

irigasi gigi/oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi

kronis/berulang.

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam De

Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali

didokumentasikan oleh Lague dari Rheims (1757)

Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu

Obstruksi :

- Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.

- Sleep apnea atau gangguan tidur.

17

Page 18: Laporan Kasus Tht Dan

- Kegagalan untuk bernafas.

- Corpulmonale.

- Gangguan menelan.

- Gangguan bicara.

- Kelainan orofacial / dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.

Infeksi

- Tonsilitis kronika / sering berulang.

- Tonsilitis dengan :

+ Absces peritonsilar.

+ Absces kelenjar limfe leher.

+ Obstruksi Akut jalan nafas.

+ Penyakit gangguan klep jantung.

- Tonsilitis yang persisten dengan :

+ Sakit tenggorok yang persisten.

- Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap terapi.

- Otitis Media Kronika yang berulang.

Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.

Indikasi tonsilektomi secara garis besar terbagi 2, yaitu :

1. Indikasi absolut

a. Tonsilitis akut/kronis berulang-ulang

b. Abses peritonsillar

c. Karier Difteri

d. Hipertrofi tonsil yang menutup jalan nafas dan jalan makanan

e. Biopsi untuk menentukan kemungkinan keganasan

f. Cor Pulmonale

2. Indikasi relatif

a. Rinitis berulang-ulang

b. Ngorok (snoring) dan bernafas melalui mulut

c. Cervical adenopathy

d. Adenitis TBC

18

Page 19: Laporan Kasus Tht Dan

e. Penyakit-penyakit sistemik karena Streptokokus hemolitikus: demam rematik.

Penyakit jantung rematik, nefritis, dll.

f. Radang saluran nafas atas berulang-ulang

g. Pertumbuhan badan kurang baik

h. Tonsil besar

i. Sakit tenggorokan berulang-ulang

j. Sakit telinga berulang-ulang

Secara umum dapat disebutkan indikasi tonsilektomi adalah:

1. Infeksi berulang : 3 kali dalam setahun selama 3 tahun, 5 kali setahun selama 2 tahun, 7

kali atau lebih dalam setahun atau tidak masuk kerja/sekolah lebih dari 2 minggu dalam 1

tahun karena penyakitnya itu.

2. Hipertrofi sehingga menyebabkan obstruksi saluran nafas atas (obstruksi,sleep apnea)

3. Abses peritonsilar

4. Kemungkinan keganasan, baik pembesaran unilateral atau mencari sumber primer yang

tidak dikeahui

5. Hipertrofi yang menyebabkan masalah pencernaan

6. Tonsilitis rekuren yang menyebabkan kejang demam

7. Karier difteri

Sedangkan kontraindikasi dari tonsilektomi adalah :

1. Kontraindikasi relatif

a. Palatoschizis

b. Radang akut, termasuk tonsilitis

c. Poliomyelitis epidemica

d. Umur kurang dari 3 tahun

2. Kontraindikasi absolut

a. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia

b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : DM, penyakit jantung, dan sebagainya.

19

Page 20: Laporan Kasus Tht Dan

DAFTAR PUSTAKA

1. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory Tract. th

Harrison's Principle of Internal Medicine. 16 ed. New York, NY: McGraw Hill.

2. Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Buku Ajar

Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

3. Nave H, Gebert A, Pabst. 2001. Morphology and immunology of the human palatine

tonsil. Anatomy Embryology 2004: 367-373.

4. Byron J., 2001. Laringology. Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd Edition,

New York : Lippincott Williams and Wilkins (CD-ROM).

5. Seeley, Stephens, Tate. 2004. The Special Senses. Anatomy and Physiology, Ch.15, 6th

Ed. The McGrawHill Companies, New York

6. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik

Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository. [Accessed from:

http://repository.usu.ac.id/]

7. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi, Cermin

20

Page 21: Laporan Kasus Tht Dan

Dunia Kedokteran. [Available from : http://www.cerminduniakedoteran.com]

8. Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada

Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009.

9. Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen Ed.

EMedicine.com.inc.2002 : 1 - 10

21