penyetoran perhitungan pph 21

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama didirikannya sebuah Negara adalah menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Masyarakat yang sejahtera akan tercipta jika pemerintahan dalam Negara tersebut dapat mengutamakan kepentingan masyarakat. Bukti yang menunjukan jika pemerintahan telah mengutamakan kepentingan masyarakat adalah dilakukannya pembangunan secara nasional. Pembangunan secara nasional pada umumnya dibiayai oleh kas negara dan dilakasanakan didalam berbagai aspek kehidupan sehingga memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan. Pendapatan masyarakat yang terus meningkat akan membuat mutu kehidupan masyarakat menjadi lebih baik lagi. Sehubungan dengan terus meningkatnya pendapatan masyarakat, maka masyarakat tersebut memiliki kewajiban sebagai warga negara diantaranya adalah membayar pajak. Pendapatan yang telah

Upload: perbanasinstitute

Post on 21-Apr-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan utama didirikannya sebuah Negara adalah

menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera.

Masyarakat yang sejahtera akan tercipta jika

pemerintahan dalam Negara tersebut dapat

mengutamakan kepentingan masyarakat. Bukti yang

menunjukan jika pemerintahan telah mengutamakan

kepentingan masyarakat adalah dilakukannya

pembangunan secara nasional. Pembangunan secara

nasional pada umumnya dibiayai oleh kas negara dan

dilakasanakan didalam berbagai aspek kehidupan

sehingga memberikan kesempatan kerja bagi

masyarakat untuk meningkatkan pendapatan.

Pendapatan masyarakat yang terus meningkat akan

membuat mutu kehidupan masyarakat menjadi lebih

baik lagi. Sehubungan dengan terus meningkatnya

pendapatan masyarakat, maka masyarakat tersebut

memiliki kewajiban sebagai warga negara diantaranya

adalah membayar pajak. Pendapatan yang telah

diperoleh akan dikenakan pajak yang disebut dengan

pajak penghasilan. Pajak penghasilan dipungut oleh

negara sesuai peraturan yang berlaku di negara

tersebut.

Salah satu objek dari pajak penghasilan tersebut

adalah gaji. Gaji merupakan salah satu pendapatan

masyarakat yang umumnya diberikan setiap bulan oleh

perusahaan. Perusahaan dalam hal ini bertindak

sebagai pemotong pajak yang berkewajiban untuk

menghitung, menyetor serta melaporkan pajak

penghasilan karyawan setiap bulannya. Hal ini

terjadi karena Indonesia menganut self assessment system

yang memberlakukan wajib pajaknya seperti

perusahaan untuk melakukan perhitungan, penyetoran

serta pelaporan pajak dengan sendiri serta

melakukan pencatatan akuntansi sebagai bentuk

pelaksanaan pajak penghasilan dalam perusahaan.

Sehingga setiap gaji yang diterima oleh karyawan

akan dihitung besarkan pajak penghasilan pasal 21

setiap bulannya untuk disetorkan ke kas negara dan

melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat

oleh perusahaan. Pajak penghasilan yang telah

disetorkan dan dilaporkan oleh perusahaan secara

teratur akan menjadi sumber pendapatan tebesar

dalam negeri yang digunakan untuk membiayai

pembangunan secara nasional. Karena pajak

penghasilan memiliki peran penting dalam pembiayaan

pembangunan nasional yang dapat meningkatkan

kehidupa masyarakat menjadi lebih sejahtera dalam

suatu Negara terutama Indonesia maka diperlukan

penegtahuan yang lebih mengenai pajak penghasilan

pasal 21 bagi wajib pajaknya. Atas dasar peran gaji

karyawan dalam suatu perusahaan sebagai objek pajak

penghasilan pasal 21 bagi yang menjadi sumber

pendapatan negara sehingga dibutuhkan pengetahuan

mengenai perhitungan, penyetoran, pelaporan serta

pencatatan akuntansi yang baik dan benar, maka

penulis berminat untuk menyusun Tugas Akhir yang

berjudul : “Pengelolaan Pajak Penghasilan Pasal 21

pada Perserikatan Solidaritas Perempuan”.

1.2 Alasan Pemilihan Objek

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis

melakukan perhitungan, penyetoran, pelaporan, serta

pencatatan akuntansi pajak penghasilan pegawai

tetap pada Perserikatan Solidaritas Perempuan

didasarkan pada beberapa hal, diantaranya adalah

ketersediaan data yang diperoleh penulis, memiliki

pengetahuan yang diperoleh penulis semasa kuliah

program studi komputerisasi akuntansi di Politeknik

LP3I kampus Pasar Minggu serta pengalaman kerja.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

1.3.1 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana cara

perhitungan PPh Pasal 21 pada Perserikatan

Solidaritas Perempuan.

2. Untuk mengetahui bagaimana cara Penyetoran

PPh Pasal 21 pada Perserikatan Solidaritas

Perempuan.

3. Untuk mengetahui bagaimana cara pelaporan

PPh Pasal 21 pada Perserikatan Solidaritas

Perempuan.

4. Untuk mengetahui bagaimana cara pencatatan

akuntansi PPh Pasal 21 pada Perserikatan

Solidaritas Perempuan.

1.3.2 Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu

dan pengetahuan yang didapat dari proses

belajar mengajar semasa perkuliahan. Dan

untuk mengetahui secara langsung aplikasi

perpajakan dalam dunia kerja.

2. Bagi Pembaca

Dapat menambah pengetahuan bagi pembaca

dan dapat menjadi bahan referensi/acuan

untuk penulisan Tugas Akhir, khususnya

mahasiswa LP3I Program Diploma Tiga

Jurusan Komputerisasi Akuntansi.

3. Bagi Perusahaan

Tugas Akhir ini dapat dijadikan suatu

masukan yang dapat dikembangkan untuk

kemajuan perusahaan dimasa depan.

1.4 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana cara perhitungan PPh Pasal 21 pada

Perserikatan Solidaritas Perempuan ?

2. Bagaimana cara Penyetoran PPh Pasal 21 pada

Perserikatan Solidaritas Perempuan ?

3. Bagaimana cara pelaporan PPh Pasal 21 pada

Perserikatan Solidaritas Perempuan ?

4. Bagaimana cara pencatatan akuntansi PPh Pasal

21 pada Perserikatan Solidaritas Perempuan ?

1.5 Batasan Masalah

Penulis hanya membatasi masalah pada perhitungan,

penyetoran, pelaporan, dan pencatatan akuntansi

PPh Pasal 21 bulan Juni pada tahun 2014 terhadap

karyawan tetap pada Perserikatan Solidaritas

Perempuan.

1.6 Metodologi Penulisan

Dalam pembuatan tugas akhir ini, penulis

membutuhkan data-data yang berhubungan dengan

kajian penulis bersumber dari :

1. Studi Lapangan ( Field Research )

yaitu penulis mendapatkan data-data untuk

pembuatan tugas akhir ini secara langsung dari

perusahaan yang bersangkutan. Teknik

pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi

(pengamatan) secara langsung dimana data-data

tersebut mempunyai kebenaran yang dapat

dipertanggung jawabkan.

2. Studi Pustaka ( Library Research )

Yaitu penulis mendapatkan data-data dengan cara

mempelajari berbagai bentuk bahan-bahan

tertulis seperti buku-buku penunjang kajian,

catatan-catatan maupun referensi lain yang

bersifat tertulis.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini, pembahasan dan

penganalisaannya diklasifikasikan secara

sistematis ke dalam 5 (lima) bab yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis mengemukakan

tentang latar belakang masalah, alasan

pemilihan objek, maksud dan tujuan,

identifikasi/perumusan masalah,

pembatasan masalah, metodologi penulisan

dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini penulis menyajikan berbagai

referensi yang mendukung analisa yang

penulis sampaikan.

BAB III : PROFIL PERUSAHAAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang

segala sesuatu yang terkait dengan

sejarah singkat perusahaan, visi dan

misi, bidang usaha/ruang gerak serta

struktur organisasi.

BAB IV : PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis melakukan analisa

terhadap materi yang penulis angkat dari

judul yang disajikan.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan

dan saran yang mungkin berguna bagi

perusahaan sebagai masukan.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pengelolaan

Soekanto mengartikan pengelolaan sebagai berikut :

“suatu proses yag dimulai dari proses perencanaan, pengaturan, pengawasan, penggerak sampai dengan proses terwujudnya tujuan”.

Moekijat pengelolaan adalah

“rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan,pengorganisasian, petunjuk, pelaksanaan,pengendalian dan pengawasan”.

Dari pengertian pengelolaan di atas, dapat

disimpulkan bahwa Pengertian Pengelolaan yaitu

bukan hanya melaksanakan suatu kegiatan, yang

meliputi fungsi-fungsi manajemen, seperti

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk

mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

2.2 Pengertian Pajak

Definisi Pajak menurut Rochmat Soemitro dalam buku

yang berjudul Hukum Pajak dan Perpajakan (2011:2) :

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihakrakyat kepada kas Negara untuk membiayaipengeluaran rutin dan surplusnya digunakanuntuk public saving yang merupakan sumber utamauntuk membiayai public invesment”.

Menurut P.J.A Adriani dalam buku Mudahnya Menghitung

Pajak Penghasilan (2011:5) :

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yangwajib membayarnya menurut peraturan-peraturanumum (undang-undang) dengan tidak dapatprestasi kembali yang langsung dapat ditunjukdan yang gunanya adalah untuk membiayaipengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugasnegara untuk menyelenggarakan pemerintah”.

Menurut Rockhmat Soemitro dalam buku Perpajakan

Indonesia (2010:2) :

“Pajak sebagai iuran yang diberikan oleh warganegara kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidakmendapat jasa timbal balik (kontraprestasi)yang langsung dapat ditujukan dan yangdigunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:

1. Iuran rakyat kas negara

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta

sifatnya dipaksakan.

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan

adanya kontraprestasi secara langsung oleh

pemerintah.

4. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah.

5. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran

pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih

terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai

Public Investment.

2.2.1 Fungsi Pajak

Menurut Agus Waskito dalam bukunya Mudahnya

Menghitung Pajak Penghasilan (2011:3), fungsi

uang pajak digunakan oleh Negara untuk

kesejahteraan rakyat, yang dirumuskan sebagai

berikut :

1. Fungsi Budgetair

Fungsi budgetair adalah bahwa pajak

berfungsi sebagai sumber penerimaan negara

dalam Anggaran Pendapatan dan Biaya Negara

( APBN) untuk menutup biaya-biaya yang

diperlukan dalam menjalankan

pemerintahannya.Fungsi ini fungsi utama

pajak.

2. Alat Pemerataan Pendapatan

Tarif pajak yang progresif yang dibebankan

dimaksudkan untuk mengenakan pajak yang

lebih tinggi pada yang lebih mampu. Dengan

begitu masyarakat berpenghasilan rendah

dapat menikmati proyek-proyek pembangunan

seperti sarana peribadahan, pendidikan,

transportasi, kesehatan, perhubungan,

pertahanan/keamanan.

3. Tabungan Negara

Jika negara memiliki kelebihan dana sisa

dari yang dipergunakan untuk membiayai

pengeluaran negara rutin, maka sisa

tersebut menjadi tabungan pemerintah arau

negara.

2.3 Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak yang

dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah,

honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan

nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau

jabatan atau sebagai imbalan atau jasa. Baik yang

dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

2.3.1 Subjek Pajak

Subjek pajak menurut Mulyo Agung dalam buku

Perpajakan Indonesia (2011:228) adalah sebagai

berikut :

1. Orang Pribadi

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu

kesatuan menggantikan yang berhak

3. Badan

4. Bentuk usaha tetap

2.3.1.1 Subjek pajak dalam negeri

1.Orang pribadi yang bertempat

tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia lebih dari

183 (seratus delapan puluh tiga)

hari dalam jangka waktu 12 (dua

belas) bulan, atau orang pribadi

yang dalam suatu tahun pajak berada

di Indonesia dan mempunyai niat

untuk bertempat tinggal di

Indonesia

2.Badan yang didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia, kecuali

unit tertentu dari badan pemerintah

3.Warisan yang belum terbagi sebagai

satu kesatuan menggantikan yang

berhak.

2.3.2 Objek Pajak

Objek pajak penghasilan adalah penghasilan

yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis

yaitu diterima atau diperoleh Wajib Pajak

(WP), baik yang berasal dari indonesia maupun

dari luar Indonesia, yang dapat di pakai

untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan

dalam bentuk apapun termasuk :

1. Upah harian, mingguan, upah satuan dan

upah borongan.

2. Honorium, komisi atau pembayaran lain

sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa

yang dilakukan di Indonesia oleh wajib

pajak dalam negeri.

3. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau

kegiatan dan penghargaan.

4. Laba usaha

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang

telah dibebankan sebagai biaya

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan

imbalan karena jaminan pengembalian utang

7. Deviden dengan nama dan dalam bentuk

apapun, termasuk deviden dari perusahaan

asuransi kepada pemegang polis dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8. Royalti

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan

dengan penggunaan harta

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran

berkala

11. Keuntungan karena pembebasan utang,

kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang

ditetapkan dengan peraturan pemerintah

12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang

asing

13. Selisih lebih karena penilaian kembali

aktiva

14. Premi asuransi

15. Iuran yang diterima atau diperoleh

perkumpulan dari anggotanya yang terdiri

dari WP yang menjalankan usaha atau

pekerjaan bebas

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari

penghasilan yang belum dikenakan pajak

2.3.3 Pemotong Pajak Pasal 21

Pemotong Pajak Pasal 21 menurut Tulis S.

Meliala dalam buku Perpajakan dan Akuntansi Pajak

(2011:145) adalah sebagai berikut :

1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi

dan badan, termasuk usaha tetap, baik

merupakan pusat maupun cabang, yang

membayar gaji, upah, honorarium,

tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama

apapun, sebagai imbalan sehubungan

pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh

pegawai atau bukan pegawai.

2. Bendaharawan pemerintah termasuk

bendaharawan pada pemerintah pusat,

daerah, instasi atau lembaga pemerintahan.

3. Yayasan, lembaga, kepanitiaan asosiasi,

perkumpulan/ organisasi dalam bentuk

apapun sehubungan dengan pekerjaan atau

jasa, kegiatan yang dilakukan oleh orang

pribadi.

2.3.4 Bukan Pemotong Pajak Pasal 21

1. Kantor perwakilan Negara Asing

2. Organisasi-organisasi internasional

sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat

(1) huruf c Undang-undang Pajak

Penghasilan yang telah ditetapkan oleh

menteri Keuangan.

3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak

melakukan kegiatan usaha atau pekerja

bebas yang semata-mata memperkerjakan

orang pribadi untuk melakukan pekerjaan

rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam

rangka melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas.

2.3.5 Kewajiban dan Hak Pemotong Pajak Pasal 21

Kewajiban dan Hak Pemotong Pajak Pasal 21

menurut Tulis S. Meliala dalam buku

Perpajakan dan Akuntansi Pajak adalah sebagai

berikut :

1. Setiap pemotong wajib mendaftarkan diri ke

Kantor Pelayan Pajak setempat atau tempat

lain yang ditentukan oleh Direktorat

Jendral Pajak.

2. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong

dan menyetorkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26

yang terhutang untuk setiap bulan takwin.

3. Apabila Pegawai tetap berhenti bekerja

atau pensiun pada bagian tahun takwin,

maka Bukti Pemotongan diberikan oleh

pemberi kerja selambat-lambatnya satu

bulan setelah pegawai yang bersangkutan

berhenti atau pensiun.

2.4 Cara Perhitungan Pajak Pasal 21

Perhitungan Pajak Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan

Teratur Pegawai Tetap menurut Mulyo Agung dalam

buku Perpajakan Indonesia (2010:181), yaitu :

1. Untuk memperoleh pengahsilan netto setahun,

pengahsilan netto dikalikan 12.

2. Untuk memperoleh jumlah PPh Pasal 21 sebulan,

jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi 12.

3. Untuk Menghitung PPh Pasal 21 atas pengahasilan

pegawai tetap, terlebih dahulu dicari

penghasilan netto sebulan yang diperoleh dengan

cara mengurangi pengahsilan bruto dengan biaya

jabatan, iuran pensiun, iuran tabungan hari tua

atau tunjangan hari tua yang dibayar oleh

pegawai kemudian disetahunkan.

2.4.1 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Untuk menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP), wajib pajak orang pribadi harus

terlebih dahulu mengurangi penghasilan

nettonya dengan PTKP yang besarnya ditentukan

oleh Menteri Keuangan, besarnya PTKP dapat

berubah dengan mempertimbangkan perkembangan

ekonomi setiap tahunnya.

2.4.1.1 Pengurangan PTKP Terbaru

Besarnya penghasilan netto bagi

pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal

21 adalah jumlah seluruh penghasilan

dikurangi dengan :

1. Biaya jabatan sebasar 5% dari

penghasilan bruto.

2. Iuran yang terkait dengan gaji yang

dibayar oleh pegawai kepada dana

pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan atau

badan penyelenggara tunjangan hari

tua atau jaminan hari tua yang

dipersamakan dengan dana pensiun

yang pendiriannya telah disahkan

oleh Menteri Keuangan.

3. Besarnya penghasilan netto bagi

penerima pensiun berkala yang

dipotong PPh pasal 21 adalah

seluruh jumlah penghasilan bruto

dikurangi dengan biaya pensiun

sebesar 5%.

4. PTKP Terbaru

a. PTKP Pertahun Rp. 24.300.000

b. PTKP Perbulan Rp. 2.025.000

2.4.2 Tarif Pajak

Tarif pajak atau besaran dari penghasilan

yang disetor atau dibayarkan kepada kas

negara. Tarif pajak untuk Penghasilan Kena

Pajak Orang Pribadi diatur dalam Pasal 17 UU

No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

1. Wajib Pajak Orang Pribadi

a. 0 s.d Rp 50.000.000 tarif 5%

b. Di atas Rp 50.000.000 s.d Rp 250.000.000

tarif 15%

c. Di atas Rp 250.000.000 s.d Rp.

500.000.000 tarif 25%

d. Di atas Rp. 500.000.000 tarif 30%

2. Badan

a. Tahun 2009 tarif 28%

b. Mulai tahun 2010 tarif 25%

2.5 Penyetoran Pajak Pasal 21

Setelah perhitungan, kewajiban selanjutnya bagi

wajib pajak adalah penyetoran pajak. Penyetoran

pajak bisa dilakukan di kas negara, kantor pos,

serta bank-bank pemerintah dan bank-bank swasta

yang di tunjuk oleh pemerintah.

2.5.1 Surat Setoran Pajak

Menurut Mulyo Agung dalam buku Perpajakan

Indonesia (2010:28) SSP standar digunakan

untuk pembayaran semua jenis pajak baik yang

final maupun bukan final kecuali setoran PBB

dan BPHTB. SSP standar dibuat dalam rangkap 5

(lima), terdiri atas :

Lembar ke-1 untuk Arsip Wajib Pajak

Lembar ke-2 untuk diteruskan ke kantor

perbendaharawan dan kas negara (KPKN)

Lembar ke-3 untuk dilaporkan ke Kantor

Pelayanan Pajak

Lembar ke-4 untuk Arsip Bank Persepsi/Kantor

Pos Giro

Lembar ke-5 untuk Arsip pihak lain

2.5.2 Tempat Penyetoran Pajak

Penyetoran pajak dapat dilakukan dimanapun di

seluruh Indonesia dengan tempat penyetoran

(Pasal 10 UU KUP) adalah :

1. Kantor Pos

Penyetoran pajak dengan menggunakan Surat

Setoran Pajak (SSP).

2. Bank Presepsi

Meliputi semua bank pemerintah dan bank

swasta yang telah ditunjuk oleh pemerintah

sebagai bank presepsi.

Jika kewajiban penyetoran oleh wajib pajak

tidak dipenuhi maka akan diberikan sanksi-

sanksi tertentu, yaitu :

a. Terlambat membayar hingga melawati batas

waktu pembayaran dikenakan sanksi 2 persen

sebulan dari jumlah utang pajak yang harus

dibayar.

b. Dikeluarkan Surat Tagihan Pajak pada pajak

penghasilan berjalan yang tidak/kurang

dibayar, dikenakan sanksi 2 persen

maksimum 48 persen dari jumlah pajak yang

tidak/kurang dibayar.

2.6 Pelaporan Pajak Pasal 21

Kewajiban Wajib Pajak selanjutnya adalah pelaporan.

Kewajiban pelaporan ini dilakukan dengan mengambil

sendiri dan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) serta

menyampaikannya kepada KPP setempat dimana wajib

pajak terdaftar, atau KPP yang ditetapkan bagi

wajib pajak tertentu.

2.6.1 Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh

wajib pajak digunakan untuk melaporkan

perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek

pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau

harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sebagaimaana ditentukan dalam undang-undang

perpajakan ada dua macam Surat Pemberitahuan,

yaitu :

1. Surat Pemberitahuan Masa (SPM)

Surat Pemberitahuan Masa adalah surat

pemberitahuan yang jangka waktu untuk

menghitung, menyetorkan, dan melaporkan

pajak yang terhutang dilakukan dalam

jangka waktu tertentu.

2. Surat pemberitahuan Tahunan (SPT)

Surat pemberitahuan Tahunan adalah surat

pemberitahuan yang jangka waktu

pelaporannya selama satu tahun kalender,

atau wajib pajak menggunakan tahun buku

yang tidak sama dengan tahun kalender.

2.6.2 Fungsi SPT

Sebagai sarana melaporkan, mempertanggung

jawabkan perhitungan jumlah pajak yang

sebenarnya terhutang.

2.6.3 Jenis-jenis SPT Tahunan Orang Pribadi

1. Wajib Pajak yang menggunakan Form 1770

adalah Wajib Pajak yang melakukan

pekerjaan bebas, tidak bekerja pada suatu

perusahaan atau pemberi kerja.

2. Wajib Pajak yang menggunakan Form 1770 SS

adalah yang hanya memperoleh penghasilan 1

selain penghasilan dari bunga bank

dan/atau penghasilan dari bunga koperasi

saja.

3. Wajib Pajak menggunakan Form 1770 S adalah

Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan

dengan syarat minimal berikut ini :

a. Satu atau lebih pemberi kerja

b. Penghasilan dalam negeri lainnya

c. Yang dikenakan PPh Final dan/atau

bersifat Final.

2.6.4 Cara Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT)

Bentuk SPT masa PPh Pasal 21/26 terdiri

dari :

1. 1721 : Induk SPT 2 Halaman

2. 1721-I : Daftar Buku Pemotong PPh

Pasal 21 dan

Pasal 26 untuk Pegawai Pensiun

dan

Penerima Pensiun Berkala

3. 1721-II : Daftar Perubahan Pegawai

Tetap

4. 1721-T : Daftar Pegawai Tetap atau

Penerima Pensiun

Berkala, saat diberlakukannya SPT

masa ini

Atau untuk Wajib Pajak baru saat

pertama kali

Melaporkan SPT Masa.

2.7 Pencatatan Akuntansi PPh Pasal 21

Pada PPh Pasal 21 diatur bahwa setiap pemberi

kerja, perusahaan, penyelenggara kegiatan

diwajibkan melakukan pemotongan, membayarkan dan

melaporkan pajak penghasilan yang dipotong.

Pemotongan dan penyetoran pajak akan dicatat secara

akuntansi. Perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 21

menurut Tulis S. Meliala dalam buku Perpajakan dan

Akuntansi Pajak (2011:170) tersebut adalah :

2.7.1 PPh Pasal 21 dipotong dari gaji karyawan

Jika PPh Pasal 21 dipotong dari gaji

karyawan, maka perusahaan bertindak sebagai

pemotong (witholder) pada saat penghasilan

karyawan dibayarkan.

Jurnal :

1. Saat pembayaran gaji dan pemotongan gaji

Biaya Gaji xxxxx

Kas xxxxx

Utang PPh 21 xxxxx

2. Saat penyetoran PPh Pasal 21 ke Kas Negara

Utang PPh 21 (kas negara) xxxxx

Kas xxxxx

2.7.2 PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan

2.7.2.1 PPh Pasal 21 ditanggung secara

keseluruhan

Pajak yang ditanggung pemberi kerja

dapat digolongkan sebagai kenikmatan

(natura) karenanya bukan merupakan

penghasilan bagi karyawan.

Jurnal :

1. Saat pembayaran gaji

Biaya Gaji xxxxx

Biaya PPh 21 ditanggung xxxxx

Kas xxxxx

Utang PPh 21 xxxxx

2. Saat menyetor pajak

Utang PPh 21 xxxxx

Kas xxxxx

2.7.2.2 PPh Pasal 21 sebagai tunjangan PPh

Tunjangan pajak atau tunjangan

lainnya digabungkan dalam menghitung

penghasilan bruto, artinya merupakan

penghasilan bagi karyawan jika

menambah penghasilan karyawan dari

sisi perusahaan pun, tunjangan ini

dapat dikurangkan sebagai biaya dalam

menghitung PPh pemberi kerja.

Tunjangan pajak atau tunjangan

lainnya ini disajikan sebagai biaya

dalam laporan Rugi Laba komersial

maupun fiskal.

Jurnal :

1. Saat pembayaran gaji

Biaya gaji xxxxx

Biaya Tunjangan PPh 21 xxxxx

Kas xxxxx

Utang PPh 21 xxxxx

2. Saat Penyetoran Pajak

Utang PPh 21 xxxxx

Kas xxxxx

BAB III

PROFIL PERUSAHAAN

3.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Dasawarsa tahun 80-an, merupakan kurun waktu saat

rezim otoriter Orde Baru telah sampai pada puncak

kekuasaannya. Bagi rakyat Indonesia, masa itu

merupakan suatu babak di mana penyelenggaraan

kekuasaan di republik ini semakin kuat dikendalikan

dan digerakkan oleh cara pandang dan pola tindak

yang mengikuti logika penimbunan dan pelenyapan

sebagai hukum keniscayaan agar kekuasaan tetap ada

dalam genggaman. Model pembangunan Orde Baru

ditopang oleh dua pilar utama, yaitu kekuatan modal

konglomerasi dan kekuatan represi militer. Kedua

pilar tersebut telah menjadi pola dasar bagi sistem

kekuasaan tersebut dan telah membuahkan kemakmuran

luar biasa yang hanya dinikmati segelintir kelas

elit ekonomi dan politik.

Pola tersebut telah menghadirkan kondisi yang

menyajikan kenyataan akan dua sisi yang berbeda.

Satu sisi, prestasi hasil pembangunan ekonomi

mengalirkan surplus hanya bagi kelas elit. Di sisi

lainnya, proses peminggiran dan penelantaran

terhadap massa rakyat yang berlangsung makin

massif. Dengan demikian makin memperluas

kontradiksi sosial dalam masyarakat. Atas nama

“pembangunan”, petani kecil dipaksa keluar dari

tanah-tanah garapan yang menjadi gantungan

hidupnya, juga kekayaan sumber daya alam di luar

pulau Jawa dieksploitasi secara gila-gilaan

bersamaan dengan proses peminggiran masyarakat

lokal tradisionalnya. Atas nama “persatuan dan

kesatuan”, perbedaan dan kemajemukan ditindas dan

diharamkan. Atas nama “kebersihan dan ketertiban”

kota, para pedagang dan pengasong dikejar-kejar dan

digusur.

Di penghujung tahun 1980-an penggusuran dan

perampasan di banyak tempat itu, kemudian

memunculkan berbagai kelompok solidaritas untuk

massa rakyat yang tergusur dan terampas hak-hak

dasariahnya. Di antaranya, adalah Kelompok

Perempuan untuk Solidaritas Badega (KPSB) yang

mengadakan demonstrasi ke DPR untuk mendukung

perjuangan rakyat petani Badega. Bersamaan waktu

dengan berdirinya kelompok tersebut, juga lahir

Kelompok Kerja Solidaritas Perempuan (KSP) yang

melakukan investigasi dan pembelaan kasus-kasus

Pulau Panggung dan Sugapa tahun 1989. Pada waktu

itu, kelompok solidaritas tersebut hadir secara

spontan dengan struktur organisasi yang sederhana,

bersifat sementara dan lebih banyak dibimbing oleh

spirit voluntarisme (kesukarelaan). Bentuk

aktivitasnya meliputi mulai dari pengumpulan fakta-

fakta di lapangan hingga melancarkan aksi-aksi

protes secara terbuka. Fokus sasarannya secara umum

diarahkan pada satu agenda utama pada waktu itu:

penguatan perjuangan rakyat untuk merebut kembali

tanah-tanah garapannya.

Pada akhirnya disadari bahwa aksi organisasi yang

seperti itu sifatnya spontan, jangka pendek, dan

terbatas. Hal tersebut merupakan bagian dari

permasalahan besar yang harus diatasi. Telah

terbukti bahwa aksi yang sifatnya spontan tidak

akan membawa hasil yang signifikan. Permasalahan

penggusuran, kekerasan terhadap perempuan dan

pelanggaran HAM memiliki dimensi yang sangat

kompleks dan bercorak struktural.

Untuk alasan itulah, pada tanggal 10 Desember 1990

KSP yang terdiri dari Ati Nurbaiti Karta

Hardimadja, Darmiyanti Muchtar, Gracia Tjita

Andangsedjati, Nursyahbani Katjasungkana, Taty

Krisnawaty, Veronica Indriani, dan Wardah Hafidz

bersama dengan beberapa sahabat perempuan

mendirikan sebuah organisasi yang disebut dengan

Yayasan Solidaritas Perempuan. Susunan Dewan

Pengurus 1990 – 1993, terdiri dari Ati Nurbaiti

(Ketua), Nursyahbani Katjasungkana (Wakil Ketua),

Gracia Tjita A. Sedjati (Bendahara), Tati

Krisnawaty (Sekretaris merangkap Koordinator

Program). Program dari yayasan ini adalah

pengembangan institusi yayasan dan pengembangan hak

asasi perempuan. Dan cita-citanya adalah untuk

mencapai masyarakat yang demokratis dan egaliter.

Dalam perjalanannya, pada tahun 1992

diselenggarakan Management Improvement Program

(MIP) yang ditujukan untuk melakukan evaluasi

internal dan pembenahan organisasi secara

komprehensif. Salah satu rekomendasi penting yang

dihasilkan adalah perumusan visi dan perubahan

bentuk organisasi, dari yayasan menjadi sebuah

perkumpulan. Ada sejumlah pertimbangan yang

melatarbelakangi perubahan bentuk organisasi

tersebut. Pertama, selama ini bentuk yayasan hanya

mampu memberi ruang gerak organisasi secara

terbatas. Kedua, secara internal semakin dirasakan

bahwa bentuk yayasan tidak lagi memadai sebagai

wahana untuk membangun kehidupan demokrasi secara

nyata dan meluas di masyarakat. Ketiga, menegaskan

upaya menentang kesewenang-wenangan pemerintah Orde

Baru yang menindas kebebasan berserikat. Jadi,

perubahan bentuk organisasi dari yayasan menjadi

perserikatan pada intinya merupakan hasil proses

interaktif antara perkembangan dinamika internal

dan eksternal.

Namun demikian, kesepakatan untuk melakukan

perubahan bentuk organisasi ini disepakati masih

disertai dengan sebuah catatan, yaitu dengan

melewati sebuah proses semacam masa persiapan yang

disebut dengan masa transisi untuk mempersiapkan

organisasi berupa perserikatan. Dewan Pengurus

selama masa transisi ini adalah sebagai berikut:

Nursyahbani Katjasungkana (Ketua), Tati Krisnawaty

(Wakil Ketua), Darmiyanti Muchtar (Bendahara),

Veronica Indriani (Anggota); dan staf lainnya

diantaranya Eri Nurisa, Fransiska Wuryanti,

Nursatya KH, Yuniarti Chuzaifah, Amen Komaruddin,

dan Hutasoit. Selain Dewan Pengurus, dibentuk juga

Dewan Pengawas, yang terdiri dari Gracia Tjita AS

(Ketua), Ati Nurbaiti (Wakil Ketua), dan Wardah

Hafidz (Anggota).

3.2 Visi dan Misi

3.2.1 Visi

Mewujudkan tatanan sosial yang demokratis,

berlandaskan prinsip-prinsip keadilan,

kesadaran ekologis, menghargai pluralisme, dan

anti kekerasan yang didasarkan pada sistem

hubungan laki-laki dan perempuan yang setara,

dimana keduanya dapat berbagi akses dan kontrol

atas sumber daya alam, sosial, budaya, ekonomi

dan politik secara adil.

3.2.2 Misi

1. Turut membangun kekuatan perempuan

seluruh Indonesia.

2. Menjalin kerjasama dengan gerakan

perempuan di seluruh dunia

3. Memperjuangkan dan melakukan pembelaan

terhadap perempuan, terutama kelas marjinal

dan tertindas

4. Memajukan, membela dan meningkatkan

kesadaran hal azasi manusia dengan fokus hak

perempuan

5. Memperjuangkan terjadinya perubahan

nilai, sikap dan prilaku yang merupakan

manifestasi dari ideologi patriarkhi

6. Memperjuangkan nilai-nilai feminis ke

dalam berbagai sistem hukum dan kebijakan

7. Melakukan berbagai ikhtiar lain yang sah

dan tidak bertentangan dengan asas dan tujuan

perserikatan.

3.3 Bidang Usaha atau Ruang Gerak

Perserikatan Solidaritas Perempuan adalah Lembaga

Swada Masyarakat (LSM). Berperan penting untuk

memperjuangkan dan melakukan pembelaan terhadap

perempuan, terutama kelas marjinal dan tertindas.

3.4 Stuktur Organisasi

Sumber : Perserikatan Solidaritas Perempuan

Gambar 3.1. Struktur Organisasi

3.5 Deskripsi dan Aktivitas Kerja

1. Ketua BEN

- Memiliki hak dan wewenang penuh memutuskan

keputusan yang diambil berdasarkan

musyawarah.

- Mengkoordinasi organisasi secara umum dalam

hal kegiatan sosial dan kemasyarakatan.

2. Bendahara BEN

- Pemegang uang kas lembaga.

- Bertanggung jawab penuh atas keuangan

organisasi.

- Mengolah keuangan organisasi.

- Bersama Ketua Umum, memutuskan jumlah uang yang

akan dikeluarkan berdasarkan kegiatan yang

dilaksanakan bersama.

3. Sekretaris BEN – DPN

- Pencatatan dan pengarsipan semua dokumen baik

dalam rapat ataupun di luar rapat.

- Mengkoordinasi pembuatan undangan rapat,

pembuatan laporan dan proposal.

- Menyusun notulen.

4. Koordinator Program

- Melakukan kontrol pada capaian program secara

berkala.

5. Divisi Perempuan dan Kedaulatan Pangan

Mengamati isu isu yang berkembang tentang

perempuan dan kedaulatan pangan. Memberikan

informasi kepada media baik cetak maupun

elektronik mengenai isu perempuan dan kedaulatan

pangan.

6. Divisi Sumber Daya Alam

Melakukan investigasi wilayah dan mendata

keperluan sebagai dasar kebijakan yang akan

diambil. Memberikan informasi kepada media baik

cetak maupun elektronik mengenai isu sumber daya

alam

7. Divisi Migrasi, Trafficking, HIV/Aids

Mengamati isu isu yang berkembang tentang

migrasi. Memberikan informasi kepada media baik

cetak maupun elektronik mengenai isu migrasi.

Menyelesai kasus kasus tentang penyimpangan

migrasi yang ada.

8. Divisi Politisasi Agama

Mengamati isu isu yang berkembang tentang

politisasi agama. Melakukan dan meneliti dampak

politisasi agama terhadap kehidupan dan

kesejahteran masyarakat dan menganalisanya.

9. Divisi Penguatan Organisasi

Melakukan upaya-upaya untuk penguatan organisasi.

Melakukan seminar-seminar untuk penguatan

organisasi.

10.Divisi Komunikasi dan informasi

Melakukan pencitraan organisasi kepada arah

positif di mata masyarakat. Melakukan pendekatan

lembaga ke masyarakat melalui brosur, company

profile, media masa.

11.Kepala Kantor dan Logistik

Menjaga dan mengurus perlengkapan kantor. Kepala

kantor dan logistik mencakup bagian personalia.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan PPh Pasal 21

4.1.1 Wajib Pajak

wajib pajak yang dimiliki oleh Perserikatan

Solidaritaas Perempuan sebanyak 4 (empat)

orang. Mereka adalah karyawan tetap di

Perserikatan Solidaritas Perempuan yang telah

ditetapkan dalam suatu perjanjian kerja yang

tidak tertulis. Wajib pajak tersebut terdiri

dari :

1. Risma Umar adalah seorang DPN di

Perserikatan Solidaritas Perempuan yang

berstatus tidak berkeluarga dan tidak

memiliki tanggungan serta memiliki Nomor

Pokok Wajib Pajak 09.654.986.0-061.000.

2. Marhaini adalah seorang wakil DPN di

Perserikatan Solidaritas Perempuan yang

berstatus tidak berkeluarga dan tidak

memiliki tanggungan serta memiliki Nomor

Pokok Wajib Pajak 68.663.017.9-017.000.

3. Anita adalah seorang Bendahara di

Perserikatan Solidaritas Perempuan yang

berstatus tidak berkeluarga dan tidak

memiliki tanggungan serta memiliki Nomor

Pokok Wajib Pajak 68.202.744.6-017.000

4. Wahida Rutam adalah seorang ketua BEN di

Perserikatan Solidaritas Perempuan yang

berstatus tidak berkeluarga dan tidak

memiliki tanggungan serta memiliki Nomor

Pokok Wajib Pajak 79.583.334.2-801.000.

Tabel 4.1 Daftar Pegawai Tetap

No

.

Nama Jabatan Stat

us

NPWP

1. Risma Umar Ketua DPN TK/0 09.654.986.0-

061.0002. Marhaini Wakil DPN TK/0 68.663.017.9-

017.0003. Anita Bendahara

BEN

TK/0 68.202.744.6-

017.0004. Wahida

Rutam

Ketua BEN TK/0 79.583.334.2-

801.000

4.1.2 Objek Pajak

Untuk menghitung PPh Pasal 21 karyawan tetap,

terlebih dahulu dicari seluruh penghasilan

bruto yang diterima atau diperoleh selama

sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala

jenis tunjangan dan pembayaran teratur

lainnya. Objek Pajak Pasal 21 didalam

Perserikatan Solidaritas Perempuan meliputi :

1. Gaji Pokok

Gaji pokok adalah gaji tetap yang diterima

oleh karyawan setiap bulan dan teratur.

Gaji pokok yang diterima setiap karyawan

memiliki nilai yang berbeda-beda sesuai

dengan tingkat jabatan.

2. Tunjangan

Tunjangan adalah segala kenikmatan yang

diberikan perusahaan kepada karyawan yang

dapat menambah penghasilan karyawan setiap

bulannya.

Berikut perhitungan Pajak Penghasilan Pasal

21 :

Tabel 4.2 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Nama : Risma UmarNPWP : 09.654.986.0-061.000Jabatan : Ketua DPNStatus : TK/0Masa Pajak : Juni 2014Penghasilan Bruto(Gaji Pokok+tunjangan-tunjangan)

Rp. 2.800.000

Biaya Jabatan(5% X Penghasilan Bruto)

Rp. 140.000

Penghasilan Netto Sebulan (Penghasilan Bruto-BiayaJabatan)

Rp. 2.660.000

Penghasilan Netto

Disetahunkan

Rp. 31.920.000

PTKP Setahun TK/0

(WP= Rp 24.300.000)

Rp. 24.300.000

PKP Setahun

(Penghasilan Netto

disetahunkan-PTKP

Setahun)

Rp. 7.620.000

PPh Pasal 21 Setahun

(5% X Rp. 7.620.000)

Rp. 381.000

PPh Pasal 21 Sebulan

(PPh pasal 21

setahun/12)

Rp. 31.750

Nama : MarhainiNPWP : 68.663.017.9-017.000Jabatan : Wakil DPNStatus : TK/0Masa Pajak : Juni 2014Penghasilan Bruto(Gaji Pokok+tunjangan-tunjangan)

Rp. 2.250.000

Biaya Jabatan(5% X Penghasilan Bruto)

Rp. 112.500

Penghasilan Netto Sebulan (Penghasilan Bruto-Biaya Jabatan)

Rp. 2.137.500

Penghasilan Netto

Disetahunkan

Rp. 25.650.000

PTKP Setahun TK/0

(WP= Rp 24.300.000)

Rp. 24.300.000

PKP Setahun

(Penghasilan Netto

disetahunkan-PTKP Setahun)

Rp. 1.350.000

PPh Pasal 21 Setahun

(5% X Rp. 7.620.000)

Rp. 67.500

PPh Pasal 21 Sebulan

(PPh pasal 21 setahun/12)

Rp. 5.625

Nama : AnitaNPWP : 68.202.744.6-017.000Jabatan : BendaharaStatus : TK/0Masa Pajak : Juni 2014Penghasilan Bruto(Gaji Pokok+tunjangan-tunjangan)

Rp. 2.250.000

Biaya Jabatan(5% X Penghasilan Bruto)

Rp. 112.500

Penghasilan Netto Sebulan (Penghasilan Bruto-BiayaJabatan)

Rp. 2.137.500

Penghasilan Netto

Disetahunkan

Rp. 25.650.000

PTKP Setahun TK/0

(WP= Rp 24.300.000)

Rp. 24.300.000

PKP Setahun

(Penghasilan Netto

disetahunkan-PTKP

Setahun)

Rp. 1.350.000

PPh Pasal 21 Setahun

(5% X Rp. 7.620.000)

Rp. 67.500

PPh Pasal 21 Sebulan Rp. 5.625

(PPh pasal 21

setahun/12)

Nama : Wahida RutamNPWP : 79.583.334.2-801.000Jabatan : Ketua BENStatus : TK/0Masa Pajak : Juni 2014Penghasilan Bruto(Gaji Pokok+tunjangan-tunjangan)

Rp. 2.750.000

Biaya Jabatan(5% X Penghasilan Bruto)

Rp. 137.500

Penghasilan Netto Sebulan (Penghasilan Bruto-BiayaJabatan)

Rp. 2.612.500

Penghasilan Netto

Disetahunkan

Rp. 31.350.000

PTKP Setahun TK/0

(WP= Rp 24.300.000)

Rp. 24.300.000

PKP Setahun Rp. 7.050.000

(Penghasilan Netto

disetahunkan-PTKP

Setahun)PPh Pasal 21 Setahun

(5% X Rp. 7.620.000)

Rp. 352.500

PPh Pasal 21 Sebulan

(PPh pasal 21

setahun/12)

Rp. 29.375

4.1.3 Penyetoran PPh Pasal 21

Setelah melakukan perhitungan atas PPh Pasal

21 terhadap semua karyawan maka kewajiban

perusahaan selanjutnya menyetorkan PPh Pasal

21 tersebut. Penyetoran PPh Pasal 21 dapat

dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran

Pajak (SSP). Surat Setoran Pajak yang

digunakan oleh wajib pajak adalah surat

setoran pajak yang bersifat standar. Dalam

formulir SSP wajib pajak harus mengisi data-

data yang diperlukan dalam penyetoran pajak.

Berikut adalah data-data yang harus disi

dalam SSP, meliputi :

1. NPWP

Diisi dengan NPWP yang dimiliki oleh

perusahaan yaitu 01.571.483.5.002.000

2. Nama Wajib Pajak

Diisi sesuai dengan nama perusahaan yaitu

Perserikatan Solidaritas Perempuan.

3. Alamat Wajib Pajak

Diisi sesuai dengan alamat wajib pajak

yang tercantum dalam kartu NPWP yaitu

Jalan Panti Asuhan blok A1 Jakarta Timur.

4. Kode Akun Pajak

Disi dengan kode akun pajak yang akan

disetor yaitu 411121 untuk jenis pajak PPh

Pasal 21.

5. Kode Jenis Setoran

Diisi dengan kode setoran yang akan

dibayar yaitu 100 sebagai tanda masa PPh

Pasal 21. Kode ini diisi untuk pembayaran

pajak yang masih harus disetor yang

tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal 21.

6. Uraian Pembayaran

Diisi dengan kolom dalam jenis setoran

yang berhubungan dengan kode akun pajak

dan kode jenis setoran yaitu PPh Pasal 21

atau 26 masa Juni 2014.

7. Masa Pajak

Diisi dengan dengan member tanda silang

(X) pada salah satu kolom bulanan pajak

yang akan disetorkan yaitu Juni.

8. Tahun Pajak

Diisi dengan tahun pajak bersangkutan

yaitu 2014.

9. Jumlah Pembayaran

Diisi dengan jumlah pajak yang akan

disetorkan sesuai dengan yang tercantum

dalam SPT masa PPh Pasal 21 masa Juni

sebesar Rp. Rp. 72.375

10. Terbilang

Diisi dengan jumlah pajak yang disetorkan

dalam bahasa Indonesia yaitu Tujuh puluh

dua ribu tiga ratus tujuh lima rupiah.

11. Diterima oleh Kantor Penerimaan

pembayaran

Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau

setoran oleh Kantor Penerimaan Pembayaran

(Bank Persepsi/Devisa Persepsi atau PT.

Pos Indonesia), tanda tangan, dan nama

jelas petugas penerimaan pembayaran

setoran, serta cap/stempel Kantor

Penerimaan Pembayaran.

12. Wajib Pajak/Penyetor

Diisi dengan tempat, tanggal, bulan,

tahun, nama wajib pajak, tanda tangan

serta cap perusahaan yaitu Jakarta tanggal

6 Juni 2014 dan ditandatangani oleh

direktur utama serta cap perusahaan.

13. Ruang Validasi Kantor Penerimaan

Pembayaran

Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak

(NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB)

atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh

Kantor Penerimaan Pembayaran yang telah

mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan

Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat

Jendral Pajak.

Surat Setoran Pajak sebagai alat penyetoran pajak

dibuat dalam 5 (lima) rangkap, yang terdiri dari :

Lembar ke-1 untuk Arsip Pajak

Lembar ke-2 untuk Kantor Pebendaharawan dan Kas Negara

(KPKN)

Lembar ke-3 untuk melapor ke Kantor Pelayanan Pajak

Lembar ke-4 untuk Arsip Bank Persepsi/Kantor Pos Giro

Lembar ke-5 untuk arsip pihak lain

Penyetoran pajak dapat dilakukan dikantor pos atau bank

persepsi baik bank pemerintah maupun bank swasta yang

telah ditunjuk oleh pemerintah untuk menerima

penghasilan dalam negeri. Penyetoran dapat dilakukan

paling lambat tangga 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

Dalam kasus ini perhitungan PPh Pasal 21 yang dihitung

adalah penghasilan karyawan di bulan Juni 2014,

sehingga wajib pajak memiliki kewajiban menyetor pajak

paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan Juli tahun

2014. Jika terjadi keterlambatan dalam penyetoran maka

akan dikenakan sanksi sebesar 2% (persen) sebulan dari

hutang pajak yang harus dibayar. Dalam bulan masa Juni

jumlah pajak yang harus disetorkan sebesar Rp. Rp.

72.375,- (Tujuh puluh dua ribu tiga ratus tujuh lima

rupiah) pada tanggal 10 Juli 2014.

Setelah menyetorkan pajak ke kantor pos atau bank

persepsi lainnya, maka SSP harus diberi tanda bukti

penerimaan uang oleh kas negara atau instansi

penerimaan setoran pajak lainnya. Selain itu, SSP pun

harus diberi validasi dan ditandatangani serta dicap

oleh penerimaan pembayaran. Dalam penyetoran tersebut

maka Bank Persepsi atau kantor pos akan mengambil SSP

lembar kedua dan keempat sebagai arsip Bank Persepsi

atau Kantor Pos serta KPKN.

4.1.4 Pelaporan PPh Pasal 21

Kewajiban Wajib Pajak selanjutnya setelah

penyetoran adalah pelaporan PPh Pasal 21.

Pelaporan PPh Pasal 21 dapat dilakukan dengan

mengisi Surat Pemberitahuan (SPT). Surat

Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib

pajak digunakan untuk penyetoran Kewajiban

pelaporan ini dilakukan dengan mengambil

sendiri dan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT)

serta menyampaikannya kepada KPP setempat

dimana wajib pajak terdaftar, atau KPP yang

ditetapkan bagi wajib pajak tertentu.

4.1.5 Pencatatan Akuntansi PPh Pasal 21

Pada uraian mengenai perhitungan, penyetoran,

serta pelaporan diatas akan dilakukan

pencatatan akuntansi dalam perusahaan.

Pencatatan akuntansi atas PPh Pasal 21

ditanggung oleh perusahaan sebesar Rp. 72.375,-

(Tujuh puluh dua ribu tiga ratus tujuh lima

rupiah). Berikut ini adalah pencatatan

akuntansi :

1. Saat Pembayaran Gaji

Bayar Gaji Rp. 10.050.000

B. Tanggungan PPh Pasal 21 Rp. 72.375

Kas Rp. 10.050

Utang PPh Pasal 21 Rp.

72.375

2. Saat Menyetor Pajak

Utang PPh 21 Rp. 72.375

Kas Rp.

72.375

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada bab

sebelumnya, maka penulis akan menyimpulkan beberapa

hal mengenai inti dari pembahasan ini. Berikut ini

adalah kesimpulan dari penulis :

5. Perserikatan Solidaritas Perempuan telah

melakukan perhitungan PPh Pasal 21 dengan baik

dan benar sesuai dengan Undang-undang perpajakan

yang berlaku di Indonesia.

6. Perserikatan Solidaritas Perempuan melakukan

penyetoran PPh Pasal 21 tepat pada waktunya yaitu

sebelum batas waktu penyetoran yang ditentukan

dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia.

7. Perserikatan Solidaritas Perempuan telah

melakukan pelaporan PPh Pasal 21 tepat pada

waktunya yaitu sebelum batas waktu penyetoran

yang ditentukan dalam undang-undang yang berlaku

di Indonesia.

8. Pencatatan Akuntansi atas PPh Pasal 21 di

Perserikatan Solidaritas Perempuan sudah

dilakukan dengan baik sesuai dengan ketentuan

yang ada.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, pada bagian ini

memberikan saran-saran yang mungkin berguna bagi

perusahaan dan para pembaca pada umumnya. Saran-

saran penulis antara lain :

Perserikatan Solidaritas Perempuan sebagai pemotong

pajak harus melakukan perhitungan pajak penghasilan

secara teratur yaitu setiap bulan sesuai gaji yang

diterima oleh karyawan secara nyata. Dalam

perhitungan diperlukan ketelitian dan kecermatan

dalam proses perhitungannya. Sehingga dapat

meminalisir kesalahan dalam proses perhitungan.