done bab iii landasan teorithesis.binus.ac.id/doc/bab3/bab 3__10-75.pdf · pos-pos seperti nilai...
TRANSCRIPT
36
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 EKUITAS PEMEGANG SAHAM : MODAL PERSEROAN dan
LABA DITAHAN
3.1.1 MODAL PERSEROAN
Ekuitas pemilik dalam perseroan didefinisikan sebagai ekuitas
pemegang saham (shareholders equity), atau modal perseroan. Tiga
kategori berikut ini biasanya muncul sebagai bagian dari ekuitas
pemegang saham yaitu:
1. Modal Saham
2. Tambahan Modal Disetor
3. Laba Ditahan
Dua kategori yang pertama, yaitu modal saham dan tambahan
modal disetor, merupakan modal (disetor) kontribusi. Laba ditahan
merupakan modal yang diperoleh perusahaan. Modal kontribusi (modal
disetor) (Contributed/paid-in capital) adalah total jumlah yang disetorkan
ke modal saham-jumlah tersebut diberikan oleh pemegang saham kepada
perseroan untuk digunakan dalam bisnisnya. Modal kontribusi meliputi
pos-pos seperti nilai pari dari semua saham yang beredar dan agio
dikurangi dis agio atas penerbitan saham itu. Modal yang dihasilkan
36
37
(earnd capital) adalah modal yang dikembangkan jika bisnis berjalan
dengan menguntungkan; modal initerdiri dari semua laba yang tidak
dibagi yang tetap diinvestasikan dalam perusahaan.
Ekuitas pemegang saham adalah perbedaan antara aktiva dan
kewajiban perusahaan. Oleh karena itu, kepentingan pemilik atau
pemegang saham dalam perusahaan seperti Walt Disney Co. Merupakan
suatu kepentingan residu ((residual interest).. Ekuitas pemilik atau
pemegang saham (stockholders’ /owner’ equity) merupakan kontribusi
kumulatif bersih oleh pemegang saham ditambah laba yang telah ditahan.
Sebagai kepentingan residu, ekuitas pemegang saham tidak memiliki
eksistensi diluar aktiva dan kewajiban perusahaan Disney – ekuitas
pemegang saham sama dengan aktiva bersih. ekuitas pemegang saham
bukan merupakan klaim atas aktiva khusus tetapi klaim atas bagian dari
total aktiva. Jumlahnya tidak dapat ditentukan secara spesifik atau tetap,
karena hal itu tergantung pada profitabilitas perusahaan Disney. Ekuitas
pemegang saham bertambah jika perusahaan memperoleh keuntungan,
dan menurun atau hilang jika perusahaan mengalami kerugian”.9
Struktur permodalan perusahaan
a. Modal Dasar (Authorized Capital)
Merupakan jumlah modal maxsimum saham yang dapat
diterbitkan oleh emiten sesuai dengan anggaran dasar perseroan.
Untuk merubah modal dasar, emiten harus merubah anggaran dasar
9 Donald E. Kieso Jerry J. Weygandt Ferry D. Warfield :Akuntansi Intermediate, Edisi ke-12, Jilid, Tahun 2007, hal 305
38
melalui Rapat Umum Pemegang Saham dan disahkan oleh Menteri
Kehakiman.
b. Modal Ditempatkan (Subscribe Capital)
Merupakan sebagian dari Modal Dasar yang telah ditentukan
kepemilikannya, namun tidak menjamin bahwa pemiliknya telah
menyetor seluruh kewajibannya.
c. Modal Disetor (paid Up Capital)
Merupakan modal ditempatkan yang telah disetorkan oleh
para pemegang saham. Bilamana seluruh modal ditempatkan telah
disetor seluruhnya oleh para pemegang sahamnya, maka biasanya
dinyatakan sebagai Modal ditempatkan dan disetor penuh (Subscribed
and paid in capital). Untuk perusahaan yang akan Go Public
(menawarkan sahamnya di bursa), Modal ditempatkan wajib untuk
disetor seluruhnya.
d. Modal Dalam Portepel
Biasanya tidak tercantum dalam neraca, adalah merupakan
selisih antara Modal Dasar dengan Modal Ditempatkan.
e. Agio Saham
Selisih antara setoran pemegang saham dengan nilai nominalnya.
Contoh : PT. Bank Negara Indonesia menawarkan kepada masyarakat
untuk memiliki saham perusahaan yang bernilai nominal Rp. 500,- per
saham dengan harga penawaran Rp. 850,- per saham. Hal ini berarti
setelah penawaran umum PT. BNI’46 akan memiliki Agio Saham
39
sebesar Rp. 350,- per lembar saham. Dan jika saham baru yang
dikeluarkan adalah 200 juta lembar, maka Agio Sahamnya akan
menjadi Rp. 70 milyar.
f. Laba Ditahan (Retained Earning)
Merupakan penjumlahan laba yang tidak dibagikan sebagai
deviden dari tahun - tahun sebelumnya sampai sekarang. Saldo laba
tidak dibagi sewaktu-waktu dapat diminta sebagai deviden oleh
pemegang sahamnya melalui Rapat Umum Pemegang Saham.10
3.1.2. JENIS-JENIS SAHAM
Perseroan terbatas (PT) dapat menerbitkan satu jenis saham atau
lebih. Bila perseroan hanya menerbit satu jenis saham saja, maka saham-
saham yang diterbitkan itu saham biasa. Jenis-jenis saham yang dapat
diterbitkan oleh perseroan pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua
kelompok, yaitu:
1. Dilihat dari ada/tidaknya nilai nominal aham, maka terdapat dua
jenis saham, yaitu :
a. Saham dengan nilai nominal (par stock), yaitu saham yang
padanya tercantum adanya nilai nominal.
b. Saham tanpa nilai nominal (par stock), yaitu saham yang
padanya tidak tercantum adanya nilai nominal. 10 karun99oni.wordpress.com/2008/01/08/beberapa-istilah-penting-saham/
40
2. Dilihat dari hak yang melekat pada saham, maka terdapat dua jenis
saham yaitu:
a. Saham biasa (commo stock), yaitu saham yang tidak mempunyai
hak istimewa dalam hal pembagian deviden dan pembagian
kekayaan perusahaan bila perusahaan dilikuidasi. Pembagian hal
untuk saham bisa dilakukan belakangan setelah pembagian hak
saham prioritas.
b. Saham prioritas (prefered stock), yaitu saham yang mempunyai
hak istimewa untuk didahulukan dalam pembagian deviden atau
pembagi kekayaan perusahaan bila dilikuidasi. Deviden saham
prioritas dinyatakan dengan persen tertentu dari nilai nominal
saham. Saham prioritas masih dapat dibedakan dalam beberapa
jenis, yaitu:
1. Dilihat dari bisa/tidaknya dikonversikan menjadi saham
biasa, maka terdapat dua saham prioritas, yaitu; 1) saham
prioritas yang dapat dikonversikan menjadi saham biasa
(convertible prefered stock), dan 2) saham prioritas yang
tidak bisa dikonversikan menjadi saham biasa (unconvertible
prefered stock).
2. Dilihat dari kumulatif tidaknya, maka terdapat dua jenis
saham prioritas, yaitu; 1) saham prioritas kumulatif, dan 2)
saham prioritas tidak kumulatif. Saham prioritas kumulatif
adalah saham prioritas yang mempunyai hak untuk
41
dibayarkan terlebih dahulu dalam hal pembagian deviden
atau kekayaan perusahaan bila dilikuidasi. Bila deviden
untuk suatu periode tidak dapat dibayarkan maka deviden
tersebut harus dibayarkan terlebih dahulu pada periode
berikutnya. Sedangkan saham prioritas tidak kumulatif akan
mendapatkan pembagian deviden atau kekayaan perusahaan
bila dilikuidasi setelah dibayarkannya seluruh hak saham
prioritas kumulatif, dan apabila deviden tersebut tidak perlu
dibayar pada periode berikutnya (hangus).
3. Dilihat dari patisipasi tidaknya maka terdapat 2 jenis saham
prioritas, yaitu; 1) saham prioritas tidak berpatisipasi, dan 2)
saham prioritas berpatisipasi.
Saham prioritas yang dinyatakan tidak berpartisipasi
akan menerima deviedn hanya sebesar persentae yang telah
dinyatakan dalam lembar saham. Sedangkan saham prioritas
yang dinyatakan berpartisipasi disamping berhak menerima
deviden sebesar persentase yang tercatum dalam lembar
saham juga berhak atas sisa deviden setelah dibayarkn
deviden saham biasa sebesar prosentase saham prioritas.
Besarnya tambahan hak atas sisa tergantung pada besarnya
pernyataan tingkat pertisipasi saham prioritas yang
bersangkutan. Misalnya dinyatakan berpartisipasi penuh,
maka saham prioritas akan mendapatkan hak yang sama
42
dengan saham biasa. Atau misal dinyatakan berpartisipasi
sebagian (misalnya 15%), maka disamping mendapatkan hak
deviden sebesar presentase yang dinyatakan juga berhak atas
sisa sehingga keseluruhan penerimaan hak deviden sebesar
tingkat partisipasinya”.11
3.1.3. LABA DITAHAN
Sumber dasar laba ditahan (retained earnings) - laba yang
ditahan untuk digunakan dalam bisnis aktivitas bisnis adalah laba
operasi. Pemegang saham akan menanggung resiko terbesar dalam
operasi perusahaan dan memikul setiap kerugian atau mendapat
keuntungan dari aktivitas perusahaan. Setiap laba yang tidak dibagikan
kepada para pemegang saham akan menjadi tambahan ekuitas pemegang
saham. Laba bersih berasal dari berbagai sumber laba yang dapat
dipertimbangkan, termasuk dari operasi utama perusahaan (seperti
manufaktur dan penjualan produk tertentu), ditambah setiap kegiatan
yang bersifat meniadakan (seperti menghapus penyewaan ruang kantor
yang tidak terpakai), ditambah hasil dari pos-pos luar biasa serta tidak
biasa lainnya. Semua hal ini dapat menambahkan laba bersih yang
kemudian akan meningkatkan laba ditahan. Pos-pos umum yang
menaikan atau menurunkan laba ditahan digambarkan dalam akun
berikut ini : 11 Amad Syafei’i Syakur, Intermediate Accouting, hal 332.
43
Retained Earnings 1 Net loss 1 Net income
2 Prior period adjustment (error corrections) 2
Prior period adjustment (error corrections)
And certain changes in accounting principle
and certain changes in accounting principle
3 Cash or scrip dividends 3Adjustment due to quasi-reorganization.
4 Stock dividends 5 Some treasury stock transactions Sumber : Kieso, Weygandt & Warfield : Intermidiate Accounting, Weley & Sons. Edisi ke-10, tahun 2001, hal. 812.
3.1.4. DIVIDEN
Kebijakan dividen merupakan salah satu faktor penting yang
harus diperhatikan oleh manajemen dalam mengelola perusahaan. Hal
ini karena kebijakan dividen memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap banyak pihak, baik perusahaan yang dikelola itu sendiri,
maupun pihak lain seperti pemegang saham dan kreditur. Bagi
perusahaan, pembagian dividen akan mengurangi kas perusahaan
sehingga dana yang tersedia untuk membiayai kegiatan operasi maupun
investasi akan berkurang. Bagi pemegang saham, dividen merupakan
44
satu bentuk pengembalian atas investasi mereka. Sedangkan bagi
kreditur, pembagian dividen merupakan salah satu signal positif bahwa
perusahaan mempunyai kemampuan untuk membayar bunga dan pokok
pinjaman. Masyarakat umum juga memandang bahwa perusahaan yang
mampu membayar dividen sebagai perusahaan yang memiliki
kredibilitas.
Mengingat dampak yang signifikan tersebut maka rencana
pembagian dividen oleh manajemen harus didasari dengan pertimbangan
yang seksama, yaitu dengan memperhatikan sekurang-kurangnya aspek
keuangan dan aspek hukum. Aspek keuangan wajib diperhatikan karena
pembagian dividen tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor keuangan
yang antara lain mencakup kemampuan keuangan perusahaan, proyeksi
usaha perusahaan dan harapan pemegang saham secara ekonomi untuk
mendapatkan tingkat pengembalian dari investasi mereka. Aspek hukum
wajib diperhatikan karena pembagian dividen harus dilaksanakan sesuai
dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku. Meskipun
tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan pemegang saham, namun
apabila pembagian dividen dilaksanakan tanpa memperhatikan
ketentuan yang berlaku maka dapat berdampak negatif baik bagi
manajemen dan perusahaan, maupun bagi pemegang saham.
45
A. Aspek Keuangan
Berikut ini adalah beberapa hal terkait dengan aspek keuangan yang
harus diperhatikan dalam melakukan kebijakan dividen.
Likuiditas perusahaan
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh
kewajiban jangka pendek ataupun mendanai kegiatan operasional perusahaan.
Semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan semakin tinggi pula
kemampuan perusahaan tersebut melakukan pembagian dividen tunai.
Sebaliknya, semakin rendah likuiditas perusahaan semakin kecil kemampuan
perusahaan untuk memberikan dividen tunai.
Tingkat pertumbuhan perusahaan
Tahapan perkembangan suatu perusahaan dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok, antara lain growth, mature, dan decline. Pada tahap growth,
perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, baik melalui ekspansi
maupun aksi korporasi lainnya. Pada tahap ini perusahaan membutuhkan dana
yang besar untuk menopang tingkat pertumbuhan tersebut. Oleh karena itu, dalam
hal manajemen memandang bahwa perusahaan memiliki atau berpotensi untuk
memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi maka alokasi kelebihan dana ditujukan
pertama kali untuk menunjang pertumbuhan tersebut. Sebaliknya jika manajemen
memandang bahwa perusahaan berada pada tahap mature atau decline maka akan
46
lebih bermanfaat untuk melakukan pembagian dividen yang lebih tinggi.
Preferensi pemegang saham: dividen vs capital gain
Preferensi pemegang saham, apakah lebih memilih dividen atau capital
gain, merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan oleh manajemen dalam
memutuskan untuk membagi dividen. Hal ini karena keuntungan yang diperoleh
pemodal atas investasi pada saham selalu berasal dari salah satu atau kedua hal
tersebut. Berbeda dengan dividen yang merupakan pengembalian dari perusahaan,
capital gain adalah pengembalian yang didapat pemegang saham dari
perdagangan atas saham yang dimilikinya. Seorang pemodal akan menikmati
keuntungan berupa capital gain apabila harga jual saham lebih tinggi dari harga
belinya. Sebaliknya, pemodal tersebut akan mengalami kerugian, atau capital loss,
apabila harga jual saham lebih rendah dari harga belinya.
Harga pasar saham
Harga pasar saham juga merupakan hal yang relevan untuk diperhatikan
oleh manajemen dalam menentukan kebijakan dividen. Dalam hal manajemen
merasa bahwa sahamnya tidak likuid karena harga pasar yang sangat tinggi, maka
manajemen dapat memutuskan untuk melakukan pembagian dividen dalam
bentuk saham. Pembagian dividen saham dapat memberikan beberapa keuntungan
bagi perusahaan seperti saham perusahaan akan menjadi lebih likuid dan
kewajiban pembayaran dividen dapat terpenuhi tanpa mengurangi kas perusahaan.
47
Namun demikian bukan berarti tidak terdapat risiko dalam melakukan
pembagian dividen saham. Penambahan jumlah saham beredar memang
menyebabkan saham yang tidak likuid karena harga yang terlalu tinggi menjadi
lebih likuid. Namun apabila penambahan saham tersebut terlalu besar maka nilai
saham tersebut bisa menjadi sangat rendah sehingga dapat merugikan pemegang
saham. Dalam hal manajemen memandang bahwa harga pasar saham terlalu
rendah maka manajemen dapat melakukan pembelian kembali (buy back) saham.
Dengan buy back saham, maka saham yang beredar di pasar akan semakin
berkurang sehingga harganya akan meningkat. Dengan peningkatan harga
tersebut maka buy back saham akan memberikan keuntungan bagi pemegang
saham dalam bentuk capital gain.
Dalam prakteknya, faktor-faktor yang terkait dengan aspek keuangan
tersebut di atas tidak berdiri sendiri akan tetapi saling terkait. Sebagai contoh,
walaupun perusahaan mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, manajemen
dapat memutuskan untuk melakukan pembagian dividen yang tinggi. Hal ini
dimungkinkan misalnya jika perusahaan mempunyai akses yang baik pada pasar
keuangan dimana kebutuhan dana dapat terpenuhi melalui penerbitan efek
ataupun pinjaman. Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan yang memiliki
banyak kewajiban. Perusahaan dapat melakukan perpanjangan kewajiban tersebut
ataupun dengan melakukan konversi hutang menjadi modal sehingga kebutuhan
dana untuk pembayaran kewajiban menjadi lebih rendah.
48
B. Aspek Hukum
Disamping memperhatikan aspek keuangan, pembagian dividen juga
harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di Indonesia, peraturan
perundang-undangan yang perlu diperhatikan dalam pembagian dividen adalah
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan bagi
perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia juga wajib memperhatikan
Peraturan Bursa Efek Indonesia No. II-A tentang Perdagangan Efek. Pada intinya
peraturan-peraturan tersebut dimaksudkan sebagai bagian dari perlindungan
modal perusahaan, keterbukaan informasi bagi pemegang saham dan kesempatan
bagi pemodal untuk memperdagangkan saham-saham yang mengandung dividen
(setelah RUPS memutuskan untuk membagi dividen sampai dengan tanggal
daftar pemegang saham yang berhak menerima dividen).
Berikut ini adalah beberapa hal terkait dengan aspek hukum yang
perlu diperhatikan oleh manajemen dalam melakukan pembagian dividen.
Kondisi yang harus dipenuhi untuk membagi dividen
Sehubungan dengan kondisi yang harus dipenuhi dalam membagi
dividen, terdapat persyaratan yang berbeda bagi dividen yang dibagikan setelah
tahun buku berakhir dengan dividen yang dibagikan sebelum tahun buku
Perseroan berakhir (untuk selanjutnya dividen yang dibagikan sebelum tahun
buku berakhir disebut dengan dividen interim).
49
1. Dividen setelah tahun buku berakhir
Dalam melakukan pembagian dividen setelah tahun buku berakhir,
Perseroan harus memenuhi 2 (dua) persyaratan. Pertama, Perseroan wajib
memiliki saldo laba yang positif. Kedua, Perseroan wajib memiliki cadangan
yang mencapai paling sedikit 20% dari jumlah modal yang ditempatkan
dan disetor.
Kewajiban untuk memiliki saldo laba positif ini diatur dalam ayat 3
pasal 7 Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. Kewajiban ini dipertegas
dalam penjelasan ayat tersebut yang menyatakan bahwa “dalam hal laba
bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan belum seluruhnya menutup
akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya, Perseroan tidak
dapat membagikan dividen karena Perseroan masih mempunyai saldo laba
bersih negatif”. Adapun kewajiban untuk memiliki cadangan paling sedikit
20% dari jumlah modal yang disetor dan ditempatkan diatur dalam ayat 3
pasal 70 Undang-Undang tentang PerseroanTerbatas. Kedua persyaratan
tersebut terkait dengan logika bisnis yang normal, dimana perusahaan hanya
dapat membagi laba apabila memang memiliki saldo laba dan dalam
rangka menutup kerugian yang mungkin dialami dimasa yang akan
datang maka perusahaan harus menyisihkan sebagian keuntungannya
sebagai cadangan.
2. Dividen Interim
50
Dalam melakukan pembagian dividen interim, maka disamping
wajib memenuhi 2 (dua) persyaratan yang berlaku dalam pembagian dividen
setelah tahun buku berakhir, Perseroan juga wajib memenuhi 3 (tiga)
persyaratan berikut. Pertama, pembagian dividen interim diatur dalam
anggaran dasar Perseroan. Kedua, pembagian dividen interim tidak
menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil daripada
jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib. Ketiga,
pembagian dividen interim tidak mengganggu atau menyebabkan Perseroan
tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu
kegiatan Perseroan.
Terkait dengan kondisi yang wajib dipenuhi dalam melakukan
pembagian dividen, walaupun perusahaan bersaldo laba negatif tidak dapat
membagi dividen bukan berarti manajemen harus menunggu sampai laba
bersih perusahaan cukup banyak untuk menutup saldo laba negatif tersebut.
Perusahaan dapat menutup saldo laba negatif tersebut dengan melakukan
Kuasi Reorganisasi. Melalui Kuasi Reorganisasi ini seluruh aktiva dan
kewajiban perusahaan dinilai kembali dan selisih penilaian kembali tersebut
digunakan untuk menutup saldo laba negatif. Kuasi Reorganisasi ini diatur
dalam Peraturan Bapepam No.IX.L.1 tentang Kuasi Reorganisasi.
51
Persetujuan Organ Perseroan
Seperti halnya dengan kondisi yang harus dipenuhi oleh Perusahaan untuk
melakukan pembagian dividen, ketentuan mengenai organ perseroan yang berhak
menyetujui pembagian dividen juga dibedakan antara pembagian dividen setelah
tahun buku berakhir dan dividen interim.
Pembagian dividen setelah tahun buku berakhir wajib mendapat
persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham terlebih dahulu. Sedangkan
pembagian dividen interim, sepanjang memenuhi kondisi yang telah disebutkan
pada butir i di atas, cukup ditetapkan berdasarkan keputusan direksi setelah
memperoleh persetujuan Dewan Komisaris. Dalam hal setelah tahun buku
berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, maka dividen interim yang telah
dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseoan. Apabila
pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim tersebut, maka
Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas
kerugian Perseroan yang diderita sebagai akibat dari pembayaran dividen interim.
Adapun alasan pembagian dividen interim dapat dilakukan cukup dengan
keputusan direksi adalah karena sumber dananya hanya berasal dari laba bersih
tahun yang sedang berjalan sehingga jumlahnya lebih terbatas.
Jadwal pembagian dividen
Untuk perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, setelah rencana
pembagian dividen mendapat persetujuan RUPS maka manajemen wajib
menyampaikan laporan mengenai hasil RUPS yang memuat keterangan-
52
keterangan mengenai pembagian dividen kepada Bursa dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 2 (dua) hari bursa setelah RUPS diselenggarakan. Dalam hal
Perseroan bermaksud untuk membagikan dividen interim maka wajib
menyampaikan hasil rapat direksi yang menyangkut pembagian dividen interim
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) hari bursa setelah rapat direksi
dimaksud.
Selanjutnya bursa akan mengumumkan hasil RUPS atau rapat direksi
tersebut selambat-lambatnya pada hari bursa berikutnya setelah pemberitahuan
diterima oleh Bursa. Tanggal pencatatan saham dalam daftar pemegang saham
untuk penetapan hak pemegang saham guna menerima dividen wajib dilakukan
paling cepat 16 hari bursa sejak pengumuman oleh bursa. Hal ini dimaksudkan
agar terdapat kesempatan bagi pemodal untuk mentransaksikan saham-saham
tersebut sebelum periode saham yang mengandung dividen tersebut berakhir.
Selanjutnya, pelaksanaan pembagian dividen wajib dilakukan selambat-lambatnya
10 hari bursa setelah tanggal pencatatan dalam daftar pemegang saham guna
penetapan pemegang saham yang berhak menerima dividen.
Demikianlah beberapa hal terkait dengan aspek keuangan dan aspek
hukum yang perlu diperhatikan dalam menentukan kebijakan dividen. Hal-hal
tersebut penting diketahui oleh manajemen karena segala kegiatan perusahaan
tidak dapat dilepaskan dari aspek keuangan dan aspek hukum”.12
12 I Made B. Tirthayartra, Ludy Arlianto, diterbitkan di Warta Bapepam-LK, Edisi Juli 2008
53
Jenis-jenis Dividen
Pembagian dividen umumnya didasarkan atas akumulasi laba (yaitu laba
ditahan) atau atas beberapa pos modal lainnya seperti tambahan modal disetor.
Dividen memiliki jenis sebagai berikut:
1. Dividen tunai
2. Dividen properti (dividend in kind)
3. Dividen likuidasi
4. Dividen saham
3.2 KUASI REORGANISASI
Kuasi reorganisasi adalah suatu cara penyehatan kembali atas laporan
keuangan. Biasanya dilakukan apabila perusahaan dalam jangka waktu tertentu
mengalami kerugian terus-menerus dan pemegang saham menghendaki adanya
manajemen dan situasi operasi yang baru. Sehingga perlu dilakukan kuasi
reorganisasi.
Syarat dilakukannya kuasi-reorganisasi adalah:
1. Disetujui rapat pemegang saham.
2. Seluruh aktiva harus disesuaikan kedalam nilai yang wajar.
3. Nilai saham diturunkan ke dalam nilai yang lebih rendah sampai dengan
cukup untuk menutup defisit.
54
4. Penurunan nilai saham dibebankan ke dalam rekening agio saham
sebelum ditutupkan kedalam rekening laba yang ditahan.
5. Selisih penyesuaian aktiva perusahaan dibebankan langsung kedalam
rekening laba yang ditahan.
6. Setelah kuasi reorganisasi, rekening laba ditahan harus menunjukan saldo
nol.
7. Rekening laba yang ditahan dengan saldo nol harus diberi tanggal
diadakannya kuasi reorganisasi selama 8 tahun.13
Sesuai dengan Undang-Undang perseroan terbatas (PT) menyatakan
bahwa suatu perusahaan yang mempunyai saldo laba ditahan negatif atau defisit
maka perusahaan tersebut tidak boleh mengumumkan serta melakukan
pembayaran dividen kepada para pemegang saham selama modal disetor
perusahaan menurun karena defisit. Kondisi perusahaan dengan saldo debit pada
akun laba ditahan harus mengakumulasi laba yang memadai untuk meniadakan
(offset) defisit sebelum dividen boleh dibayarkan.
Kondisi ini tentunya akan sangat menyulitkan perusahaan dan para
pemegang saham untuk dapat melaksanakan pembagian dividen, karena para
pemegang saham harus menunggu sampai laba cukup besar agar dapat
diakumulasikan untuk menutup defisit laba ditahan. Tentunya yang menjadikan
pertanyaan adalah sampai kapan perusahaan dapat memperoleh laba untuk
menutup defisit tersebut, sedangkan pada masa yang akan datang sulit diramalkan 13 Dr. Mas’ud Machfoedz, M.B.A., Akt. Akuntansi Keuangan Menengah, Edisi 2, Hal. 302.
55
bahwa kondisi perusahaan akan membaik atau malah akan semakin buruk
keadaannya.14
Oleh karena itu, suatu perusahaan yang mempunyai keuntungan usaha
setiap tahun namun memerlukan waktu yang cukup lama agar akumulasi
keuntungan itu dapat menutup defisit laba ditahan, sedangkan dimasa mendatang
rencana operasional perusahaan dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat
dicapai dengan baik, maka perusahaan dapat melakukan eliminasi defisit yang
terpaksa dilakukan lewat kuasi-reorganisasi. Lebih jelasnya kuasi-reorganisasi
adalah suatu prosedur eliminasi defisit yang memperbolehkan perusahaan
melanjutkan usaha dengan cara seolah-olah sama seperti reorganisasi secara
hukum tanpa kesulitan dengan biaya-biaya dan kerumitan reorganisasi legal. 15
Secara teoritis Schroder & Clark (1998:681-682) menyebutkan latar
belakang suatu perusahaan yang menderita kerugian berkepanjangan selama
bertahun-tahun akan kesulitan untuk menarik modal baru. Para kreditur dan
pemegang saham ingin selalu menerima hasil (imbal balik) dari investasinya,
namun tahun-tahun yang tidak menguntungkan membatasi kemampuan
perusahaan untuk membayar bunga atau dividen.
Suatu kuasi-reorganisasi akan memberikan kemampuan bagi perusahaan
untuk membayar dividen lebih cepat dari yang seharusnya dan dapat
mempengaruhi harga pasar perusahaan dibandingkan jika tidak dilakukan kuasi-
14 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 pasal 71 15 PSAK No. 51 (Revisi 2003) Definisi paragraf 09
56
reorganisasi. Karenanya suatu perusahaan yang tidak dapat membayar dividen
karena laba ditahan yang negatif akan dapat menambah modal baru dengan cara
yang ekonomis jika perusahaan tersebut sudah lebih dahulu melakukan kuasi-
reorganisasi. Hal ini menguatkan pernyataan Modigliani dan Miller yang dikutip
Schroder & Clark bahwa ”pembayaran dividen yang sesungguhannya tidak
mempengaruhi nilai pasar suatu perusahaan, sedangkan kemampuan membayar
dividen memang mempengaruhi pasar.”
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan kuasi-
reorganisasi menurut Schroeder & Clark (1998:682) adalah:
1. Aktiva diturunkan nilainya pada nilai wajarnya terhadap laba ditahan atau
tambahan modal disetor.
2. Defisit laba ditahan dieliminasi terhadap tambahan modal disetor atau modal
resmi (legal).
3. Saldo laba ditahan sebesar nol diberi tanggal dan tanggal ini harus
dipertahankan sampai keadaan tersebut kehilangan maknanya (biasanya 5
tahun sampai 10 tahun ).
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 21
menggambarkan kuasi-reorganisasi dari sudut latar belakang dan lebih
menekankan pada penilaian kembali (penurunan) nilai aktiva tetap semata dan
nominal saham, sedang pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 51
lebih menekankan pada proses reorganisasinya dan menekankan penilaian
kembali bukan saja pada akun-akun aktiva tetapi termasuk juga akun-akun
kewajiban.
57
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor. 51 tentang Akuntansi
kuasi-reorganisasi yang telah disetujui dalam rapat Komite Standar Akuntansi
Keuangan pada tanggal 19 Juni 1998 dan telah disahkan oleh Pengurus Pusat
Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 15 Juli 1998.
PSAK Nomor 51 pada paragraf 01 mengungkapkan latar belakang
diperbolehkannya dilakukan Kuasi Reorganisasi. Kerugian berulang atau
kerugian besar yang diderita suatu perusahaan bisa menyebabkan timbulnya saldo
negatif atau defisit. Perusahaan dalam kondisi defisit mungkin akan mengalami
kesulitan dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Kreditur, investor, dan
pemasok bahan baku mungkin memandang perusahaan semacam ini memiliki
risiko yang tinggi sehingga cenderung menghindarinya.
Yang lebih buruk bila defisit yang terjadi menyebabkan perusahaan
melanggar perjanjian kredit (debt covenant) tertentu. Misalnya yang
mengharuskan perusahaan mempertahankan saldo laba positif, sehingga
diharuskan segera membayar kewajibannya. Hal-hal semacam ini bisa mendorong
perusahaan ke arah kebangkrutan, meskipun mungkin dari segi prospek bisnis,
perusahaan masih memiliki peluang untuk hidup dan berkembang pada masa
mendatang.16
PSAK Nomor 51 pada paragraf 02 menyebutkan kuasi-reorganisasi
merupakan prosedur akuntansi yang mengatur perusahaan merestrukturisasi
ekuitasnya dengan menghilangkan defisit dan menilai kembali seluruh aktiva dan
kewajibannya, tanpa melalui reorganisasi secara hukum. Dengan ini diharapkan 16 PSAK No. 51 (Revisi 2003) pendahuluan paragraf 01
58
perusahaan bisa meneruskan usahanya secara lebih baik, seolah-olah seperti mulai
dari awal yang baik (fresh start), dengan neraca yang menunjukan nilai sekarang
dan tanpa dibebani defisit.17
PSAK Nomor 51 pada paragraf 03 kuasi-reorganisasi hanya boleh
dilakukan bila terdapat keyakinan yang cukup bahwa setelah kuasi-reorganisasi
perusahaan akan bisa mempertahankan status kelangsungan usahanya (going
concern) dan berkembang dengan baik. Meskipun operasi perusahaan defisit di
masa lalu, tetapi masih memiliki prospek baik di masa mendatang. Prospek ini
bisa timbul dari pengembangan produk dan pasar baru, masuknya grup
manajemen baru, atau adanya peningkatan kondisi perekonomian yang dapat
mendorong peningkatan hasil operasi. Keadaan going concern ini memiliki
implikasi bahwa perusahaan yang sedang menghadapi tuntutan kepailitan dari
krediturnya tidak diperkenankan untuk melakukan kuasi-reorganisasi.18
PSAK Nomor 51 paragraf 04 menunjukan bahwa kuasi-reorganisasi
(quasi-reorganization) dibedakan dengan true-reorganization, atau yang lazim
disebut corporate restructuring, dalam hal keberadaan arus dana secara nyata.
Dalam true reorganization ada kemungkinan untuk mengubah kewajiban menjadi
ekuitas, mengubah tanggal jatuh tempo dan tingkat bunga kewajiban, mengurangi
tunggakan bunga atau menunda pembayarannya, mengubah golongan saham, atau
menyuntikkan dana segar dalam mewujudkan modal saham dan/atau kewajiban.
17 Sumber: PSAK No. 51 (Revisi 2003) Pendahuluan paragraf 02 18 Sumber: PSAK No. 51 (revisi 2003) Pendahuluan paragraf 03
59
Dalam kuasi-reorganisasi arus dana yang nyata seperti itu tidak ada, yang ada
adalah penilaian kembali seluruh aktiva dan kewajiban pada nilai wajarnya dan
penghapusan defisit ke tambahan modal setoran dan modal saham . Karena itu
reorganisasi semacam ini ini disebut reorganisasi semu. Tujuan utamanya adalah
untuk menghilangkan defisit dan menampilkan aktiva dan kewajiban pada nilai
sekarang.
Jadi kuasi-reorganisasi sama sekali tidak melakukan tindakan nyata seperti
mengubah tanggal jatuh tempo atau tingkat suku bunga, tidak ada arus kas dana
secara nyata yang berupa modal atau hutang. PSAK nomor 51 memperbolehkan
kuasi -reorganisasi murni tanpa ada pemasukan modal baru (segar).
PSAK Nomor 51 paragraf 05 menyebutkan bahwa kuasi-reorganisasi bisa
berdiri sendiri atau dibarengi dengan corporate restructuring, dengan masuknya
investor baru. Sebagai contoh apabila dalam satu kuasi-reorganisasi akun
tambahan modal setoran dan modal saham tidak mampu menyerap defisit, maka
true-reorganization dengan jalan menambah modal setoran harus dilakukan.
PSAK Nomor 51 pada paragraf 09 mengemukakan tentang pengertian dan
istilah-istilah dibawah ini harus dipahami dalam kaitannya dengan pernyataan
standar ini.
a) Kuasi-reorganisasi adalah reorganisasi, tanpa melalui reorganisasi secara
hukum yang dilakukan dengan menilai kembali akun-akun aktiva dan
kewajiban pada nilai yang wajar dan mengeliminasi saldo defisit.
b) Tambahan modal setoran adalah seluruh dana yang diperoleh perusahaan
dari transaksi modal, selain modal saham yang dicatat sebesar nilai
60
nominal. Agio saham (paid in capital in excess of par) dan selisih harga jual
kembali treasury stock dari harga perolehannya (paid in capital from treasury
stock) merupakan contoh dari tambahan modal setoran.
PSAK Nomor 51 pada paragraf 10 perihal Pengakuan dan Pengukuran,
kuasi -reorganisasi bukan sekedar cara untuk menampilkan posisi keuangan yang
lebih baik dengan cara penghapusan (eliminasi) defisit. Kuasi-reorgnisasi
merupakan cara untuk menyelamatkan perusahaan yang terbebani dengan defisit
yang material, sementara perusahaan tersebut sesungguhnya memiliki prospek
usaha yang baik.
PSAK Nomor 51 paragraf 11 syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu
perusahaan untuk melakukan kuasi-reorganisasi adalah:
a) Perusahaan mengalami defisit dalam jumlah yang material;
b) Perusahaan harus memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek
yang baik pada saat kuasi-reorganisasi dilakukan;
c) Perusahaan tidak sedang menghadapi permohonan kepailitan;
d) Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku; dan
e) Saldo ekuitas sesudah kuasi-reorganisasi harus positif.
Sehingga pada PSAK Nomor 51 paragraf 11 mengenai syarat-syarat
kuasi -reorganisasi tersebut diatas dapat dijelaskan lebih jauh bahwa:
1. Perusahaan Mengalami Defisit modal dalam jumlah yang material, dalam
PSAK Nomor 51 tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang masing-
masing dari ke lima syarat-syarat kuasi-reorganisasi tersebut. Apapun bentuk
badan hukumnya tidak dipermasalahkan, dan jumlah materialitas defisit tidak
61
dikaitkan dengan besarnya tambahan modal setoran. Syarat pertama hanya
mensyaratkan materialitas, tidak perlu apakah kejadiannya berulang atau
berturut-turut selama beberapa tahun. Tetapi pendahuluan dalam PSAK
Nomor 51 terjadinya defisit kerugian berulang atau kerugian besar, yang
materialitasnya dapat dimengerti batasannya secara akuntansi.
2. Syarat Kelancaran Usaha dan Adanya Kuasi-Reorganisasi
Ketentuan mengenai status kelancaran usaha dari Badan Pengawas Pasar
Uang dan Modal mensyaratkan ketentuan yang lebih spesifik dibandingkan
dengan PSAK Nomor 51. untuk memenuhi asas keterbukaan informasi, yang
melakukan Kuasi Reorganisasi harus mengungkapkan hasil analisis
manajemen terhadap penyebab kerugian yang signifikan disertai dengan
penanggulangannya. Persyaratan mengharuskan manajemen harus mampu
menggambarkan langkah-langkah yang lebih nyata dimasa yang akan datang
tentang kelangsungan hidup perusahaan yang melakukan kuasi-reorganisasi.
Penjelasan tersebut diatas sesuai dengan ketentuan yang disebut pada
paragraf 03 Accounting Research Bulletin Nomor 43 Bab 7A, yang
menekankan jika perusahaan memperkirakan masih mengalami kerugian
terus, jangan melakukan Kuasi Reorganisasi. Hal ini sekaligus menguatkan
ketentuan terakhir dari PSAK Nomor 51, bahwa saldo ekuitas sesudah kuasi-
reorganisasi harus positif. Kalau kinerja sesudah Kuasi Reorganisasi masih
negatif, maka tujuan dari kuasi-reorganisasi tidak tercapai. Itu sebabnya syarat
62
ini sangat menentukan sebelum mengambil keputusan melakukan kuasi-
reorganisasi.
3. Tidak Sedang Menghadapi Permohonan Kepailitan
Kondisi perekonomian Indonesia pada era tahun 1997 telah
menimbulkan kesulitan yang sangat besar terhadap perekonomian nasional
terutama kemampuan dunia usaha dalam mempertahankan kelangsungan
usahanya. Bahkan kemampuan dari dunia usaha untuk dapat memenuhi
kewajiban pembayaran kepada para kreditur, supplier (pemasok) mengalami
hambatan. Karena situasi dan kondisi dan infrastruktur perekonomian
Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan Undang-Undang tentang kepailitan
atau Faillissement Verordening yang diundang dalam staat blad tahun 1905
nomor 217 juncto staatsblad tahun 1906 nomor 348 tersebut jarang
dimanfaatkan. Untuk itu maka diterbitkan Peraturan Pemerintah atau Undang-
Undang Kepailitan sebagai langkah penyempurnaan terhadap Undang-
Undang Kepailitan yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan yang
mendesak, yaitu dengan telah disyahkanya Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada
tanggal 8 Oktober 2004.
4. Tidak Bertentangan Dengan Peraturan Perundangan Yang Berlaku
Ketentuan keempat paragraf 11 PSAK Nomor 51 yang mengatakan
Kuasi Reorganisasi tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang
berlaku tidak mendapat penjelasan lebih lanjut dalam PSAK 51 tersebut.
Namun pada PSAK Nomor 21 tentang Akuntansi Ekuitas pada paragraf 43
63
secara specifik mengatakan : ”Kuasi-reorganisasi merupakan prosedur
penataan kembali ekuitas yang dilakukan dalam hal perusahaan menderita
kerugian terus menerus dan terdapat defisit dalam jumlah yang sanngat
materiil. Tindakan ini harus didasarkan atas keputusan formal pemegang
saham”.
5. Saldo Ekuitas Sesudah Kuasi-Reorganisasi Harus Positif
Persyaratan ini dapat terpenuhi tergantung pada kemampuan
manajemen membuat perencanaan kedepan, yaitu melalui SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Threats) dan alat-alat perencanaan yang lain
sehingga dihasilkan rencana operasi yang lebih realistis aktual dan hasilnya
dapat memenuhi harapan yang direncanakan.
PSAK Nomor 51 paragraf 14 sampai dengan 17 menyinggung mengenai
penilaian aktiva dan kewajiban secara singkat saja tidak ada penjelasan tambahan
kecuali memberikan contoh empat teknik penilaian. Pernyataan terebut adalah
sebagai berikut :
”14. Dalam melakukan kuasi-reorganisasi aktiva dan kewajiban harus
dinilai kembali dengan nilai wajar”.
”15. Nilai wajar aktiva dan kewajiban ditentukan sesuai dengan nilai
pasar. Bila nilai pasar tidak tersedia, estimasi nilai wajar dilakukan dengan
mempertimbangkan harga aktiva sejenis dan tehnik penilaian yang paling sesuai
dengan karakteristik aktiva dan kewajiban yang bersangkutan”.
64
Beberapa contoh teknik penilaian tersebut adalah sebagai berikut :
a. Nilai sekarang (present value) atau arus kas diskonto (discounted cash flow)
dengan mempertimbangkan tingkat resiko yang dihadapi;
b. Model penentuan harga opsi (option-pricing models);
c. Penentuan harga matriks (matrix pricing) dan
d. Analisis fundamental (fundamental analysis).19
Penjelasan PSAK No. 51 paragraf 18,19:
Setelah perusahaan selesai melakukan kuasi-reorganisasi maka saldo laba
ditahan menjadi nol. Meskipun hal tersebut merupakan perbaikan atas defisit pada
saldo laba ditahan tetapi tetap tidak memberikan kesan baik bagi investor. Dengan
saldo laba ditahan positif sesuai dengan Undang-Undang perseroan terbatas maka
dimungkinkan perusahaan untuk dapat melakukan pembagian dividen.
Adapun isi paragraf tersebut adalah:
”18. Perusahaan harus menyusun neraca per tanggal kuasi-reorganisasi,
neraca ini harus dibandingkan dengan neraca sebelum kuasi-reorganisasi”.
”19. Untuk laporan keuangan tahunan harus menyajikan neraca akhir
periode sebelum Kuasi Reorganisasi, neraca per tanggal kuasi-reorganisasi dan
neraca akhir periode terakhir”.
19 PSAK No. 51 (Revisi 2003) paragraf 15
65
Dapat disimpulkan bahwa PSAK Nomor 51 mensyaratkan bahwa untuk
menyusun laporan keuangan dalam rangka kuasi-reorganisasi, ada tiga tanggal
penting yang harus diungkapkan, yaitu:
a. Neraca akhir periode sebelum kuasi-reorganisasi
b. Neraca per tanggal kuasi-reorganisasi dan
c. Neraca akhir periode terakhir
Segera sesudah kuasi-reorganisasi dilakukan, saldo laba ditahan
menjadi nol. Walaupun hal itu merupakan perbaikan atas defisit, saldo nol pada
laba ditahan tidak memberikan kesan yang baik. Hanya perusahaan yang dengan
laba ditahan positif dapat mengumumkan deviden non-likwidasi. Karena itu,
menurut Gibson (1988:84) menggunakan tanggal selain tanggal akhir tahun fiskal
adalah menguntungkan dalam kuasi-reorganisasi. Jika perusahaan menghasilkan
laba sebelum akhir tahun, laba ditahan akan positif dan kemungkinan pembagian
deviden.
Menurut Accounting Research Bulletin (ARB) Nomor 43 Bab VA,
menyatakan bahwa tanggal kuasi-reorganisasi tersebut harus diusahakan sedekat
mungkin dengan diperolehnya persetujuan dari pemegang saham, namun juga
jangan mendekati tanggal penutupan tahun fiskal. Selanjutnya ARB Nomor 43
Bab V A dan ARB Nomor 46 mensyaratkan sesudah kuasi-reorganisasi, akun
laba ditahan yang baru harus dibuat dan diberi judul terpisah dan diberi tanggal
yang menunjukan bahwa reklasifikasi berjalan sejak tanggal efektif eliminasi
defisit sampai dengan 10 tahun sesudah kuasi-reorganisasi.
66
3.3. AKUNTANSI AKTIVA TETAP
Aktiva adalah manfaat ekonomi pada masa yang akan datang yang
dikendalikan suatu entitas bisnins. Aktiva tetap memberikan mafaat ekonomi
pada masa yang akan datang yang sifatnya non-moneter dan jangka panjang. Sifat
non moneter dan jangka panjang mengakibatkan nilai aktiva tersebut bersifat
tetap, sehingga disebut “aktiva tetap” istilah “aktiva tetap” lazim digunakan di
Indonesia. Penggunaan istilah ini sebernarnya agak rancu, sebab nilai aktiva tetap
belum tentu bersifat tetap. Nilai aktiva tetap dapat berubah-ubah sebagai akibat
inflasi dan adanya perubahan pola manfaat ekonomi yang diperoleh. Di Amerika
Serikat dan Inggris, istilah “Aktiva tetap” atau “fixed asset” tidak lazim
digunakan. Aktiva tetap berwujud disebut dengan “property, plant and
equipment’ atau ‘tangible noncurrent operating assets’, sedangkan aktiva tetap
tidak berwujud disebut dengan ‘tangible assets’.
International Accounting Standard (IAS) 16 tentang, Plant, Property and
equipment’ menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan aktiva tetap berwujud
adalah aktiva yang digunakan untuk penyediaan barang atau jasa, disewakan
kepada pihak lain, untuk tujuan administratif dan diharapkan dapat digunakan
selama lebih dari satu periode. Dan IAS 38 tentang, ‘Intangible Assets’
memberikan definisi aktiva tidak berwujud sebagai aktiva non-moneter yang
dapat diidentifikasi dan tidak memiliki wujud fisik. Dewan Standar Akuntansi
67
Keuangan (DSAK) yang berada dibawah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI),
mengadopsi IAS 16 menjadi PSAK 16 (Revisi 2007) tentang “Aktive tetap”.
Prinsip Akuntansi Aktiva Tetap
Terdapat empat permasalahan akuntansi keuangan aktiva tetap,
sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
1. Jumlah biaya yang harus diakui sebagai harga perolehan aktiva tetap pada saat
perolehan awal hingga dapat digunakan atau dioperasikan,
2. Perubahan nilai aktiva tetap terkait dengan revaluasi maupun penurunan nilai
(impairment),
3. Alokasi aktiva tetap ke dalam beban depresiasi atau amortisasi setiap periode
pelaporan keuangan selama masa manfaat aktiva tetap tersebut,
4. Pelepasan aktiva tetap.
IAS 16 dan IAS 38 memberikan dua alternatif bagi entitas bisnis dalam
menyajikan aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud. Kedua alternatif tersebut
adalah pendekatan model biaya dan model revaluasi. DSAK telah
memberlakukan PSAK 16 (revisi 2007) yang merupakan adopsi dari IAS 16.
Penerapan pendekatan model revaluasi harus dicermati dengan hati-hati oleh para
praktisi pelaporan keuangan terutama jika dikaitkan dengan peraturan perpajakan
dan peraturan terkait lainnya. Pengadopsian pendekatan model revaluasi akan
berdampak terhadap besarnya nilai aktiva tetap yang disajikan pada neraca dan
penentuan besarnya beban depresiasi dan amortisasi pada laporan laba rugi.
68
Model Biaya
Model biaya atau cost model adalah pendekatan yang mengharuskan harga
perolehan digunakan sebagai nilai aktiva tetap setelah pengakuan awal. Sebelum
diberlakukan PSAK 16 (revisi 2007), model biaya adalah satu-satunya
pendekatan yang dugunakan dalam menilai aktiva tetap baik berwujud maupun
tidak berwujud. Depresiasi dilakukan atas harga perolehan dan nilai tercatat
aktiva setelah dikurangi akumulasi penyusutan dan penurunan nilai aktiva tetap.
Model Revaluasi
IAS 16 dan IAS 38 mengijinkan aktiva tetap baik berwujud maupun tidak
berwujud dinilai dengan menggunakan pendekatan wajar atau revaluation model.
Pendekatan revaluation model mengharuskan pencatatan aktiva tetap berdasarkan
nilai revaluasi atau nilai wajar setelah dikurangi dengan akumulasi penurunan
nilai. IAS 16 secara sederhana mendefinisikan nilai wajar sebagai jumlah yang
diperoleh dari penjualan aktiva tetap dalam transaksi antara pihak-pihak yang
bebas (arm’s length transaction). Bedasarkan IAS 16 maupun PSAK 16 (revisi
207), nilai wajar ditentukan dengan menggunakan market-based evidence yang
dilakukan oleh penilai independen yang profesional. Jika tidak terdapat market-
based evidence, nilai wajar ditentukan dengan menggunakan pendekatan “biaya
pengganti yang didepresiasikan” atau depreciated replecement cost dan
“pendapatan revaluasi dilakukan terhadap kelompok aktiva tetap, bukan secara
individu. Revaluasi aktiva tetap tidak bisa dilakukan secara sebagian. Secara
69
konseptual, nilai wajar ditentukan dengan menggunakan tiga hirarki sebagai
berikut:
Berdasarkan hirarki diatas, nilai wajar ditentukan dengan tiga langkah,
langkah pertama dilakukan dengan mempergunakan harga pasar resmi atau
quoted market price suatu pasar yang aktif atau pasar dengan kondisi dimana
terdapat permintaan dan penawaran. Apabila harga pasar resmi tidak dapat
diperoleh, nilai wajar ditentukan dengan melakukan langkah kedua yaitu
menggunakan nilai aktiva sejenis atau price of similar assets pada suatu pasar
aktif. Apabila nilai aktiva sejenis tidak juga dapat diperoleh, manajemen dapat
Harga pasar resmi pada
pasar yang aktif
Harga aktiva sejenis pada suatu pasar yang aktif
Penilaian yang dilakukan oleh penilai yang independen
LANGKAH I
LANGKAH II
LANGKAH III
70
menggunakan hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai indepeden. Tidak
semua penentuan nilai wajar aktiva harus melalui ketiga langkah tersebut. Dalam
menentukan nilai wajar aktiva tanah dan bangunan, jasa penilai independen
langsung digunakan apabila sulit menentukan harga pasar.
Seberapa seringkah revaluasi atas aktiva tetap dilakukan? Frekuensi
revaluasi tergantung pada perubahan yang material dari nilai wajar aktiva tetap
yang direvaluasi. Revaluasi dilakukan terhadap kelompok aktiva tetap, bukan
aktiva secara individual. Berdasarkan IAS 16 paragraf 35, pencatatan revaluasi
aktiva tetap dilakukan dengan dua teknik pencatatan sebagai berikut:
1. Penyajian kembali dilakukan secara proporsional terhadap nilai tercatat bruto
aktiva tetap sehinga nilai tercatatnya sama dengan nilai revaluasi atau;
2. Eliminasi dilakukan terhadap nilai tercatat bruto dan nilai tercatat neto
disajikan kembali sebesar nilai revaluasi.
Sebagai contoh tehnik pencatatan 1 dilakukan dengan penyajian kembali
nilai tercatat bruto dan akumulasi depresiasinya.
Kasus IV:
Aktiva tetap berupa bangunan yang diperoleh pada tangal 1 januari 2004
dengan nilai perolehan sebesar Rp. 15.000.000 ditaksir memiliki masa manfaat
selama 15 tahun. Pada akhir tahun 2008 diperkirakan aktiva tersebut memiliki
nilai pengganti sebesar Rp. 20.000.000. nilai pengganti yang didepresiakan adalah
sebesar 10/15xRp. 20.000.000 atau sebesar Rp. 13.333.333. Dengan demikian,
nilai tercatat bruto aktiva ditentukan sebesar Rp. 20.000.000 dan nilai akumulasi
71
depresiasi adalah sebesar Rp. 6.666.667. jurnal pencatatan yang dilakukan akibat
revaluasi adalah sebagai berikut:
Surplus revaluasi disajikan sebagai bagian dari ekuitas dan didebetkan
apabila terjadi penurunan nilai dan pelepasan aktiva dikemudian hari. Apabila
teknik pencatatan 2 yang digunakan, maka nilai tercatat bruto aktiva tetap
dieliminasi terhadap akumulasi depresiasinya dan kemudian nilai perolehannya
dinaikan sebesar nilai revaluasi atau sebesar Rp. 13.333.333. jurnal pencatatan
yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
Surplus revaluasi dicatat berasarkan aktiva tetap yang terkait dengan
revaluasi tersebut. Perlakuan akuntansi atas surpus revaluasi dijelaskan pada tabel
berikut:
NO. KETERANGAN DEBET CREDIT 1 Bangunan 5.000.000
Akumulasi depresiasi 1.666.667 Surplus revaluasi 3.333.333
NO. KETERANGAN DEBET CREDIT 1 Akumulasi depresiasi 5.000.000
Bangunan 5.000.000
2 Bangunan 3.333.333 Surplus revaluasi 3.333.33
72
NO. KONDISI PERLAKUAN AKUNTANSI 1 Penambahan nilai tercatat Selisih diakui sebagai bagian dari aktiva tetap akibat revaluasi ekuitas dengan membentuk pos baru bernama, "surplus revaluasi" 2 Penurunan nilai tercatat Selisih diakui sebagai rugi tahun aktiva tetap berjalan, 3 Penurunan nilai tercatat Selisih diakui sebagai pengurang aktiva tetap yang sebelumnya terhadap "surplus revaluasi" mengalami penambahan hingga surplus tersebut habis atau akibat revaluasi hingga kembali ke original cost, dan apabila masih ada selisih maka Selisih diakui sebagai rugi tahun berjalan, 4 Penambahan nilai tercatat aktiva Selisih diakui sebagai laba tahun tetap yang sebelumnya mengalami berjalan hingga sebesar rugi yang penurunan nilai diakui sebelumnya atau hingga kembali ke original cost, dan bila masih ada selisih, maka selisih diakui sebagai bagian "surplus realuasi" 5 Pelepasan akiva tetap, baik melalui "Surplus revaluasi" ditransfer atau penjualan maupun disposal diklasifikasikan ke laba ditahan.
Di Indonesia, pengakuan surplus revaluasi yang ditetapkan berdasarkan
revaluasi model dapat menimbulkan permasalahan pajak apabila ditafsirkan
secara salah. Sebelum dikeluarkan PSAK 16 (Revisi 2007), PSAK 16 tentang,
“Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain” paragraf 66 menetapkan bahwa Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) tidak memperkenankan penilaian kembali aktiva
tetap sepanjang ada ketentuan pemerintah yang membolehkan.
73
Berbeda dengan revaluasi aktiva tetap yang ditetapkan dalam PSAK 16,
revaluasi yang diperbolehkan PSAK 16 (Revisi 2007) adalah konsekuensi dari
adopsinya revaluation model sebagai alternatif penilaian aktiva tetap. Revaluasi
tersebut tidak hanya revaluasi yang mengakibatkan kenaikan, tetapi juga
penurunan nilai aktiva tetap. Oleh sebab itu, surplus revaluasi yang berasal dari
pengadopsian revaluation model tidak memberikan manfaat ekonomi apapun dan
wajib dikoreksi pada saat dilakukan rekonsiliasi fiskal. Kekawatiran manajemen
terhadap kemungkinan pengenaan pajak atas surplus revaluasi tentunya hal yang
harus mendapat perhatian otoritas perpajakan di Indonesia.
IAS 38 juga mengijinkan pendekatan model revaluasi sebagaimana diatur
dalam IAS 16. namun DSAK belum melakukan adopsi atas IAS 38, sehingga
pendekatan model revaluasi belum diperkenankan.20
3.4. ASPEK PERPAJAKAN
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan pajak adalah sebagai berikut: Pajak adalah
kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
20Marisi P. Purba, Akuntansi Aktiva Tetap tahun 2008 halaman 35
74
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. 21
Berdasarkan Undang-Undang nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan
keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan,
diatur bahwa:
Pasal 4 ayat (1)
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Pasal 4 ayat (2)
Yaitu mengatur tentang penghasilan dapat dikenakan pajak bersifat final
Pasal 6 ayat (2)
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan
mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
Pajak Penghasilan Final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu
bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang
dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan
lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. 21 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1.
75
Pasal 4OBJEK PAJAK
PENGHASILAN
UU PAJAK PENGHASILAN
Ayat 1Setiap tambahan kemampuan ekonomis yg diterima atau diperoleh WP, baik yg berasal dari IndonesiaMaupun dari luar Indonesia, yg dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP yangBersangkutan dengan nama dan bentuk apapun, termasuk sebagaimana disebut pada huruf a s/d huruf s.
Ayat 2Penghasilan dikenakan pajak bersifat final, sebagaimana disebut pada huruf a s/d huruf e
Ayat 3Yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana yg disebutkan pada huruf a s/d huruf n
3.5 Konsep Perpajakan Tentang Kuasi-Reorganisasi
Kuasi-reorganisasi adalah suatu tehnik pembukuan atau prosedur
akuntansi. Karena itu perlu diperjelas dari sisi pajak tentang pengertian
pembukuan. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban dan modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan penyusunan laporan keuangan
76
berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap periode akhir tahun pajak
sehingga dapat dihitung besarnya kewajiban pajak yang terutang.22
Berdasarkan Undang-Undang nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007 antara lain mengatur:
a. Pasal 1 angka 29 : Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun
Pajak tersebut.
b. Pasal 28 Ayat 1 : Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib
menyelenggarakan pembukuan.
c. Pasal 28 Ayat 3 : Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan
dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan
usaha yang sebenarnya.
d. Pasal 28 Ayat 5 : Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan
dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
22 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007 tenteng Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 29
77
e. Pasal 28 Ayat 6 : Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun
buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
f. Pasal 28 Ayat 7 : Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan
mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
g. Pasal 28 ayat 9 : Pencatatan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) terdiri atas
data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan
bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang terhutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau
yang dikenai pajak yang bersifat final.
Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau
sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standard Akuntansi
Keuangan, kecuali peraturan perundang- undangan perpajakan menentukan lain.
Dengan perkataan lain, fiskus menetapkan bahwa cara atau sistem pembukuan
yang dipakai di Indonesia, kalau tidak ada cara atau sistem lain yang ditetapkan
oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka cara atau sistem pembukuan yang berlaku di
Indonesia hanyalah yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia.
Dengan demikian, PSAK No. 51 yaitu Akuntansi Kuasi Reorganisasi adalah
sistem pembukuan yang diakui Direktorat Jenderal Pajak. Dari jenis-jenis pajak
yang berlaku di Indonesia. Kuasi Reorganisasi berkaitan dengan pajak
penghasilan.23 23 Surat Dirjen Pajak No. S-185/PJ.42/2003 tanggal 7 April 2003.
78
Undang-Undang Nomor 36 Thun 2008 yang merupakan perubahan
keempat atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
pasal 2 menyatakan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah: a1) orang pribadi,
a2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
b) badan dan c) bentuk usaha tetap. Pajak penghasilan termasuk dalam kategori
pajak subjektif. Artinya, pajak dikenakan karena ada subjeknya, yakni mereka
yang telah memenuhi kriteria pemajakan seperti telah ditetapkan dalam peraturan
perpajakan. Dengan demikian badan usaha yang melakukan kuasi-
reorganisasi adalah merupakan subjek pajak. selanjutnya perlu ditentukan apa
saja yang menjadi objek pajak. Sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 ayat 1 disebutkan: yang menjadi objek pajak adalah penghasilan ,
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang diperjelas dalam
ayat 1 huruf a sampai dengan huruf s dan pada ayat 2 Penghasilan yang dapat
dikenakai pajak besifat final dari huruf a sampai dengan huruf e.
Untuk kepentingan perpajakan, sekurangnya ada 2 pendekatan
penghasilan (keuntungan), yaitu pendekatan sumber (source concept of income)
dan pendekatan pertambahan (accreation concept of income). Pada pendekatan
sumber, tanpa adanya sumber asal aliran secara berulang-ulang, suatu
pertambahan kemampuan ekonomis tidak dianggap penghasilan. Sedangkan
79
pendekatan pertambahan lebih menekankan pada kenaikan manfaat ekonomis
seperti yang dirumuskan oleh Gunadi (2000:44) yang menyatakan : keuntungan
merupakan kenaikan manfaat ekonomis (selain pendapatan) yang timbul dari
pelaksanaan aktivitas perusahaan. Keuntungan, misalnya dapat berasal dari
pengalihan aktiva perusahaan. Pengertian Penghasilan dapat menjangkau
keuntungan yang belum direalisasi (accrual basic), misalnya selisih lebih atas
revaluasi aktiva tetap. Penghasilan dapat pula menambah, mengurangi atau
menimbulkan berbagai jenis aktiva dan menyelesaikan kewajiban.
Dalam pelaksanaan kuasi-reorganisasi atau Reorganisasi Semu ini tidak
ada aturan khusus tentang perlakuan pajak. Ketentuan umum yang berlaku untuk
kuasi-reorganisasi ini menurut Gunadi (2001:76-78) ada 3 langkah yang harus
dilakukan, yaitu:
1. Penilaian kembali aktiva
2. Pengurangan dan eliminasi defisit
3. Pengurangan nilai modal
Tahap 1.
Dalam melakukan penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei
2008 Tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan
Perpajakan disebutkan dalam :
80
Pasal 1
(1) Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi
semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir
sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.
Pasal 2
(1) Untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan,
perusahaan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menerbitkan surat
keputusan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan atas permohonan
yang diajukan oleh perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 3
(1) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap:
a. Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak
milik atau hak guna bangunan; atau
b. Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak
atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak.
(2) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka
81
waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan terakhir yang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan ini.
Pasal 4
(1) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan
berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang
berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh
perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari
Pemerintah.
(2) Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan
jasa penilai atau ahli penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, Direktur
Jenderal Pajak menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva
yang bersangkutan.
(3) Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa
penilai atau ahli penilai.
Pasal 5
Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai
sisa buku fiskal semula, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final
sebesar 10% (sepuluh persen).
82
Pasal 6
Perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk
melunasi sekaligus Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, dapat mengajukan permohonan pembayaran
secara angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan sesuai ketentuan Pasal 9
ayat (4) Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Pasal 7
(1) Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh
persetujuan penilaian kembali adalah nilai pada saat penilaian
kembali.
b. Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian
kembali aktiva tetap perusahaan disesuaikan kembali menjadi
masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap tersebut.
c. Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan.
(2) Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku
ketentuan sebagai berikut:
83
a. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan
fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
b. Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal
pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
c. Perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.
(3) Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, tetap menggunakan dasar
penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal semula sebelum
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan.
Pasal 8
(1) Dalam hal Perusahaan melakukan pengalihan aktiva tetap berupa:
a. Aktiva tetap kelompok 1 (satu) dan kelompok 2 (dua) yang telah
memperoleh persetujuan penilaian kembali sebelum berakhirnya
masa manfaat yang baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf b; atau
b. Aktiva tetap kelompok 3 (tiga), kelompok 4 (empat), bangunan,
dan tanah yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali
sebelum lewat jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, maka atas selisih
lebih penilaian kembali diatas nilai sisa buku fiskal semula,
dikenakan tambahan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan
84
tarif sebesar tarif tertinggi Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan
dalam negeri yang berlaku pada saat penilaian kembali dikurangi
10% (sepuluh persen).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. Pengalihan aktiva tetap perusahaan yang bersifat force majeur
berdasarkan keputusan atau kebijakan Pemerintah atau keputusan
Pengadilan;
b. Pengalihan aktiva tetap perusahaan dalam rangka penggabungan,
peleburan, atau pemekaran usaha yang mendapat persetujuan; atau
c. Penarikan aktiva tetap perusahaan dari penggunaan, karena
mengalami kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi.
(3) Selisih antara nilai pengalihan aktiva tetap perusahaan dengan nilai
sisa buku fiskal pada saat pengalihan merupakan keuntungan atau
kerugian berdasarkan ketentuan Undang-Undang nomor 7 TAHUN
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Pasal 9
(1) Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai
sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus dibukukan
85
dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama "Selisih
Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal ............".
(2) Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal
saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar
selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4
ayat (1) huruf g Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 jo. Pasal 1 huruf b Peraturan
Pemerintah nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam
Tahun Berjalan.
(3) Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) lebih besar daripada selisih lebih penilaian
kembali secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal
saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan Objek Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya sampai dengan sebesar
selisih penilaian kembali secara komersial.
86
Tahap 2.
Pengurangan dan eliminasi defisit kerugian secara pajak pada suatu tahun
dapat dikompensasikan secara vertikal dengan keuntungan secara pajak lima
tahun berikutnya. Kompensasi tersebut tidak berlaku bila penghasilan perusahaan
telah dikenakan pajak yang bersifat final. Sehingga bila perusahaan melakukan
revaluasi aktiva untuk tujuan perpajakan, maka selisih lebih atas hasil revaluasi
aktiva tersebut dapat dikompensasikan dengan akumulasi kerugian pajak yang
terjadi pada 5 tahun sebelumnya. Selisih lebih atas hasil revaluasi aktiva setelah
dikompensasikan dengan akumulasi kerugian pajak, akan dikenakan pajak
penghasilan yang bersifat final sebesar 10% sebagaimana telah ditur dalam PMK
79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008. Dan selanjutnya selisih lebih atas hasil
revaluasi aktiva setelah pajak akan dieliminasi ke akun modal.
Tahap 3.
Dalam kuasi-reorganisasi ada beberapa cara dalam melakukan eliminasi
defisit yaitu antara lain sbb;
1. Akun modal disetor lebih besar dari pada defisit akun laba ditahan sehingga
proses eliminasi defisit laba ditahan perusahaan cukup sederhana yaitu dengan
melakukan debet atas akun modal disetor atas defisit laba ditahan
2. Jumlah modal disetor tidak cukup material untuk didebet dengan akun defisit
laba ditahan, sehingga perusahaan dalam kuasi-reorganisasi melakukan
87
revaluasi aktiva dan atas selisih lebih hasil revaluasi aktiva setelah pajak dapat
untuk mengkredit laba ditahan tahun lalu.
3. Menutup defisit dengan agio saham
4. Menutup defisit laba ditahan dengan cara menabah setoran modal disetor oleh
pemegang saham atau setoran modal dari pemegang saham baru.
Pada cara pertama menyebabkan adanya penurunan nilai modal disetor
sebesar defisit laba ditahan (sehingga laba ditahan menjadi nol). Yang mana
pengurangan modal disetor ini bukan merupakan adanya pengambalian setoran
modal atau pembagian dividen kepada pemegang saham. Dalam persepsi
perpajakan penurunan modal disetor bukan merupakan kerugian secara pajak
bagi pemegang saham, karena bagi pemegang saham yang sahamnya lebih dari
pada 25% akan mencatat investasi ini dengan methode equity dan pemegang
saham akan melakukan pendebetan kerugian pada anak perusahaan, lawannya
kredit akun investasi. Kerugian pada anak perusahaan (investasi) secara pajak
belum diakui sepanjang perusahaan tersebut belum melakukan divestasi atas
investasinya tersebut atau dapat dikatakan merupakan kerugian secara komersial
bukan kerugian secara pajak.
Pada cara kedua dimana jumlah modal disetor tidak cukup material untuk
didebet dengan akun defisit laba ditahan, sehingga perusahaan dalam kuasi-
reorganisasi melakukan revaluasi aktiva, maka penjelasannya seperti apa yang
telah kami jelaskan pada tahap kedua tersebut diatas.
88
Pada cara ketiga yaitu apabila perusahaan dalam akun modal terdapat agio
maka perusahaan ada kalanya menutup defisit laba ditahan dengan agio tersebut.
Penutupan defisit laba ditahan secara komersial dan bukan secara pajak adalah
kebijakan dari segi bisnis semata. Oleh karena agio bukan merupakan penghasilan
yang telah dikenakan pajak sehingga hal ini tidak diperbolehkan didebet ke defisit
laba ditahan secara pajak. Timbulnya agio dapat berasal dari setoran modal
pemegang saham yang nilainya sebesar nilai nomial namun dalam valuasi harga
saham tersebut telah melebihi dari pada harga nominalnya, sehingga atas selisih
lebih tersebut dicatat pada akun kredit agio saham.
Pendebetan atas defisit laba ditahan oleh agio saham tersebut
menyebabkan adanya perbedaan antara jumlah akun laba ditahan secara komersial
dengan jumlah akun defisit laba ditahan secara pajak. Pemisahan antara
keperluan pajak dengan komersial tentunya harus tetap dipertahankan.
Artinya, dengan tindakan tersebut perusahaan tidak kehilangan haknya untuk
memperhitungkan (kompensasi) kerugian pajak dengan penghasilan tahun
berikutnya (kecuali bila perusahaan penghasilannya telah dikenakan pajak
final).
Setelah pelaksanaan kuasi-reorganisasi dimana akun laba ditahan
komersial telah positif namun akun laba ditahan secara pajak masih bersaldo
negatif maka sesuai dengan Undang-Undang Perseroan, perusahaan tersebut
diperkenankan untuk melakukan pembagian dividen namun dengan konsekuensi
atas pembagian dividen tersebut tetap dikenakan pemungutan pajak sebesar 15%
89
tidak final. Dimana hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan
Nomor 38 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 huruf g dan atas pasal 4 ayat 3 huruf f yang
mana tidak dapat dipakai sebagai acuan karena pembagian dividen berasal dari
laba yang ditahan komersial bukan pajak (akun laba ditahan pajak masih negatif).
Pengalaman Kuasi Reorganisasi beberapa perusahaan Indonesia
Berikut kami sampaikan contoh beberapa perusahaan yang telah
melakukan kuasi-reorganisasi sbb:
• PT. Bank International Indonesia Tbk
• PT. Bank Tabungan Negara tahun 2008
• PT. Tri Polyta Indonesia Tbk
• PT. Puspentindo
• PT. Suparma Tbk tahun 2005
• PT. Citra Marga Nusaphala Tbk tahun 2004
• PT. Langgeng Makmur Industri Tbk
• PT. Mas Murni Indonesia Tbk
• PT. Capitalinc Finance tahun 2006
• PT. Bank Central Asia Tbk tahun 2000
• PT. Bank Mandiri Tbk tahun 2003
• PT. Bank CIMB Niaga Tbk tahun 2003
• PT. Inti Keramik Alamasri Industri Tbk tahun 2006
• PT. Sierad Produce Tbk Tbk tahun 2009
90
PT. Inti Keramik Alamasri Industri Tbk
PT. Inti Keramik Alamasri Tbk. Bergerak dalam bidang usaha Industri
keramik, yaitu termasuk salah satu bidang usaha yang mengalami pukulan berat
akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan yang berdampak pada kegiatan
usaha perusahaan. Keadaan ini mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan
dalam menjalankan operasinya, sehingga perusahaan dan anak perusahaan
mengalami defisit sebesar Rp. 557.636 juta dan pada modal disetor sebesar Rp.
327 milyar sesuai dengan laporan keuangan perusahaan pada tanggal 31
Desember 2006.
Agar perusahaan dan anak perusahaan dapat memulai awal yang baik
(fresh start) dengan neraca konsolidasi menunjukan nilai sekarang dan tanpa
dibebani dengan defisit, maka perusahaan dan anak perusahaan perlu melakukan
kuasi-reorganisasi sesuai dengan PSAK No. 51 (Revisi 2003). Sehingga sesuai
dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada tanggal 29
Juni 2007 menyetujui kuasi-reorganisasi sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku di Indonesia dan ketentuan hukum dan perundang-
undangan yang berlaku yang mengatur mengenai hal tersebut.
PT. Bank Central Asia Tbk “BCA”.
Pada tanggal 31 Oktober tahun 2000 BCA melakukan kuasi-reorganisasi
dengan cara merevaluasi aktiva dan kewajiban serta mereklasifikasi atau
mengeliminasi defisit laba ditahan tersebut dengan tambahan modal disetor dan
91
agio. BCA telah memenuhi syarat untuk melakukan kuasi-reorganisasi karena
perusahaan mengalami sbb :
a. Terjadinya kerugian material pada tahun 1998 akibat defisit laba ditahan yang
disebabkan bukan karena kesalahan manajemen namun karena keadaan diluar
kendali perusahaan yaitu krisis ekonomi yang melanda Asia yang berdampak
ke Indonesia.
b. Dalam laporan keuangan yang berakhir 31 Oktober 2000 pada saat terjadinya
kuasi-reorganisasi total ekuitas sebesar (Rp. 19.569 milyar) atau saldo debit,
tetapi sesudah defisit sebesar Rp. 25.853 milyar dieliminasi, maka saldo
ekuitas menjadi Rp. 6.284 milyar terdiri dari modal disetor Rp. 1.471 milyar
selain itu ada tambahan modal disetor Rp. 3.6 trilyun serta hasil revaluasi
aktiva sebesar Rp. 1.043 milyar. saldo akun goodwill positif bernilai Rp.
28.740 milyar dan saldo goodwill negatif bernilai Rp. 17.820 milyar.
c. BCA telah mendapat persetujuan dari para pemegang saham, Bank Indonesia
dan Badan Pengawas Pasar Modal untuk melakukan kuasi-reorganisasi.
d. BCA dengan melakukan kuasi-reorganisasi sebagaimana disebut diatas
membuat defisit laba yang ditahan menjadi positif maka sesuai dengan
Undang Undang Perseroan Terbatas BCA dapat melakukan pembagian
deviden.
92
PT. Sierad Produce Tbk
Perseroan pada tahun 2001 telah berhasil melakukan restrukturisasi
seluruh pinjaman, dimana sebagian pinjaman perusahaan telah diubah menjadi
saham, obligasi konversi dan penjadwalan ulang kembali hutang leasing. Dan
pada tahun 2005 seluruh hutang obligasi dan hutang leasing tersebut telah diubah
menjadi kepemilikan saham perseroan. Meskipun restrukturisasi hutang perseroan
telah seluruhnya selesai dilaksanakan dan sejak tahun 2006 hingga 30 Juni 2009
perseroan telah berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp. 100,587 miliar,
Namun perseroan masih memiliki akumulasi kerugian yang signifikan pada
neraca perseroan per tanggal 30 Juni 2009 sebesar Rp. 2.377 milyar dimana
kerugian ini terutama sebagai akibat dari kerugian selisih kurs akibat krisis
ekonomi tahun 1997.
Agar neraca perseroan dapat menunjukan nilai sekarang dan tanpa
dibebani oleh defisit, maka perseroan bermaksud melakukan kuasi-reorganisasi
sesuai dengan PSAK no. 51 (Revisi 2003). Kuasi-reorganisasi merupakan
prosedur akuntansi yang mengatur perusahaan merestrukturisasi ekuitasnya
dengan menghilangkan defisit dan menilai kembali seluruh aset dan
kewajibannya. Dengan ini diharapkan perusahaan dapat meneruskan usahanya
secara lebih baik, seolah-olah mulai dari awal yang baik (fresh start).
Pelaksanaan kuasi-reorganisasi secara hukum dan secara akuntansi, yaitu
dengan cara sebagai berikut:
93
a. Menurunkan modal dasar perseroan;
b. Menurunkan modal ditempatkan dan modal disetor Perseroan dengan
menurunkan nilai nominal saham Perseroan; dan
c. Menjumpakan (set off) antara jumlah dari agio yang timbul sebagai akibat
penurunan modal sebagaimana dimaksud diatas dan selisih hasil revaluasi aset
dan kewajiban Perseroan dengan saldo defisit Perseroan.
Oleh karena pelaksanaan kuasi-reorganisasi PT. Sierad Produce Tbk
adalah secara hukum dan akuntansi, maka sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, penurunan modal perseroan sebagaimana
dimaksud diatas dilaksanakan dengan memperhatiakan hal-hal sebagai berikut:
a. Diperolehnya persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa; dan
b. Diperolehnya persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia (“Menkumham”) atas pengubahan Anggaran Dasar
Perseroan sehubungan dengan pengurangan modal perseroan.
94
Struktur modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor sebelum
adanya penurunan adalah sebagai berikut;
Modal dasar Rp. 8.831.637.901.700 terdiri dari: Seri A lembar 73.099.900 Rp. 365.499.500.000 nominal Rp. 5.000 Seri B lembar 650.686.609 Rp. 1.952.059.827.000
nominal Rp. 3.000
Seri C lembar 65.140.785.747 Rp. 6.514.078.574.700
nominal Rp. 100
Modal ditempatkan dan modal disetor Rp. 3.184.291.525.400
terdiri dari: Seri A lembar 73.099.900 Rp. 365.499.500.000 nominal Rp. 5.000 Seri B lembar 650.686.609 Rp. 1.952.059.827.000
nominal Rp. 3.000
Seri C lembar 8.667.321.984 Rp. 866.732.198.400
nominal Rp. 100
95
Struktur modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor setelah
adanya penurunan adalah sebagai berikut;
Modal dasar Rp. 3.842.092.971.055 terdiri dari: Seri A lembar 73.099.900 Rp. 28.874.460.500 nominal Rp. 395 Seri B lembar 650.686.609 Rp. 257.021.210.555
nominal Rp. 395
Seri C lembar 35.561.973.000 Rp. 3.556.197.300.000
nominal Rp. 100
Modal ditempatkan dan modal disetor Rp. 1.152.627.869.455
terdiri dari: Seri A lembar 73.099.900 Rp. 28.874.460.500 nominal Rp. 395 Seri B lembar 650.686.609 Rp. 257.021.210.555
nominal Rp. 395
Seri C lembar 8.667.321.984 Rp. 866.732.198.400
nominal Rp. 100
Sesuai dengan ketentuan Pasal 46 ayat (2) UUPT, persetujuan
Menkumham sebagaimana dimaksud dalam butir 2 diatas hanya akan diberikan
apabila:
96
1. Tidak terdapatnya keberatan tertulis dari kreditur Perseroan dalam jangka
waktu 60 hari sejak tanggal diumumkannya keputusan pengurangan modal
perseroan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar harian; atau
2. Tercapainya penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditur (jika ada
kreditur yang mengajukan keberatan secara tetulis); atau
3. Gugatan kreditur (jika ada) ditolak oleh pengadilan berdasarkan putusan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Setelah pengurang modal Perseroan sebagaimana dimaksud diatas
menjadi efektif, yaitu pada tanggal diperolehnya persetujuan dari Menkumham
atas pengubahan Anggaran Dasar Perseroan sebagaimana tersebut diatas, maka
dalam buku Perseroan akan tercatat adanya tambahan agio sebesar Rp. 2.031,6
miliar. Disamping agio tersebut, berdasarkan hasil revaluasi atas aset dan
kewajiban perseroan tercatat adanya selisih lebih sebesar Rp. 108,3 miliar.
Sehingga jumlah keseluruhan agio yang berasal dari penurunan modal Perseroan
dan hasil revaluasi atas aset dan kewajiban perseroan kemudian dijumpakan
dengan akun Saldo Defisit Perseroan. Setelah kedua tahapan kuasi-reorganisasi
tersebut dilaksanakan, diharapkan Perseroan akan dapat memulai awal yang baik
(fresh start) dengan cara menunjukan nilai sekarang dan tanpa dibebani dengan
defisit.
Dampak pelaksanaan kuasi-reorganisasi dan penurunan Modal terhadap
posisi Perseroan yang berpedoman pada PSAK no. 51 (Revisi 2003) tentang
Akuntansi Kuasi-Reorganisasi, perseroan merencanakan untuk melaksanakan
kuasi-reorganisasi berdasarkan laporan keuangan konsolidasi Perseroan per
97
tanggal 30 Juni 2009. Dampak dari pelaksanaan kuasi-reorganisasi terhadap
posisi ekuitas Perseroan adalah sebagai berikut:
5. Posisi ekuitas per tanggal 30 Juni 2009 adalah sebagai berikut;
Keterangan Sebelum Kuasi Penyesuaian Proforma Setelah Reorganisasi Proforma Kuasi-Reorganisasi
a. Modal Saham 3.184.291.525.400 (2.031.663.655.945) 1.152.627.869.455 b. Tambahan Modal Disetor/ 237.474.479.595 (237.472.722.756) 1.756.839 agiosaham-bersih c. Defisit (2.377.518.090.350) 2.377.518.090.350 - Jumlah Ekuitas 1.044.247.914.645 108.381.711.649 1.152.629.626.294