laporan kasus tht (rhinitis alergi)

33
BAB I PENDAHULUAN Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% nya adalah sinusitis. 1

Upload: ranpss

Post on 25-Dec-2015

171 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

laporan kasus RA

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Data dari

DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-

25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah

sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh

Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit

hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005

menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% nya

adalah sinusitis.

1

BAB II

STATUS PASIEN

Nama Ko Asisten : Fakhrurrozy Nasron Tanda tangan :

No. Rekam Medik : 010881

2.1 Identitas pasien

Nama : Ny. Aliyah

Umur : 32 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Alamat : Cimayang Bogor, Jawa Barat

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 15 Desember 2014 pukul 12.00

WIB di Poliklinik THT RS Marzoeki Mahdi Bogor.

A. Keluhan Utama Sekarang :

Keluar cairan putih bening sejak ± 7 tahun sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

B. Keluhan tambahan:

- Pasien sering merasa sakit didaerah sekitar pipi

- Pasien juga mengeluh batuk

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik THT RS Marzoeki Mahdi Bogor dengan keluhan

keluar cairan berwarna putih bening sejak ± 7 tahun sebelum masuk rumah sakit

(SMRS). Pasien mengatakan cairan tidak berbau. Awalnya pasien mengeluh bersin-

bersin setelah terkena debu rumah saat menyapu dan bersih-bersih rumah. Bersin-

bersin dirasakan timbul apabila terkena debu dan udara dingin. Saat itu pasien hanya

2

mengira bahwa cairan berwarna putih yang keluar setelah pasien bersin-bersin hanya

flu biasa dan saat itu pasien hanya membeli obat pereda flu (soldetran) di apotik. Obat

tersebut dikonsumsi oleh pasien setiap hari selama 3 bulan namun tidak ada

perubahan dan keluhan dirasakan terus menerus. Saat itu pasien tidak mengeluh

adanya demam. 2 minggu yang lalu keluhan dirasakan semakin memberat saat pasien

istirahat juga sering timbul keluhan bersin-bersin dan keluar cairan tersebut. Dan saat

itu pasien merasakan berat dibagian kepala terutama kepala sebelah kanan yang

akhirnya pasien meminum obat warung (paramex) untuk meredakan keluhan tersebut.

Namun setelah minum obat tersebut pasien mengeluh bentol-bentol didaerah sekitar

mata dan membawa pasien berobat ke dokter umum. Setelah dilakukan pemeriksaan

dikatakan bahwa pasien terkena sinusitis tetapi pasien belum dilakukan foto rontgen.

Pasien tidak mengeluh adanya gangguan pada telinga.

D. Riwayat Penyakit yang pernah diderita dahulu (RPD) :

Pasien tidak memiliki keluhan yang serupa sebelumnya, riwayat hipertensi,

riwayat diabetes mellitus disangkal.

E. Riwayat kehidupan pribadi, sosial dan kebiasan :

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga yang kesehariannya sering

membersihkan rumah, pasien tidak merokok dan minum alkohol.

F. Riwayat Penyakit dalam Keluarga (RPK) :

Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Riwayat

hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi disangkal.

3

2.3 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan umum

1. Keadaan umum : Tidak tampak sakit

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Tanda vital

a. Tekanan darah : tidak di lakukan pemeriksaan

b. Nadi : tidak di lakukan pemeriksaan

c. Pernapasan : tidak di lakukan pemeriksaan

d. Suhu : tidak di lakukan pemeriksaan

Status Generalis

1. Kepala dan Wajah

Normosefali

2. Mata

Palpebra : tidak tampak oedem

Konjunctiva : tidak tampak pucat pada kedua konjuctiva

Sklera : tidak tampak ikterik

Pupil : bulat,isokor,diameter,3mm/3mm

4

Reflek cahaya : langsung : (+) / (+)

Tidak langsung : (+) / (+)

3. Telinga, Hidung, Tenggorokan

(status lokalis)

4.. Leher

Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

5. Thoraks

Tidak dilakukan pemeriksaan

6. Abdomen

Tidak dilakukan pemeriksaan

7. Ekstremitas

Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Lokalis

1. Pemeriksaan Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

Daun telinga

Bentuk telinga luar Normotia Normotia

5

Preaurikuler

Nyeri tekan tragus - -

Nyeri tarik aurikula - -

Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis

Edema - -

Retroaurikuler

Nyeri tekan retroaurikuler - -

Nyeri tekan mastoid - -

Liang telinga

Lapang Lapang Lapang

Warna epidermis Normal Normal

Serumen - -

Sekret - -

Membran timpani

Intak + +

Refleks cahaya + +

Bulging - -

Retraksi - -

Pemeriksaan Audiogram

6

Tidak dilakukan pemeriksaan

audiogram

2. Pemeriksaan Hidung

Hidung kanan Hidung kiri

Bentuk hiudng luar Normal Normal

Deformitas - -

Sinus Paranasal

Nyeri tekan - -

Rhinoskopi Anterior

Konka Eutrofi Eutrofi

Meatus nasi - -

Cavum nasi Lapang Lapang

7

Mukosa Tidak hiperemis Tidak hiperemis

Sekret - -

Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

3. Pemeriksaan Tenggorok

Kanan Kiri

Faring

Arkus faring Simetris

Permukaan faring Licin

Mukosa faring Merah muda

Dinding faring Tidak hiperemis, granula (+)

Uvula Letak ditengah

Tonsil

Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Kripta Tidak melebar Tidak melebar

Detritus - -

Eksudat - -8

2.4 Pemeriksaan Penunjang

- Foto Rontgen

- Cek lab lengkap

- Tes alergi

Hasil foto rontgen sinus paranasal tanggal 16 Desember 2014

- Tampak kesuraman pada sinus maksilaris dextra sinistra

- Dinding sinus intak, tidak tampak erosi

- Tak tampak deviasi septum nasi

- Mukosa concha nasi hypertrophy

- Pneumatisasi mastoid normal

Kesan: - Rhinitis

- Suspek sinusitis Maksilaris bilateral

9

2.5 Resume

Seorang wanita berusia 32 tahun datang dengan keluhan keluar cairan berwarna putih

benig sejak ± 7 tahun yang lalu. Cairan tidak berbau dan awalnya timbul setelah pasien

bersin-bersin bila terkena debu saat menyapu dan bersih-bersih rumah serta bila terkena

udara dingin. Pasien juga mengeluh nyeri di daerah sekitar pipi bila cairan tersebut keluar.

Keluhan dirasakan terus menerus hingga sekarang dan tidak ada perubahan. Dari

pemeriksaan fisik telinga dan hidung dalam batas normal, dari pemeriksaan tenggorok

dinding posterior tampak granula (+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan kesan

suspek sinusitis maksilaris bilateral.

2.6 Diagnosis kerja

Sinusitis maksilaris bilateral et causa alergi

2.7 Tatalaksana

Medika Mentosa

- Antibiotik

- Dekongestan

- Mukolitik

- Antihistamin

- Analgesik

- Pro nebulizer+diatermi

Non Medika Mentosa

- Edukasi pasien untuk menggunakan masker apabila membersihkan rumah

- Menjaga hygiene pasien

- Kontrol teratur ke dokter

- Menghindari makanan yang dingin, berminyak

10

2.8 Prognosis

Ad vitam : Ad Bonam

Ad functionam : Ad Bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

11

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Pengertian Sinusitis

Sinusitis adalah inflamasi atau peradangan pada mukosa sinus paranasal. Sinus paranasal

merupakan rongga-rongga yang berisi udara terletak di sekitar rongga hidung, sinus-sinus ini

dilapisi membran mukosa berupa epitel torak bertingkat semu bersilia dan sel-sel goblet. Sel-sel

goblet dan kelenjar seromukosa di tunika propia memproduksi palut lendir (mucous blanket)

yang menyelimuti seluruh mukosa. Sinus maksila yang normal akan memperbaharui palut lendir

setiap 20-30 menit. Sistem mukosilier terdiri dari gabungan epitel bersilia dan palut lendir,

fungsinya untuk proteksi dan kelembaban udara inspirasi. Debu dan patogen yang melekat pada

palut lendir ini, akan terpapar pada sel mast, lekosit PMN, eosinofil, lisozim, imunologlobulin G

dan interferon. Palut lendir ini akan didorong oleh silia menuju ostium alami. Vaskularisasi sinus

berasal dari a. Karotis interna dan ekterna. Sistem vena dan limfatiknya melalui ostium sinus

bergabung dengan sisitem vena dan sistem limfatik kavum nasi.1 Peradangan atau kondisi alergi

pada kavum nasi dimana terjadi kongesti vena atau limfatik akan menyebabkan kongesti sinus

sehingga terjadi kegagalan drainase moucus. Sinus paranasal berjumlah empat pasang yaitu :

1. Sinus frontalis.

2. Sinus ethmoidalis anterior dan posterior

3. Sinus maksilaris.

4. Sinus sphenoidalis.

12

Sinus paranasal dibagi dalam dua kelompok yaitu grup anterior dan grup posterior. Grup anterior

terdiri dari sinus frontalis, sinus maksilaris dan sinus ethmoidalis anterior, sedangkan grup

posterior terdiri dari sinus ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis. Sinus grup anterior

bermuara di meatus media dan sinus grup posterior bermuara di meatus superior. Di meatus

media terdapat celah-celah sempit yang mudah mengalami penyumbatan, daerah tersebut disebut

komplek osteo-meatal yung terdiri dari resesus frontal, infundibulum dan bulaetmoid.

4.2 Klasifikasi Sinusitis

Sinusistis dibagi emapat katagori yaitu sinusistis akut, subakut, kronis dan berulang. Bila

sinusitis berlangsung kurang dari 4 minggu, disebut sinusitis akut. Bila berlangsung lebih dari 4

minggu, tetapi kurang dari 12 minggu disebut sinusitis subakut. Kalau gejala berlangsung lebih

dari 12 minggu disebut sinusitis kronik. Bila sinusitis akut kambuh 4kali  atau lebih dalam

setahun disebut sinusitis berulang.2

Kalau dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat

tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusutis subakut, bila tanda akut sudah reda dan perubahan

histologik mukosa sinus masih reversibel dan disebut sinusitis kronik, bila perubahan histologik

mukosa sinus sudah ireversibel, mesalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi.

13

4.3 Patofisiologi Sinusitis

Proses terjadinya sinusitis diawali oleh adanya oklusi atau penyumbatan ostium sinus

yang akan menghambat ventilasi dan drainase sinus sehingga terjadi penumpukan sekret dan

mengakibatkan penurunan oksigenisasi serta tekanan udara di rongga sinus. Penurunan

oksigenisasi sinus akan menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob.Tekanan dalam rongga sinus

yang menurun pada akan menimbulkan rasa nyeri di daerah sinus yang terkena sinusitis. Karena

ventilasi terganggu, PH dalam sinus akan menurun dan hal ini akan menyebabkan silia menjadi

hipoaktif dan mukus yang diproduksi menjadi lebih kental. Bila sumbatan berlanjut akan terjadi

hipoksia dan retensi mukus  yang merupakan kondisi ideal untuk tumbuhnya kuman patogen.

Infeksi dan toksin bakteri selanjutnya akan mengganggu fungsi mukosa karena menimbulkan

inflamasi pada lamina propia dan mukosa menjadi bertambah tebal yang kemudian memperberat 

terjadinya oklusi, sehingga terjadi semacam lingkaran setan.

Sinus grup anterior lebih sering terkena sinusitis karena di meatus media terdapat celah-celah

sempit yang mudah mengalami penyumbatan, daerah tersebut disebut komplek osteomeatal yung

terdiri dari resesus frontal, infundibulum dan bulaetmoid. Permukaan mukosa di daerah

osteomeatal komplek berdekatan satu sama lain, bila terjadi edema maka mukosa yang

berhadapan pada daerah sempit ini akan menempel erat atau kontak sesamanya sehingga silia

tidak dapat bergerak dan mukus tidak dapat dialirkan dan pada saat yang bersamaan dapat terjadi

edeme serta oklusi ostium sinus grup anterior yang merupakan awal dari proses terjadinya

sinusitis. Khusus untuk sinus maksilaris dasarnya berbatasan dengan akar gigi premolar I sampai

14

molar III atas dan bila terjadi infeksi pada gigi tersebut dapat menyebar ke sinus maksila dan

biasanya unilateral.

Beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya sinusitis :3

1. Alergi

2. Varian anatomi

3. Infeksi

4. Tumor nasal

5. Polip

6. Defisiensi immun

7. Kelainan mukosiliar

8. Iritasi polusi udara

9. Trauma maxilofacial

Beberapa kuman yang sering ditemukan pada pasien sinusitis,

1. Sinusitis akut dan sinusitis berulang :4

-          Streptococcus pneumoniae

-          Moraxella catarrhalis

-          Haemophilus influenzae

15

-          Staphylococcus aureus

2. Sinusitis kronis :

-          Staphylococcus aureus

-          Streptococcus pneumonia

-          Haemophilus influenzae

-          Pseudomonas aeruginosa

-          Peptostreptococcus Sp

-          Aspergilus Sp

 

4.4  Pengelolaan

1.      Sinusitis akut

Gejala subjektif

Terdapat gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu; gejala lokal pada hidung terdapat

ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Hidung

tersumbat, gangguan penciuman, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, kadang-kadang

dirasakan di tempat lain karena nyeri alih. Pada sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak mata

dan kadang-kadang menybar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di

dahi dan di depan telinga.

16

Pada sinusitis etmoid rasa nyeri dirasakan di pangkal hidung , kantus medius, bola mata

atau di belakangnya, dan nyeri bertambah bila mata digerakan. Nyeri alih dirasakan di pelipis.

Pada sinusitis frontal rasanyeri terlokalisir di dahi atau dirasakan di seluruh kepala.

Pada sinusitis sfenoid rasa nyeri di verteks, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah

mastoid. Gejala pada sinusitis akut biasanya didahului pilek yang tidak sembuh dalam waktu

lebih dari 5 – 7 hari. Bisa juga disertai batuk terutama pada malam hari.

Gejala obyektif

Pada sinusitis akut tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis maksila

pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi di dahi dan kelopak

mata atas, pada sinusitis etmoid jarang ada pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.

Pada rinoskopi anterior mukosa konka tampak hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila,

sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius,

sedangkan pada sinusitia etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus

superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.

Pemeriksaan radiologik posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau

penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.

Pemeriksaan mikrobiologik

17

Pada pemeriksaan mikrobiologik dari sekret di rongga hidung terutama dari meatus

media atau superior ditemukan bakteri flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti

pneumococcus, Streptococcus, Stafilococcus dan hemophilus influenza.

 

Terapi

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari. Beberapa antibiotik

yang direkomendasikan untuk sinusitis akut adalah Amoxicillin, Amoxicillin-clavulanate,

cefpodoxime proxetil dan cefuroxim, Trimethoprim-sulfamethoxazole, clarithromycin dan

Azithomycin.       

Jika obat-obatan garis depan tersebut di atas mengalami kegagalan dan kurang

memberikan respon dalam waktu 72 jam pada terapi awal, maka pemberian antibiotik dengan

spektrum lebih luas bisa dipertimbangkan. Ini termasuk fluoroquinolone generasi lebih baru,

gatifloxacin, moxifloxacin dan lefofloxaci.

Selain antibiotik dapat diberikan decongestan untuk memperlancar drainase sinus,

analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri dan mukolitik untuk mengurangi kekentalan mukus.

Bila ada rinitis alergi dapat diberikan antihistamin. Pemberian kortikosteroid tidak

direomendasikan pada sinusitis akut.

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila ada komplikasi ke

orbita atau intrakranial; atau ada nyeri yang hebat karena ada sekret yang tertahan oleh

sumbatan.

2.      Sinusitis subakut18

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya tanda-tanda radang akutnya (demam, sakit

kepala, nyeri tekan) sudah reda.

Pada rinoscopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau superior. Pada rinoskopi

posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transluminasi tampak sinus

yang sakit suram atau gelap. Terapinya diberikan antibiotik bersepektrum luas, atau sesuai tes

resistensi kuman, selama 10 – 14 hari. Juga diberikan dkongestan, analgetik, mukolitik dan

antihistamin bila ada alergi.

Dapat juga dilakukan tindakan diatermi dengan sinar gelombang pendek, sebanyak 5 sampai 6

kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka

dilakukan pencucian sinus.

Tindakan intranasal lain yang mungkin perlu dilakukan antara lain operasi koreksi septum bila

terdapat devisiasi sevtum, pengangkatan polip dan konkotomi bila ada hipertofi konka.

Prinsipnya supaya drainase sekret menjai lancar.

3.      Sinusitis kronik

Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam beberapa aspek, umumnya sukar sembuh

dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor

predisposisinya.

Gejala subjektif

Gejala subjektif bervariasi, dari ringan sampai berat :

-          gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan nasofaring

19

-          gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman di tenggorok

-          gejala telinga, berupa pendengaran terganggu, oleh karena      tersumbatnya tuba

Eustachius

-          nyeri kepala

-          gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-   lakrimalis

-          gejala saluran napas berupa batuk, dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru,

berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis

-          gejala di saluran cerna, oleh karena mucopus yang tertelan. Dapt terjadi gastroenteritis.

Kadang-kadang gejala sangat ringan, hanya terdapat sekret di nasofaring yang

menggangu pasien. Sekret di nasofaring (post nasal drip) yang terus menerus akan

mengakibatkan batuk kronik.

Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya pada pagi hari, dan akan berkurang atau

menghilang setelah siang hari.

Gejala objektif

Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak

terdapat pembengkakan muka. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen

dari meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di

nasofaring atau turun ke tenggorok.

Pemeriksaan mikrobiologik

20

Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, yaitu kumam aerob dan

kuman anaerob.

Pemeriksaan penunjang berupa trasluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, pemeriksaan

radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan histologik dari jaringan

yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior

dengan menggunakan naso-endoskopi dan pemeriksaan CT Scan.

Terapi

Terapi medis harus melibatkan antibiotik dengan spektrum luas, dan steroid itranasal

topikal untuk mengobati komponen inflamasi yang kuat dari penyakit ini. Antibiotik yang

menjadi pilihan diantaranya amoxicillin-clavulanate, Clindamycin, Cefpodoksime proxetil,

cefuroxime, gativloxacin, moxifloxacin, dan levofloxacin. Juga diberikan dekongestan,

mukolitik dan antihistamin bila ada rinitis alergi dan dapat juga dibantu dengan diatermi.

Berbeda dengan sinusitis akut yang biasanya segera senbuh dengan pengobatan yang tepat,

penyakit sinusitis kronis atau sinusitis akut berulang sering kali sulit disembuhkan dengan

pengobatan konservatif biasa.5

Dahulu, bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan operasi radikal pada sinus yang

terkena antara lain etmoidektomi intra nasal, yang merupakan operasi yang berbahaya karena

dilakukan secara membuta, dan banyak komplikasi berbahaya karena sinus etmoid terletak di

midfasial yang berhubungan dengan struktur-struktur penting seperti orbita, otak, sinus

kavernosus dan kelenjar hipofisis.

21

Berdasarkan penemuan baru dari Messerklinger mengenai patofisiologi sinusitis disertai

bantuan pemeriksaan radiologi canggih yaitu CT scan, maka teknik operasi lama ditinggalkan

dan dikembangkan teknik baru yaitu Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau lebih

dikenal dengan Fungsional Endoscopic Sinus urgery (FESS).

Perinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan KOM ini sehingga nantinya tidak ada

lagi hambatan ventilasi dan drainase. Keuntungan BSEF ialah tindakan ini biasanya sudah cukup

untuk menyembuhkan kelainan sinus yang berat-berat sehingga tidak perlu tindakan radikal.

4.5 Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.

Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akuat atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi

akut.

Komplikasi yang dapat terjadi ialah :

1. Osteomielitis dan abses subperiostal

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan sinus maksila.

2. Kelainan orbita

Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi

terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainannya dapat berupa edema palpebra,

selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus

kavernosus.

3. Kelainan intrakranial

22

Meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.

4. Kelainan paru

Bronkitis kronis, bronkietasis dan dapat juga timbul asma bronckial.

23

BAB V

ANALISA KASUS

24

7 tahun yang lalu keluar cairan berwarna putih bening, tidak berbau

Awalnya keluhan bersin-bersin setelah pasien bersih-bersih rumah dan bila terkena udara dingin

Merupakan faktor terjadinya sinusitis

Cairan berwarna putih bening Hipersekresi mucus dikarenakan ada reaksi

akibat pajanan debu secara terus menerus

Pasien juga mengeluh nyeri didaerah maksilla Tekanan rongga sinus yang menurun

sehingga timbul nyeri

Sumbatan pada ostium sinusMenghambat ventilasi dan drainase sehimgga terjadi penumpukan sekret

Gangguan oksigenasi dan penurunan tekanan rongga sinus Nyeri

DAFTAR PUSTAKA

1. Darmayanti, Endang. Sinus Paranasal, dalam : Efiaty. Nurbaiti editor. Buku Ajar Ilmu

Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5. Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115-119.

2. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis, dalam Eviati Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Balai Penerbit FK UI.

Jakarta, 2002: 121-125.

3. Peter A. Hilger, MD. Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti,

editor. BOEIS, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta. 1997.

241-258.

4. Ballenger, J,J. Infeksi Sinus Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga, Hidung dan

Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 13(1). Binaputra Aksara. Jakarta. 1994: 232-241.

5. Cody. R et all. Sinustis dalam: Andrianto P, editor. Penyakit Telinga Hidung dan

Tenggorokan. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1993: 229-241.

25