kasus tht heti

33
LAPORAN KASUS TONSILOFARINGITIS KRONIS Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang Disusun oleh: Hetty Dwi Putri 01.210.6180 Pembimbing: dr. Yunarti, Sp.THT-KL, MSi, Med FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2015

Upload: hetidwiputri

Post on 23-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

TONSILOFARINGITIS KRONIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu THT-KL

Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

Disusun oleh:

Hetty Dwi Putri

01.210.6180

Pembimbing:

dr. Yunarti, Sp.THT-KL, MSi, Med

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2015

IDENTITAS PENDERITA

Nama lengkap : Ny.M

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 44 tahun

Alamat : Wiroto 1/17 RT 002/V Krobokan Semarang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

No.RM : 46-94-58

ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis tanggal 13 Maret 2015 pukul 11.00 di poli THT-KL

1. Keluhan Utama : Rasa mengganjal pada tenggorokan

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan rasa mengganjal pada tenggorokan yang dirasakan terus

menerus sejak 1 bulan yang lalu dengan sebelumnya didahului gejala demam serta batuk

pilek serta adanya nyeri pada tenggorokan yang terasa sakit jika dibuat menelan makanan

atau minuman.Sudah diberi obat tetapi gejala belum berkurang dan sering kambuh

lagi.Pasien sudah mengalami kondisi ini sejak 6 bulan yang lalu.dan keluhan bertambah

berat dalam 1 bulan terakhir ini.Keluhan lain yang dirasakan adalah mulut pasien agak

berbau.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan yang sama (+),Dalam 6 bulan ini,pasien mengalamai batuk pilek sebanyak 3-4

kali,alergi makanan dan minuman (-),riwayat gastritis (-),Pasien suka mengkonsumsi

makanan berminyak dan minum air dingin

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit seperti ini (-),Riwayat suka mengkonsumsi makanan berminyak

(+),riwayat keluarga yang merokok (+)

5. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang Ibu Rumah Tangga. Biaya pengobatan menggunakan biaya

BPJS.

Kesan ekonomi: cukup.

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 13 Maret 2015

1. Status Generalisata

Kesadaran : Composmentis

Aktifitas : Baik

Status gizi : Baik

Mata : CA (-/-), SI (-/-), Sekret (-/-)

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nafas : 20x/menit

Nadi : 88x/menit

Suhu : 36,7° C

2. Status Lokalisata

a. Telinga

Telinga luar

Telinga Dextra Sinistra

Aurikula Dbn Dbn

Preaurikula Dbn Dbn

Retroaurikula Dbn Dbn

Tragus Pain (-) (-)

Nyeri tarik aurikula (-) (-)

Mastoid Nyeri ketuk (-) Nyeri ketuk (-)

Canalis Akustikus Eksterna

Canalis Akustikus Eksterna Dextra Sinistra

Mukosa hiperemis (-) (-)

Discharge (-) (-)

Serumen (+) (+)

Granulasi (-) (-)

Benda asing (-) (-)

Massa/tumor (-) (-)

Membran Timpani

Membran Timpani Dextra Sinistra

Warna Putih mengkilat Putih mengkilat

Refleks cahaya (+) (+)

Bulging (-) (-)

Perforasi (-) (-)

b. Hidung dan Sinus Paranasal

Pemeriksaan Hidung Luar

Hidung Dextra Sinistra

Bentuk Dbn Dbn

Deformitas (-) (-)

Massa (-) (-)

Radang (-) (-)

Discharge (-) (-)

Sinus Paranasal

Sinus Paranasal Dextra Sinistra

Hiperemis (-) (-)

Bengkak (-) (-)

Nyeri tekan (-) (-)

Nyeri ketuk (-) (-)

Pemeriksaan rhinoskopi anterior

Hidung Dextra Sinistra

Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konka Oedem (-) Oedem (-)

Septum deviasi (-) Deviasi (-)

Discharge (-) (-)

Massa (-) (-)

c. Tenggorokan

Rongga Mulut dan Orofaring

Lidah : kotor (-), lingua bifida (-)

Mukosa bucal : dbn

Gigi : caries dentis (-)

Palatum : merah muda

Uvula : letak ditengah (+)

Arcus faring : simetris

Massa : (-)

Faring : dinding posterior hiperemis (-), permukaan tidak

rata, granular (+)

Postnasal drip : (-)

Tonsil

Tonsil Dextra Sinistra

Ukuran T2 T3

Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kripte Melebar (+) Melebar (+)

Permukaan Tidak rata Tidak rata

Detritus (+) (+)

Peritonsil Abses (-) Abses (-)

Massa (-) (-)

d. Kepala dan Leher

Kepala : Mesocephal

Wajah : simetris (+), deformitas (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi (darah rutin, diff.count)

DIAGNOSIS BANDING

I. Tonsilofaringitis Kronik

a. Tonsilitis Kronik

b. Faringitis Kronik

DIAGNOSIS SEMENTARA

Tonsilofaringitis Kronik

RENCANA TERAPI

1. Non Medikamentosa

Edukasi:

Minum obat teratur

Perbaiki daya tahan tubuh, istirahat yang cukup, banyak minum air putih

Hindari makanan dan minuman yang mengiritasi tenggorokan

Jaga higienitas rongga mulut.

Kontrol teratur ke dr.Sp. THT-KL

2. Medikamentosa

- Anti Nyeri : Asam Mefenamat 500 mg 3x1

- Roboransia : vitamin C 100 mg 1 x1

3. ANJURAN

Tonsilektomi

4.. PROGNOSIS

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Ad Functionam : Dubia ad bonam

Ad Vitam : Dubia ad bonam

5. KOMPLIKASI

Abses peritonsiler

Oklusi tuba kronik : OMA, OMSK.

Adenotonsilitis, rhinitis kronik, sinusitis

TINJAUAN PUSTAKA

Tonsilofaringitis kronis adalah radang kronis pada tonsila palatina dan faring.

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer terdiri

atas susunan kelenjar limfa yang terdapat didalam rongga mulut, yaitu : tonsil faringeal

(adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba

eustachius (lateral band dinding faring/gerlanch’s tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air

borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.

Sedangkan faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus

(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. (THT UI, 2007).

2.2 ANATOMI TONSIL

Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan

limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin

Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan

limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3

tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer.

Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid.

Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat

orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach's).

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada dinding

lateral arofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya

yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang beijalan ke

dalam "Cryptae Tonsillares" yang beijumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla

terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang

disebut Capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah: 1.

Anterior: arcus palatoglossus

2. Posterior: arcus palatopharyngeus

3. Superior: palatum mole

4. Inferior: 1/3 posterior lidah

5. Medial: ruang orofaring

6. Lateral: kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior. A. carotis

interna terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla

Gambar 3. Tonsil Palatina

Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina

Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang terletak pada

aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasals pada bagian anterior,

kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid pada bagian lateral.

Teibentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus bertumbuh hingga

usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi

kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran

maximum adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang teijadi selama usia kanak-kanak

muncul sebagai respon multi antigen seperti. virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.

Gambar 5. Adenoid

Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot

palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pada bagian atas

fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi

penuh fossa tonsil.9

Pada bagian permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut

kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang kemudian membentuk septa. 9

Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah bawah berpisah dan

masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Plika triangularis atau plika retrotonsilaris

atau plika transversalis terletak diantara pangkal lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan

merupakan serabut yang berasal dari otot palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran

saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering teijadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau

terpotongnya pangkal lidah.9

Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A. maksilaris eksterna (A.

fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A. palatina asenden, A. maksilaris interna dengan

cabang A. palatina desenden, serta A. lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.

Arteri tonsilaris beijalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang

untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m.

Adenoid

Tonsils

konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui

bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya

ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau "lesser

palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari alas dan membentuk anastomosis

dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari

faring.9,10

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui peajalanan aliran getah bening. Aliran limfa

dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal profunda atau disebut juga deep jugular

node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.

Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui ganglion

sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaiingeus (N. IX).

Gambar 6. Pendarahan Tonsil

Gambar 7. Sistem Limfatik kepala dan leher

Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan patogen, selanjutnya

membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3 - 1 0

tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T berkurang banyak sekali pada semua

kompartemen tonsil.

Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu respon imun tahap I,

respon imun tahap n, dan migrasi limfosit. Pada respon imun tahap I teijadi ketika antigen memasuki

orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis.

Sel M tidak hanya berperan mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten

mikro intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing, limfosit dan

APC seperti makrofag dan sel dendritik

Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripte dan mencapai

daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit.

Peijalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa migrasi limfosit berlangsung terns menerus dari darah ke

tonsil melalui HEV( high endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.

It axillary glandi

TONSILITIS KRONIS

Definisi

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulang-

ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak

jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai

dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.10

Gambar 8. Tonsilitis

Etiologi

Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on Acute

Respiration Disease bekeija sama dengan Surgeon General of the Army America dimana dari 169

kasus didapatkan data sebagai berikut:

25% disebabkan oleh Streptokokus (3 hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak adanya

kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.

25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer

Streptokokus antibodi dalam serum penderita. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus,

Hemofilus influenza.

Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :10

• Rangsangan kronis (rokok, makanan)

• Higiene mulut yang buruk

• Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)

• Alergi (iritasi kronis dari allergen)

• Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

• Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.

Patologi

Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses radang berulang, maka

epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan

diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripta akan melebar.

Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang

mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas

hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada

anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.10

Manifestasi Klinis

Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang ulang,

adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada

sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin

tampak, yakni:

1.Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripta

yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.

2.Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di

dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan ditutupi eksudat yang

purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar

anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat

dibagi menjadi:10

To : Tonsil masuk di dalam fossa

Ti : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T2: 25-50%

volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T3 : 50-75% volume

tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T4 : >75% volume tonsil

dibandingkan dengan volume orofaring

Diagnosis

Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut

1.Anamnesa

Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan

dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terns

menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam

dan nyeri pada leher.

2.Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami

stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus,

kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran

klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis

dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.

3.Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab

sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti

Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.10

Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat teijadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara

hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui

adalah sebagai berikut:10 1. Komplikasi sekitar tonsila

• Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.

• Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari

penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari

infeksi gigi.

• Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh darah.

Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os

mastoid dan os petrosus.

• Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya teijadi pada anak usia 3 bulan

sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

• Kista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini

menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya

kecil dan multipel.

• Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk

bahan keras seperti kapur. 2. Komplikasi Organ jauh

• Demam rematik dan penyakit jantung rematik

• Glomerulonefritis

• Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

• Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

• Artritis dan fibrositis.

Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil

(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau terapi

konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala.

Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi tenggorokan

sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan

tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-ulang.

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam buku De

Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali

didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).

Tonsilofaringitis Kronis

Tonsilofaringitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan faring.

Definisi tonsilofaringitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 6x atau lebih

per tahun. Ciri khas dari tonsilofaringitis kronis adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik.

Tonsiltis Kronis

Etiologi

Penyebab yang tersering pada tonsilitis kronis adalah bakteri Streptococcus ß hemoliticus grup

A, selain karena bakteri tonsilitis dapat disebabkan oleh virus. Kadang-kadang tonsillitis dapat

disebabkan oleh bakteri seperti spirochaeta, dan Treponema Vincent.

Patofisiologi dan Patogenesis

Tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid

diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara

klinik kripte tampak diisi oleh detritus, proses ini berjalan terus sampai menembus kapsul dan

terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.

Gejala dan Tanda Klinik

Gejala tonsilitis kronis adalah pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan

yang tidak rata, kriptus melebar, dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang

mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.

Gambar 5. Gambaran Tonsilitis

Gambar 6. Stadium Tonsilitis

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologi x-foto soft tissue nasofaring.

2. Pemeriksaan ASTO.

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan :

1. Tanda dan gejala klinik

2. Pemeriksaan Rinoskopi anterior : untuk melihat tertahannya gerakan palatum mole pada

waktu fonasi.

3.Pemeriksaan Rinoskopi Posterior.

4. Pemeriksaan palatal phenomen.

5. X-foto Soft Tissue Nasofaring.

6. Pemeriksaan ASTO.

Terapi

Terapi tonsilitis kronis adalah terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau

obat isap. Pada keadaan dimana terdapat tonsilofaringitis kronis berulang lebih dari 6 kali per

tahun selama dua tahun berturut-turut, maka sangat dianjurkan melakukan operasi tonsilektomi

dengan cara kuretase.

Indikasi tonsilektomi :

The American Academy of Otalaryngology-Head and Neck Surgery Clinical Indicators

Compendium tahun 1995 menetapkan :

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun wal aupun telah mendapatkan terapi

yang adekuat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas,

sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.

4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil

hilang dengan pengobatan.

5. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptococcus beta

hemolyticus

6. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

7. Otitis media efusa / otitis media supuratif

Faringitis Kronis

Etiologi

Faringitis dapat disebabkan oleh virus seperti Rinovirus, bakteri Streptococcus ß hemoliticus

grup A, gonore, ataupun fungal seperti candida.

Faktor Predisposisi

Rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang

merangsang mukosa faring dan debu, dan pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena

hidungnya tersumbat

Patofisiologi dan Patogenesis

Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi peradangan atau inflamasi

lokal. Infeksi Streptococcus ß hemoliticus grup A dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang

hebat karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular. Penularan infeksi dapat melalui secret

hidung dan ludah.

Faringitis kronis terdiri dari 2 bentuk yaitu faringitis kronis hiperplastik dan faringitis kronis

atrofi.

1. Faringitis Kronis Hiperplastik

Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah

mukosa faring dan lateral band hiperplasi.

Gejala dan Tanda Klinik

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk berdahak.

Pemeriksaan

Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular.

Terapi

Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan ntras argenti

atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet

isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektran. Penyakit di hidung dan

sinus paranasal harus diobati.

2. Faringitis Kronis Atrofi

Sering timbul bersamaan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi udara pernapasan tidak

diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi

pada faring.

Gejala dan Tanda Klinik

Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulu berbau.

Pemeriksaan

Pada pemeriksaan tampak mukosa aring tertutup oleh lendir yang kental dan bila diangkat

tampak mukosa kering.

Terapi

Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronis atrofi ditambahkan obat

kumur dan menjaga kebersihan mulut.