penyetoran perhitungan pph 21
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan utama didirikannya sebuah Negara adalah
menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera.
Masyarakat yang sejahtera akan tercipta jika
pemerintahan dalam Negara tersebut dapat
mengutamakan kepentingan masyarakat. Bukti yang
menunjukan jika pemerintahan telah mengutamakan
kepentingan masyarakat adalah dilakukannya
pembangunan secara nasional. Pembangunan secara
nasional pada umumnya dibiayai oleh kas negara dan
dilakasanakan didalam berbagai aspek kehidupan
sehingga memberikan kesempatan kerja bagi
masyarakat untuk meningkatkan pendapatan.
Pendapatan masyarakat yang terus meningkat akan
membuat mutu kehidupan masyarakat menjadi lebih
baik lagi. Sehubungan dengan terus meningkatnya
pendapatan masyarakat, maka masyarakat tersebut
memiliki kewajiban sebagai warga negara diantaranya
adalah membayar pajak. Pendapatan yang telah
diperoleh akan dikenakan pajak yang disebut dengan
pajak penghasilan. Pajak penghasilan dipungut oleh
negara sesuai peraturan yang berlaku di negara
tersebut.
Salah satu objek dari pajak penghasilan tersebut
adalah gaji. Gaji merupakan salah satu pendapatan
masyarakat yang umumnya diberikan setiap bulan oleh
perusahaan. Perusahaan dalam hal ini bertindak
sebagai pemotong pajak yang berkewajiban untuk
menghitung, menyetor serta melaporkan pajak
penghasilan karyawan setiap bulannya. Hal ini
terjadi karena Indonesia menganut self assessment system
yang memberlakukan wajib pajaknya seperti
perusahaan untuk melakukan perhitungan, penyetoran
serta pelaporan pajak dengan sendiri serta
melakukan pencatatan akuntansi sebagai bentuk
pelaksanaan pajak penghasilan dalam perusahaan.
Sehingga setiap gaji yang diterima oleh karyawan
akan dihitung besarkan pajak penghasilan pasal 21
setiap bulannya untuk disetorkan ke kas negara dan
melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat
oleh perusahaan. Pajak penghasilan yang telah
disetorkan dan dilaporkan oleh perusahaan secara
teratur akan menjadi sumber pendapatan tebesar
dalam negeri yang digunakan untuk membiayai
pembangunan secara nasional. Karena pajak
penghasilan memiliki peran penting dalam pembiayaan
pembangunan nasional yang dapat meningkatkan
kehidupa masyarakat menjadi lebih sejahtera dalam
suatu Negara terutama Indonesia maka diperlukan
penegtahuan yang lebih mengenai pajak penghasilan
pasal 21 bagi wajib pajaknya. Atas dasar peran gaji
karyawan dalam suatu perusahaan sebagai objek pajak
penghasilan pasal 21 bagi yang menjadi sumber
pendapatan negara sehingga dibutuhkan pengetahuan
mengenai perhitungan, penyetoran, pelaporan serta
pencatatan akuntansi yang baik dan benar, maka
penulis berminat untuk menyusun Tugas Akhir yang
berjudul : “Pengelolaan Pajak Penghasilan Pasal 21
pada Perserikatan Solidaritas Perempuan”.
1.2 Alasan Pemilihan Objek
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis
melakukan perhitungan, penyetoran, pelaporan, serta
pencatatan akuntansi pajak penghasilan pegawai
tetap pada Perserikatan Solidaritas Perempuan
didasarkan pada beberapa hal, diantaranya adalah
ketersediaan data yang diperoleh penulis, memiliki
pengetahuan yang diperoleh penulis semasa kuliah
program studi komputerisasi akuntansi di Politeknik
LP3I kampus Pasar Minggu serta pengalaman kerja.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.3.1 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana cara
perhitungan PPh Pasal 21 pada Perserikatan
Solidaritas Perempuan.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara Penyetoran
PPh Pasal 21 pada Perserikatan Solidaritas
Perempuan.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pelaporan
PPh Pasal 21 pada Perserikatan Solidaritas
Perempuan.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara pencatatan
akuntansi PPh Pasal 21 pada Perserikatan
Solidaritas Perempuan.
1.3.2 Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu
dan pengetahuan yang didapat dari proses
belajar mengajar semasa perkuliahan. Dan
untuk mengetahui secara langsung aplikasi
perpajakan dalam dunia kerja.
2. Bagi Pembaca
Dapat menambah pengetahuan bagi pembaca
dan dapat menjadi bahan referensi/acuan
untuk penulisan Tugas Akhir, khususnya
mahasiswa LP3I Program Diploma Tiga
Jurusan Komputerisasi Akuntansi.
3. Bagi Perusahaan
Tugas Akhir ini dapat dijadikan suatu
masukan yang dapat dikembangkan untuk
kemajuan perusahaan dimasa depan.
1.4 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana cara perhitungan PPh Pasal 21 pada
Perserikatan Solidaritas Perempuan ?
2. Bagaimana cara Penyetoran PPh Pasal 21 pada
Perserikatan Solidaritas Perempuan ?
3. Bagaimana cara pelaporan PPh Pasal 21 pada
Perserikatan Solidaritas Perempuan ?
4. Bagaimana cara pencatatan akuntansi PPh Pasal
21 pada Perserikatan Solidaritas Perempuan ?
1.5 Batasan Masalah
Penulis hanya membatasi masalah pada perhitungan,
penyetoran, pelaporan, dan pencatatan akuntansi
PPh Pasal 21 bulan Juni pada tahun 2014 terhadap
karyawan tetap pada Perserikatan Solidaritas
Perempuan.
1.6 Metodologi Penulisan
Dalam pembuatan tugas akhir ini, penulis
membutuhkan data-data yang berhubungan dengan
kajian penulis bersumber dari :
1. Studi Lapangan ( Field Research )
yaitu penulis mendapatkan data-data untuk
pembuatan tugas akhir ini secara langsung dari
perusahaan yang bersangkutan. Teknik
pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi
(pengamatan) secara langsung dimana data-data
tersebut mempunyai kebenaran yang dapat
dipertanggung jawabkan.
2. Studi Pustaka ( Library Research )
Yaitu penulis mendapatkan data-data dengan cara
mempelajari berbagai bentuk bahan-bahan
tertulis seperti buku-buku penunjang kajian,
catatan-catatan maupun referensi lain yang
bersifat tertulis.
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan tugas akhir ini, pembahasan dan
penganalisaannya diklasifikasikan secara
sistematis ke dalam 5 (lima) bab yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan
tentang latar belakang masalah, alasan
pemilihan objek, maksud dan tujuan,
identifikasi/perumusan masalah,
pembatasan masalah, metodologi penulisan
dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini penulis menyajikan berbagai
referensi yang mendukung analisa yang
penulis sampaikan.
BAB III : PROFIL PERUSAHAAN
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang
segala sesuatu yang terkait dengan
sejarah singkat perusahaan, visi dan
misi, bidang usaha/ruang gerak serta
struktur organisasi.
BAB IV : PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis melakukan analisa
terhadap materi yang penulis angkat dari
judul yang disajikan.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan
dan saran yang mungkin berguna bagi
perusahaan sebagai masukan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pengelolaan
Soekanto mengartikan pengelolaan sebagai berikut :
“suatu proses yag dimulai dari proses perencanaan, pengaturan, pengawasan, penggerak sampai dengan proses terwujudnya tujuan”.
Moekijat pengelolaan adalah
“rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan,pengorganisasian, petunjuk, pelaksanaan,pengendalian dan pengawasan”.
Dari pengertian pengelolaan di atas, dapat
disimpulkan bahwa Pengertian Pengelolaan yaitu
bukan hanya melaksanakan suatu kegiatan, yang
meliputi fungsi-fungsi manajemen, seperti
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
2.2 Pengertian Pajak
Definisi Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam buku
yang berjudul Hukum Pajak dan Perpajakan (2011:2) :
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihakrakyat kepada kas Negara untuk membiayaipengeluaran rutin dan surplusnya digunakanuntuk public saving yang merupakan sumber utamauntuk membiayai public invesment”.
Menurut P.J.A Adriani dalam buku Mudahnya Menghitung
Pajak Penghasilan (2011:5) :
“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yangwajib membayarnya menurut peraturan-peraturanumum (undang-undang) dengan tidak dapatprestasi kembali yang langsung dapat ditunjukdan yang gunanya adalah untuk membiayaipengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugasnegara untuk menyelenggarakan pemerintah”.
Menurut Rockhmat Soemitro dalam buku Perpajakan
Indonesia (2010:2) :
“Pajak sebagai iuran yang diberikan oleh warganegara kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidakmendapat jasa timbal balik (kontraprestasi)yang langsung dapat ditujukan dan yangdigunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:
1. Iuran rakyat kas negara
2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta
sifatnya dipaksakan.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan
adanya kontraprestasi secara langsung oleh
pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran
pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih
terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai
Public Investment.
2.2.1 Fungsi Pajak
Menurut Agus Waskito dalam bukunya Mudahnya
Menghitung Pajak Penghasilan (2011:3), fungsi
uang pajak digunakan oleh Negara untuk
kesejahteraan rakyat, yang dirumuskan sebagai
berikut :
1. Fungsi Budgetair
Fungsi budgetair adalah bahwa pajak
berfungsi sebagai sumber penerimaan negara
dalam Anggaran Pendapatan dan Biaya Negara
( APBN) untuk menutup biaya-biaya yang
diperlukan dalam menjalankan
pemerintahannya.Fungsi ini fungsi utama
pajak.
2. Alat Pemerataan Pendapatan
Tarif pajak yang progresif yang dibebankan
dimaksudkan untuk mengenakan pajak yang
lebih tinggi pada yang lebih mampu. Dengan
begitu masyarakat berpenghasilan rendah
dapat menikmati proyek-proyek pembangunan
seperti sarana peribadahan, pendidikan,
transportasi, kesehatan, perhubungan,
pertahanan/keamanan.
3. Tabungan Negara
Jika negara memiliki kelebihan dana sisa
dari yang dipergunakan untuk membiayai
pengeluaran negara rutin, maka sisa
tersebut menjadi tabungan pemerintah arau
negara.
2.3 Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak yang
dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan atau sebagai imbalan atau jasa. Baik yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2.3.1 Subjek Pajak
Subjek pajak menurut Mulyo Agung dalam buku
Perpajakan Indonesia (2011:228) adalah sebagai
berikut :
1. Orang Pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak
3. Badan
4. Bentuk usaha tetap
2.3.1.1 Subjek pajak dalam negeri
1.Orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada
di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di
Indonesia
2.Badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah
3.Warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
2.3.2 Objek Pajak
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yaitu diterima atau diperoleh Wajib Pajak
(WP), baik yang berasal dari indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat di pakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan
dalam bentuk apapun termasuk :
1. Upah harian, mingguan, upah satuan dan
upah borongan.
2. Honorium, komisi atau pembayaran lain
sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa
yang dilakukan di Indonesia oleh wajib
pajak dalam negeri.
3. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau
kegiatan dan penghargaan.
4. Laba usaha
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang
telah dibebankan sebagai biaya
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan
imbalan karena jaminan pengembalian utang
7. Deviden dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk deviden dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran
berkala
11. Keuntungan karena pembebasan utang,
kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang
asing
13. Selisih lebih karena penilaian kembali
aktiva
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari WP yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak
2.3.3 Pemotong Pajak Pasal 21
Pemotong Pajak Pasal 21 menurut Tulis S.
Meliala dalam buku Perpajakan dan Akuntansi Pajak
(2011:145) adalah sebagai berikut :
1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi
dan badan, termasuk usaha tetap, baik
merupakan pusat maupun cabang, yang
membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama
apapun, sebagai imbalan sehubungan
pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh
pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendaharawan pemerintah termasuk
bendaharawan pada pemerintah pusat,
daerah, instasi atau lembaga pemerintahan.
3. Yayasan, lembaga, kepanitiaan asosiasi,
perkumpulan/ organisasi dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa, kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi.
2.3.4 Bukan Pemotong Pajak Pasal 21
1. Kantor perwakilan Negara Asing
2. Organisasi-organisasi internasional
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat
(1) huruf c Undang-undang Pajak
Penghasilan yang telah ditetapkan oleh
menteri Keuangan.
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerja
bebas yang semata-mata memperkerjakan
orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
2.3.5 Kewajiban dan Hak Pemotong Pajak Pasal 21
Kewajiban dan Hak Pemotong Pajak Pasal 21
menurut Tulis S. Meliala dalam buku
Perpajakan dan Akuntansi Pajak adalah sebagai
berikut :
1. Setiap pemotong wajib mendaftarkan diri ke
Kantor Pelayan Pajak setempat atau tempat
lain yang ditentukan oleh Direktorat
Jendral Pajak.
2. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong
dan menyetorkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26
yang terhutang untuk setiap bulan takwin.
3. Apabila Pegawai tetap berhenti bekerja
atau pensiun pada bagian tahun takwin,
maka Bukti Pemotongan diberikan oleh
pemberi kerja selambat-lambatnya satu
bulan setelah pegawai yang bersangkutan
berhenti atau pensiun.
2.4 Cara Perhitungan Pajak Pasal 21
Perhitungan Pajak Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan
Teratur Pegawai Tetap menurut Mulyo Agung dalam
buku Perpajakan Indonesia (2010:181), yaitu :
1. Untuk memperoleh pengahsilan netto setahun,
pengahsilan netto dikalikan 12.
2. Untuk memperoleh jumlah PPh Pasal 21 sebulan,
jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi 12.
3. Untuk Menghitung PPh Pasal 21 atas pengahasilan
pegawai tetap, terlebih dahulu dicari
penghasilan netto sebulan yang diperoleh dengan
cara mengurangi pengahsilan bruto dengan biaya
jabatan, iuran pensiun, iuran tabungan hari tua
atau tunjangan hari tua yang dibayar oleh
pegawai kemudian disetahunkan.
2.4.1 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Untuk menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP), wajib pajak orang pribadi harus
terlebih dahulu mengurangi penghasilan
nettonya dengan PTKP yang besarnya ditentukan
oleh Menteri Keuangan, besarnya PTKP dapat
berubah dengan mempertimbangkan perkembangan
ekonomi setiap tahunnya.
2.4.1.1 Pengurangan PTKP Terbaru
Besarnya penghasilan netto bagi
pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal
21 adalah jumlah seluruh penghasilan
dikurangi dengan :
1. Biaya jabatan sebasar 5% dari
penghasilan bruto.
2. Iuran yang terkait dengan gaji yang
dibayar oleh pegawai kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau
badan penyelenggara tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua yang
dipersamakan dengan dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
3. Besarnya penghasilan netto bagi
penerima pensiun berkala yang
dipotong PPh pasal 21 adalah
seluruh jumlah penghasilan bruto
dikurangi dengan biaya pensiun
sebesar 5%.
4. PTKP Terbaru
a. PTKP Pertahun Rp. 24.300.000
b. PTKP Perbulan Rp. 2.025.000
2.4.2 Tarif Pajak
Tarif pajak atau besaran dari penghasilan
yang disetor atau dibayarkan kepada kas
negara. Tarif pajak untuk Penghasilan Kena
Pajak Orang Pribadi diatur dalam Pasal 17 UU
No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan.
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
a. 0 s.d Rp 50.000.000 tarif 5%
b. Di atas Rp 50.000.000 s.d Rp 250.000.000
tarif 15%
c. Di atas Rp 250.000.000 s.d Rp.
500.000.000 tarif 25%
d. Di atas Rp. 500.000.000 tarif 30%
2. Badan
a. Tahun 2009 tarif 28%
b. Mulai tahun 2010 tarif 25%
2.5 Penyetoran Pajak Pasal 21
Setelah perhitungan, kewajiban selanjutnya bagi
wajib pajak adalah penyetoran pajak. Penyetoran
pajak bisa dilakukan di kas negara, kantor pos,
serta bank-bank pemerintah dan bank-bank swasta
yang di tunjuk oleh pemerintah.
2.5.1 Surat Setoran Pajak
Menurut Mulyo Agung dalam buku Perpajakan
Indonesia (2010:28) SSP standar digunakan
untuk pembayaran semua jenis pajak baik yang
final maupun bukan final kecuali setoran PBB
dan BPHTB. SSP standar dibuat dalam rangkap 5
(lima), terdiri atas :
Lembar ke-1 untuk Arsip Wajib Pajak
Lembar ke-2 untuk diteruskan ke kantor
perbendaharawan dan kas negara (KPKN)
Lembar ke-3 untuk dilaporkan ke Kantor
Pelayanan Pajak
Lembar ke-4 untuk Arsip Bank Persepsi/Kantor
Pos Giro
Lembar ke-5 untuk Arsip pihak lain
2.5.2 Tempat Penyetoran Pajak
Penyetoran pajak dapat dilakukan dimanapun di
seluruh Indonesia dengan tempat penyetoran
(Pasal 10 UU KUP) adalah :
1. Kantor Pos
Penyetoran pajak dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP).
2. Bank Presepsi
Meliputi semua bank pemerintah dan bank
swasta yang telah ditunjuk oleh pemerintah
sebagai bank presepsi.
Jika kewajiban penyetoran oleh wajib pajak
tidak dipenuhi maka akan diberikan sanksi-
sanksi tertentu, yaitu :
a. Terlambat membayar hingga melawati batas
waktu pembayaran dikenakan sanksi 2 persen
sebulan dari jumlah utang pajak yang harus
dibayar.
b. Dikeluarkan Surat Tagihan Pajak pada pajak
penghasilan berjalan yang tidak/kurang
dibayar, dikenakan sanksi 2 persen
maksimum 48 persen dari jumlah pajak yang
tidak/kurang dibayar.
2.6 Pelaporan Pajak Pasal 21
Kewajiban Wajib Pajak selanjutnya adalah pelaporan.
Kewajiban pelaporan ini dilakukan dengan mengambil
sendiri dan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) serta
menyampaikannya kepada KPP setempat dimana wajib
pajak terdaftar, atau KPP yang ditetapkan bagi
wajib pajak tertentu.
2.6.1 Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh
wajib pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau
harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sebagaimaana ditentukan dalam undang-undang
perpajakan ada dua macam Surat Pemberitahuan,
yaitu :
1. Surat Pemberitahuan Masa (SPM)
Surat Pemberitahuan Masa adalah surat
pemberitahuan yang jangka waktu untuk
menghitung, menyetorkan, dan melaporkan
pajak yang terhutang dilakukan dalam
jangka waktu tertentu.
2. Surat pemberitahuan Tahunan (SPT)
Surat pemberitahuan Tahunan adalah surat
pemberitahuan yang jangka waktu
pelaporannya selama satu tahun kalender,
atau wajib pajak menggunakan tahun buku
yang tidak sama dengan tahun kalender.
2.6.2 Fungsi SPT
Sebagai sarana melaporkan, mempertanggung
jawabkan perhitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terhutang.
2.6.3 Jenis-jenis SPT Tahunan Orang Pribadi
1. Wajib Pajak yang menggunakan Form 1770
adalah Wajib Pajak yang melakukan
pekerjaan bebas, tidak bekerja pada suatu
perusahaan atau pemberi kerja.
2. Wajib Pajak yang menggunakan Form 1770 SS
adalah yang hanya memperoleh penghasilan 1
selain penghasilan dari bunga bank
dan/atau penghasilan dari bunga koperasi
saja.
3. Wajib Pajak menggunakan Form 1770 S adalah
Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan
dengan syarat minimal berikut ini :
a. Satu atau lebih pemberi kerja
b. Penghasilan dalam negeri lainnya
c. Yang dikenakan PPh Final dan/atau
bersifat Final.
2.6.4 Cara Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT)
Bentuk SPT masa PPh Pasal 21/26 terdiri
dari :
1. 1721 : Induk SPT 2 Halaman
2. 1721-I : Daftar Buku Pemotong PPh
Pasal 21 dan
Pasal 26 untuk Pegawai Pensiun
dan
Penerima Pensiun Berkala
3. 1721-II : Daftar Perubahan Pegawai
Tetap
4. 1721-T : Daftar Pegawai Tetap atau
Penerima Pensiun
Berkala, saat diberlakukannya SPT
masa ini
Atau untuk Wajib Pajak baru saat
pertama kali
Melaporkan SPT Masa.
2.7 Pencatatan Akuntansi PPh Pasal 21
Pada PPh Pasal 21 diatur bahwa setiap pemberi
kerja, perusahaan, penyelenggara kegiatan
diwajibkan melakukan pemotongan, membayarkan dan
melaporkan pajak penghasilan yang dipotong.
Pemotongan dan penyetoran pajak akan dicatat secara
akuntansi. Perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 21
menurut Tulis S. Meliala dalam buku Perpajakan dan
Akuntansi Pajak (2011:170) tersebut adalah :
2.7.1 PPh Pasal 21 dipotong dari gaji karyawan
Jika PPh Pasal 21 dipotong dari gaji
karyawan, maka perusahaan bertindak sebagai
pemotong (witholder) pada saat penghasilan
karyawan dibayarkan.
Jurnal :
1. Saat pembayaran gaji dan pemotongan gaji
Biaya Gaji xxxxx
Kas xxxxx
Utang PPh 21 xxxxx
2. Saat penyetoran PPh Pasal 21 ke Kas Negara
Utang PPh 21 (kas negara) xxxxx
Kas xxxxx
2.7.2 PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan
2.7.2.1 PPh Pasal 21 ditanggung secara
keseluruhan
Pajak yang ditanggung pemberi kerja
dapat digolongkan sebagai kenikmatan
(natura) karenanya bukan merupakan
penghasilan bagi karyawan.
Jurnal :
1. Saat pembayaran gaji
Biaya Gaji xxxxx
Biaya PPh 21 ditanggung xxxxx
Kas xxxxx
Utang PPh 21 xxxxx
2. Saat menyetor pajak
Utang PPh 21 xxxxx
Kas xxxxx
2.7.2.2 PPh Pasal 21 sebagai tunjangan PPh
Tunjangan pajak atau tunjangan
lainnya digabungkan dalam menghitung
penghasilan bruto, artinya merupakan
penghasilan bagi karyawan jika
menambah penghasilan karyawan dari
sisi perusahaan pun, tunjangan ini
dapat dikurangkan sebagai biaya dalam
menghitung PPh pemberi kerja.
Tunjangan pajak atau tunjangan
lainnya ini disajikan sebagai biaya
dalam laporan Rugi Laba komersial
maupun fiskal.
Jurnal :
1. Saat pembayaran gaji
Biaya gaji xxxxx
Biaya Tunjangan PPh 21 xxxxx
Kas xxxxx
Utang PPh 21 xxxxx
2. Saat Penyetoran Pajak
Utang PPh 21 xxxxx
Kas xxxxx
BAB III
PROFIL PERUSAHAAN
3.1 Sejarah Singkat Perusahaan
Dasawarsa tahun 80-an, merupakan kurun waktu saat
rezim otoriter Orde Baru telah sampai pada puncak
kekuasaannya. Bagi rakyat Indonesia, masa itu
merupakan suatu babak di mana penyelenggaraan
kekuasaan di republik ini semakin kuat dikendalikan
dan digerakkan oleh cara pandang dan pola tindak
yang mengikuti logika penimbunan dan pelenyapan
sebagai hukum keniscayaan agar kekuasaan tetap ada
dalam genggaman. Model pembangunan Orde Baru
ditopang oleh dua pilar utama, yaitu kekuatan modal
konglomerasi dan kekuatan represi militer. Kedua
pilar tersebut telah menjadi pola dasar bagi sistem
kekuasaan tersebut dan telah membuahkan kemakmuran
luar biasa yang hanya dinikmati segelintir kelas
elit ekonomi dan politik.
Pola tersebut telah menghadirkan kondisi yang
menyajikan kenyataan akan dua sisi yang berbeda.
Satu sisi, prestasi hasil pembangunan ekonomi
mengalirkan surplus hanya bagi kelas elit. Di sisi
lainnya, proses peminggiran dan penelantaran
terhadap massa rakyat yang berlangsung makin
massif. Dengan demikian makin memperluas
kontradiksi sosial dalam masyarakat. Atas nama
“pembangunan”, petani kecil dipaksa keluar dari
tanah-tanah garapan yang menjadi gantungan
hidupnya, juga kekayaan sumber daya alam di luar
pulau Jawa dieksploitasi secara gila-gilaan
bersamaan dengan proses peminggiran masyarakat
lokal tradisionalnya. Atas nama “persatuan dan
kesatuan”, perbedaan dan kemajemukan ditindas dan
diharamkan. Atas nama “kebersihan dan ketertiban”
kota, para pedagang dan pengasong dikejar-kejar dan
digusur.
Di penghujung tahun 1980-an penggusuran dan
perampasan di banyak tempat itu, kemudian
memunculkan berbagai kelompok solidaritas untuk
massa rakyat yang tergusur dan terampas hak-hak
dasariahnya. Di antaranya, adalah Kelompok
Perempuan untuk Solidaritas Badega (KPSB) yang
mengadakan demonstrasi ke DPR untuk mendukung
perjuangan rakyat petani Badega. Bersamaan waktu
dengan berdirinya kelompok tersebut, juga lahir
Kelompok Kerja Solidaritas Perempuan (KSP) yang
melakukan investigasi dan pembelaan kasus-kasus
Pulau Panggung dan Sugapa tahun 1989. Pada waktu
itu, kelompok solidaritas tersebut hadir secara
spontan dengan struktur organisasi yang sederhana,
bersifat sementara dan lebih banyak dibimbing oleh
spirit voluntarisme (kesukarelaan). Bentuk
aktivitasnya meliputi mulai dari pengumpulan fakta-
fakta di lapangan hingga melancarkan aksi-aksi
protes secara terbuka. Fokus sasarannya secara umum
diarahkan pada satu agenda utama pada waktu itu:
penguatan perjuangan rakyat untuk merebut kembali
tanah-tanah garapannya.
Pada akhirnya disadari bahwa aksi organisasi yang
seperti itu sifatnya spontan, jangka pendek, dan
terbatas. Hal tersebut merupakan bagian dari
permasalahan besar yang harus diatasi. Telah
terbukti bahwa aksi yang sifatnya spontan tidak
akan membawa hasil yang signifikan. Permasalahan
penggusuran, kekerasan terhadap perempuan dan
pelanggaran HAM memiliki dimensi yang sangat
kompleks dan bercorak struktural.
Untuk alasan itulah, pada tanggal 10 Desember 1990
KSP yang terdiri dari Ati Nurbaiti Karta
Hardimadja, Darmiyanti Muchtar, Gracia Tjita
Andangsedjati, Nursyahbani Katjasungkana, Taty
Krisnawaty, Veronica Indriani, dan Wardah Hafidz
bersama dengan beberapa sahabat perempuan
mendirikan sebuah organisasi yang disebut dengan
Yayasan Solidaritas Perempuan. Susunan Dewan
Pengurus 1990 – 1993, terdiri dari Ati Nurbaiti
(Ketua), Nursyahbani Katjasungkana (Wakil Ketua),
Gracia Tjita A. Sedjati (Bendahara), Tati
Krisnawaty (Sekretaris merangkap Koordinator
Program). Program dari yayasan ini adalah
pengembangan institusi yayasan dan pengembangan hak
asasi perempuan. Dan cita-citanya adalah untuk
mencapai masyarakat yang demokratis dan egaliter.
Dalam perjalanannya, pada tahun 1992
diselenggarakan Management Improvement Program
(MIP) yang ditujukan untuk melakukan evaluasi
internal dan pembenahan organisasi secara
komprehensif. Salah satu rekomendasi penting yang
dihasilkan adalah perumusan visi dan perubahan
bentuk organisasi, dari yayasan menjadi sebuah
perkumpulan. Ada sejumlah pertimbangan yang
melatarbelakangi perubahan bentuk organisasi
tersebut. Pertama, selama ini bentuk yayasan hanya
mampu memberi ruang gerak organisasi secara
terbatas. Kedua, secara internal semakin dirasakan
bahwa bentuk yayasan tidak lagi memadai sebagai
wahana untuk membangun kehidupan demokrasi secara
nyata dan meluas di masyarakat. Ketiga, menegaskan
upaya menentang kesewenang-wenangan pemerintah Orde
Baru yang menindas kebebasan berserikat. Jadi,
perubahan bentuk organisasi dari yayasan menjadi
perserikatan pada intinya merupakan hasil proses
interaktif antara perkembangan dinamika internal
dan eksternal.
Namun demikian, kesepakatan untuk melakukan
perubahan bentuk organisasi ini disepakati masih
disertai dengan sebuah catatan, yaitu dengan
melewati sebuah proses semacam masa persiapan yang
disebut dengan masa transisi untuk mempersiapkan
organisasi berupa perserikatan. Dewan Pengurus
selama masa transisi ini adalah sebagai berikut:
Nursyahbani Katjasungkana (Ketua), Tati Krisnawaty
(Wakil Ketua), Darmiyanti Muchtar (Bendahara),
Veronica Indriani (Anggota); dan staf lainnya
diantaranya Eri Nurisa, Fransiska Wuryanti,
Nursatya KH, Yuniarti Chuzaifah, Amen Komaruddin,
dan Hutasoit. Selain Dewan Pengurus, dibentuk juga
Dewan Pengawas, yang terdiri dari Gracia Tjita AS
(Ketua), Ati Nurbaiti (Wakil Ketua), dan Wardah
Hafidz (Anggota).
3.2 Visi dan Misi
3.2.1 Visi
Mewujudkan tatanan sosial yang demokratis,
berlandaskan prinsip-prinsip keadilan,
kesadaran ekologis, menghargai pluralisme, dan
anti kekerasan yang didasarkan pada sistem
hubungan laki-laki dan perempuan yang setara,
dimana keduanya dapat berbagi akses dan kontrol
atas sumber daya alam, sosial, budaya, ekonomi
dan politik secara adil.
3.2.2 Misi
1. Turut membangun kekuatan perempuan
seluruh Indonesia.
2. Menjalin kerjasama dengan gerakan
perempuan di seluruh dunia
3. Memperjuangkan dan melakukan pembelaan
terhadap perempuan, terutama kelas marjinal
dan tertindas
4. Memajukan, membela dan meningkatkan
kesadaran hal azasi manusia dengan fokus hak
perempuan
5. Memperjuangkan terjadinya perubahan
nilai, sikap dan prilaku yang merupakan
manifestasi dari ideologi patriarkhi
6. Memperjuangkan nilai-nilai feminis ke
dalam berbagai sistem hukum dan kebijakan
7. Melakukan berbagai ikhtiar lain yang sah
dan tidak bertentangan dengan asas dan tujuan
perserikatan.
3.3 Bidang Usaha atau Ruang Gerak
Perserikatan Solidaritas Perempuan adalah Lembaga
Swada Masyarakat (LSM). Berperan penting untuk
memperjuangkan dan melakukan pembelaan terhadap
perempuan, terutama kelas marjinal dan tertindas.
3.4 Stuktur Organisasi
Sumber : Perserikatan Solidaritas Perempuan
Gambar 3.1. Struktur Organisasi
3.5 Deskripsi dan Aktivitas Kerja
1. Ketua BEN
- Memiliki hak dan wewenang penuh memutuskan
keputusan yang diambil berdasarkan
musyawarah.
- Mengkoordinasi organisasi secara umum dalam
hal kegiatan sosial dan kemasyarakatan.
2. Bendahara BEN
- Pemegang uang kas lembaga.
- Bertanggung jawab penuh atas keuangan
organisasi.
- Mengolah keuangan organisasi.
- Bersama Ketua Umum, memutuskan jumlah uang yang
akan dikeluarkan berdasarkan kegiatan yang
dilaksanakan bersama.
3. Sekretaris BEN – DPN
- Pencatatan dan pengarsipan semua dokumen baik
dalam rapat ataupun di luar rapat.
- Mengkoordinasi pembuatan undangan rapat,
pembuatan laporan dan proposal.
- Menyusun notulen.
4. Koordinator Program
- Melakukan kontrol pada capaian program secara
berkala.
5. Divisi Perempuan dan Kedaulatan Pangan
Mengamati isu isu yang berkembang tentang
perempuan dan kedaulatan pangan. Memberikan
informasi kepada media baik cetak maupun
elektronik mengenai isu perempuan dan kedaulatan
pangan.
6. Divisi Sumber Daya Alam
Melakukan investigasi wilayah dan mendata
keperluan sebagai dasar kebijakan yang akan
diambil. Memberikan informasi kepada media baik
cetak maupun elektronik mengenai isu sumber daya
alam
7. Divisi Migrasi, Trafficking, HIV/Aids
Mengamati isu isu yang berkembang tentang
migrasi. Memberikan informasi kepada media baik
cetak maupun elektronik mengenai isu migrasi.
Menyelesai kasus kasus tentang penyimpangan
migrasi yang ada.
8. Divisi Politisasi Agama
Mengamati isu isu yang berkembang tentang
politisasi agama. Melakukan dan meneliti dampak
politisasi agama terhadap kehidupan dan
kesejahteran masyarakat dan menganalisanya.
9. Divisi Penguatan Organisasi
Melakukan upaya-upaya untuk penguatan organisasi.
Melakukan seminar-seminar untuk penguatan
organisasi.
10.Divisi Komunikasi dan informasi
Melakukan pencitraan organisasi kepada arah
positif di mata masyarakat. Melakukan pendekatan
lembaga ke masyarakat melalui brosur, company
profile, media masa.
11.Kepala Kantor dan Logistik
Menjaga dan mengurus perlengkapan kantor. Kepala
kantor dan logistik mencakup bagian personalia.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan PPh Pasal 21
4.1.1 Wajib Pajak
wajib pajak yang dimiliki oleh Perserikatan
Solidaritaas Perempuan sebanyak 4 (empat)
orang. Mereka adalah karyawan tetap di
Perserikatan Solidaritas Perempuan yang telah
ditetapkan dalam suatu perjanjian kerja yang
tidak tertulis. Wajib pajak tersebut terdiri
dari :
1. Risma Umar adalah seorang DPN di
Perserikatan Solidaritas Perempuan yang
berstatus tidak berkeluarga dan tidak
memiliki tanggungan serta memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak 09.654.986.0-061.000.
2. Marhaini adalah seorang wakil DPN di
Perserikatan Solidaritas Perempuan yang
berstatus tidak berkeluarga dan tidak
memiliki tanggungan serta memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak 68.663.017.9-017.000.
3. Anita adalah seorang Bendahara di
Perserikatan Solidaritas Perempuan yang
berstatus tidak berkeluarga dan tidak
memiliki tanggungan serta memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak 68.202.744.6-017.000
4. Wahida Rutam adalah seorang ketua BEN di
Perserikatan Solidaritas Perempuan yang
berstatus tidak berkeluarga dan tidak
memiliki tanggungan serta memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak 79.583.334.2-801.000.
Tabel 4.1 Daftar Pegawai Tetap
No
.
Nama Jabatan Stat
us
NPWP
1. Risma Umar Ketua DPN TK/0 09.654.986.0-
061.0002. Marhaini Wakil DPN TK/0 68.663.017.9-
017.0003. Anita Bendahara
BEN
TK/0 68.202.744.6-
017.0004. Wahida
Rutam
Ketua BEN TK/0 79.583.334.2-
801.000
4.1.2 Objek Pajak
Untuk menghitung PPh Pasal 21 karyawan tetap,
terlebih dahulu dicari seluruh penghasilan
bruto yang diterima atau diperoleh selama
sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala
jenis tunjangan dan pembayaran teratur
lainnya. Objek Pajak Pasal 21 didalam
Perserikatan Solidaritas Perempuan meliputi :
1. Gaji Pokok
Gaji pokok adalah gaji tetap yang diterima
oleh karyawan setiap bulan dan teratur.
Gaji pokok yang diterima setiap karyawan
memiliki nilai yang berbeda-beda sesuai
dengan tingkat jabatan.
2. Tunjangan
Tunjangan adalah segala kenikmatan yang
diberikan perusahaan kepada karyawan yang
dapat menambah penghasilan karyawan setiap
bulannya.
Berikut perhitungan Pajak Penghasilan Pasal
21 :
Tabel 4.2 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Nama : Risma UmarNPWP : 09.654.986.0-061.000Jabatan : Ketua DPNStatus : TK/0Masa Pajak : Juni 2014Penghasilan Bruto(Gaji Pokok+tunjangan-tunjangan)
Rp. 2.800.000
Biaya Jabatan(5% X Penghasilan Bruto)
Rp. 140.000
Penghasilan Netto Sebulan (Penghasilan Bruto-BiayaJabatan)
Rp. 2.660.000
Penghasilan Netto
Disetahunkan
Rp. 31.920.000
PTKP Setahun TK/0
(WP= Rp 24.300.000)
Rp. 24.300.000
PKP Setahun
(Penghasilan Netto
disetahunkan-PTKP
Setahun)
Rp. 7.620.000
PPh Pasal 21 Setahun
(5% X Rp. 7.620.000)
Rp. 381.000
PPh Pasal 21 Sebulan
(PPh pasal 21
setahun/12)
Rp. 31.750
Nama : MarhainiNPWP : 68.663.017.9-017.000Jabatan : Wakil DPNStatus : TK/0Masa Pajak : Juni 2014Penghasilan Bruto(Gaji Pokok+tunjangan-tunjangan)
Rp. 2.250.000
Biaya Jabatan(5% X Penghasilan Bruto)
Rp. 112.500
Penghasilan Netto Sebulan (Penghasilan Bruto-Biaya Jabatan)
Rp. 2.137.500
Penghasilan Netto
Disetahunkan
Rp. 25.650.000
PTKP Setahun TK/0
(WP= Rp 24.300.000)
Rp. 24.300.000
PKP Setahun
(Penghasilan Netto
disetahunkan-PTKP Setahun)
Rp. 1.350.000
PPh Pasal 21 Setahun
(5% X Rp. 7.620.000)
Rp. 67.500
PPh Pasal 21 Sebulan
(PPh pasal 21 setahun/12)
Rp. 5.625
Nama : AnitaNPWP : 68.202.744.6-017.000Jabatan : BendaharaStatus : TK/0Masa Pajak : Juni 2014Penghasilan Bruto(Gaji Pokok+tunjangan-tunjangan)
Rp. 2.250.000
Biaya Jabatan(5% X Penghasilan Bruto)
Rp. 112.500
Penghasilan Netto Sebulan (Penghasilan Bruto-BiayaJabatan)
Rp. 2.137.500
Penghasilan Netto
Disetahunkan
Rp. 25.650.000
PTKP Setahun TK/0
(WP= Rp 24.300.000)
Rp. 24.300.000
PKP Setahun
(Penghasilan Netto
disetahunkan-PTKP
Setahun)
Rp. 1.350.000
PPh Pasal 21 Setahun
(5% X Rp. 7.620.000)
Rp. 67.500
PPh Pasal 21 Sebulan Rp. 5.625
(PPh pasal 21
setahun/12)
Nama : Wahida RutamNPWP : 79.583.334.2-801.000Jabatan : Ketua BENStatus : TK/0Masa Pajak : Juni 2014Penghasilan Bruto(Gaji Pokok+tunjangan-tunjangan)
Rp. 2.750.000
Biaya Jabatan(5% X Penghasilan Bruto)
Rp. 137.500
Penghasilan Netto Sebulan (Penghasilan Bruto-BiayaJabatan)
Rp. 2.612.500
Penghasilan Netto
Disetahunkan
Rp. 31.350.000
PTKP Setahun TK/0
(WP= Rp 24.300.000)
Rp. 24.300.000
PKP Setahun Rp. 7.050.000
(Penghasilan Netto
disetahunkan-PTKP
Setahun)PPh Pasal 21 Setahun
(5% X Rp. 7.620.000)
Rp. 352.500
PPh Pasal 21 Sebulan
(PPh pasal 21
setahun/12)
Rp. 29.375
4.1.3 Penyetoran PPh Pasal 21
Setelah melakukan perhitungan atas PPh Pasal
21 terhadap semua karyawan maka kewajiban
perusahaan selanjutnya menyetorkan PPh Pasal
21 tersebut. Penyetoran PPh Pasal 21 dapat
dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP). Surat Setoran Pajak yang
digunakan oleh wajib pajak adalah surat
setoran pajak yang bersifat standar. Dalam
formulir SSP wajib pajak harus mengisi data-
data yang diperlukan dalam penyetoran pajak.
Berikut adalah data-data yang harus disi
dalam SSP, meliputi :
1. NPWP
Diisi dengan NPWP yang dimiliki oleh
perusahaan yaitu 01.571.483.5.002.000
2. Nama Wajib Pajak
Diisi sesuai dengan nama perusahaan yaitu
Perserikatan Solidaritas Perempuan.
3. Alamat Wajib Pajak
Diisi sesuai dengan alamat wajib pajak
yang tercantum dalam kartu NPWP yaitu
Jalan Panti Asuhan blok A1 Jakarta Timur.
4. Kode Akun Pajak
Disi dengan kode akun pajak yang akan
disetor yaitu 411121 untuk jenis pajak PPh
Pasal 21.
5. Kode Jenis Setoran
Diisi dengan kode setoran yang akan
dibayar yaitu 100 sebagai tanda masa PPh
Pasal 21. Kode ini diisi untuk pembayaran
pajak yang masih harus disetor yang
tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21.
6. Uraian Pembayaran
Diisi dengan kolom dalam jenis setoran
yang berhubungan dengan kode akun pajak
dan kode jenis setoran yaitu PPh Pasal 21
atau 26 masa Juni 2014.
7. Masa Pajak
Diisi dengan dengan member tanda silang
(X) pada salah satu kolom bulanan pajak
yang akan disetorkan yaitu Juni.
8. Tahun Pajak
Diisi dengan tahun pajak bersangkutan
yaitu 2014.
9. Jumlah Pembayaran
Diisi dengan jumlah pajak yang akan
disetorkan sesuai dengan yang tercantum
dalam SPT masa PPh Pasal 21 masa Juni
sebesar Rp. Rp. 72.375
10. Terbilang
Diisi dengan jumlah pajak yang disetorkan
dalam bahasa Indonesia yaitu Tujuh puluh
dua ribu tiga ratus tujuh lima rupiah.
11. Diterima oleh Kantor Penerimaan
pembayaran
Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau
setoran oleh Kantor Penerimaan Pembayaran
(Bank Persepsi/Devisa Persepsi atau PT.
Pos Indonesia), tanda tangan, dan nama
jelas petugas penerimaan pembayaran
setoran, serta cap/stempel Kantor
Penerimaan Pembayaran.
12. Wajib Pajak/Penyetor
Diisi dengan tempat, tanggal, bulan,
tahun, nama wajib pajak, tanda tangan
serta cap perusahaan yaitu Jakarta tanggal
6 Juni 2014 dan ditandatangani oleh
direktur utama serta cap perusahaan.
13. Ruang Validasi Kantor Penerimaan
Pembayaran
Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak
(NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB)
atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh
Kantor Penerimaan Pembayaran yang telah
mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan
Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat
Jendral Pajak.
Surat Setoran Pajak sebagai alat penyetoran pajak
dibuat dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari :
Lembar ke-1 untuk Arsip Pajak
Lembar ke-2 untuk Kantor Pebendaharawan dan Kas Negara
(KPKN)
Lembar ke-3 untuk melapor ke Kantor Pelayanan Pajak
Lembar ke-4 untuk Arsip Bank Persepsi/Kantor Pos Giro
Lembar ke-5 untuk arsip pihak lain
Penyetoran pajak dapat dilakukan dikantor pos atau bank
persepsi baik bank pemerintah maupun bank swasta yang
telah ditunjuk oleh pemerintah untuk menerima
penghasilan dalam negeri. Penyetoran dapat dilakukan
paling lambat tangga 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
Dalam kasus ini perhitungan PPh Pasal 21 yang dihitung
adalah penghasilan karyawan di bulan Juni 2014,
sehingga wajib pajak memiliki kewajiban menyetor pajak
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan Juli tahun
2014. Jika terjadi keterlambatan dalam penyetoran maka
akan dikenakan sanksi sebesar 2% (persen) sebulan dari
hutang pajak yang harus dibayar. Dalam bulan masa Juni
jumlah pajak yang harus disetorkan sebesar Rp. Rp.
72.375,- (Tujuh puluh dua ribu tiga ratus tujuh lima
rupiah) pada tanggal 10 Juli 2014.
Setelah menyetorkan pajak ke kantor pos atau bank
persepsi lainnya, maka SSP harus diberi tanda bukti
penerimaan uang oleh kas negara atau instansi
penerimaan setoran pajak lainnya. Selain itu, SSP pun
harus diberi validasi dan ditandatangani serta dicap
oleh penerimaan pembayaran. Dalam penyetoran tersebut
maka Bank Persepsi atau kantor pos akan mengambil SSP
lembar kedua dan keempat sebagai arsip Bank Persepsi
atau Kantor Pos serta KPKN.
4.1.4 Pelaporan PPh Pasal 21
Kewajiban Wajib Pajak selanjutnya setelah
penyetoran adalah pelaporan PPh Pasal 21.
Pelaporan PPh Pasal 21 dapat dilakukan dengan
mengisi Surat Pemberitahuan (SPT). Surat
Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk penyetoran Kewajiban
pelaporan ini dilakukan dengan mengambil
sendiri dan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT)
serta menyampaikannya kepada KPP setempat
dimana wajib pajak terdaftar, atau KPP yang
ditetapkan bagi wajib pajak tertentu.
4.1.5 Pencatatan Akuntansi PPh Pasal 21
Pada uraian mengenai perhitungan, penyetoran,
serta pelaporan diatas akan dilakukan
pencatatan akuntansi dalam perusahaan.
Pencatatan akuntansi atas PPh Pasal 21
ditanggung oleh perusahaan sebesar Rp. 72.375,-
(Tujuh puluh dua ribu tiga ratus tujuh lima
rupiah). Berikut ini adalah pencatatan
akuntansi :
1. Saat Pembayaran Gaji
Bayar Gaji Rp. 10.050.000
B. Tanggungan PPh Pasal 21 Rp. 72.375
Kas Rp. 10.050
Utang PPh Pasal 21 Rp.
72.375
2. Saat Menyetor Pajak
Utang PPh 21 Rp. 72.375
Kas Rp.
72.375
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, maka penulis akan menyimpulkan beberapa
hal mengenai inti dari pembahasan ini. Berikut ini
adalah kesimpulan dari penulis :
5. Perserikatan Solidaritas Perempuan telah
melakukan perhitungan PPh Pasal 21 dengan baik
dan benar sesuai dengan Undang-undang perpajakan
yang berlaku di Indonesia.
6. Perserikatan Solidaritas Perempuan melakukan
penyetoran PPh Pasal 21 tepat pada waktunya yaitu
sebelum batas waktu penyetoran yang ditentukan
dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia.
7. Perserikatan Solidaritas Perempuan telah
melakukan pelaporan PPh Pasal 21 tepat pada
waktunya yaitu sebelum batas waktu penyetoran
yang ditentukan dalam undang-undang yang berlaku
di Indonesia.
8. Pencatatan Akuntansi atas PPh Pasal 21 di
Perserikatan Solidaritas Perempuan sudah
dilakukan dengan baik sesuai dengan ketentuan
yang ada.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, pada bagian ini
memberikan saran-saran yang mungkin berguna bagi
perusahaan dan para pembaca pada umumnya. Saran-
saran penulis antara lain :
Perserikatan Solidaritas Perempuan sebagai pemotong
pajak harus melakukan perhitungan pajak penghasilan
secara teratur yaitu setiap bulan sesuai gaji yang
diterima oleh karyawan secara nyata. Dalam
perhitungan diperlukan ketelitian dan kecermatan
dalam proses perhitungannya. Sehingga dapat
meminalisir kesalahan dalam proses perhitungan.