syok kardiogenik pendahuluan

21
1 SYOK KARDIOGENIK Sari Harahap, Naomi Dalimunthe, Rahmat Isnanta, Zainal Safri, Refli Hasan, Guntur Ginting Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU, RSUP H. Adam Malik Pendahuluan Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan perfusi sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga menyebabkan hipoksia jaringan. Istilah syok kardiogenik ini pertama sekali disampaikan oleh Stead (1942) dimana saat itu dilaporkan 2 orang pasien yang disebutkan mengalami “syok yang diakibatkan oleh jantung (shock of cardiac origin)”. Belakangan istilah ini kemudian berubah menjadi syok kardiogenik. 1 Gambaran yang esensial dari syok kardiogenik adalah adanya hipoperfusi sistemik yang menyebabkan hipoksia jaringan dengan bukti volume intravaskular yang adekuat. Kriteria hemodinamik syok kardiogenik adalah adanya hipotensi yang berkepanjangan dengan batasan/cut-off points tekanan darah sistolik untuk syok kardiogenik adalah < 90 mmHg selama sekurangnya 30-60 menit atau mean arterial pressure < 30 mmHg dari baseline dengan indeks kardiak yang berkurang (< 2,2 L/menit/m 2 ) dan tekanan baji kapiler paru (pulmonary capillary wedge pressure/PCWP) > 15 mmHg. 1,2,3,4 Ada suatu keadaan yang merupakan kelanjutan dari kegagalan ventrikel kiri yakni “syok kardiogenik non hipotensif”. Secara definisi pasien ini memiliki tanda-tanda klinis dari hipoperfusi periferal seperti yang telah dijelaskan diatas namun dengan tekanan darah sistolik > 90mmHg tanpa dukungan vasopresor. Hal ini sering terjadi pada kejadian infark miokard di dinding anterior yang ekstensif. Mortalitas selama rawatan pada pasien seperti ini cukup tinggi meskipun tidak setinggi yang terjadi pada syok kardiogenik bentuk klasik. Oleh karena itu, diagnosis syok kardiogenik dapat ditegakkan pada pasien dengan tekanan darah >90mmHg dengan ketentuan sebagai berikut (1) jika parameter hemodinamik merupakan hasil dukungan dari medikasi dan/atau alat-alat pendukung. (2) adanya tanda-tanda hipoperfusi sistemik dengan curah jantung yang rendah namun dengan tekanan darah yang masih dapat dipertahankan dengan vasokonstriksi, serta (3) jika tekanan sistemik rata-rata (MAP) < 30mmHg dari tekanan darah baseline pada kasus pasien dengan hipertensi. 1 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

1

SYOK KARDIOGENIK

Sari Harahap, Naomi Dalimunthe, Rahmat Isnanta, Zainal Safri, Refli Hasan, Guntur Ginting

Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran USU, RSUP H. Adam Malik

Pendahuluan

Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan perfusi

sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga menyebabkan hipoksia

jaringan. Istilah syok kardiogenik ini pertama sekali disampaikan oleh Stead (1942) dimana saat

itu dilaporkan 2 orang pasien yang disebutkan mengalami “syok yang diakibatkan oleh jantung

(shock of cardiac origin)”. Belakangan istilah ini kemudian berubah menjadi syok kardiogenik.1

Gambaran yang esensial dari syok kardiogenik adalah adanya hipoperfusi sistemik yang

menyebabkan hipoksia jaringan dengan bukti volume intravaskular yang adekuat. Kriteria

hemodinamik syok kardiogenik adalah adanya hipotensi yang berkepanjangan dengan

batasan/cut-off points tekanan darah sistolik untuk syok kardiogenik adalah < 90 mmHg selama

sekurangnya 30-60 menit atau mean arterial pressure < 30 mmHg dari baseline dengan indeks

kardiak yang berkurang (< 2,2 L/menit/m2) dan tekanan baji kapiler paru (pulmonary capillary

wedge pressure/PCWP) > 15 mmHg.1,2,3,4

Ada suatu keadaan yang merupakan kelanjutan dari kegagalan ventrikel kiri yakni “syok

kardiogenik non hipotensif”. Secara definisi pasien ini memiliki tanda-tanda klinis dari

hipoperfusi periferal seperti yang telah dijelaskan diatas namun dengan tekanan darah sistolik >

90mmHg tanpa dukungan vasopresor. Hal ini sering terjadi pada kejadian infark miokard di

dinding anterior yang ekstensif. Mortalitas selama rawatan pada pasien seperti ini cukup tinggi

meskipun tidak setinggi yang terjadi pada syok kardiogenik bentuk klasik. Oleh karena itu,

diagnosis syok kardiogenik dapat ditegakkan pada pasien dengan tekanan darah >90mmHg

dengan ketentuan sebagai berikut (1) jika parameter hemodinamik merupakan hasil dukungan

dari medikasi dan/atau alat-alat pendukung. (2) adanya tanda-tanda hipoperfusi sistemik dengan

curah jantung yang rendah namun dengan tekanan darah yang masih dapat dipertahankan dengan

vasokonstriksi, serta (3) jika tekanan sistemik rata-rata (MAP) < 30mmHg dari tekanan darah

baseline pada kasus pasien dengan hipertensi.1

Universitas Sumatera Utara

Page 2: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

2

80% syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan ventrikel akibat infark miokard akut.

Sedangkan sisanya akibat regurgitasi mitral berat yang akut, ruptur septum ventrikular, gagal

jantung kanan predominan dan ruptur dinding atau tamponade.5

Pasien-pasien dengan syok kardiogenik biasanya datang dengan adanya tanda-tanda

hipoperfusi sistemik, termasuk perubahan status mental, kulit dingin, dan/atau oliguria.

Keberadaan ronchi basah basal (rales) yang merupakan penanda adanya edema paru, bisa ada

namun bisa juga tidak. Edema paru tidak ditemukan pada 30% pasien-pasien syok kardiogenik

melalui pemeriksaan auskultasi dan radiografi toraks. Pengukuran tekanan darah dengan cara

biasa sering tidak akurat pada keadaan syok, oleh karena itu penentuan tekanan darah intra-

arterial lebih tepat dimonitor dengan kanula intra-arterial.1

Pada keadaan syok, hipoperfusi yang terjadi pada miokardium dan jaringan perifer akan

mendorong terjadinya metabolisme anaerobik sehingga dapat menyebabkan asidosis laktat.

Keadaan hiperlaktatemia ini dapat dipertimbangkan sebagai petanda adanya hipoperfusi dan

dapat menjadi informasi tambahan terhadap hasil pemeriksaan klinis serta pemeriksaan tekanan

darah yang mungkin kurang meyakinkan bergantung dari status syok. Akumulasi asam laktat

dapat menyebabkan edema mitokondrial, degenerasi serta deplesi glikogen. Hal ini dapat

mengganggu fungsi miokardium dan menghambat glikolisis. Akhir dari proses ini adalah

kerusakan yang ireversibel pada miokard akibat iskemik. Nilai laktat serum sangat penting

sebagai suatu faktor prognostik pada syok kardiogenik. Pada suatu analisa multivariat, nilai

laktat >6,5 mmol/L pada pasien-pasien syok kardiogenik merupakan suatu prediktor independen

yang sangat kuat terhadap mortalitas selama masa rawatan di rumah sakit [odds rasio (OR) 295,

P < 0,01] meski setelah di sesuaikan dengan usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi, dan riwayat

diabetes.1

Sejalan dengan parameter metabolik, data hemodinamik juga sangat bermanfaat untuk

diagnostik serta penilaian prognostik pada pasien syok kardiogenik. Ada beberapa perbedaan

dalam definisi syok kardiogenik pada beberapa uji klinik. Namun kebanyakan studi

mendefinisikan syok kardiogenik sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik <90

mmHg selama sekurangnya 30-60 menit dimana : (1) tidak respon dengan pemberian tunggal

terapi cairan; (2) akibat sekunder dari disfungsi jantung; (3) memiliki hubungan dengan tanda-

tanda hipoperfusi atau indeks kardiak <2,2 L/mnt/m2 dan tekanan baji arteri pulmonalis (PCWP)

>15mmHg. Beberapa studi telah menggunakan metode invasif untuk menilai hemodinamik

Universitas Sumatera Utara

Page 3: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

3

sebagai kriteria diagnostik bagi syok kardiogenik serta misalnya menurunnya secara drastis nilai

curah jantung pada jantung kanan, serta pemeriksaan indeks kardiak. Pada pasien-pasien dengan

dukungan agen inotropik/vasopresor atau alat bantu sirkulasi, indeks kardiak 2,2-2,5 L/mnt/m2

dapat dipertimbangkan menjadi cut point. Sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan

dukungan agen inotropik/vasopresor atau alat bantu sirkulasi, cut off pointnya 1,8-2,2 L/mnt/m2.1

Saat ini, dengan semakin luasnya penggunaan echocardiography, maka penentuan fungsi

jantung melalui kateterisasi jantung kanan pada kasus syok kardiogenik semakin berkurang

yakni hanya sebesar 20,2% menurut analisa dari Euro Heart Survey ACS. Sedangkan evaluasi

dengan echocardiography dilakukan sebanyak 68%. Echocardiography dengan pencitraan dopler

mampu secara bedside menilai hemodinamik, fungsi jantung, keadaan katup-katup, serta

komplikasi mekanik sindrom koroner akut.1

Syok utamanya ditegakkan berdasarkan temuan klinis yang didukung oleh pemeriksaan

hemodinamik. Bukti klinis adanya penurunan curah jantung yang disertai dengan hipoperfusi

sistemik meskipun tekanan pengisiannya cukup mesti ditemukan untuk mendiagnosa syok

kardiogenik. Bila kateterasi jantung kanan dilakukan, nilai hemodinamik harus menunjukkan

adanya tekanan pengisian yang tinggi namun tekanan output yang rendah. Jika kateterisasi

jantung kanan tidak dilakukan, kombinasi pemeriksaan klinis, radiografi toraks, serta

echocardiography harus secara jelas menunjukkan adanya hipoperfusi sistemik, curah jantung

yang rendah, serta meningkatnya tekanan atrium kiri/arteri pulmonalis dan atau tekanan atrium

kanan. Jika data yang didapat masih meragukan untuk menegakkan diagnosa, maka kateterisasi

jantung kanan harus dilakukan.1

Insidensi dan Epidemiologi

Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian paling sering pada pasien-pasien yang

dirawat dengan infark miokard. Tindakan revaskularisasi dini terbukti mampu menurunkan

kejadian syok kardiogenik pada kasus infark miokard akut. Tingkat kejadian syok kardiogenik

telah banyak berkurang belakangan ini, mulai dari 20% pada tahun 1960an, hingga saat ini

tinggal + 8% saja. Jenis infark miokard akut yang paling sering menyebabkan syok kardiogenik

adalah STEMI. Sekitar 80% kasus syok kardiogenik yang berkaitan dengan infark miokard akut.

80% Syok kardiogenik yang terjadi akibat infark miokard disebabkan oleh kegagalan ventrikel

kiri. Sedangkan yang lainnya adalah mitral regurgitasi akut, rupture septum ventrikular, gagal

Universitas Sumatera Utara

Page 4: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

4

ventrikel kanan, serta tramponade jantung. Insidensi syok kardiogenik lebih tinggi pada pria

daripada wanita (3:2). Perbedaan ini disebabkan karena semakin meningkatnya kejadian

penyakit jantung koroner pada pria. Namun demikian persentase kejadian syok kardiogenik yang

mengikuti infark miokard lebih banyak pada wanita dibanding pria. Umur rata-rata pasien

dewasa yang mengalami syok kardiogenik adalah 65-66 tahun. Ras yang paling tinggi

persentasenya untuk kejadian syok kardiogenik adalah ras hispanik (74%) sedangkan ras afrika

amerika 65%, kulit putih 56%, sedangkan Asia dan selebihnya 41%.3,4,6

Berdasarkan SHOCK register dan trial disebutkan bahwa : 74,5% syok kardiogenik

disebabkan oleh predominasi kegagalan ventrikel kiri; 8,36% akibat MR: 4,6% akibat ruptur

septum ventrikel; 3,4% masalah pada jantung kanan; 1,7% tamponde/ruptur jantung; 3,0%

penyebab lain 7

Etiologi

Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan yang terjadi pada

jantung seperti : disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, disfungsi katup, aritmia, penyakit jantung

koroner, komplikasi mekanik. Karena besarnya angka kejadian ACS, maka ACS pun menjadi

etiologi terhadap syok kardiogenik yang paling dominan pada orang dewasa. Selain itu, banyak

pula kasus syok kardiogenik yang terjadi akibat medikasi yang diberikan, contohnya pemberian

penyekat beta dan penghambat ACE yang tidak tepat dan tidak terpantau pada kasus ACS. Pada

anak-anak penyebab tersering adalah miokarditis oleh karena infeksi virus, kelainan congenital

dan konsumsi bahan-bahan yang toksik terhadap jantung.1,3

Secara fungsional penyebab syok kardiogenik dapat dibagi menjadi 2 yakni kegagalan

Jantung kiri dan kegagalan Jantung kanan. Penyebab-penyebab kegagalan jantung kiri antara lain

: (1) disfungsi sistolik yakni, berkurangnya kontraktilitas miokardium. Penyebab yang paling

sering adalah infark miokard akut khususnya infark anterior. Penyebab lainnya adalah

hipoksemia global, penyakit katup, obat-obat yang menekan miokard (penyekat beta,

penghambat gerbang kalsium, serta obat-obat anti aritmia), kontusio miokard, asidosis

respiratorius, kelainan metabolic (asidosis metabolic, hipofosfatemia, hipokalsemia), miokarditis

severe, kardiomiopati end-stage, bypass kardiopulmonari yang terlalu lama pada operasi pintas

jantung, obat-obatan yang bersifat kardiotoksin (mis. Doxorubicin, adriamycin). (2) disfungsi

diastolik. Hal ini dapat terjadi akibat meningkatnya kekakuan ruang ventrikel kiri. Selain itu

Universitas Sumatera Utara

Page 5: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

5

dapat pula terjadi pada tahap lanjut syok hipovolemik dan syok septik. Hal-hal yang dapat

menyebabkannya antara lain : iskemik, hipertrofi ventrikel, kardiomiopati restriktif, syok

hipovolemik dan syok septik yang berlama-lama, kompresi eksternal akibat tamponade jantung

(3) Peningkatan afterload yang terlalu besar. Hal ini dapat terjadi pada keadaan stenosis aorta,

kardiomiopati hipertrofik, koarktasio aorta, hipertensi maligna. (4) abnormalitas katup dan

struktur jantung. Hal ini dapat terjadi pada keadaan mitral stenosis, endokarditis, regurgitasi

mitral dan aorta, obstruksi yang disebabkan oleh atrial myxoma atau thrombus, ruptur ataupun

disfungsi otot-otot papilaris, ruptur septum dan tamponade. (5) Menurunnya kontraktilitas

jantung. Hal ini terjadi pada keadaan, infark ventrikel kanan, iskemia, hipoksia dan asidosis.

Kegagalan ventrikel kanan dapat disebabkan oleh berbagai peristiwa antara lain: (1) peningkatan

afterload yang terlalu besar misalnya, emboli paru, penyakit pembuluh darah paru (hipertensi

arteri pulmonalis dan penyakit oklusif vena), vasokonstriksi pulmonal hipoksik, tekanan puncak

akhir ekspirasi, fibrosis pulmonaris, kelainan pernafasan saat tidur, PPOK. (2) Artimia. Ventrikel

takiaritmia sering berkaitan dengan syok kardiogenik. Sementara bradiaritmia dapat

menyebabkan atau memperburuk syok yang disebabkan oleh etiologi lain. Sinus takikardia dan

takiaritmia atrial dapat menyebabkan hipoperfusi dan memperburuk syok.1,3

Penyebab syok kardiogenik dapat pula dibedakan berdasarkan infark miokard akut atau

non-infark miokard seperti berikut ini :

Infark miokard akut

Kegagalan pompa jantung

Infark luas, > 40% ventrikel kiri

Infark kecil namun dengan riwayat disfungsi ventrikel kiri atau riwayat infark

sebelumnya

Infark yang meluas

Reinfark

Komplikasi mekanik

Mitral regurgitasi akut akibat/disfungsi ruptur otot papilari atau korda

tendinea

Defek septum ventrikel yang disebabkan roleh ruptum septum

intraventrikular

Ruptur dinding ventrikel kiri

Universitas Sumatera Utara

Page 6: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

6

Tamponade perikard

Infark ventrikel kanan

Kondisi lain

Kardiomiopati tahap akhir (end stage)

Miokarditis

Syok septik dengan depresi miokard berat

Obstruksi jalan keluar ventrikel kiri

Stenosis aorta

Kardiomiopati obstruktif hipertrofik

Obstruksi jalan masuk (pengisian) ventrikel kiri

Stenosis mitral

Myxoma atrium kiri

Regurgitasi mitral akut (ruptur korda)

Insufisiensi katup aorta akut

Kontusio miokardial

Bypass kardiopulmonari yang berkepanjangan2

Menentukan etiologi syok kardiogenik merupakan suatu tantangan yang tidak mudah.

Anamnese dan pemeriksaan klinis dapat memberikan informasi penting dalam menentukan

etiologi syok kardiogenik. Misalnya, jika keluhan utama pasien yang masuk adalah nyeri dada,

maka hal yang dapat diperkirakan adalah adanya infark miokard akut, miokarditis, atau

tamponade perikard. Selanjutnya, jika ditemukan murmur pada pemeriksaan fisik, maka dapat

dipikirkan kemungkinan adanya ruptur septum ventrikel, ruptur otot-otot papillaris, penyakit

akut katup mitral atau aorta. Adanya murmur pada syok kardiogenik merupakan suatu indikasi

untuk segera dilakukan pemeriksaan echocardiography.1,3

Patofisiologi

Syok kardiogenik merupakan akibat dari gangguan dari keseluruhan system sirkulasi baik

yang besifat temporer maupun permanen. Kegagalan ventrikel kiri atau ventrikel kanan (akibat

disfungsi miokardium) memompakan darah dalam jumlah yang adekuat merupakan penyebab

primer syok kardiogenik pada infark miokard akut (gambar 1). Akibatnya adalah hipotensi,

hipoperfusi jaringan, serta kongesti paru atau kongesti vena sistemik. Kegagalan ventrikel kiri

Universitas Sumatera Utara

Page 7: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

7

merupakan bentuk yang paling sering dari syok kardiogenik, namun bagian lain dari sistem

sirkulasi juga ikut bertanggung jawab terhadap gagalnya mekanisme kompensasi. Kebanyakan

abnormalitas ini sifatnya reversibel sehingga bagi pasien-pasien yang selamat, fungsi jantung

mungkin masih dapat dipertahankan.8.9

Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua syok kardiogenik.

Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume sekuncup/stroke volume serta menurunnya indeks

kardiak. Turunnya tekanan darah dapat dikompensasi oleh peningkatan resistensi perifer yang

diperantarai oleh pelepasan vasopresor endogen seperti norepinefrin dan angiotensin II. Namun

demikian gabungan dari rendahnya curah jantung dan meningkatnya tahanan perifer dapat

menyebabkan berkurangnya perfusi jaringan. Sehubungan dengan itu, berkurangnya perfusi pada

arteri koroner dapat menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi

miokardium, dan disertai dengan progresivitas hipoperfusi organ serta kematian. Hipotensi dan

peningkatan tahanan perifer yang disertai dengan peningkatan PCWP terjadi jika disfungsi

ventrikel kiri merupakan kelainan jantung primernya. Meningkatnya tekanan pengisian ventrikel

kanan terjadi jika syok akibat kegagalan pada ventrikel kanan, misalnya pada gagal infark luas

ventrikel kanan. Namun pada kenyataannya sebuah penelitian SHOCK trial menunjukkan pada

beberapa pasien post MI, syok malahan disertai oleh vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi

sebagai akibat adanya respon inflamasi sistemik seperti yang terjadi pada sepsis. Respon

inflamasi akut pada infark miokard berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi

sitokin menyebabkan induksi nitrit oksida (NO) sintase dan meningkatkan kadar NO sehingga

menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan berkurangnya perfusi koroner dan sistemik.

Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada syok septik yang juga ditandai dengan adanya

vasodilatasi sistemik.2,8

Universitas Sumatera Utara

Page 8: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

8

Gambar 1. Patofisiologi Syok Kardiogenik. Gambaran Spiral syok, dimulai dari disfungsi ventrikel kiri dan

berakhir dengan kematian melalui kondisi iskemik dan disfungsi ventrikel kiri yang semakin progresif jika tidak

diberikan intervensi pengobatan. Alur spiral syok mendapat pengaruh negatif oleh (1) disfungsi sitolik dengan

berkurangnya curah jantung dan volume sekuncup sehingga menyebabkan terganggunya perfusi perifer dan

hipotensi. (2) disfungi diastolic sehingga menyebabkan hipoksemia dan kongesti paru, (3) munculnya sindrom

respon inflamasi sistemik (SIRS) yang didorong oleh nitrit oksida sintase endotel dan nitrit oksida sintase yang

terinduksi (eNOS dan iNOS), interleukin-6 (IL-6), TNF-α, sehingga menyebabkan berkurangnya tahanan perifer.

Piihan terapi seperti PCI. CABG, LVADs, inotropik/vasopresor bertujuan untuk membalikkan alur spiral syok

diperlihatkan dengan garis warna hijau. Penghentian pengobatan akibat komplikasi perdarahan serta peran SIRS

diperlihatkan pada garis merah.2

Prognosis dan Komplikasi

Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian tersering pada infark miokard akut.

Tanpa penanganan yang agresif dan ahli yang berpengalaman, mortalitas syok kardiogenik

Universitas Sumatera Utara

Page 9: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

9

mencapai 70-90%. Kunci untuk mencapai prognosis yang baik adalah, diagnose yang cepat,

terapi suportif sesegera mungkin, serta revaskularisasi arteri koroner secara tepat pada pasien

yang mengalami iskemik dan infark miokard. Mortalitas pasien-pasien yang dirawat inap secara

keseluruhan mencapai 57%. Pasien dengan usia >75 tahun, mortalitas 64,1%. Mortalitas syok

kardiogenik yang disebabkan STEMI dan NSTEMI adalah sama. Infark yang melibatkan

ventrikel kanan memiliki prognosis yang lebih buruk. Prognosis pasien-pasien yang berhasil

selamatt dari syok kardiogenik belum diteliti dengan baik namun mungkin lebih baik jika

penyebab yang mendasarinya berhasil dikoreksi dengan tepat.3

Namun penelitian terbaru menunjukkan mortalitas syok kardiogenik di era modern saat

ini ≈ 50%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara lain: usia, tanda-tanda klinis

hipoperfusi perifer, kerusakan organ anoksik, LVEF, serta kemamuan pompa jantung. Mortalitas

jangka pendek dipengaruhi oleh data hemodinamik pasien sedangkan angka keselamatan jangka

panjang dapat dilihat pada tabel 1.9

Tabel 1. Angka harapan hidup pada uji klinis SHOCK

Komplikasi kardiogenik syok antara lain: kardiopulmonari arrest, disritmia, gagal ginjal,

gagal organ multipel, aneurisma ventricular, tromboembolik, stroke, kematian. Prediktor

Universitas Sumatera Utara

Page 10: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

10

mortalitas dapat diidentifikasi berdasarkan trial GUSTO-I yakni : usia, riwayat infark miokard

sebelumnya, perubahan kesadaran, kulit yang basah dan dingin serta oliguria. Temuan

echocardiogram sepert fraksi ejeksi ventrikular kiri, regurgitasi mitral, merupakan predictor

independen terhadap mortalitas. EF < 28% memilki persentase keselamatan 24% dalam 1 tahun,

sedangkan EF > 28% persentase keselamatannya dalam setahun mencapai 56%. Regurgitasi

mitral sedang-berat memiliki persentase keselamatan dalam 1 tahun sebesar 31% sedangkan

tanpa regurgitasi mitral, persentase keselamatannya mencapai 58%. Dalam SHOCK trial,

mortalitas syok kardiogenik sangat menurun dengan tindakan revaskularisasi yang cepat

dibandingkan dengan yang tidak ( 38% vs 70%). Follow up jangkap panjang terhadap pasien

syok kardiogenik yang menjalani revaskularisasi dini (ERV) dibandingkan dengan stabilisasi

kondisi medis (IMS) dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2. Follow up jangka panjang studi cohort SHOCK. ERV (early revascularization) memberikan keuntungan

dibandingkan IMS (initial medical stabilization)3

Manifestasi Klinis

Syok kardiogenik merupakan kasus kegawatdaruratan. Penilaian klinis yang lengkap

sangat penting untuk mendapatkan penyebabnya dan menetapkan sasaran terapi untuk mengatasi

penyebabnya. Syok kardiogenik yang muncul akibat infark miokard biasanya muncul setelah

pasien masuk ke rumah sakit, namun demikian, sebagian kecil pasien datang ke rumah sakit

Universitas Sumatera Utara

Page 11: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

11

sudah dalam keadaan syok. Pada pasien terlihat tanda-tanda hipoperfusi (curah jantung yang

rendah) yang terlihat dari adanya sinus takikardia, volume urine yang sedikit, serta ekstremitas

dingin. Hipotensi sistemik ( TDS < 90mmHg atau turunnnya TD < 30 mmHg dari TD rata-rata)

belakangan akan muncul dan meyebabkan hipoperfusi jaringan.3,10

Kebanyakan pasien yang datang dengan infark miokard akut merasakan nyeri dada yang

muncul tiba-tiba seperti diperas atau ditimpa beban berat di substernal. Nyeri ini dapat menyebar

hingga ke lengan kiri atau leher. Nyeri dada bisa saja tidak khas, terutama jika lokasinya hanya

di epigastrium, leher atau lengan. Kualitas nyerinya bisa seperti terbakar, seperti ditusuk-tusuk

atau seperti ditikam. Bahkan nyeri bisa saja tidak dirasakan pada pasien-pasien diabetes dan usia

tua. Gejala-gejala autonomik lain bisa juga muncul seperti mual, muntah, serta berkeringat.

Riwayat penyakit jantung sebelumnya, riwayat penggunaan kokain, riwayat infark miokard

sebelumnya, atau riwayat pembedahan jantung sebelumnya perlu ditanyakan. Faktor resiko

penyakit jantung perlu dinilai pada pasien yang disangkakan mengalami iskemik miokardial.

Evaluasinya antara lain mencakup riwayat hiperlipidemia, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi,

riwayat merokok, serta riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner premature.

Keberadaan 2 atau lebih faktor resiko meningkatkan kecenderungan suatu infark miokard.

Gejala-gejala lain yang berkaitan antara lain : diaphoresis, sesak nafas saat beraktifitas, sesak

nafas saat beristrahat. Presinkop, sinkop, palpitasi, ansietas generalisata serta depresi.3,11

Syok kardiogenik didiagnosa jika ditemukan adanya disfungsi miokardium setelah

mengeksklusikan penyebab lain yang mungkin misalnya hipovolemia, perdarahan, sepsis, emboli

paru, tamponade perikard, diseksi aorta atau penyakit katup jantung. Dikatakan syok jika

terdapat bukti adanya hipoperfusi organ yang dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Adapun

karakteristik pasien-pasien syok kardiogenik antara lain :

Kulit berwarna keabu-abuan atau bisa juga sianosis. Suhu kulit dingin dan bisa

muncul gambaran mottled skin pada ekstremitas.

Nadi cepat dan halus/lemah serta dapat juga disertai dengan irama yang tidak teratur

jika terdapat aritmia

Distensi vena jugularis dan ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus

selalu. Edema perifer juga biasanya bisa dijumpai.

Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi jantung III dan IV bisa terdengar

Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya dalam keadaan takikardia

Universitas Sumatera Utara

Page 12: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

12

Tampak pada pasien tanda-tanda hipoperfusi misalnya perubahan status mental dan

penurunan jumlah urine

Murmur sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur

biasanya terdengar di awal sistol

Dijumpainya thrill parasternal menandakan adanya defek septum ventrikel.3,11

Diagnosa diferensial yang mungkin dipikirkan pada kasus syok kardiogenik antara lain3

Sepsis bakterial

Syok septik

Syok distributif

Syok hemoragik

Infark miokard

Iskemik miokard

Ruptur miokard

Miokarditis

Edema paru kardiogenik

Emboli paru

Penjajakan

Pemeriksaan Laboratorium

Seperti telah disampaikan sebelumnya, kunci keberhasilan penatalaksanaan pasien syok

kardiogenik adalah diagnosis yang cepat, terapi suportif sesegera mungkin, serta revaskularisasi

arteri koroner yang tepat pada kasus iskemik dan infark miokard. Seluruh pasien yang datang

dengan syok harus dijajaki untuk tujuan diagnosis kerja dengan cepat, resusitasi segera dan

konfirmasi selanjutnya terhadap diagnosa kerja. Selain pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan

pencitraan seperti echocardiography, toraks foto, angiografi, elektrokardiografi serta monitoring

hemodinamik invasif.3

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap terutama berguna untuk

mengeksklusikan anemia. Peningkatan jumlah leukosit hitung menandakan kemungkinan adanya

infeksi, sedangkan jumlah platelet yang rendah mungkin disebabkan oleh koagulopati yang

disebabkan oleh sepsis. Pemeriksaan biokimia darah termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi

hati, bilirubin, aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), laktat

Universitas Sumatera Utara

Page 13: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

13

dehidrogenase (LDH), dapat dilakukan untuk menilai fungsi organ-organ vital. Pemeriksaan

enzim jantung perlu dilakukan termasuk kreatinin kinase dan subklasnya, troponin, myoglobin,

dan LDH untuk mendiagnosa infark miokard. Kreatinin kinase merupakan pemeriksaan yang

paling spesifik namun dapat menjadi positif palsu pada keadaan myopathy, hipotroidisme, gagal

ginjal, serta injuri pada otot rangka. Nilai myoglobin merupakan pemeriksaan yang sensitif pada

infark miokard, nilainya dapat meningkat 4 kali lipat dalam 2 jam. Nilai LDH dapat meningkat

pada 10 jam pertama setelah onset infark miokard dan mencapai kadar puncak pada 24-48 jam,

selanjutnya kembali ke kadar normal dalam 6-8 hari. Troponin T dan I banyak digunakan dalam

mendiagnosa infark miokard. Jika kadar troponin meningkat namun tidak dijumpai adanya bukti

klinis iskemik jantung, maka harus segera dicari kemungkinan lain dari kerusakan jantung

misalnya miokarditis. Kadar troponin T meningkat dalam beberapa jam setelah onset infark

miokard. Kadar puncak dicapai dalam 14 jam setelah onset, mencapai kadar puncak kembali

pada beberapa hari setelah onset (kadar puncak bifasik) dan tetap akan menunjukkan nilai

abnormal dalam 10 hari. Hal ini menyebabkan kombinasi troponin T dan CK-MB menjadi

parameter diagnostik retrospektif yang amat bermanfaat bagi pasien yang datangnya terlambat

dari onset penyakit. Troponin T juga merupakan suatu indikator prognostik independen sehingga

dapat digunakan sebagai stratifikator resiko pada pasien angina tidak stabil dan infark miokard

gelombang non-Q. pemerksaan analisa gas darah dapat melihat homeostasis asam basa secara

keseluruhan serta tingkat oksigenasi darah di arteri. Peningkatan defisit basa di darah

berhubungan dengan keparahan syok dan sebagai marker dalam pemantauan selama resusitasi

terhadap pasien syok. Pemeriksaan laktat serial bermanfaat sebagai marker hipoperfusi dan

indikator dari prognosis. Meningkatnya kadar laktat pada pasien dengan adanya gejala

hipoperfusi menunjukkan prognosis yang buruk. Meningkatnya kadar laktat selama proses

resusitasi menunjukkan mortalitas yang sangat tinggi. Kadar brain natriuretic peptide (BNP)

berguna sebagai pertanda adanya gagal jantung kongestif dan merupakan suatu indikator

prognostik yang independen. Nilai BNP yang rendah dapat menyingkirkan syok kardiogenik

pada keadaan hipotensi. Namun demikian, nilai BNP yang meningkat tidak serta merta dikatakan

syok kardiogenik. Pemeriksaan saturasi oksigen juga bermanfaat khusunya dapat mendeteksi

defek septum ventrikel.3

Universitas Sumatera Utara

Page 14: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

14

Pemeriksaan Pencitraan

Echocardiography : harus dilakukan secepatnya untuk menetapkan penyebab syok

kardiogenik. Echocardiography mampu memberikan informasi tentang fungsi sistolik global dan

regional serta disfungsi diastolik. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat mendiagnosa dengan

cepat penyebab mekanik syok seperti defek septum ventrikel akut, ruptur dinding miokardium,

tamponade perikard, serta ruptur muskulus papilaris yang menyebabkan regurgitasi miokardial

akut. Selain itu, dapat pula ditentukan area yang mengalami diskinetik atau akinetik pada

pergerakan dinding ventrikular atau dapat juga memperlihatkan disfungsi katup-katup. Fraksi

ejeksi juga dapat dinilai pada echocardiography. Jika ditemukan hiperdinamik pada ventrikel

kiri, maka penyebab lain harus ditelusuri seperti syok sepsis atau anemia.3,5

Radiografi toraks : sangat penting dilakukan untuk mengeksklusikan penyebab lain

syok atau nyeri dada. Mediastinum yang melebar mungkin adalah suatu diseksi aorta. Tension

pneumothorax atau pneumomediastinum yang mudah ditemukan pada foto toraks dapat

bermanifestasi syok dengan low-output. Gambaran radiologis pasien syok kardiogenik

kebanyakan memperlihatkan gambaran kegagalan ventrikel kiri berupa redistribusi pembuluh

darah peulmonal, edema paru interstisial, bayangan hilus melebar, dijumpai garis kerley-B,

kardiomegali serta effusi pleura bilateral. Edema alveolar tampak pada foto toraks berupa

opasitas perihilar bilateral (butterfly distribution).3

Ultrasonografi : dapat menjadi panduan dalam manajemen cairan. Pada pasien yang

bernafas spontan, vena kava inferior yang kolaps saat respirasi menandakan adanya dehidrasi.

Sedangkan jika tidak maka status cairan intravaskular adalah euvolume.3

Angiografi arteri koroner : perlu dilakukan segera pada pasien dengan iskemik atau

infark miokard yang mengalami syok kardiogenik. Angiografi penting untuk menilai anatomi

arteri koroner dan tindakan revaskularisasi segera jika diperlukan. Pada kasus dimana ditemukan

kelainan yang luas pada angiografi, maka respon kompensasi berupa hiperkinetik tidak dapat

berlangsung akibat beratnya aterosklerosis arteri koroner. Penyebab tersering syok kardiogenik

adalah infark miokard yang luas atau infark yang lebih kecil pada pasien yang sebelumnya telah

mengalami dekompensasi ventrikel kiri.3

Universitas Sumatera Utara

Page 15: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

15

Elektrokardiografi

Iskemik miokard akut didiagnosa berdasarkan munculnya elevasi segmen ST, depresi

segmen ST, gelombang Q. Inversi gelombang T, meskipun paling tidak sensitif, dapat pula

terlihat pada orang-orang dengan iskemik miokard. EKG pada dada kanan dapat memperlihatkan

adanya infark pada ventrikular kanan selain sebagai diagnostik juga dapat berguna sebagai faktor

prognostik. Hasil EKG yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan infark miokard akut.3,11

Monitoring Hemodinamik Secara Invasif

Monitoring hemodinamik secara invasif (kateterisasi Swan-Ganz) sangat bermanfaat

untuk mengeksklusi penyebab dan jenis syok. Pemeriksaan hemodinamik pada syok kardiogenik

adalah PCWP lebih dari 18 mmHg dan indeks kardiak < 2,2 L/mnt/m2. Meningkatnya tekanan

pengisian jantung kanan tanpa adanya peningkatan PCWP, menandakan infark pada ventrikel

kanan jika disertai dengan kriteria dari EKG. Meningkatnya saturasi darah pada ventrikel dan

atrium kanan merupakan diagnostik suatu ruptur septum ventrikel.3,5

Penatalaksanaan

Syok kardiogenik merupakan suatu kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan

resusitasi sesegera mungkin sebelum syok menjadi ireversibel dan merusak organ-organ vital.

Kunci keberhasilan penatalaksanaan syok kardiogenik adalah pendekatan yang terorganisir untuk

mendapatkan diagnosis secara tepat dan cepat serta terapi farmakologik sesegera mungkin untuk

mempertahankan tekanan darah dan curah jantung. Seluruh pasien syok kardiogenik harus

dirawat di ruang perawatan intensif.3

Hipoperfusi sistemik berat yang terjadi dapat menyebabkan hipoksemia dan asidosis

laktat yang dapat lebih jauh lagi memperberat miokardium baik secara langsung maupun sebagai

akibat dari berkurangnya respon sistemik terhadap vaspresor seperti dopamin dan norepinefrin.

Oleh karena itu, jika memungkinkan koreksi terhadap kondisi metabolik seperti yang disebutkan

diatas sangatlah penting.2

Penanganan Suportif (Resusitasi dan Ventilasi)

Manajemen awal berupa resusitasi cairan bila dijumpai hipovolemia dan hipotensi,

kecuali dijumpai adanya edema paru. Pemasangan jalur vena sentral dan arteri, katetrisasi Swan-

Universitas Sumatera Utara

Page 16: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

16

Ganz, serta pulse oksimeter perlu dilakukan.3 Oksigenasi dan proteksi jalan nafas merupakan hal

yang penting di awal penanganan khususnya pada kondisi hipoksemia (SpO2 <90% atau PaO2 <

60 mmHg), oksigen dapat diberikan mulai dari 40-60% selanjutnya dapat dititrasi sampai SpO2 >

90%. Jika diperlukan, intubasi jalan nafas dan ventilasi mekanik dapat dilakukan. Selain itu

monitoring tekanan darah juga harus dilakukan.3

Hipovolemia dapat terjadi pada kasus syok kardiogenik misalnya dengan riwayat

penggunaan diuretik atau jika ada muntah. Pemberian terapi pengganti cairan harus dipantau

dengan pemeriksaan PCWP, saturasi oksigen arteri (SaO2), tekanan arteri sistemik, serta curah

jantung. Pemberian challenge volume intravaskular yakni saline isotonik sebanyak sekurangnya

250 mL dalam 10 menit dapat dilakukan sebelum tindakan kateterisasi pada jantung kanan jika

tidak ada bukti bendungan paru pada pemeriksaan fisik maupun rontgen torak serta pasien tidak

dalam keadaan distres pernafasan.3

Pada beberapa kondisi dukungan cairan yang lebih besar kadang-kadang diperlukan

misalnya pada syok kardiogenik akibat infark ventrikular kanan, dimana tekanan pengisian yang

tinggi diperlukan untuk memaksimalkan aliran ke ventrikel kiri. Infark pada ventrikel kanan

dapat disangkakan jika dijumpai gambaran infark inferior, lapangan paru bersih pada

pemeriksaan auskultasi serta syok. Pemberian cairan dalam jumlah banyak diindikasikan dalam

kasus ini sepanjang tidak dijumpai peningkatan tekanan vena jugularis/sentral.

Pasien yang datang dengan overload cairan dan edema paru kardiogenik tanpa adanya

hipotensi dapat diterapi dengan diuretik, morfin, suplemen oksigenm serta vasodilator.

Manajemen Hemodinamik

Kateterisasi arteri pulmonalis (Swan-Ganz) saat ini tidak begitu sering dilakukan karena

adanya kontroversi dimana disebutkan dalam suatu studi prospektif observasional bahwa

kateterisasi arteri pulmonalis dapat memperburuk hasil pengobatan. Saat ini penilaian klinis lebih

banyak dilakukan dengan echocardiography. Melalui modalitas ini, tekanan sistolik arteri

pulmonalis dan tekanan baji dapat dihitung secara akurat dengan echocardiography dopler.9

Dukungan farmakologi (inotropik dan vasopresor) harus digunakan dengan dosis sekecil

mungkin yang memberi efek terapeutik. Semakin tinggi dosis vasopresor, makan semakin kecil

angka keselamatannya. Hal ini disebabkan pada kenyataan bahwa keadaan penyakit yang

mendasarinya sudah sedemikian berat serta efek toksik obat itu sendiri. Pemberian inotropik

Universitas Sumatera Utara

Page 17: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

17

merupakan hal yang penting dalam penatalaksanaan syok kardiogenik. Namun sayangnya

dengan pemberian inotropik, konsumsi ATP miokardium juga meningkat, sehingga perbaikan

hemodinamik yang membaik dalam sesaat harus dibayar dengan peningkatan kebutuhan oksigen

jantung dimana pada saat yang sama jantung sendiri sudah mengalami kegagalan ditambah lagi

ketersediaan kebutuhan sudah terbatas. Namun demikian inotropik dan vasopresor saat ini tetap

dibutuhkan untuk mempertahankan perfusi koroner dan sistemik sambil menunggu pemasangan

IABP (Intra-aortic balloon pump) atau sampai syok berhasil ditangani. Data yang

membandingkan efektifitas penggunaan beberapa agen vasopresor masih sedikit. Dopamine,

norepinefrin dan epinefrin merupakan vaskonstriktor yang dapat digunakan untuk

mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan membantu memperbaiki tekanan perfusi pada

hipotensi yang mengancam jiwa. Target tekanan arteri rata-rata (MAP) yakni 60-65 mmHg.3,9

Pada Pasien dengan status perfusi jaringan tidak adekuat dan volume intravaskular yang

adekuat, inisiasi permberian obat inotropik dan atau vasopresor dapat mulai diberikan. Yang

termasuk obat vasopresor adalah dopamin, norepinefrin, epinefrin dan levosimendan Dosis

reguler dopamine adalah 5-10 mcg/kg/min namun dapat ditingkatkan hingga 20 mcg/kg/min.

Dosis norepinefrin adalah 8-12 mcg/min dapat ditingkatkan dan dalam keadaan sepsis dapat

ditingkatkan hingga 3,3 mcg/kg/min. obat-obat inotropik antara lain : dobutamin dan

fosfodiesterasi inhibitor (PDIs). Dosis dobutamin adalah 2,5-10 mcg/kg/min. Dalam keadaan

hipotensi ringan (TDS > 70-100 mmHg tanpa klinis syok), Dobutamin dapat digunakan, namun

dalam kondisi hipotensi berat dengan klinis syok yang nyata, pilihan yang terbaik adalah

dopamin (TDS 70-100 mmHg dengan klinis syok) dan norepinefrin (TD < 70 mmHg).3,5

Terapi Farmakologi lain

Pemberian terapi antitrombotik yakni aspirin dan heparin harus diberikan sebagaimana

yang telah direkomendasikan pada infark miokard. Clopidogrel dapat ditunda setelah tindakan

angiografi emergensi sebab, bisa saja setelah dilakukan angiografi, pasien selanjutnya diputuskan

akan segera menjalani bedah pintas jantung / CABG (coronary artery bypass grafting).

Clopidogrel dianjurkan bagi semua pasien yang menjalani PCI (pada pasien infark miokard yang

dalam keadaan syok ataupun tidak). Pemberian inotropik negatif dan vasodilator (termasuk

nitrogliserin) harus dihindari. Oksigenasi arteri dan pH darah harus dipertahankan dalam batas

normal untuk meminimalisasi iskemia. Pemberian insulin dapat meningkatkan angka

Universitas Sumatera Utara

Page 18: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

18

keselamatan pada pasien kritis yang mengalami hiperglikemia. Pemberian ventilasi mekanik

perlu dipertimbangkan baik melalui sungkup ataupun pipa endotrakeal. Hal ini bermanfaat untuk

menurunkan preload dan afterload serta mengurangi kerja pernafasan.3

Terapi Mekanikal : IABP (Intra-aortic balloon pump)

Intra-aortic ballon pump merupakan terapi mekanik yang sudah sejak lama digunakan

pada syok kardiogenik. IABP dapat memperbaiki perfusi koroner dan perifer melalui deflasi

balon pada saat sistole dan inflasi balon saat diastol sehingga afterload menjadi sangat berkurang

dan aliran ke koroner menjadi semakin baik. Namun tidak semua pasien dapat memberikan

respon hemodinamik terhadap pemasangan IABP, hal ini selanjutnya menjadi salah satu faktor

prognostik. IABP semestinya dilakuan secepatnya bahkan jika ada operator yang terlatih dan

prosedur memungkinkan untuk dilakukan secepatnya, maka IABP dapat dilakukan sebelum

pasien dikirim untuk tidakan revaskularisasi. Komplikasi dari tindakan ini semakin jarang sejalan

dengan dengan kemajuan zaman yakni sebesar 7,2% untuk komplikasi secara keseluruhan dan

2,8%9

Reperfusi

Reperfusi koroner dapat dilakukan dengan fibrinolisis, PCI (percutaneous coronary

intervention), atai CABG (coronary artery grafting baypass). Semakin cepat reperfusi dilakukan,

maka hasil yang didapat semakin baik. Keuntungan tindakan revaskularisasi dini pada syok

kardiogenik jelas terlihat pada beberapa studi observasional terutama pada SHOCK trial yakni

sebesar peningkatan angka keselamatan pada 1 tahun pertama sebesar 13% pada pasien syok

kardiogenik yang menjalani reperfusi dini. ACC/AHA merekomendasikan dalam guideline agar

revaskularisasi dilakukan pada pasien syok kardiogenik dengan usia <75 tahun. Terapi

trombolitik kurang efektif dibanding PCI namun dapat diindikasikan jika transport pasien

menuju sarana PCI tidak memungkinkan ataupun membutuhkan waktu yang lama dan jika onset

infark miokard dan syok kardiogenik terjadi dalam rentang waktu kurang dari atau sama dengan

3 jam. Waktu yang terbaik untuk PCI dini adalah 0-6 jam sejak onset. CABG diindikasikan pada

pasien dengan oklusi pada arteri left main atau sembatan terjadi pada 3 pembuluh darah. Stenting

dan pemberian obat golongan glikoprotein IIb/IIIa inhibitor memperlihatkan peningkatan akan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

19

keberhasilan pada beberapa studi. Algoritma rencana revaskularisasi pada syok kardiogenik

dapat dilihat pada gambar3.2,9,12

Gambar 3. Algoritma rencana revaskularisasi pada syok kardiogenik dari ACC/AHA guidelines ; IRA : infark

related artery. (circulation)

Bantuan Sirkulasi Total

Bantuan sirkulasi total mencakup pemasangan LVADs (Left ventricular assist devices)

dan ECLS (Extra corporeal life support). Prinsip kerja kedua alat ini adalah mengalirkan darah

keluar dari ventrikel kiri dan memompakannya ke sistemik sehingga memungkinkan jantung

untuk istrahat, memulihkan miokard, memperbaiki kondisi neurohormonal, mencegah hipotensi,

iskemik dan disfungsi miokard. Namun pada prakteknya, aplikasi dari alat ini sangat terbatas

karena komplikasi yang disebabkan oleh alat itu sendiri serta adanya kerusakan organ yang

ireversibel.9

Universitas Sumatera Utara

Page 20: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

20

Kesimpulan

Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan perfusi

sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga menyebabkan

hipoksia jaringan dimana TDS <90 mmHg selama sekurangnya 1 jam dimana :

(1) Tidak respon dengan pemberian tunggal terapi cairan

(2) Akibat sekunder dari disfungsi jantung

(3)Memiliki hubungan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak <2,2

L/mnt/m2 dan tekanan baji arteri pulmonalis (PAWP) >15mmHg

Penyebab syok kardiogenik tersering adalah kegagalan ventrikel kiri akibat infark

miokard akut

Mortalitas syok kardiogenik di era modern saat ini ≈ 50%

Revaskularisasi dini pada syok kardiogenik memberikan harapan hidup lebih baik

dibandingkan stabilisasi kondisi medis terlebih dahulu

Diagnosa syok kardiogenik dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan

penunjang (radiografi toraks, echocardiography dan data hemodinamik)

Manajemen syok kardiogenik meliputi penganan suportif (resusitasi dan ventilasi),

manajemen hemodinamik termasuk pemberian agen inotropik atau dan vasopresor, terapi

farmakologi lain (aspirin, heparin, clopidogrel), terapi mekanik (IABP), terapi reperfusi

(fibrinolitik, PCI, CABG) serta alat bantu sirkulasi (LVADs dan ECLS).

Seluruh pasien syok kardiogenik harus dirawat di ruang intensif

Universitas Sumatera Utara

Page 21: SYOK KARDIOGENIK Pendahuluan

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Hochman JS, Ohman EM. Cardiogenic Shock. The AHA Clinical Series. Wiley-Blackwell.

Januari 2009

2. Hochman JS, Menon Venu. Clinical manifestations and diagnosis of cardiogenic shock in

acute myocardial infarction. UpToDate. Wolters Kluwer Health. Juni 2013

Available from www.uptodate.com

3. Ren X, Lenneman A. Cardiogenic Shock. Medscape Reference. May 2013.

Available from www.emedicine.medscape.com

4. Hochman JS, Ingbar D. Cardiogenic Shock and Pulmonary Edema ; in Kasper DL et al.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill inc. USA ; 2005

5. Alwi I, Nasution SA. Syok Kardiogenik. Dalam Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, ed kelima jilid I. Interna Publishing. Jakarta ; November 2009

6. Khalid L, Dhakam SH. A Review of Cardiogenic Shock In Acute Myocardial Infarction.

Current Cardiology Review. Pakistan ; 2008

7. Kruger W, Ludman A. Acute Heart Failure. Birkhauser. p72-85. Berlin ; 1997

8. Antman EM, ST-Elevation Myocard Infarc Management. In Libby P et al. Braunwald's Heart

Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. Saunders. Philadelphia ; 2008

9. Reynolds HR, Hochman JS. Cardiogenic shock: current concepts and improving outcomes.

Circulation. Feb 5 2008;117(5):686-97

10. Hochman JS, Menon V. Management of Cardiogenic Shock Complicating Acute Myocardial

Infarction. Heart. 2002

Available from : www.bmjjournals.com

11. Fuster V et al. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In Hurst’s The Heart, 12th ed.

The McGraw-Hill Companies ; 2008

12. Califf RM, Bengtson JR. Cardiogenic Shock, Current Concepts. NEJM. June 1994

Universitas Sumatera Utara