syok-kardiogenik terbaru

23
PENDAHULUAN Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok irreversibel), oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai.1,2,3 Salah satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya adalah syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80- 90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian.4,5,6 Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan

Upload: tiwi-tyastarini

Post on 26-Dec-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah syok

TRANSCRIPT

Page 1: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan

perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam

keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok irreversibel),

oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan

syok, gejala dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk

selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai.1,2,3

Salah satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya

adalah syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan

oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh

akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan

penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka

kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada

penderita syok kardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam

pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman

kematian.4,5,6

Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan

kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang

paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini

angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan

penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark yang dirawat di rumah sakit.2,5

Definisi

Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan perfusi jaringan

didalam penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada

tingkat jaringan, yang terjadi karena penurunan/tidak cukupnya curah jantung untuk

mempertahankan alat-alat vital akibat dari disfungsi otot jantung terutama ventrikel kiri,

sehingga terjadi gangguan atau penurunan fungsi pompa jantung.1,4,5,7,8,9

Etiologi

Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada miokardium ventrikel

kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat

pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.

Page 2: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam :

1. Gangguan ventrikular ejection

a. Infark miokard akut

b. Miokarditis akut

c. Komplikasi mekanik :

- Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris

- Ruptur septum interventrikulorum

- Ruptur free wall

- Aneurisma ventrikel kiri

- Stenosis aorta yang berat

- Kardiomiopati

- Kontusio miokard

2. Gangguan ventrikular filling

a. Tamponade jantung

b. Stenosis mitral

c. Miksoma pada atrium kiri

d. Trombus ball valve pada atrium

e. Infark ventrikel kanan 8,10

Patofisiologi

Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventrikel kiri.

Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan gagal jantung, tetapi

telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi

curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga

mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema.5,11

Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap

baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan

refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas untuk menambah curah

jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai dengan

hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi, menurunnya kontraktilitas pada syok

kardiogenik akan memulai respon kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban

awal. Meskipun mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteria

darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena

meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena aliran

Page 3: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

darah koroner tidak memadai, terbukti dengan adanya infark, maka ketidakseimbangan antara

kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium semakin meningkat. Gangguan

miokardium juga terjadi akibat iskemia dan nekrosis fokal, yang akan memperberat lingkaran

setan dari kerusakan miokardium. Dengan bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri,

keadaan syok berkembang dengan cepat sampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat

yang mengganggu sistem organ- organ penting.5,9

Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi irreversibel.

Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain. Seperti telah diketahui,

miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan syok. Selain dari

bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya terhadap oksigen, beberapa perubahan

lain juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik dimulai pada keadaan syok, maka

miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi (adenosin

trifosfat) dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia

dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong terjadinya kerusakan lebih

lanjut dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke

bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas.6,10

Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang mematikan

adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan edema intra-alveolar akan

mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah arteria. Atelektasis dan infeksi paru-

paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicu terjadinya syok paru-paru, yang sekarang

sering disebut sebagai sindrom distres pernafasan dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah

dapat ditemukan, demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai

manifestasi gagal jantung ke belakang.3,7,8

Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemih kurang

dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya menurunkan pula

keluaran kemih. Karena adanya respon kompensatorik retensi natrium dan air, maka kadar

natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,

terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan berkepanjangan, dapat

terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal ginjal akut.1,5,10

Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati. Kerusakan sel

dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat berupa nekrosis hati

yang masif pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya

bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, glutamat- oksaloasetat transaminase

Page 4: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

serum (SGOT), dan glutamat-piruvat transaminase serum (SGPT). Hipoksia hati juga

merupakan mekanisme etiologi yang mengawali komplikasi-komplikasi ini.2,4,13

Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis

hemorhagik dari usus besar. Cedera usus besar dapat mengeksaserbasi syok melalui

penimbunan cairan pada usus dan absorbsi bakteria dan endotoksin ke dalam sirkulasi.

Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan syok.5,14Dalam

keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukan autoregulasi yang baik, yaitu

dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia.

Namun, pengaturan aliran darah serebral ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan

perfusi yang memadai pada tekanan darah di bawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat,

gejala-gejala defisit neurologik dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung

terus jika pasien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan

serebrovaskular.8,9

Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan komponen- komponen

selular intravaskular dari sistem hematologik, yang akan meningkatkan tahanan vaskular

perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat terjadi selama syok

berlangsung, yang akan memperburuk keadaan klinis.5,11

Diagnosis

Kriteria untuk diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial Infarction

Research Units of the National Heart, Lung, and Blood Institute. Syok kardiogenik ditandai

oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Tekanan arteria sistolik < 90 mmHg atau 30 sampai 60 mmHg di bawah batas

bawah sebelumnya.

2. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :

a. Keluaran kemih < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium

dalam kemih

b. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab

c. Terganggunya fungsi mental

3. Indeks jantung < 2,1 L/(menit/m2)

4. Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkatan LVEDP/tekanan baji kapiler paru-

paru (PCWP) 18 sampai 21 mmHg.5,9,15

Kriteria ini mencerminkan gagal jantung kiri yang berat dengan adanya gagal ke

depan dan ke belakang. Hipotensi sistolik dan adanya gangguan perfusi jaringan merupakan

Page 5: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

ciri khas keadaan syok. Penurunan yang jelas pada indeks jantung sampai kurang dari 0,9

L/(menit/m2) dapat ditemukan pada syok kardiogenik yang jelas.5,16

Pada sebagian besar pasien syok kardiogenik, didapatkan sindrom klinis yang terdiri

dari hipotensi seperti yang disebut di atas; tanda-tanda perfusi jaringan yang buruk, yaitu

oliguria (urin<30 ml/jam), sianosis, ekstremitas dingin, perubahan mental, serta menetapnya

syok setelah dilakukan koreksi terhadap faktor-faktor non miokardial yang turut berperan

memperburuk perfusi jaringan dan disfungsi miokard, yaitu hipovolemia, aritmia, hipoksia,

dan asidosis. Frekuensi nafas meningkat, frekuensi nadi biasanya > 100 x/menit bila tidak ada

blok AV. Sering kali didapatkan tanda-tanda bendungan paru dan bunyi jantung yang sangat

lemah walaupun bunyi jantung III sering kali dapat terdengar. Pasien dengan disfungsi katup

akut dapat memperlihatkan adanya bising akibat regurgitasi aorta atau mitral. Pulsus

paradoksus dapat terjadi akibat adanya tamponade jantung akut.5,8

Menurut Scheidt dan kawan-kawan (1973) kriteria syok kardiogenik dalam penelitian mereka

adalah :

1.Tekanan sistolik arteri <80 mmHg (ditentukan dengan pengukuran intra arteri).

2. Produksi urin < 20 ml/hari atau gangguan status mental.

3. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 12 mmHg.

4. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap menyingkirkan

kemungkinan hipovolemia.2,4

Keadaan ini disertai dengan manifestasi peningkatan katekolamin seperti pada renjatan

lain, yaitu: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardia, dan lain- lain.2,7 Tiga komponen

utama syok kardiogenik telah termasuk dalam definisi ini, yaitu adanya: gangguan fungsi

ventrikel, bukti kegagalan organ akibat berkurangnya perfusi jaringan, tidak adanya

hipovolemi atau sebab-sebab lainnya.8,15

Penatalaksanaan

Pemantauan invasif dari sistem kardiovaskuler umumnya dilakukan untuk

mendapatkan informasi yang berkesinambungan mengenai tekanan darah dan tekanan

pengisian intrakardia. Pemasangan kateter Swan-Ganz biasanya dilakukan segera setelah

pasien masuk ke ruang perawatan intensif (ICU).2,18,19 Tindakan awal untuk menstabilkan

sirkulasi mencakup pemberian obat-obat intravena yang meningkatkan kontraktilitas dan

usaha untuk menurunkan beban awal dan beban akhir, serta pemasangan pompa balon intra

Page 6: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

aorta. Penanganan yang tepat dan agresif perlu dilakukan dalam jam-jam pertama dari awitan

keadaan syok.2,4

Obat-obat inotropik positif, seperti dobutamin dan amrinon, dipakai untuk

meningkatkan kontraktilitas. Beban awal diturunkan dengan menurunkan volume

intravaskular dengan diuretik dan redistribusi volume vaskular dengan venodilator, seperti

nitrogliserin. Nitrogliserin juga menimbulkan efek vasodilator pada sirkulasi koroner,

memperbaiki aliran darah koroner. PCWP, petunjuk klinis untuk LVEDP, dipakai untuk

menuntun pemberian diuretik dan vasodilator.4,20

Vasodilator arteria atau vasopresor dapat diberikan untuk mengurangi beban akhir atau

meningkatkan tekanan arteria. Tetapi kedua golongan obat ini harus diberikan secara hati-hati

pada syok kardiogenik. Vasodilator arteria, seperti natrium nitroprusid, menyebabkan dilatasi

otot polos dari sistem arteria, menurunkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel, dan dengan

demikian menurunkan curah jantung. Tetapi, tekanan arteria akan turun dan memperburuk

perfusi jaringan jika kenaikan dalam curah jantung tidak cukup besar untuk mengimbangi

turunnya tahanan perifer dengan vasodilatasi arteria (MAP = CO X TRP).5

Efek yang merugikan dari vasopresor timbul akibat perangsangan reseptor simpatik

alfa dan beta. Perangsangan alfa menimbulkan vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan

arteria dan tahanan terhadap ejeksi ventrikel. Efek perangsangan beta adalah meningkatnya

kontraktilitas. Peningkatan tekanan arteria dan perbaikan kontraktilitas akan menguntungkan

dalam batas-batas dimana sirkulasi menjadi stabil. Tetapi, kedua efek ini akan meningkatkan

kebutuhan oksigen secara bermakna, dan membahayakan miokardium dan terancam infark.

Obat-obat dengan aktifitas beta juga berpotensi aritmogenik, yang selanjutnya akan

mengganggu miokardium. Pemakaian vasopresor biasanya terbatas pada pasien-pasien

dengan hipotensi berat dimana tidak ada terapi lain yang dapat dipakai untuk meningkatkan

tekanan darahnya.4,8

Obat-obat vasopresor seperti epinefrin, norepinefrin (Levophed), dan dopamin,

merangsang baik reseptor alfa maupun beta dalam kekuatan yang berbeda- beda. Dopamin

adalah vasopresor pilihan untuk syok kardiogenik. Dalam dosis rendah, dopamin juga

memberikan efek vasodilator selektif pada anyaman pembuluh darah ginjal.17,21

Aritmia, hipoksia, dan asidosis dapat memperburuk keadaan syok. Pemberian obat-

obat antiaritmia dapat dilakukan. Pemulihan ke irama sinus umumnya dapat memperbaiki

curah jantung dan tekanan darah. Oksigenasi dapat dilakukan dengan pemberian oksigen

tambahan dan pemasangan alat bantu pernafasan jika diperlukan. Penanganan edema paru-

paru akut mencakup pengurangan beban awal dengan vasodilator dan diuretik seperti yang

Page 7: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

telah dijelaskan, serta pemberian morfin sulfat. Perbaikan asidosis metabolik dilakukan

dengan menyesuaikan ventilasi atau dengan pemberian natrium bikarbonat.8,12

Segera dilakukan langkah-langkah konvensional diatas, digabung dengan pompa balon

itra-aorta, biasanya akan menstabilkan hemodinamik, sehingga memungkinkan pelaksanaan

kateterisasi jantung dan revaskularisasi darurat, atau jika perlu perbaikan kelainan mekanis

dalam keadaan yang lebih terkendali. Peranan terapi trombolitik dan angioplasti pada

pengobatan syok belakangan ini terus diselidiki. Pada beberapa pusat penyelidikan, terapi

trombolitik dilakukan pada jam- jam pertama dari infark untuk rekanalisasi pembuluh darah

yang terserang dan untuk menyelamatkan miokardium. Jika obat-obat trombolitik tidak

efektif untuk mencairkan bekuan, revaskularisasi miokardium baik dengan angioplasti

maupun bedah pintas arteria koroner dapat dipertimbangkan.4,9

Manfaat terapi trombolitik pada jam-jam pertama setelah infark tampaknya tidak

hanya menurunkan tingkat kematian syok kardiogenik tapi juga menurunkan insidensi syok.

Insidensi syok kardiogenik setelah infark miokardium telah turun dari sekitar 15% menjadi

5% dengan ditemukannya teknik-teknik yang lebih baru untuk menyelamatkan miokardium

dan untuk menahan perluasan infark.2,22. Peranan alat bantu jantung kiri dan penggantian

jantung dengan jantung buatan masih terus diselidiki untuk kasus-kasus syok yang refrakter

dengan tindakan- tindakan konvensional, termasuk pompa balon intra-aorta.5,8

Tahapan-tahapan di dalam penatalaksanaan syok kardiogenik adalah sebagai berikut:

1. Pasien diletakkan dalam posisi berbaring mendatar.

2. Pastikan jalan nafas tetap adekuat dan yakinkan ventilasi yang adekuat, bila tidak

sadar sebaiknya diakukan intubasi.

3. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.

4. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk

mempertahankan PaO2 70-120 mmHg.

a. PaO2 (tekanan yang ditimbulkan oleh O2 yang terlarut dalam darah)

minimal 60 mmHg

b. Intubasi jika PaO2 < 60 mmHg pada FIO2 (konsentrasi oksigen inspirasi)

maksimal dengan masker muka atau PaCO2 > 55 mmHg (tekanan yang

ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam darah)

c. Semua pasien harus mendapat suplemen oksigen untuk meyakinkan oksigenasi

yang adekuat.

5. Terapi terhadap gangguan elektrolit, terutama Kalium.

Page 8: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

6. Koreksi asidosis metabolik dengan Bikarbonas Natrikus sesuai dosis.

7. Pasang Folley catheter, ukur urine output 24 jam. Pertahankan produksi urine >

0,5 ml/kg BB/jam.

8. Lakukan monitor EKG dan rontgen thoraks.

9. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus

diatasi dengan pemberian morfin.

10. Hilangkan agitasi, dapat diberikan Diphenhydramin HCL 50 mg per oral atau

intra muskular : 3-4 x/hari.

11. Bila terdapat takiaritmia, harus segera diatasi:

a. Takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dapat diatasi dengan

pemberian digitalis.

b. Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung < 50 kali/menit harus diatasi

dengan pemberian sulfas atropin.

12. Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas pertama dalam

penanganan syok kardiogenik adalah pemberian cairan yang adekuat secara

parenteral (koreksi hipovolemia) dengan menggunakan pedoman dasar PCWP atau

pulmonary artery end diastolic pressure (PAEDP) atau CVP

Jenis cairan yang digunakan tergantung keadaan klinisnya, tetapi dianjurkan untuk memakai

cairan salin isotonik. Intravenous fluid tolerance test merupakan suatu cara sederhana untuk

menentukan apakah pemberian cairan infus bermanfaat dalam penanganan syok kardiogenik.

Caranya:

a. Bila PCWP atau PAEDP < 15 mmHg (atau CVP < 12 cmH2O), sulit untuk

mengatakan adanya pump failure dan sebelum penanganan lebih lanjut, volume cairan

intravaskuler harus ditingkatkan hingga LVEDP mencapai 18 mmHg. Pada keadaan

ini, diberikan initial test volume sebanyak 100 ml cairan (D5%) melalui infus dalam

waktu 5 menit. Bila ada respon, berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan

diuresis, perbaikan syok secara klinis, tanda-tanda kongesti paru tidak ada atau tidak

semakin berat, dan bila PCWP atau PAEDP tidak berubah atau tidak meningkat > 2

mmHg di atas nilai awal (atau jika CVP tetap atau tidak meningkat > 2-3 cmH2O di

atas nilai awal), maka diberikan cairan tambahan sebanyak 200 ml dalam waktu 10

menit.

b. Bila selanjutnya PCWP atau PAEDP tetap stabil atau tidak meningkat > 2 mmHg atau

tidak melebihi 16 mmHg (atau jika CVP tetap < 15 cmH2O), tekanan darah tetap

Page 9: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

stabil atau meningkat, atau tanda-tanda kongesti paru tidak timbul atau semakin

bertambah, maka infus dilanjutkan dengan memberikan cairan 500-1000 ml/jam

sampai tekanan darah dan gejala klinis syok lain menghilang. Periksa PCWP atau

PAEDP (atau CVP), tekanan darah, dan paru setiap 15 menit. Diharapkan PCWP atau

PAEDP akan meningkat sampai 15-18 mmHg (atau CVP meningkat sampai 15

cmH2O).

c. Jika pada awal pemeriksaan didapatkan nilai PCWP atau PAEDP antara 15-18 mmHg

(atau nilai CVP awal 12-18 cmH2O), maka diberikan infus cairan 100 ml dalam

waktu 10 menit. Pemberian cairan selanjutnya tergantung dari peningkatan PCWP

atau PAEDP (atau CVP), perubahan tekanan darah, dan ada tidaknya gejala klinis

kongesti paru.

d. Jika nilai PCWP atau PAEDP pada awalnya 20 mmHg atau lebih (atau jika nilai awal

CVP 20 cmH2O atau lebih), maka tidak boleh dilakukan menurun, terjadi takikardi,

dan bila peningkatan curah jantung tidak mencukupi, maka ditambahkan dobutamin

dengan dosis awal 5 mg/kg BB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15 mg/kg

BB/menit. Bila tekanan darah menurun lebih cepat, maka dobutamin diganti dengan

dopamin (mikro drip) sesuai dosis efektif 2-10 ug/kg BB/menit atau Isoproterenol drip

jika disertai bradikardia.

- Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalam penanganan syok kardiogenik

ringan. Terutama diberikan bila proses iskemia masih berlangsung dan didapatkan adanya

kongesti paru yang berat. Nitrogliserin diberikan dengan dosis awal 5 mg/menit dan

ditingkatkan 5 mg/ menit setiap 10 menit. Bila ada perbaikan gejala syok dan pump failure,

maka nitrogliserin dilanjutkan selama 24-28 jam. Bila tekanan darah menurun dengan

tekanan preload yang tinggi, maka dosis nitrogliserin diturunkan dan ditambahkan dobutamin

dengan dosis 2-5 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah lebih cepat menurun, maka dobutamin

diganti dengan dopamin.

- Selama periode ini, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP) counterpulsation harus

dipertimbangkan, karena hanya dengan tindakan ini aliran darah koroner dapat ditingkatkan,

dan secara bersamaan kerja ventrikel kiri dapat dikurangi.

- Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti paru masih tetap, maka

pemberian diuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan.

b. Subset 2: Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg, LVEDP > 15 mmHg, dan indeks jantung < 2,5

liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya syok akibat hipotensi pada

Page 10: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

pasien infark miokard akut, dimana “tim ballon” perlu digerakan dan sarana untuk

kateterisasi harus dipersiapkan untuk menerima pasien ini

- Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, norepinefrin merupakan pilihan utama dengan

dosis 2-15 mg/menit sampai tekanan darah menurun, terjadi takikardi, dan bila peningkatan

curah jantung tidak mencukupi, maka ditambahkan dobutamin dengan dosis awal 5 mg/kg

BB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah

menurun lebih cepat, maka dobutamin diganti dengan dopamin (mikro drip) sesuai dosis

efektif 2-10 ug/kg BB/menit atau Isoproterenol drip jika disertai bradikardia.

- Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalam penanganan syok kardiogenik

ringan. Terutama diberikan bila proses iskemia masih berlangsung dan didapatkan adanya

kongesti paru yang berat. Nitrogliserin diberikan dengan dosis awal 5 mg/menit dan

ditingkatkan 5 mg/ menit setiap 10 menit. Bila ada perbaikan gejala syok dan pump failure,

maka nitrogliserin dilanjutkan selama 24-28 jam. Bila tekanan darah menurun dengan

tekanan preload yang tinggi, maka dosis nitrogliserin diturunkan dan ditambahkan dobutamin

dengan dosis 2-5 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah lebih cepat menurun, maka dobutamin

diganti dengan dopamin.

- Selama periode ini, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP) counterpulsation harus

dipertimbangkan, karena hanya dengan tindakan ini aliran darah koroner dapat ditingkatkan,

dan secara bersamaan kerja ventrikel kiri dapat dikurangi.

- Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti paru masih tetap, maka

pemberian diuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan.

b. Subset 2: Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg, LVEDP > 15 mmHg, dan indeks jantung < 2,5

liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya syok akibat hipotensi pada

pasien infark miokard akut, dimana “tim ballon” perlu digerakan dan sarana untuk

kateterisasi harus dipersiapkan untuk menerima pasien ini

- Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, norepinefrin merupakan pilihan utama dengan

dosis 2-15 mg/menit sampai tekanan darahsistolik mencapai 80-90 mmHg, kemudian

diusahakan untuk mengganti dengan dopamin.

- Jika tekanan darah sistolik 70-90 mmHg, dopamin dapat digunakan untuk terapi awal dengan

dosis 5-15 mg/kg BB/menit, dimana efek utamanya merangsang adrenergik perifer, lebih

baik digunakan norepinefrin.

- Bila tekanan darah pasien sudah stabil, maka terapi selanjutnya yang terbaik adalah dobutamin

yang dapat diberikan bersama-sama dopamin untuk mengurangi kebutuhan dosis dopamin.

Dobutamin tidak dapat digunakan secara tunggal pada pasien dengan hipotensi berat.

Page 11: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

c. Subset 3: Infark ventrikel kanan, peningkatan tekanan diastolik atrium kanan dan ventrikel

kanan (> 10 mmHg), indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2, tekanan sistolik < 100 mmHg,

LVEDP normal atau meningkat. Pasien dalam keadaan ini sangat sensitif terhadap

kekurangan volume cairan dan sering menunjukan respon dengan terapi cairan.

- Prinsip terapi: tekanan pengisian ventrikel kanan harus ditingkatkan dengan pemberian cairan

secara cepat sampai tekanan darah stabil, tekanan pengisian ventrikel kiri > 20 mmHg, atau

tekanan atrium kana > 20 mmHg.

- Pemakaian vasodilator dan diuretik harus dihindarkan dan pada

keadaan ini pemberian dobutamin lebih dianjurkan daripada dopamin.

- Jika dengan terapi cairan dan obat inotropik tidak ada perubahan,

maka dianjurkan pemasangan IABP counterpulsation.

15. Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan mengurangi jumlah miokard

yang mengalami nekrosis, sehingga insiden sindrom syok kardiogenik akan berkurang.

Penelitian GUSTO I menunjukan angka mortalitas untuk 6 minggu follow up 58% pada

pasien syok kardiogenik yang mendapat terapi trombolisis dan aspirin serta heparin. Pada

GUSTO I TPA lebih baik dari streptokinase bila tidak ada syok dan insiden syok juga lebih

kecil, tetapi pada syok mortalitas pada streptokinase lebih rendah walaupun secara statistik

tidak bermakna.

16. Sementara menunggu uji yang membandingkan angioplasti dan terapi medis, saat ini

dianggap bahwa angioplasti direk lebih superior daripada terapi suportif semata-mata maupun

terapi trombolitik. Keberhasilan percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA)

terutama bila dilakukan pada 24 jam pertama setelah timbulnya gejala syok kardiogenik, pada

pasien berusia < 65 tahun, dan dengan single-vessel disease. Kegagalan PTCA terutama

dikaitkan dengan usia pasien yang lanjut (> 70 tahun) dan riwayat infark sebelumnya. Data-

data menunjukan PTCA pada syok kardiogenik menurunkan angka kematian menjadi 46%

atau kurang. PTCA sebaiknya dikerjakan dengan support IABP. Semula PTCA dengan balon

saja untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat secepatnya pada kasus-kasus infark

menunjukan hasil lebih baik dari trombolisis. Akhir-akhir ini dengan pemasangan stent pada

kasus infark akut menunjukan hasil lebih baik dari angioplasti dengan memakai balon saja,

terutama untuk mencegah penyempitan kembali. Angka mortalitas didalam rumah sakit untuk

pasien infark akut yang dilakukan angioplasti primer 2-6%, tetapi pada infark akut dengan

syok kardiogenik yang dilakukan PTCA, angka kematian di rumah sakit masih tinggi,

menurut PAMI 39%, dan GUSTO 38%.

Page 12: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

17. Harapan hidup jangka panjang yang mengecewakan dari penanganan syok kardiogenik akibat

infark miokard dengan terapi medis telah mendorong dilakukannya tindakan bedah

revaskularisasi dini pada pasien yang telah stabil dengan terapi farmakologis dan IABP.

Guyton menyimpulkan bahwa coronary-artery bypass surgery (CABS/CABG) merupakan

terapi pilihan pada semua pasien syok kardiogenik akibat infark miokard, kecuali pada

kelompok oktogenarian. CABS juga dianjurkan pada pasien yang mengalami kegagalan

dengan tindakan angioplasti. Tindakan operasi dilakukan apabila didapatkan adanya

kontraksi dari segmen yang tidak mengalami infark dengan pembuluh darah yang stenosis.

Bedah revaskularisasi sebaiknya tidak dilakukan pada pasien oktogenarian, pasien dengan

LVEDP > 24 mmHg skor kontraktilitas ventrikel kiri > 13, dan adanya kerusakan pada organ

sistemik yang irreversibel. Pada pasien dengan kerusakan mekanik, misalnya robeknya otot

papilaris, robeknya septum interventrikel, maka tindakan operasi akan efektif terutama bila

revaskularisasi juga dapat dilaksanakan. Kumpulan data dari 370 pasien dari 22 studi

menunjukan CABG yang dilakukan pada pasien dengan infark jantung akut dan syok

kardiogenik mempunyai mortalitas sebesar 36%. CABG perlu dipertimbangkan pada pasien

dengan penyempitan di banyak pembuluh darah (multivessel disease) dan bila PTCA tidak

berhasil.

18. Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat kerusakan miokard

irreversibel, mungkin diperlukan tindakan transplantasi jantung.2,5,8,23,24

Page 13: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

DAFTAR PUSTAKA

1. Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta.

1995. Hal. 243-249

2. Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi

dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. 2000.

Hal: 11-16

3. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan

Praktis. Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57

4. Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Indonesia. Jakarta. 2002. Hal: 90-93

5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi 4. EGC. Jakarta. 1995. Hal: 593-606

6. Scwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC.

Jakarta. 2000. Hal: 37-45

7. Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrison’s Principles

of Internal Medicine vol.1. 13th ed. EGC. Jakarta. 1999. Hal. 218-223

Mansjoer A, Savitri K, Setiowulan W, Wardhani WI. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1999. Hal: 613-618

9. Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Kasper, Wilson. Harrison Prinsip-Prinsip

Ilmu Penyakit Dalam vol 3. edisi 13. EGC Jakarta. 2000. Hal: 1208-1213

10. Cheitlin MD, Mclory MB, Sokolow M. Clinical Crdiology. 6th ed. California:

Prentise Hall International Inc. 1993. Hal. 210-215

11. Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. EGC. Jakarta. 389-391

12. Dudley HAF. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Gadjah

Mada University Press. 1992. Hal: 14-29

13. Mark AH. Shock Cardiogenic. http://www.emedicine.com/ articlel/ darurat.

14. Harvey, Kirklin KD, Nadas, Paul SB. Cardiac Surgery In Year Book of

Cardiology. Year Book Publishers Inc. 35 East Wacker Drive. Chicago. 1976.

Hal. 289-293

Page 14: SYOK-KARDIOGENIK terbaru

15. Keller S. Cardiogenic Shock.http://www.ehendrick.org.

16. Daley CL, Forsmark CE, Skach W. Penuntun Terapi Medis. Edisi 18. EGC.

Jakarta. 1996. Hal: 181-183

17. Nursebob. Cardiogenic Shock.http://www.idionline.org/article.

18. Bewes P, King M. Bedah Primer Trauma. EGC. Jakarta. 2001. Hal:18-24

19. Satri H. The Effect of Stress on Acute Myocardiac Infarct during Intensive Care.

http://www.emedicine.com.

20. Anonim. Advanced Cardiac Life Support. American Heart Association.

Emergency Cardiovascular Care Programs. 1997. Hal: 1-40 – 1-47

21. Sharma S. Cardiogenic Shock.http://www.emedicine.com/article.

22. Earl NS, Louis NK. Heart Disease. Michael Reese Hospital and Medical Center.

Chicago. 1973. Hal. 125-127

23. Braun W. Heart Disease In Cardiovascular Medicine. 3rd ed. Saunders. 1988.

Hal. 568-577

24. Cheitlin MD, Mclory MB, Sokolow M. Coronary Heart Disease In Clinical

Cardiology. 6th ed. California: Prentise Hall International Inc. 1993. Hal. 198-20