case report colelitiasis
DESCRIPTION
fffTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Batu pada kandung empedu merupakan masalah utama pada saluran
pencernaan pada pasien yang dirawat di rumah sakit terutama pada negara-negara
berkembang dengan prevalensi 11 – 36 %. Penyakit batu empedu sudah
merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat, sedangkan di
Indonesia baru mendapat perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu
empedu masih terbatas. Di Amerika, kurang lebih satu juta kasus baru batu
kandung empedu dideteksi setiap tahunnya. Lebih dari 750.000 kolesistektomi
dilakukan setiap tahunnya dengan biaya perawatan berkisar antara 7 sampai 10
juta dolar per tahun.
Di Inggris, sekitar 5,5 juta orang memiliki batu pada kandung empedu dan
lebih dari 500.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Jenis batu empedu
yang paling banyak diderita adalah batu kolesterol. Nukleasi dari kristal kolesterol
merupakan proses yang esensial dalam proses pembentukan batu. Pada kondisi
normal, terdapat fase pengosongan kandung empedu (70 % setelah masuknya
makanan dan sekitar 30 % pada kondisi puasa). Gangguan pengosongan kandung
empedu dapat berperan pada proses pembentukan batu dengan memperpanjang
waktu untuk kristalisasi kolesterol dari supersaturasi cairan empedu dan agregasi
konstituen lainnya.
Pasien dengan batu kandung empedu dapat mengeluhkan nyeri pada
epigastrium atau hipokondrium kanan. Karakteristik nyeri yang timbul bervariasi,
pada kebanyakan kasus berupa nyeri yang timbul sifatnya akut dan intermiten
dibanding nyeri yang kronik. Nyeri yang timbul dan ikterik pada batu kandung
empedu terjadi karena batu yang melewati dan menyumbat duktus koledokus.
Wanita, obesitas, kehamilan, makanan berlemak, penyakit Crohn, reseksi
ileum terminal, pembedahan pada gaster, sferositosis herediter, penyakit sickle
cell , dan thalassemia dapat meningkatkan risiko pembentukan batu.Wanita
memiliki risiko tiga kali lebih besar dibandingkan pria terhadap pembentukan batu
kandung empedu.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru
Ultrasonografi (USG) maka banyak penderita batu kandung empedu yang
ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya
komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya
tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan mortalitas.
BAB II
ANALISIS KASUS
Nama : Sularsi
Usia : 35 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Putat 1/10 Trukan Prachimantoro
Wonogiri
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 24/07/2014
Tanggal Keluar RS : 27/07 2014
RM : 263277
Pasien datang dengan keluhan utama Nyeri pada perut kanan atas dan epigastrium.
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 juli 2013
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas dan epigastriumsejak 2 minggu SMRS.
Keluhan Tambahan
Demam dan nafsu makan menurun.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri ulu hati sejak 2 minggu SMRS. Nyeri dirasakan
seperti ditekan, menjalar ke perut kanan atas dan pinggang belakang. Nyeri tidak
dipengaruhi oleh posisi duduk dan tidur. Nyeri juga tidak memberat dengan batuk
maupun menarik napas. Ketika nyeri timbul lamanya pasien tidak dapat
memperkirakan. Pasien juga mengeluhkan demam, nafsu makan menurun, tidak
ada mual dan muntah. Kemudian pasien berobat ke dokter umum dan diberikan
obat maag dan obat anti nyeri. Nyeri dirasakan berkurang sedikit, namun keluhan
timbul kembali. Sejak 1 minggu SMRS, nyeri ulu hati dirasakan pasien semakin
memberat dan sesak sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Perut terasa kembung, namun tidak ada demam, mual, dan muntah. BAK normal
berwarna kuning jernih dan BAB normal berwarna kuning. Keluhan mata dan
kulit terlihat kuning, demam, mual, muntah, batuk, sesak napas, nyeri dada,
penurunan berat badan, dan muntah darah disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit maag sejak 5 tahun yang lalu, namun
pasien jarang minum obat maag. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi
sejak 4 tahun yang lalu, pasien mengkonsumsi obat captopril dan hanya kontrol ke
klinik dokter di kantor jika kepala pusing. Riwayat sakit kuning, penyakit batu,
penyakit jantung, riwayat batuk lama, asma, alergi obat dan makanan disangkal
oleh pasien. Pasien tidak pernah dioperasi dan dirawat di RS sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai keluhan serupa dengan
pasien. Ibu pasien memiliki riwayat penyakit DM dan hipertensi. Riwayat
penyakit jantung, sakit kuning, riwayat penyakit batu, riwayat asma dan alergi
dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien setiap hari mengkonsumsi makanan berlemak dan berminyak
seperti gorengan. Riwayat minum minuman beralkohol, mengkonsumsi jamu,
merokok, menggunakan narkoba disangkal oleh pasien.
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 24 juli 2014)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS = 15)
BB : 52 kg
TB : 150 cm
Status Gizi : Baik (IMT = 23 kg/m2)
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 94 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Frekuensi Napas : 20 x/menit, regular
Suhu : 36,7 oC
Status Generalis
Kulit : Warna kulit sawo matang, ikterik (-), sianosis (-).
Kepala : Normochepal, rambut sebagian hitam sebagian beruban,
distribusi merata, rambut tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), Pupil bulat
isokhor 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+).
Telinga : Normotia, serumen minimal (+/+), sekret (-/-), nyeri
tekan (-/-).
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-).
Mulut : Oral hygiene baik, mukosa tenang, karies gigi (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1.
Leher : KGB tidak teraba membesar, JVP 5 – 2 cmH2O.
Thorax :
o Paru
o Inspeksi : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis,
scar (-), luka (-), benjolan (-).
o Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri.
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
o Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-).
o Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 jari medial garis
midklavikula sinistra.
o Perkusi : Batas atas jantung : ICS II garis parasternal sinistra.
Batas jantung kanan : ICS III garis parasternal
dextra.
Batas jantung kiri : ICS V 1 jari medial garis
midklavikula sinistra.
o Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular normal, murmur (-),
gallop (-).
Abdomen :
o Inspeksi : Datar, darm countur (-), darm steifung (-), benjolan
(-).
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada regio epigastrik dan
hipokondrium dextra, hepar dan lien tidak teraba
membesar, Murphy sign (+).
o Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-).
o Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-).
Hasil USG
- Liver : Ukuran dalam batas normal. Permukaan rata,
sudut lancip, echostruktur Slight hiperechoic
dengan posteriornya hipoechoic. Tak tampak
pelebaran vena porta maupun sistema billier
intra hepatal, SOL (-), ascites (-).
- Gall Blader : Bentuk normal, dinding tebal ringan 0.47,
tampak batu CBD tak menebal.
- Pankreas : Echostruktur dan bentuk dalam batas normal,
SOL (-). Tak tampak pelebaran duktus
pankreatikus.
- Lien : Ukuran dan echostruktur normal, tak tampak
SOL. Tak tampak pelebaran vena lienalis.
- Renal Kanan : Ukuran dalam batas normal, echostruktur
cortex normal, batas cortex dan medulla jelas,
batu (-), tak tampak pelebaran calyx, SOL (-).
- Renal Kiri : Ukuran dalam batas normal, echostruktur
cortex normal, batas cortex dan medulla jelas,
batu (-), tak tampak pelebaran calyx, SOL (-).
- Vesica urinaria : Ukuran dan echostruktur normal, SOL (-).
Kesan : - Cholecystitis
- Cholelithiasis
Dari hasil pmeriksaan fisik, dan pemeriksaan USG sangat mendukung
adanya Kolelitiasis pada ny. S sehingga di rencanakan untuk dilakukan Operasi
laparoscopy. Setelah dilakukan laparoscopy didapatkan banyak pigmen coklat
yang menyumbat di beberapa tempat pada saluran empedu, dan terdapat
gambaran kolesistitis pada pasien tersebut. Sehingga diagnosis klinis colelitiasis
pada pasien merupakan diagnosis yang tepat
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.Definisi
Batu empedu merupakan timbunan kristal yang terdiri dari beberapa unsur
yang membentuk suatu material, berada di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu. Kolelithiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung
empedu. Sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolithiasis.
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak di
permukaan bawah (fasies viseralis) hepar. Kandung empedu berfungsi
menampung empedu sebanyak30-50ml yang dihasilkan oleh sel-sel hati,
menyimpan dan memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Empedu
terdiri dari air, kolesterol, lemak, garam empedu, protein, dan bilirubin (pigmen
empedu).
B. Klasifikasi dan Patogenesis Batu Empedu
1. Batu Kolesterol
Sekitar 80% batu empedu adalah batu kolesterol yang biasanya berwarna
kehijauan. Ada 3 faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol,
yaitu
• Hipersaturasi kolestrol dalamkandung empedu
• Percepatanterjadinya kristalisasi kolesterol
• Gagguan motilitas kandung empedu dan usus.
2. Batu kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Batu pigmen coklat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi spincter oddi,
striktur, operasi bilier, dan parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya
E.coli, maka kadar enzim β-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan
dihidrolisis menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat
bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tak larut. Umumnya batu pigmen
coklat terbentuk disaluran empedu yang terinfeksi.
3.batu pigmen hitam
Batu dengan pigmen hitam banyak ditemukan pada pasien hemolisis
kronik, dan sirosis hati. Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivate polymerized
bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu pigmen ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam ini terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
Table 1.0 Pembagian batu empedu
Karakteristik Batu Kolesterol Batu Pigmen
Hitam
Batu Pigmen
Coklat
Warna
Konsistensi
Jumlah, ukuran,
dan ketajaman
Komposisi
Kuning pucat
putih kecoklatan
Keras
Kristal berlapis
Inti warna gelap
Multipel: 2-25
mm, halus
Soliter: 2-4 cm,
bulat, halus
Kolesterol
monohidrat > 50%
Lainnya:
glikoprotein,
garam
Hitam
Keras, mengkilat
Multipel: <5 mm
tidak teratur, halus
Polimer pigmen
(40%)
Garam Kalsium
(Karbonat, fosfat)
-15%
Kolesterol (2%)
Lainnya (30%)
Coklat -oranye
Lembek
Multipel: 10-30
mm
bulat, halus
Kalsium
bilirubinat (60%)
Calcium fatty acid
soaps
Kalsium palmitat,
stearat)-15%
Radiodensitas
Lokasi dalam
sistem bilier
Asosiasi klinik
Lusen
Kandung empedu
Duktus
Metabolik
Tidak ada infeksi
Tidak ada
inflamasi
Opque
Kandung empedu
Duktus intrahe
patik
Hemolisis
Sirosis
Nutrisi Parenteral
Kolesterol (15%)
Lainnya 10%
Lusen
Duktus
Infeksi
Infestasi
Nutrisi Parenteral
Inflamasi
(Gustawan et,al. 2007)
C. Manifestasi Klinik
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan jika batu tersebut
bermigrasi dan menyumbat duktus sistikus dan duktus koledokus, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala(asimtomatis), ringan sampai
berat karena adanya komplikasi. Gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita
berupa perasaan penuh di epigastrium, nyeri perut kanan atas,atau dapat pula kolik
bilier disertai demam dan ikterus.
D. Diagnosis
1.Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelithiasis adalah asimtomatik.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dyspepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan yang berlemak. Pada yang simtomatis keluhan utama berupa
nyeri di daerah epigastrium, kuadaran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri
lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15menit,dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Penyebaran nyeri pada
punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah.
Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah
menggunakan antasida. Jika terjadi kolelithiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik napas dalam.
2.PemeriksaanFisik
Apabila ditemukan kelainan,biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomis
kandung empedu. Tanda murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.
3.Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat
terjadi leukositosis, biasanya akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali
terjadi serangan akut.
b. Pemeriksaan Radiologis
• Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung empedu berkalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos abdomen. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak dikuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar, di fleksura hepatica.
• Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara didalam usus. Dengan USG
punctum maksimum rasa nyeri pada kandung empedu yang ganggren akan lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa.
• Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada
keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum diatas2 mg/dl, obstruksi
pylorus, dan hepatitis karena pada keaadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai
hati. Penilaian kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
E. Diagnosis Banding
Diagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus peptikum, refluks
gastroesofagus, dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel
syndrome, kolik ginjal.
Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hampir setiap hari dan
berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul biasanya menetap di perut kanan
atas, pada kolelitiasis frekuensinya lebih jarang. Nyeri karena refluks dapat
dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar, lokasi nyeri
di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi supine rasa
nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia
nonulkus sukar dibedakan. Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya
lebih hebat, frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut kanan atas
dan skapula.
Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut,
pankreatitis akut, hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan
penyakit intestinal akut lainnya. Untuk membedakan dengan pankreatitis akut,
biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir dan jarang disertai tanda
peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung, menghilang saat posisi duduk adalah
khas untuk pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama pada
kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada
keadaan pankreatitis akut. Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak
sangat toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis akut dengan komplikasi
pankreatitis akut USG diperlukan untuk segera membedakan keadaan tersebut.
Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan hepatitis biasanya
pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar serum enzim hepar akan jauh
lebih tinggi dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis akut,
ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah, diawali dari sekitar daerah
umbilikal yang kemudian menetap di perut kanan bawah. Pada keadaan perforasi
usus, pada pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto
polos abdomen.
F. Komplikasi Kolelitiasis
Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran empedu),
kolesistitis akut, pakreatitis akut, emfiema dan perforasi kandung empedu.
G. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lalin:
1.Kolesistektomi
Kolesistektomi operatif atau per laparoskopik merupakan standar terbaik
untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling
bermakna dapat terjadi adalah cidera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%
pasien. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik bilier
rekuren, diikuti kolesistitis akut.
2. medikamentosa
Pengobatan untuk kolelithiasis hanya memperlihatkan manfaatnya untuk
batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara
lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat inidihentikan, kekambuhan batu terjadi
pada 50% pasien.
3. Litolisis Lokal
Methyl terbutyleter (MTBE) adalah eter alkil yang berbentuk liquid pada
suhu badan dan mempunyai kapasitas tinggi untuk melarutkan batu kolesterol.
4. Extracorporeal Shock Wave Litotripsi (ESWL)
Batu empedu dapat dipecahkan dengan gelombang kejutan yang
dihasilkan diluar badan oleh elektrohidrolik atau elektromagnetik. Biasanya USG
digunakan untuk mengarahkan gelombang ke arah batu yang terletak di kandung
empedu.Gelombang akan melewati jaringan lunak dengan sedikit absorbsi
sedangkan batu akan menyerap energy dan terpecahkan.
H. Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena
merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran lebih dari 2
cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak
yang menderita penyakit hemolitik, pembentukan batu pigmen akan semakin
memburuk dengan bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan
kolesistektom
BAB IV
ANALISA KASUS
Dalam kasus ini, Ny. S, 35 tahun, didiagnosis dengan kolelitiasis dan
kolesistitis kronik eksaserbasi akut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan
pasien datang dengan keluhan utama nyeri ulu hati seperti ditekan, menjalar ke
perut kanan atas dan pinggang belakang sejak 2 minggu SMRS. Pasien yang
datang dengan keluhan nyeri ulu hati atau nyeri perut kanan atas dapat diduga
beberapa kondisi yang berkaitan dengan adanya gangguan di hepar, paru, gaster,
dan kandung empedu. Nyeri pada pasien merupakan nyeri kolik bilier yang
timbul pada pasien dengan kolelitiasis. Nyeri yang dirasakan pasien tidak
memberat saat menarik napas ataupun batuk yang biasa ditemukan pada pasien
dengan gangguan paru. Gangguan pada gaster juga dapat disingkirkan karena
nyeri tetap dirasakan pasien walaupun sudah makan, tidak ada mual dan muntah.
Namun pasien memiliki riwayat dispepsia yang hilang timbul sejak 5 tahun
SMRS. Gangguan pada hepar juga dapat disingkirkan karena pada pasien tidak
ada gejala muntah darah, BAB berwarna hitam, riwayat sakit kuning, maupun
riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol. Sehingga dari anamnesis kita dapat
menyingkirkan adanya gangguan pada paru, gaster, dan hepar. Faktor usia,
hormon seks wanita, kondisi pasien yang sering puasa, riwayat penyakit DM,
sering makan makanan yang berlemak dan berminyak merupakan faktor resiko
terjadinya kolelitiasis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi baik dengan
normoweight
. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan adanya nyeri tekan pada kuadran
epigastrik dan hipokondrium kanan. Pada kolelitiasis didapatkan nyeri tekan
dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu.
Murphy sign
ditemukan positif pada pasien ini. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
napas.
Pada pemeriksaan darah ditemukan adanya leukositosis, trombositosis,
LED meningkat, amylase pancreatic yang meningkat kemudian menurun, dan
hiperglikemia. Hal ini memungkinkan adanya suatu gangguan pada intrahepatik
dan posthepatik, dan LED meningkat menunjukkan adanya infeksi kronis. Pada
pemeriksaan rontgen thorax didapatkan gambaran jantung dan paru dalam batas
normal. Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan fatty liver ,
kolesistitis, dan kolelitiasis. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis kolik abdomen
ec. kolelitiasis dan kolelisistitis kronik eksaserbasi akut. Dengan adanya serangan
nyeri yang kuat atau kolik bilier yang berulang dan kolesistitis akut maka
penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini berupa laparoskopi
kolesistektomi. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam yaitu dubia ad bonam.
Quo ad functionam: dubia ad bonam. Dan quo ad sanationam: dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Beckingham, IJ. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System
Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322
(7278): 91–94. Avaliable at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388
2. Guyton, Arthur C.,et al.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
3. Lee, L Stephanie. 2006. Cholelithiasis.
http://www.emedicine.com/med/topic1121.htm, last updated: Juli 2, 2008
4. Wilson, L. M., Lester, L. N.: Hati, Saluran Empedu, dan Pankreas dalam
Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit. EGC. Edisi 4., 442, 1994.
5. Yogiantoro. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Panyakit Dalam FK UI: Jakarta