refreat deza penyakit dalam

75
REFEREAT KEGAWATDARURATAN JANTUNG PEMBIMBING : Dr. Ade Netra Kartika, Sp.PD DISUSUN OLEH : A.DEZA FARISTA (1102011001) KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT TK. 11 MOH. RIDWAN MEURAKSA 1

Upload: achmad-deza-farista

Post on 11-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kegawatdaruratan jantung

TRANSCRIPT

Page 1: Refreat Deza Penyakit Dalam

REFEREAT

KEGAWATDARURATAN JANTUNG

PEMBIMBING :

Dr. Ade Netra Kartika, Sp.PD

DISUSUN OLEH :

A.DEZA FARISTA (1102011001)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT TK. 11 MOH. RIDWAN MEURAKSA

PERIODE 03 AGUSTUS 2015 – 11 OKTOBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

1

Page 2: Refreat Deza Penyakit Dalam

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah swt atas selesainya referat yang

berjudul kegawatdaruratan jantung. Juga kepada dr.Eny Ambarwati, Sp.PD, dr.

Andi Sutanto, Sp.PD, dr.Ade Netra Kartika, Sp.PD, dr. Librantoro, Sp.JP, dan

dr. Endah A, Sp.P, selaku dosen pembimbing, kami ucapkan terimakasih

banyak atas bimbingannya selama kepaniteraan kami di Bagian Ilmu Penyakit

Dalam RS Tingkat II Moh. Ridwan Meuraksa.

Dalam referat ini kami akan mencoba membahas mengenai

Kegawatdaruratan Jantung. Semoga pembahasan kami ini dapat membantu

membuka wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa klinik atupun dokter

umum mengenai Kegawatdaruratan pada Jantung.

Penulis,

Jakarta, 23 Agustus 2015

2

Page 3: Refreat Deza Penyakit Dalam

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gejala kegawatdaruratan pada orang dengan kelainan jantung dapat berupa nyeri

dada, sesak nafas, jantung berdebar (palpitasi) ,sinkop (pingsan), serta henti jantung.

Henti jantung merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan irama jantung.

dimana jantung tidak berdenyut seperti biasa sehingga tidak dapat memompa darah secara

optimal ke seluruh tubuh.  Henti jantung umumnya disebabkan oleh 2 hal, yaitu fibrilasi dan

takikardi. Pada fibrilasi, jantung bergetar-getar tidak karuan tanpa kontrol sedangkan pada

takikardi, jantung memompa dengan sangat cepat sehingga ventrikel jantung tidak sempat

terisi (bagaikan petinju yang terus memukul tanpa pernah mengisi tenaga, pukulannya jadi

tanpa tenaga). Akibat dari keadaan ini adalah syok kardiogenik, suatu keadaan dimana aliran

darah ke perifer termasuk organ-organ penting seperti hati, vital, paru-paru, hingga otak tidak

tercukupi sehingga terjadi kematian sel karena kurangnya oksigen.

Apabila aliran darah ke otak terhenti lebih dari 8-10 menit maka kerusakan menjadi

irreversibel. Kalau tidak ditangani dengan cepat maka dapat menyebabkan kematian. Henti

jantung biasanya ditandai dengan hilangnya pulsasi, respirasi, dan kesadaran. Beberapa

keadaan yang dapat mengakibatkan kolaps jantung adalah sindrom koroner akut,

tenggelam, trauma (tamponade), tercekik, stroke, sengatan listrik.

Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-

organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin

ventilasi yang adekuat. Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat

terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.

Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu

yang singkat yakni sekitar 4-6 menit.

Henti jantung dan henti nafas merupakan kejadian yang sering terjadi

dikegawatdaruratan. Angka mortalitas henti napas dan henti jantung tergolongtinggi. Pada

banyak kasus sebenarnya kematian mendadak sebagai akibat stroke,infark miokard,

kelebihan dosis obat dan trauma hebat dapat dicegah bila tindakan resusitasi dilakukan secara

tepat. Henti jantung adalah bila jantung berhenti berkontraksi dan memompa darah.

3

Page 4: Refreat Deza Penyakit Dalam

Henti jantung merupakan kegawatan medik yang paling akut yang dihadapi oleh staf

medik yang sering tidak menunjukkan tanda-tanda awal sebelumnya. Henti nafas terjadi bila

nafas berhenti (apnea).

4

Page 5: Refreat Deza Penyakit Dalam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Jantung

Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan

dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang mengumpulkan

darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya

mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu

katup pada jalan keluar. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh

dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan

fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh

dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan

membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari

paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.

System kardiovaskuler terdiri atas 3 bagian yang saling mempengaruhi yaitu jantung,

pembuluh darah , dan darah. Interaksi antara ketiganya dibawah kendali system syaraf dan

hormone untuk mempertahankan keseimbangan dinamis oksigen dalam sel. Terpisahnya

ruangan dalam jantung mencegah terjadinya percampuran antara daerah yang menerima

darah yang tidak teroksigenasi dari vena cava superior dan vena cava inferior dan system

coroner. Gangguan aliran dalam jantung mengakibatkan oksigenasi tidak adekuat, darah

arteri dan vena yang tercampur mengakibatkan perfusi sel berkurang.

5

Page 6: Refreat Deza Penyakit Dalam

A. Sistem sirkulasi

Sistem sirkulasi terdiri dari atas sistem kardiovaskuler dan limfe. Sistem karidovakuler terdiri

dari struktur-struktur sebagai berikut:

1. Jantung, yang berfungsi untuk memompa darah.

2. Pembuluh darah yang berfungsi untuk mengalirkan darah menuju ke jaringan dan

sebaliknya.

3. Cairan darah yang berfungsi mengangkut O2 dan CO2, zat-zat makanan dsb ke

jaringan dan sebaliknya.

1. Sirkulasi paru (Pulmonalis)

Darah dari jantung (ventrikel kanan) melalui arteri pulmonalis masuk ke paru vena

pulmonalis masuk ke jantung (atrium kiri).

2. Sirkulasi sistemik

Darah dari sirkulasi sistemik melalui vena cava superior dan vena cava inferior

masuk ke atrium kanan ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis

truncuspulmonalis melalui katup semilunaris pulmonal arteri pulmonalis paru (tejadi

pertukaran gas) vena pulmonalis atrium kiri katup bicuspidalis

ventrikel kiri aorta ascendes melalui katup semilunar aorta diedarkan keseluruh tubuh

melalui arteri arteriol jaringan venule vena vena cava superior dan

vena cava inferior.

3. Sirkulasi koronari

Arteri koroner berawal dari basis aorta acendens. Untuk menjamin pasokan darah ke jantung,

arteri koroner memiliki banyak anastomosis hambatan pada sirkulasi koroner, apakah karna

spasme atau sumbatan, akan menimbulkan ischemia miokard dan bila tidak diatasi akan

terjadi MCI.

B. Struktur Jantung

Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada diantara kedua paru.

Sel selaput yang mengitasi jantung disebut perikardium, terdiri atas dua lapisan :

1. Perikardium parietalis (lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru)

2. Perikardium viseralis (lapisan permukaan jantung / epikardium )

Diantara lapisan ini, terdapat cairan perikardium yang berfungsi mengurangi gesekan yang

timbul akibat gerak jantung saat memompa.

6

Page 7: Refreat Deza Penyakit Dalam

Jantung

Jantung merupakan organ muskuler yang dapat berkontraksi secara ritmis, dan berfungsi

memompa darah dalam sistem sirkulasi. Secara struktural dinding jantung terdiri atas 3

lapisan (tunika) yaitu:

1. Endokardium terletak pada lapisan subendotel. Sebelah dalam dibatasi oleh endotel.

Endokardium tersusun atas jaringan penyambung jarang dan banyak mengandung

vena, syaraf (nervus), dan cabang-cabang sistem penghantar impuls.

2. Miokardium terdiri atas sel-sel otot jantung. Sel-sel otot jantung dibagi dalam 2

kelompok; sel-sel kontraktil dan sel-sel yang menimbulkan dan menghantarkan

impuls sehingga mengakibatkan denyut jantung.

3. Epikardium merupakan membran serosa jantung, membentuk batas viseral

perikardium. Sebelah luar diliputi oleh epitel selapis gepeng (mesotel). Jaringan

adiposa yang umumnya meliputi jantung terkumpul dalam lapisan ini.

C. Fungsi Jantung

Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut

diastol), selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung

(disebut sistol). Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua

ventrikel juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.

Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida dari seluruh

tubuh mengalir melalui 2 vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan. Setelah

atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan.

Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri

pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil

(kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan

karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan.

Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium

kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut

sirkulasi pulmoner.

Darah dalam atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan

memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta

(arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali

paru-paru.

7

Page 8: Refreat Deza Penyakit Dalam

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. CARDIAC ARREST

3.1.1 Definisi

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa

terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak.

Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan

tanda tampak (American Heart Association,2010). Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa

cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk

berkontraksi secara efektif.Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara

mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen

ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.

3.1.2 Faktor Predisposisi

Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa

faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak, sengatan

listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat),

kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan

obat-obatan (seperti salisilat, etanol, alkohol,antidepresan). Penyebab lain cardiac arrest

adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung,

peredaran darah akan berhenti.

Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ

tubuh.Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanyasuplai

oksigen,termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,menyebabkankorban

kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal .Kerusakan otak mungkin terjadi jika

cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akanterjadikematian dalam 10

menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi danditanganidengansegera, kerusakan organ yang

serius seperti kerusakan otak, ataupunkematianmungkin bisa dicegah.

Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko

tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:

8

Page 9: Refreat Deza Penyakit Dalam

a) Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain;

jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung

untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama

setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk

terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.

b) Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab (umumnya karena

tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk

terkena cardiac arrest.

c) Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena beberapa kondisi

tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia) justru merangsang

timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut

proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan

kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik) juga

dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.

d) Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tida knormal seperti

Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang QT yang memanjang

bisa menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.

e) Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari dan

aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan

adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi

pemicu terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi.

f) Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya cardiac

arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.

3.1.3 Tanda-tanda cardiac arrest.

Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010) yaitu:

a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di

pundak ataupun cubitan.

b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan

pernafasan dibuka.

c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

9

Page 10: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.1.4 Etilogi

Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun, umumnya

mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran

darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua

organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai

oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan

korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi

jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam

10 menit (Sudden cardiac death).

Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing - masing etiologi yang mendasari

terjadinya cardiac arrest :

1. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal sebagai

serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest. Infark

miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi

keras dan menyempit akibat sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri.

Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot

jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya,

sehingga dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan

menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari

jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.

2. Stess fisik.

Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi,

diantaranya:

• Perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam

• Sengatan listrik

• Kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma

yang berat

• Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah

• Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki

gangguan jantung.

Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleksakibat penekanan

pada nervus vagus di carotic sheed.

10

Page 11: Refreat Deza Penyakit Dalam

3. Kelainan Bawaan

Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga. Kecenderungan ini

diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki

peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung

mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung dan dapat meningkatkan

kemungkinan terkena SCA.

4. Perubahan struktur jantung

Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan

perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik.

Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau

penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur

dari jantung.

5. Obat-obatan

Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin,

aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang

ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien,

memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim

sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan

diagnosis.

6. Tamponade jantung

Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak mampu

untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.

7. Tension pneumothorax

Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan terus

masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan

menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan terdesak dan

pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan, sehingga membatasi aliran

balik ke jantung.

11

Page 12: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.1.5 Tatalaksana Cardiac Arrest

Bantuan hidup dasar untuk oksigenasi darurat terdiri dari :

1. Airway Control

( penguasaan jalan nafas)Sumbatan jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior

faringmerupakan persoalan yang sering timbul pada pasien tidak sadar yang terlentang.

2. Terdapat tiga cara yang dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafastetap terbuka, yaitu:

12

Page 13: Refreat Deza Penyakit Dalam

a. Metode ekstensi kepala dan angkat leherPenolong mengekstensikan kepala korban dan

dengan satu tangansementara tangan yang lain menyangga bagian atas leher korban.

b. Metode ekstensi kepala angkat daguKepala diekstensikan dan dagu diangkat ke atas.

Metode ini dilakukan jikatidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi

ke bawahsupaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan hati-hati

tengadah,sehingga hidung menghadap ke atas dan epiglotis terbuka.

Gambar 2.1 Metode Chin Lift

c.Metode ekstensi kepala dan dorong mandibula Kepala diekstensikan dan mandibula

didorong maju dengan memegangsudut mandibula korban pada kedua sisi dan mendorongnya

ke depan.2 Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong ke depan

padasendinya tanpa menggerakkan kepala-leher.5 Pendorongan mandibula saja tanpa ekstensi

kepala juga merupakan metode paling aman untuk memelihara jalannafas atas tetap terbuka,

pada pasien dengan dugaan patah tulang leher.

Bila korban yang tidak sadar bernafas spontan dan adekuat (tidak adasianosis), korban

sebaiknya diletakkan dalam posisi sisi mantap untuk mencegahaspirasi. Ekstensikan

kepalanya dan pertahankan mukanya lebih rendah.Letakkan tangan pasien sebelah atas di

bawah pipi sebelah bawah untuk mempertahankan ekstensi kepala dan mencegah pasien

13

Page 14: Refreat Deza Penyakit Dalam

berguling ke depan.Lengan sebelah bawah yang berada di punggungnya, mencegah pasien

tergulingke belakang.

2. Breathing support (ventilasi buatan dan oksigenasi paru darurat)

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yangterjadi

pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkankarbondioksida dari

tubuh.

Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknyasegera menilai apakah pasien dapat bernafas

spontan. Ini dapat dilakukan denganmendengarkan bunyi nafas dari hidung dan mulut korban

denganmemperhatikan gerak nafas pada dada korban.

Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan.Auskultasi dilakukan

untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusidilakukan untuk menilai adanya

udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksidan palpasi dapat memperlihatkan kelainan

dinding dada yang mungkinmengganggu ventilasi.

Bila pernafasan spontan tidak timbul, diperlukan ventilasi buatan.

Nafas buatan tanpa alat dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut (mouth-to-mouth),mulut

ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut kemulut via sungkup

muka.

Untuk melakukan ventilasi mulut-kemulut penolonghendaknya mempertahankan kepala dan

leher korban dalam salah satu sikapyang telah disebutkan di atas dan memencet hidung

korban dengan satu tanganatau menutup lubang hidung pasien dengan pipi penolong.

Selanjutnya diberikan 2 kali ventilasi dalam dalam (1 kali ventilasi = 1-1 ½ detik). Kemudian

segeraraba denyut nadi karotis atau femoralis. Bila ia tetap henti nafas tetapi

masihmempunyai denyut nadi diberikan ventilasi dalam (800-1200 ml) setiap 5 detik.

Bila denyut nadi karotis tak teraba, 2 kali ventilasi dalam harus diberikansesudah tiap 30

kompresi dada.

14

Page 15: Refreat Deza Penyakit Dalam

Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung tidak berhasil baik,walaupun jalan

nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa untuk melihat apakah ada sekresi

atau benda asing. Pada tindakan jari menyapuhendaknya korban digulingkan pada salah satu

sisinya. Sesudah dengan paksamembuka mulut korban dengan satu tangan memegang lidah

dan rahangnya,penolong memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain ke

dalamsatu sisi mulut korban, melalui bagian belakang faring, keluar lagi melalui sisilain

mulut korban dalam satu gerakan menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk mengeluarkan

benda asing, hendaknya dikerjakan hentakan abdomen(abdominal thrust, gerak heimlich)

atau hentakan dada (chest thrust ). Hentakan dada dilakukan pada korban yang terlentang,

tekhnik ini sama dengan kompresidada luar. Urutan yang dianjurkan adalah berikan 6-10 x

hentakan abdomen,buka mulut dan lakukan sapuan jari, reposisi pasien, buka jalan nafas dan

beriventilasi buatan. Urutan ini hendaknya diulang sampai benda asing keluar danventilasi

buatan dapat dilakukan dengan sukses.

Bila sesudah dilakukan gerakan triple (ekstensi kepala, buka mulut dandorong

mandibula) dan pembersihan mulut dan faring, ternyata masih adasumbatan jalan nafas, dapat

dicoba pemasangan orofaringeal airway ataunasofaringeal airway. Bila dengan ini belum

berhasil, perlu dilakukan intubasitrakheal. Bila tidak mungkin atau tidak dapat dilakukan

intubasi trakheal sebagaialternatifnya, krikotirotomi atau punksi membran krikotiroid dengan

jarumberlumen besar ( misal dengan kanula intra vena 14 G).

3. Circulation

Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementara tetap mempertahankan terbukanya jalan

nafas dengan head tilt-chin lift yaitu satu tangan pada dahi pasien, tangan yang lain meraba

denyut nadi pada arteri carotis dan femoral selama 5 sampai 10 detik. Jika denyut nadi tidak

teraba, mulai dengan kompresi dada.

15

Page 16: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.1.6 Prognosis

Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8 sampai 10

menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung (Diklat Ambulans Gawat Darurat

118,2010). Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan

defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak),

untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan

defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan

memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah

penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah diakses di

tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk

bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan

hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64% (American Heart Assosiacion.2010).

3.2. Sindroma Koroner Akut (SKA)

3.2.1 Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA)

Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan

kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen

miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).

3.2.2. Faktor resiko Sindroma koroner akut

Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko konvensional

dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis

(Braunwald, 2007).

Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia,

diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan

tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein

dan Lipoprotein(a) (Santoso, 2005).

Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat

diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan

timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap

faktor-faktor aterogenik (Valenti, 2007).

Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa

16

Page 17: Refreat Deza Penyakit Dalam

menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena

adanya efek perlindungan estrogen (Verheugt, 2008).

Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat

memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid

serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh,

kolesterol, dan kalori .

SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu,

usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian

yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda”

dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi

yang rendah pada usia muda (Wiliam, 2007).

3.2.3 Penyakit Yang Termasuk Dalam SKA

Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil, miokard

infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark akut tanpa elevasi

segmen ST (NSTEMI) (Bassand, 2007).

3.2.4 Angina Pektoris Tak Stabil

3.2.4.1 Definisi Angina Pektoris Tak Stabil

Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia

miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama angina

pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal (varian), dan angina

pektoris tak stabil. Pada pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada angina pektoris tidak

stabil (Kumar, 2007).

Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya

meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan menjadi

lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina tak stabil

merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel

sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark. Pada sebagian besar pasien, angina ini di

picu oleh perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial, embolisasi distal trombus dan/

atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah arterosklerosis koroner dan lesi

terkaitnya (Kumar, 2007).

17

Page 18: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.2.4.2 Epidemiologi Angina Pektoris Tak Stabil

Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit karena angina

pek toris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung

yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis di tegak kan (Trisnohadi,

2006).

3.2.4.3 Patogenesis Penyakit 1.

Ruptur plak

Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil,

sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelunya

mempunyai penyempitan yang mininal.

Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai

penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai

penyempitan kurang dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak

lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti yang

banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada

tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak.

Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim

protease yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous

cap).

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan

menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100%

akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat

100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Trisnohadi,

2006).

2. Trombosis dan agregasi trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya

angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di sebabkan karena interaksi

yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak

berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan

dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi

18

Page 19: Refreat Deza Penyakit Dalam

enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi, 2006).

3. Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di

perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan

dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang

terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya

spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam

pembentukan trombus (Trisnohadi, 2006).

4. Erosi pada plak tanpa ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan

migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk

dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh

dengan cepat dan keluhan iskemia (Trisnohadi, 2006).

3.2.4.5 Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang

bertambah dari biasa. Nyeri dada pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin

timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat

disertai keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.

Pada pemeriksaan fisik sering kali tidak ada yang khas.

Pemeriksaan penunjang

• Elektrokardiografi (EKG)

• Pemeriksan laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah di terima sebagai

pertanda paling penting.

3.2.4.6 Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil

Tindakan umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu

di istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan oksigen; pemberian morfin atau petidin perlu

19

Page 20: Refreat Deza Penyakit Dalam

pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin

(Trisnohadi, 2006).

Terapi medikamentosa

• Obat anti iskemia

• Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.

• Obat anti agregasi trombosit

• Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa

• Obat anti trombin

• Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin

• Direct trombin inhibitors

Tindakan revaskularisasi pembuluh darah

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat,

dan refrakter dengan terapi medikamentosa.

Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh

darah, bila di sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi bypass (CABG) dapat

memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi resiko kembalinya ke rumah sakit.

Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk daripada bedah elektif

Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau

dua pembuluh darah atau bila ada kontra indikasi pembedahan, PCI merupakan pilihan

utama.

Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif

tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus-menerus,

adanya depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang buruk, adanya

gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini (Trisnohadi,

2006).

3.2.5 Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)

Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium

akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab

tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering

di negara maju (Kumar, 2007).

20

Page 21: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.2.5.1 Epidemiologi STEMI

Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara

maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh

kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering

di bandingkan dengan STEMI (Bassand, 2007).

3.2.5.2 Patofisiologi STEMI

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner

berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya

banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti

merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur,

ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga

terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous

cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik

terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI

memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin,

serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.

Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap

sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand

(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2

platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.

Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian

akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi

yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital,

spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).

21

Page 22: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.2.5.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan

Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang

di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina).

Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat

penyakit jantung koroner di keluarga (Alwi, 2006).

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti

aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun

STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat

terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali

ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan

banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular

adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi

jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat

sementara (Alwi, 2006).

Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST

kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang

lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan

enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi, 2006).

3.2.5.4 Penatalaksanaan STEMI

Tatalaksana di rumah sakit

ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko

muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair

dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan

kandungan kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan

rendah natrium.

Bowels, istirahat di tempat tidur. Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek

konstipasi sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin.

Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode

inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2006).

22

Page 23: Refreat Deza Penyakit Dalam

Terapi farmakologis

• Fibrinolitik

• Antitrombotik

• Inhibitor ACE

• Beta-Blocker

3.2.6 Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)

3.2.6.1 Epidemiologi NSTEMI

Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu

gejala yang paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta

kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan

merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka

kunjungan untuk pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka

STEMI menurun (Sjaharuddin, 2006).

3.2.6.2 Patofisiologi

NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan

kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena

trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di

awali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya

mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan

konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai

konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi

ruptur plak dapat di jumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses

inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6.

selanjutnya IL-6 kan merangsang pengeluaran hsCRP di hati (Sjaharuddin, 2006).

3.2.6.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan NSTEMI

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri

seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat

atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada penderita NSTEMI.

Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium,

bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia

23

Page 24: Refreat Deza Penyakit Dalam

lebih dari 65 tahun.

Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting

yang menentukan resiko pada pasien.

Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih di

sukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB. Pada

pasien dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-

4 jamdan dapat menetap sampai 2 minggu (Sjaharuddin, 2006).

3.2.6.4 Penatalaksanaan NSTEMI

Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi

segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada

setiap pasien NSTEMI yaitu:

• Terapi antiiskemia

• Terapi anti platelet/antikoagulan

• Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi)

• Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.

3.2.6.5 Komplikasi Sindroma Koroner Akut

1. Syok Kardiogenik

2. Aritmia Malignant

3. Gagal Jantung

4. Mechanical ruptur, MR akut, VSD

5. Gangguan Hantaran

3.2.7 Jenis-Jenis Obat Sindroma Koroner Akut

3.2.7.1 Antiiskemik

NITRAT; Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pmbuluh vena dan arteriol perifer,

dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan

kebutruhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh

koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral (Tjay, 2005).

Nitrogliserin; gliseriltrinitrat, trinitrit,nitrostat, nitrodermTTS (plester).

Trinitrat dari gliserol ini (1952),sebagaimana juga nitrat lainya berkhasiat relaksasi

otot pembuluh, bronchia, saluran empedu, lambung-usus, dan kemih. Berkhasiat vasodilatasi

berdasarkan terbentuknya nitrogenoksida (NO) dari nitrat di sel-sel pembuluh. NO ini bekerja

24

Page 25: Refreat Deza Penyakit Dalam

merelaksasi sel-sel ototnya, sehingga pembuluh, terutama vena mendilatasi dengan langsung.

Akibatnya, Tekanan darah turun dengan pesat dan aliran darah vena yang kembali ke jantung

(preload) berkurang. Penggunaan oksigen jantung menurun dan bebanya dikurangi. Arteri

koroner juga di perlebar, tetapi tanpa efek langsung terhadap miokard.

Nitrat organik diabsorbsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual, dan oral.

Penggunaanya per oral untuk menangulangi serangan angina akut secara efektif, begitu pula

sebagai profilaksis jangka pendek, misalnya langsung sebelum melakukan aktivitas bertenaga

atau menghadapi situasi lain yang dapat menginduksi serangan. Secara intravena di gunakan

pada dekompensasi tertentu stelah infark jantung, jika digoksin dan diuretika kurang

memberikan hasil.

Resorpsi nya dari usus baik, tetapi mengalami FPE (first pass effect) amat tinggi

hingga hanya sedikit obat mencapai sirkulasi besar. protein plasma kurang lebih 60%, waktu

paruh 1-4 menit. Di dalam hati dan eritrosit, zat ini cepat di rombak menjadi metabolit kurang

aktif dengan hasil akhir gliserol dan co2. Sebaliknya, absorbsi sublingual atau oromukosal

cepat sekali karena menghindari fisrt pass effect. Efek nya sesudah 2 menit dan bertahan

selam 30 menit. Absorbsinya dari kulit (transkutan) juga baik, maka di gunakan pula dalam

bentuk salep dan plester dengan pelepasan teratur (Tjay, 2005).

Toleransi untuk efek anginanya dapat terjadi pesat pada penggunaan oral, transkutan

dan intra vena secara kontiniu, serta pada dosis lebih tinggi. Guna menghindarkanya,

hendaknya diadakan masa bebas nitrat selama kurang lebih 10 jam/hari. Terapi sebainya

jangan di hentikan secara mendadak, melainkan berangsur-angsur guna mencegah reaksi

penarikan.

Dosis pada serangan akut angina pektoris di berikan secara sublingual (di bawah

lidah) 0,4 – 1 mg sebagai tablet, spay atau kapsul (harus digigit), jika perlu dapat di ulang

sesudah 3 – 5 menit. Bila efek sudah dicapai obat harus di keluarkan dari mulut (Tjay, 2005).

Isorbida-dinitrat: isordil, sorbidin, cedocard. Derivat-nitrat siklis ini (1946) sama

kerjanya dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long-acting. Di dinding pembuluh zat ini di ubah

menjadi nitogenoksida (NO) yang mengaktivasi enzim guanilsiklase dan menyebabkan

peningkatan kadar cGMP (cyclo-guanilmonophospate) di sel otot polos dan menimbulkan

vasodilatasi. Secara sublingual kerjanya dalam 3 menit dan bertahan sampai 2 jam, secara

spray masing-masing 1 menit dan 1 jam, sedangkan oral masing-masing 20 menit dan 4 jam.

Resorpsinya juga baik, tetapi karena first pass effect besar, bioavaibilitas nya hanya

kurang lebih 29%, protein plasma kurang lebih 30%, waktu paruh 30-60 menit. Di dalam hati

zat ini di rombak pesat menjadi 2 metabolit aktif : isorbida-5-monoinitrat dan isorbida -2-

25

Page 26: Refreat Deza Penyakit Dalam

minonitrat dalam perbandingan kurang lebih 4:1 dan waktu paruh masing-masing lebih

kurang 5,2 dan 2 jam.

Dosis : pada serangan akut atau profilaksis, sublingual tablet 5mg, bila perlu di ulang

sesudah beberapa menit. Interval: 3 tablet perhari 20mg atau tablet /kapsul retard maksimal 1-

2 tablet perhari 80mg. Spay 1,25-3,75 mg (1-3 semprotan) (Tjay, 2005).

Indikasi pada penderita SKA

Pada pasien penderita Angina tak stabil dalam keadaan akut nitrogliserin atau isorbid

dinitrat di berikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia

terutama isorbid dinitrat, yang dapat di berikan secara intravena dengan dosis 1-4mg per jam.

Kekurangan cara ini adalah toleransi yang cepat (24-48 jam setelah pemberian). Untuk itu

dosis dapat di tinggikan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali dan pasien bebas

angina selama 24 jam, maka pemberian obat dapat di ganti dengan pemberian oral

(Trisnohadi, 2006).

Pada penderita STEMI diruang gawat darurat dapat di berikan nitrogliserin dengan

dosis 0,4mg dan dapat di berikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit (Alwi, 2006).

Pada pasien NSTEMI Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal

jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah di berikan nitrat

sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin

intravena (mulai 5-10 Ug/menit). Laju infus dapat di tingkatkan 10 Ug/menit tiap 3-5 menit

sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada

hilang dapat di gantikan dengan nitrat oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena

jika pasien sudah bebas nyeri selama 12-24 jam (Sjaharuddin, 2006).

BETA-BLOCKER; Zat-zat ini yang juga di sebut penghambat adrenoseptor beta

(Tjay, 2005). Beta blockers menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan cara

menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas. Suplai oksigen

meningkat karena penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner membaik

saat diastol. Semua β-bloker harus dihindari oleh penderita sama karena dapat memprovokasi

bronchospasm (kejang cabang tenggorok) (Suryatna, 2007).

Sifat farmakologi

Beta-blockers dibedakan atas beberapa karakteristik seperti jenis subtipe reseptor

yang di hambat, kelarutan dalam lemak, metabolisme, farmakodinamik dan adanya aktivitas

26

Page 27: Refreat Deza Penyakit Dalam

simpatomimetik intrinsik.

Walaupun suatu β-bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif, kardio selektivitas

ini relatif dan menghilang jika dosis ditinggikan. Sifat larut lemak menetukan tempat

metabolisme (hati) dan waktu paruh (memendek).Penghentian terapi angina dengan β-bloker

(terutama waktu paruh pendek) harus dilakukan secar bertahap untuk mencegah kambuhnya

serangan angina.

Β-bloker yang mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik yang kurang

menimbulkan brakikardia atau penekanan kontraksi jantung, tetapi mungkin sedikit kurang

efektif dibandingkan β-bloker tanpa aktivitas simpatomimetik dalam mencegah serangan

angina (Suryatna, 2007).

Penggunaan klinis

β-bloker digunakan dalam pengobatan serangan angina, angina tidak stabil dan infark

jantung. Penggunaan β-bloker jangka panjang (tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik)

dapat menurunkan mortalitas setelah infark jantung (Suryatna, 2007).

Pada semua pasien angina tidak stabil harus di beri β -bloker kecuali ada kontra

indikasi. Berbagai macam β-bloker seperti propanolol,metroprolol,atenolol, telah di teliti

pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukan efektivitas yang sama (Trisnohadi,

2006).

Pada penderita STEMI ketika berada di ruang emergensi, jika morfin tidak berhasil

mengurangi nyeri dada pemberian β-bloker secara intravena mungkin efektif. Regimen yang

biasa diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat,

frekuensi jantung >60 menit, tekanan darh sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan

ronki tidak lebih dari 10cm dari diagfragma. 15menit setelah dosis intravena terakhir di

lanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan

dilanjutkan 100mg tiap 12 jam (Alwi, 2006).

Pada penderita NSTEMI β-bloker di berikan dengan target frekuensi jantung 50-60

kali/menit. Di berikan metoprolol sampai 3 dosis masing-masing 5mg intravena dalam 15

menit pertama, dilanjutkan 200mg per oral (Tjay, 2005).

Antagonis Kalsium; Banyak digunakan dalam terapi angina dan memiliki lebih

sedikit efek samping serius di bandingkan dengan β-bloker. Zat-zat ini memblokir calcium-

channels di otot polos arterial dan menimbulkan relaksasi dan vasodilatasi perifer. Tekanan

darah arteri dan frekuensi jantung menurun, begitu pula dengan pengunaan oksigen pada saat

mengeluarkan tenaga. Selain itu, pemasukan darah di perbesar karena vasodilatasi miokard

27

Page 28: Refreat Deza Penyakit Dalam

(Tjay, 2005).

Senyawa antagonis kalsium terbagi atas dua kelompok besar: dihidropiridin

(nifedipin) dan nondihidropiridin (veramil,diltiazem). Derivat dihidropiridin mempunyai

efek yang lebih kuat terhadap otot polos daripada otot jantung atau sistem konduksi

(Suryatna, 2007).

Farmakokinetik

Absorbsi per oral hampir sempurna, tetapi bioavaibilitasnya berkurang karena

metabolisme lintas pertama di dalam hati. Efek obat tampak setelah 30-60 menit pemberian,

kecuali pada derivat yang mempunyai waktu paruh panjang seperti amlodipin, isredipin, dan

felodipin. Pemberian ulang meningkatkan bioavaibilitas obat karena enzim metabolisme di

hati menjadi jenuh. Pemberian nifedipin kerja singkat karena mula kerja yang cepat dapat

menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah yang berlebihan. Obat-obat ini sebagian

besar terikat pada protein plasma (70%-98%) (Tjay, 2005).

Indikasi pemberian pada pasien SKA

Pada angina tak stabil antagonis kalsium dapat di gunakan sebagai tambahan, karena

efek relaksasi terhadap vasospasme pembuluh darah pada angina tak stabil (Tjay, 2005).

Pada penderita NSTEMI antagonis kalsium dapat menghilangkan keluhan pada pasien

yang sudah mendapat nitrat dan β-bloker; juga berguna pada pasien dengan kontra indikasi β-

bloker (Alwi, 2008).

3.2.7.2 Antikoagulan

HEPARIN;

Farmakodinamik

Efek antikoagulansia heparin timbul karena ikatanya dengan AT-III. AT-III berfungsi

menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa (trombin), Xa dan IXa, dengan

cara membentuk kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan. Heparin yang

terikat dengan AT-III mempercepat pembentukan kompleks tersebut sampai 1000 kali. Bila

kompleks AT-III protease sudah terbentuk heparin di lepaskan untuk selanjutnya membentuk

ikatan baru dengan antitrombin (Dewoto, 2007).

Hanya sekitar 1/3 molekul heparin yang dapat terikat kuat dengan AT-III. Heparin

berat molekul tinggi (5.000-30.000) memiliki afinitas kuat dengan antitrombin dan

menghambat dengan nyata pembekuan darah. Heparin molekul rendah efek koagulanya

28

Page 29: Refreat Deza Penyakit Dalam

terutama melalui penghambatan faktor Xa oleh antitrombin, karena umumnya molekulnya

tidak cukup panjang untuk mengkatalisis penghambatan trombin.

Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu memperlancar transfer lemak

darah ke dalam depot lemak. Aksi penjernihan ini terjadi karena heparin membebaskan

enzim-enzim yang menghidrolisis lemak, salah satu diantaranya ialah lipase lipoprotein ke

dalam sirkulasi serta menstabilkan aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat dihambat oleh

protamin (Dewoto, 2007).

Farmakokinetik

Heparin tidak diabsorbsi secara oral, karena itu diberikan secara subkutan atau

intravena. Pemberian secara subkutan bioavailabilitasnya bervariasi, mula kerjanya lambat 1-

2 jam tetapi masa kerjanya lebih lama. Heparin cepat di metabolisme terutama di hati. Waktu

paruhnya tergantung dosis yang digunakan, suntikan intravena 100, 400, dan 800 unit/kgBB

memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira 1, 2, dan 5 jam. Heparin berat molekul

rendah mempunyai waktu paruh yang lebih panjang daripada heparin standar. Metabolit

inaktif dieksresikan melalui urin. Heparin di eksresikan secara utuh melalui urin hanya bila

digunakan dosis besar intravena. Heparin tidak melalui placenta dan tidak terdapat dalam

airsusu ibu (Dewoto, 2007).

Indikasi pada pasien SKA

Pada penderita angina tak stabil dan NSTEMI dapat di berikan unfractionated heparin

untuk dosis awal 60 U per kg (maksimum 4000-5000 U) dilanjutkan dengan infus awal 12-15

U per kg per jam (maksimum 1000 U/JAM). Target normogram terapi adalah aPTT

adalah1,5 – 2,5 kali nilai aPTT normal atau tingkat optimal 50-75 detik. Sangat dibutuhkan

pencapaian target terapi ini. pengukuran dilakukan berulang jika terdapat perubahan dosis

UFH, biasanya setelah 6 jam pemberuan UFH dengan dosis baru. Selama pemeberian UFH

sebainya dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk pengawasan terjadinya anemia dan

trombositopenia. Salah satu kontra indikasi obat ini adalah bila ada riwayat heparin induced

thrombocytopenia (Sjaharuddin, 2008).

Selain UFH, pada pasien angina tak stabil dan NSTEMI dapat di berikan low-

molecular-weight heparin (LMWH). Dosis yang biasa di berikan 0,6-1,0 U/ml dengan resiko

pendarahan yang meningkat pada dosis 1,8-2 U/ml.

Pada penderita STEMI dapat di berikan UFH dengan dosis awal intravena 60 U/kg

(maksimum 4000 U) di lanjutkan infus intravena 12 U/kg/jam (maksimum 1000 U) dan

29

Page 30: Refreat Deza Penyakit Dalam

mencapai target 1,5-2 nilai kontrol aPTT.

Dapat juga di berikan enoxaparin (serum kreatinin <2,5mg/dl pada laki-laki dan <2,0

mg/dl pada prempuan) pada pasien berusia <75 tahun, dosis awal 30mg intravena dilanjutkan

subkutan 1mg/kg setiap 12 jam. Untuk pasien di atas 75 tahun dosis ruwatan subkutan 0,75

mg/kg setiap 12 jam. Bila CCT <30mL/menit maka dosis ruwatan menjadi 1 mg untuk 24

jam subkutan. Dosis ruwatan di berikan sampai 8 hari (Sjaharuddin, 2008).

Penghambat Faktor Xa;

Penghambat faktor Xa uang tersedia sekarang adalah fondaparinux. Obat ini bekerja

dengan menghambat secara selektif antithrombin-mediated faktor Xa, menghambat

pembentukan trombin tanpa menganggu molekul trombin yang sudah ada. Diberikan secara

subkutan dengan waktu paruh yang mencapai 17 jam sehingga dapat di berikan sekali sehari.

Obat ini di eksresikan lewat ginjal sehingga sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan

CCT <30mL/menit. Karena tidak menimbulkan trombositopenia dan sangat sedikit

menimbulkan pendarahan maka tidak perlu juga pemeriksaan hemostasis yang berulang.

Pada penderita angina tidak stabil dan NSTEMI penggunaan fondaparinux sudah di

uji melalui OASIS-5 dengan membandingkan bersama enoxaparin. Hasil yang di dapat

adalah pemberian fondaparinux 2,5mg sehari akan menurunkan resiko pendarahan di

bandingkan dengan enoxaparin. Fondaparinux diberikan selam 5 hari atau sampai keluar dari

perawatan dan tidak di gunakan sebagai antikoagulan pada pelaksanaan PCL (Sjaharuddin,

2008).

Sedangkan pada penderita STEMI dapat di berikan fondaparinux (serum kreatin

<3mg/dl) dosis awal 2,5 mg intravena di lanjutkan dengan subkutan 2,5mg per hari. Dosis

ruwatan di berikan sampai 8 hari (Alwi, 2008).

3.2.7.3 Anti Antiagregasi Trombosit

ASPIRIN;

Aspirin menghambat sintesis tromboxan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan

protasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim

siklooksigenase (akan tetapi sikoloogsigenase dapat di bentuk kembali oleh sel endotel).

Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut.

Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan tromboxan A2, sebagai akibatnya

terjadi pengurangan agregasi trombosit. Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320

mg per hari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama pendarahan), juga

30

Page 31: Refreat Deza Penyakit Dalam

menjadi kurang efrektif karena selain menghambat tromboxan A2 juga menghambat

pembentukan protasiklin (Dewoto, 2007).

Pada infark miokard akut aspirin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya miokard

infark yang fatal maupun nonfatal.

Indikasi pada pasien SKA

Pada penderita angina pektoris tak stabil, banyak sekali studi yang membuktikan

bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non

fatal dari 51% sampai 72% pada pasien angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin di anjurkan

untuk di berikan seumur hidup, dengan dosis awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya 80

sampai325 mg /hari (Trisnohadi, 2006).

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang di curigai STEMI dan efektif pada

spektrum sindrome koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang di lanjutkan

reduksi kadar tromboxan A2 di capai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325

mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin di berikan oral dengan dosis 75-162 mg (Alwi,

2006).

Aspirin di rekomendasikan pada semua pasien NSTEMI tanpa kontraindikasi dengan

dosis awal 160-325mg (non-enteric) dan dengan dosis pemeliharaan 75-100 mg jangka

panjang (Alwi, 2006).

TIKLODIPIN;

Tiklodipin menghambat agregasi trombosit yang di induksi oleh ADP. Inhibisi

maksimal agregasi trombosit baru terlihat setelah 8-11 hari terapi, berbeda dari aspirin,

tiklodipin tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinis secara acak di

laporkan adanya manfaat dari tiklodipin untuk pencegahan kejadian vaskular pada pasien

TIA, stroke dan angina pektoris tidak stabil.

Resorpsinya dari usus sekitar 80%, protein plasma kurang lebih 98%, waktu paruh

nya kurang lebih 8 jam (setelah 1 dosis) dan 96jam setelah di gunakan 14 hari.

Dosis tiklodipin umumnya 250mg 2 kali sehari. Agar mula kerja lebih cepat ada yang

mengunakan dosis muat 500 mg. Tiklodipin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak

dapat mentoleransi aspirin. Karena tiklodipin mempunyai kerja yang berbeda dari aspirin,

maka kombinasi kedua obat di harapkan dapat memberikan efek aditif atau sinergistik (Tjay,

2005).

31

Page 32: Refreat Deza Penyakit Dalam

KLOPIDOGREL;

Derivat-piridin ini adalah pro-drug, yang di dalam hati di ubah untuk kurang lebih

15% menjadi metabolit thiolnya yang aktif. Zat aktif ini setelah diresopsi meningkat dengan

pesat dan irreversibel dengan reseptor trombosit dan menghambat penggumpalanya, yang di

induksi oleh adenosindifosfate (ADP). Resorpsinya minimal 50%, Protein plasmanya 98%.

Eksresi melalui kemih dan tinja (Tjay, 2005).

Indikasi pada pasien SKA

Pada pasien angina tak stabil klopidogrel dianjurkan untuk pasien yang tidak tahan

aspirin. Tapi dalam pedoman american college of cardiology (ACC) dan america heart

association (AHA) klopidogrel juga diberikan bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9

bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300mg per hari dan selanjutnya 75 mg per hari (Trisnohadi,

2006).

Klopidogrel 75mg/hari per oral harus diberikan bersama aspirin pada pasien STEMI

tanpa melihat apakah pasien tersebut menjalani reperfusi dengan terapi fibrinolitik atau tidak.

Terapi di lanjutkan sekurang-kurangnya 14 hari (Alwi, 2008).

Pada semua pasien NSTEMI, direkomendasikan klopidogrel dosis loading 30

mg/hari, di lanjutkan klopidogrel 75 mg/hari. Klopidogrel di lanjutkan sampai 12 bulan

kecuali ada resiko pendarahan hebat (Alwi, 2008).

PENGHAMBAT GLIKOPROTEIN IIb/IIIa;

Glikoprotein IIb/IIIa merupakan integrin permukaan trombosit, yang merupakan

reseptor untuk fibrinogen dan faktor von willebrand, yang menyebabkan melekatnya

trombosit pada permukaan asing dan antar trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit

(Tjay, 2005).

INTEGRILIN;

Merupakan suatu peptida sintetik yang mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor

glikoprotein IIb/IIIa. Integrilin digunakan untuk pengobatan angina tidak stabil dan untuk

angioplasti koroner. Dosis diberikan secara bolus 135-180 Ug/kgBB diikuti dengan 0,5-3,0

g/kgBB/menit untuk sampai 72 jam. Efek samping antara lain pendarahan dan

trombositopenia (Tjay, 2005).

32

Page 33: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.2.7.4 Trombolitik / Fibrinolitika

Berkhasiat melarutkan trombus dengan cara mengubah plasminogen menjadi plasmin,

suatu enzim yang dapat menguraikan fibrin. Fibrin ini merupakan zat pengikat dari gumpalan

darah. Terutama digunakan pada infark jantung akut untuk melarutkan trombi yang telah

menyubat arteri koroner. Bila di berikan tepat pada waktunya, yakni dalam jam pertama

setelah timbulnya gejala, obat-obat ini dapat membatasi luasnya infark dan kerusakan otot

jantung, sehingga memperbaiki prognosa penyakit.

Efek samping yang serius dari obat ini adalah meningkat nya kecendrungan

perdarahan, terutama perdarahan otak, khususnya pada manula. Juga harus waspada pada

pasien yang condong mengalami perdarahan.

Dapat digolongkan menjadi 2 kelompok trombolitika yakni:

• fibrinolysin (plasmin) adalah enzim protease (fibrinolitis) yang langsung merombak

jaringan fibrin dari trombus dan protein plasma lainya, seperti fibrinogen, faktor beku 5

dan 8. Penggunaan secara dermal untuk melarutkan jaringan mati di bekas luka.

• Zat-zat aktivator plasminogen: streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase. Obat-

obat ini bekerja tak langsung dengan jalan menstimulir pengubahan plasminogen menjadi

plasmin (Tjay, 2005).

STREPTOKINASE;

Streptokinase adalah protein yang di buat dari filtrat kultur Streptococus β-hemoliticus

(1962). Berdaya fibrinolitis dengan jalan membentuk kompleks dengan plasminogen yang

mengubahnya menjadi plasmin. Digunakan pada gangguan trombo-emboli. Keberatanya

adalah resiko pendarahan akibat aktivasi plasminogen berlebihan, sehingga tidak saja

gumpalan fibrin di larutkan, melainkan juga fibrinogen bebas. Dosis : secara intravena untuk

dewasa dianjurkan 1,5 juta IU secara infus selama 1 jam (Dewoto, 2008).

UROKINASE;

Adalah enzim yang dihasilkan dari biakan jaringan sel ginjal manusia (1962). Waktu

paruhnya 10-20menit. Digunakan pad trombus vena dan arteril, juga pada emboli paru.

Dosis: infus permula 250.000UI dalam larutan NACL /glukosa selama 15 menit, lalu 100-

250.000UI/jam selam 8-12 jam (Tjay, 2005).

33

Page 34: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.3. ARITMIA YANG MENGANCAM JIWA

3.3.1 Definisi

irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark

miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang

disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis.Aritmia timbul akibat perubahan

elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai

perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.

Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi

juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi .

3.3.2 Proses terjadinya cardiac arrest

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia:

fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan

asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).

a) Fibrilasi ventrikel

Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan ini

jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja.

Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau

defibrilasi.

b) Takhikardi ventrikel

Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan

otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi

nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya

pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT

dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih

diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT

tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah

pilihan utama.

c) Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau

menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur

dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan.

d) Asistole

34

Page 35: Refreat Deza Penyakit Dalam

Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada monitor

irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera

diambil adalah CPR

3.3.3 Etiologi

Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam

sistem irama-konduksi jantung :

1. Irama abnormal dari pacu jantung.

2. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.

3. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui

jantung.

4. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.

5. Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung.

Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan aritmia adalah :

1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis

karena infeksi).

2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner),

misalnya iskemia miokard, infark miokard.

3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti

aritmia lainnya.

4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).

5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan

irama jantung.

6. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.

7. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).

8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).

9. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.

10. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.

11. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi

jantung)

35

Page 36: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.3.4 Klasifikasi

Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :

1. Gangguan pembentukan impuls.

a. Gangguan pembentukan impuls di sinus

• Takikardia sinus

• Bradikardia sinus

• Aritmia sinus

• Henti sinus

b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial).

• Ekstrasistol atrial

• Takiakardia atrial

• Gelepar atrial

• Fibrilasi atrial

• Pemacu kelana atrial

c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung).

• Ekstrasistole penghubung AV

• Takikardia penghubung AV

• Irama lolos penghubung AV

d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular).

• Ekstrasistole ventricular.

• Takikardia ventricular.

• Gelepar ventricular.

• Fibrilasi ventricular.

• Henti ventricular.

• Irama lolos ventricular.

2. Gangguan penghantaran impuls.

a. Blok sino atrial

b. Blok atrio-ventrikular

c. Blok intraventrikular.

3.3.5 Manifestasi Klinis

a. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;

bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,

berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.

36

Page 37: Refreat Deza Penyakit Dalam

b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan

pupil.

c. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,

gelisah

d. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas

tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan

seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik

pulmonal; hemoptisis.

e. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis

siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.

3.3.6 Pemeriksaan Penunjang

a. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan

tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.

b. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan

dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).

Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.

c. Rontgen Thorak : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan

dengan disfungsi ventrikel atau katup

d. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard

yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan

kemampuan pompa.

e. Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang

menyebabkan disritmia.

f. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat

menyebabkan disritmia.

g. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan

atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.

h. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat

menyebabkan.meningkatkan disritmia.

i. Laju sedimentasi : Peninggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh

endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.

j. 1GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

37

Page 38: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.3.7 Penatalaksanaan

a. Terapi medis

Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :

Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker

* Kelas 1 A

I. Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk

mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.

II. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang

menyertai anestesi.

III. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang

* Kelas 1 B

I. Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel

takikardia.

II. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT

* Kelas 1 C

I. Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi

b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)

Atenolol

Metoprolol

Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi

c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)

Amiodarone

Indikasi VT

SVT berulang

d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)

Verapamil

Indikasi supraventrikular aritmia

e. Terapi mekanis

Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia

yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.

Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat

darurat.

Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan

38

Page 39: Refreat Deza Penyakit Dalam

mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada

pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel

Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik

berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

3.3.8 Prognosis

a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan

konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.

b. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan

dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.

3.4. SHOCK KARDIOGENIK

3.4.1 Definisi

Shock kardiogenik Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang

berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh

perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan

perfusi jaringan yang tidak adekuat .

Kardiogenik syok adalah syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme

miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak

gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular

Definisi Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya

hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular. Kriteria

hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit)

dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru

(>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut (Hollenberg, 2004).

3.4.2 Etiologi

a. Gangguan fungsi miokard : Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark

ventrikel kanan. Penyakit jantung arteriosklerotik. Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif

kongestif atau kardiomiopati hipertropik.

b. Mekanis : Regurgitasi mitral/aorta Ruptur septum interventrikel Aneurisma ventrikel

masif Obstruksi : Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium Pada aliran masuk (inflow) :

stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi perikardium.

c. Aritmia : Bradiaritmia/takiaritmia

39

Page 40: Refreat Deza Penyakit Dalam

3.4.3 Patofisiologi

Patofisiologi Cycle of Events of Cardiogenic Shock. End result is loss of effective

entricular contractile mass. LV = left ventricel SVR = systemic vascular resistance Respon

neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta

kontraktilitas miokard. Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan

kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi

kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan.

Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila “Cardiac

Index” kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata.

Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan

semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial,

serta peningkatan asam laktat. Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2)

tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar

(oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan

menghilangan VO2 yang “supplay-dependent”, “oxygen debt” dan asidosis. Di sisi lain

dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya

diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai

dengan kenaikan “Pulmonary capilary wedge pressure” (PCWP), serta penurunan isi

sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi

sistimik yang akan meninggikan SVR (“Sistimik Vaskuler Resistan”) dan meninggikan

“After load” Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP

dan LVEDV.

3.4.4 Manifestasi Klinik

Gambaran syok pada umumnya, seperti takikardi, oligouri, vasokontriksi perifer, asidosis

metabolik merupakan gambaran klinik pada kardiogenik syok. Arythmia akan muncul dalam

bentuk yang bervariasi yang merupakan perubahan ekstrem dari kenaikan denyut jantung,

40

Page 41: Refreat Deza Penyakit Dalam

ataupun kerusakan miokard. Dengan adanya kerusakan miokard, enzim-enzim kardiak pada

pemeriksaan laboratorium akan meningkat .

Sebagian besar penderita kardiogenik syok dengan edema paru disertai naiknya PCWP,

LVEDP (Left Ventrikel Diastolic Pressure). Edema paru akan mencetuskan dyspnoe yang

berat ditunjukkan dengan meningkatnya kerja nafas, sianosis, serta krepitasi. Sedang

kardiogenik syok yang tidak tertangani akan diikuti gagal multi organ, metabolik asidosis,

kesadaran yang menurun sampai koma, yang semakin mempersulit penanganannya.

Diagnosis Tanda karakteristik syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dengan

kenaikan tekanan vena sentral yang nyata dan takikardia. Tahanan vascular sistemik

umumnya juga meningkat. Bila perangsangan vagus meningkat misalnya pada IM inferior,

dapat terjadi bradikardia,

Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut:

a. Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula,

sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.

b. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.

c. Tekanan diatrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal redah

sampai meninggi.

d. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.

e. Resistensi sistemis.

f. Asidosis

3.4.5 Penanganan

Penanganan hemodinamik kardiogenik syok meliputi mengkoreksi patofisiologi abnormal,

tanpa menyebabkan peninggian kebutuhan oksigen miokard. Oleh karena jantung yang gagal,

sangat sensitif terhadap peningkatan after load, tahanan vaskuler sistimik harus dipertahankan

pada nilai normal rendah. Hal yang sama penting adalah mempertahankan pre load optimal.

Penanganan meliputi suportip umum, stabilisasi hemodinamik, optimalisasi O2 “miokard

supplay”, ratio demand supplay, serta pengobatan spesifik.

A. Suportip Umum

Penanggulangan nyeri, koreksi status asam basa, gangguan elektrolit, serta pengobatan

terhadap arrythia. Pemberian O2 untuk mengoreksi hipoksemia, bila hipoksemia menetap

atau potensial untuk timbulnya syok berulang, lakukan intubasi dan mekanikal ventilasi

41

Page 42: Refreat Deza Penyakit Dalam

dengan PEEP. (Positive end expiratory pressure), dengan penggunaan PEEP serta sedasi

dalam mekanikal ventilasi harus waspada timbulnya hipotensi yang berat.

B. Monitoring

1. Pengukuran tekanan arteri Pengukuran tekanan vena dengan CVP Penilaian terhadap curah

jantung, perfusi kulit, produksi urin/jam, serta status mental penderita sebagai petunjuk

perfusi jaringan

2. Penilaian lain : EKG dan ensim kardial AGD (analisa gas darah) dan laktat plasma Hb,

elektrolit, ureum, creatinin

C. Penanganan terhadap gangguan hemodinamik

1. Pada PCWP kurang dari 18 mmHg. Tindakan awal, dilakukan dengan ekspansi volume

plasma, untuk menentukan status volume plasma.

2. Pada PCWP dengan nilai lebih dari 18 mmHg. Sebagian besar penderita dengan gambaran

ini, sehingga pengobatan bertujuan untuk menurunkan, serta tetap normotensip setelah

loading cairan. Untuk memperbaiki fungsi hemodinamik dapat dipergunakan obat dan

“mechanical circulatory assistance”.

D. Perawatan Pada dekompensasi jantung kiri tidak dengan bantal, tetapi tidak

terlalu tinggi, supaya tidak memberatkan anoksia serebral. Bebaskan jalan napas dan berikan

O2, kalau perlu dengan pipa endotrakea dan bantuan pernapasan. Sesuaikan dengan hasil

analisis gas darah (Raharjo, S., (1997).

Pasan galat pantau jantung dan tensi serta masukkan jalur arteri (arterial line) dengan

pencatatan tekanan (pressure recording) TVS, atau lebih baik memakai kateter Swan – Ganz

untuk mengukur tekanan atrium kanan (TAK), tekana arteri pulmonalis (TAP), tekanan

kapiler baji paru (TBKP) dan curah jantung. Pantau produksi urin dengan memasang kateter

tetap (dauer katheter). Obat penenang : Valium atau lainnya.

3.4.6 Penatalaksanaan

1. Bila karena aritmia Diberikan pengobatan aritmia yang sesuai. Untuk fibrilasi atrium

cepat, takikardia atrium paroksismal, takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel, diberikan terapi

defibrilasi (DC shock). Pada bradiaritmia diberikan sulfas atropin, isopreterenol 1-2

mcg/menit atau dengan pace maker

2. Gangguan mekanis. Pada efusi perikardial, dilakukan fungsi perikard. Pada ruptur

septum interventrikular dan aneurisma, dilakukan operasi.

3. Obstruksi aliran masuk (inflow) Pada stenosis mitral untuk mengontrol takiaritmia,

diberikan digitalis, isoptin dan kalau perlu dioperasi. Sedangkan pada trombus atau miksoma,

42

Page 43: Refreat Deza Penyakit Dalam

dicarikan posisi yang terbaik untuk curah jantungnya. Dengan mengubah posisi dapat

mengurangi obstruksi aliran masuk oleh miksoma atau trombus, yang masih mobil di atrium

kiri. Kalau perlu dilakukan operasi

4. Obstruksi aliran ke luar dan kardiomiopati restriktif atau kardiomiopati hipertrofik.

Memerlukan vasodilator (arterio-venul, seperti nitroprusside, capoten dan lain-lain). Pada

stenosis atrium dapat juga dipertimbangkan untuk melakukan operasi.

5. Gangguan kontraktilitas.

a. Penambahan volume (cairan).

Tanpa pemantauan, lakukan tes dengan memberikan cairan (misalnya dekstrose 5%) dalam

waktu cepat 100 cc/5-10 menit, lalu tekanan darah diukur. Bila tekanan darah meninggi,

berarti memang perlu penambahan volume, maka pemberian cairan lebih perlahan-lahan,

sambil memantau tekanan darah. Perhatikan juga apakah pasien tambah sesak dan ronki

basah di paru bertambah, yang berarti pemberian cairan harus dihentikan. Dengan

pemantauan TVS, bila TVS < 15 cm H2O, maka dapat dilakukan tes dengan memberikan

cairan lebih cepat yaitu 100 cc/5-10 menit, sampai TVS naik 2-3 cm H2O, dan ukur tekanan

darah. Bila tekanan darah meninggi, berarti cairan perlu ditambah. Bila tekanan darah tidak

naik, dan pasien tambah sesak serta ronki juga bertambah, maka cairan dihentikanDengan

pemantauan memakai kateter Swan-Ganz, perhatikan tekanan atrium kanan (TAK), tekanan

vena sentral (TVS) dan tekanan kapiler baji paru (TKBP). TAK TKBP Koreksi Cairan /N

+ N N Boleh coba (tes) N/ Tak perlu /N + (infark ventrikel kanan) Bila TAK 5-12

cm H2O, boleh ditambah s/d 18 cm H2O dan bila TKBP 5-12 mmHg, boleh ditambah s/d 18

mmHg. Bila TAK <12 cm H2O dan TKBP <15 mmHg maka cairan diberikan dengan cepat,

sedangkan bila TAK 12-15 cm H2O dan TKBP 15-18 mmHg, cairan diberikan lebih

perlahan. Pemberian cairan harus meninggikan tekanan darh dan menambah curah jantung

serta indeks jantung.

b. Obat-obatan

1) Vasopresor Diberikan sesudah koreksi cairan dan ventilasi. Bila ada bradikardi,

terutama diberikan isoproterenol untuk meninggikan O2 miokard, sehingga tidak dapat

memperluas infark jantung. Noradrenalin 16 mg atau 10 mg pentolamin dalam 500 cc

dekstrose 5% atau Metaraminol. Pemberian Dopamin atau Dobutamin drip intravena paling

dianjurkan, karena aliran darah ginjal dapat bertambah.

2) Vasodilator Nitroglycerine mengurangi prabeban (preload) sebagai vasodilator

koroner. Na Nitroprusside mengurangi prabeban dan pasca beban (pre & afterload). Dosis Na

Nitropruside 0,5-3 mcg/kg/menit. Captopril juga mengurangi prabeban dan pasca beban.

43

Page 44: Refreat Deza Penyakit Dalam

3) Inotropik Digitalis dipakai pada takikardia, dengan tujuan menaikkan konsumsi

oksigen. Glukogen tidak nyata manfaatnya pada takikardia.

4) Diuretik Dengan memberikan diuretik, berarti mengurangi prabeban.

5) Kortikosteroid Efek pemberian kortikosteroir banyak. Selalu bermanfaat, untuk

mencegah kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh anoksia. Karena itu bila mungkin dan

tidak ada kontraindikasi, selalu harus diberikan .

6) Pemilihan obat-obat. Sesudah dilakukan evaluasi dan koreksi volume darah. Bila

ekstremitas tidak dingin, diberikan vasopressor, yaitu noradrenalin atau metaraminol.

Tekanan darah sistolik tidak usah lebih dari 90-100 mmHg. Bila mungkin diperiksa asam

laktat. Kalau kemudian meninggi, maka harus diganti dengan obat vasodilator. Bila

ekstremitas agak dingin, sebagai vasopresor dipakai Dopamin). Bila ekstremitas dingin

sekali, kulit lembab dan pucat, (asam laktat pasti meninggi), maka diberikan obat vasodilator.

Bila dengan cara ini tekanan darah turun maka volum ditambah selama pasien tidak

bertambah sesak dan ronki basah tidak bertambah. Setelah itu dapat diberikan Dopamin

7) Obat Pada kardiogenik syok setelah tercapai pre load yang optimal sering dibutuhkan

inotropik untuk memperbaiki kontraktilitas dan obat lain untuk menurunkan after load.

• Katekolamin Termasuk dalam kelompok ini, adrenalin, noradrenalin,

isoproterenol, dopamin dan dobutamin, secara umum akan menaikkan tekanan arteri, perfusi

koroner, kontraktilitas dan kenaikan denyut jantung, serta vasokontriksi perifer. Kenaikan

tekanan arteri akan meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak diinginkan

potensial menimbulkan arrythmia.

• Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol Mempunyai aktivitas stimulasi alfa

kuat. Aktivitas kronotropik dipunyai ke 3 obat tersebut. Stimulai alfa kuat menyebabkan

vaskontriksi kuat, sehingga meningkatkan tension dinding miokard yang dapat mengganggu

aktivitas inotropik. Isoproterenol merupakan vasodilator kuat dan cenderung menurunkan

aliran darah dan tekanan perfusi koroner. Disamping itu isoproterenol akan sangat

meningkatkan kontraktilitas miokard dan laju jantung, sebagai akibatnya terjadi peningkatan

konsumsi oksigen miokard yang sangat berbahaya pada kardiogenik syok .

• Dopamin Merupakan prekusor endogen noradrenalin, menstimuli reseptor beta,

alfa dan dopaminergik. Dopamin juga mempunyai efek “tyramine like” yang akan

menyebabkan pelepasan noradrenalin endogen. Pengaruh dopamin terhadap jantung adalah

stimulasi reseptor beta 1, pada dosis 5-10 mg/kgBB/ menit, sedang pada dosis melebihi 10

mcg/kgBB/menit, dopamin mulai mestimulasi reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatan

44

Page 45: Refreat Deza Penyakit Dalam

tekanan arteri sistimik dan tekanan venosa, oleh karena meningkatkan tahanan vaskuler

sistimik dapat memperburuk fungsi miokard.

`Dopamin meningkatkan aliran darah kortek ginjal melalui stimulasi reseptor dopaminergik,

pada dosis 0,5 – 2 mcg/kgBB/menit. Takikardi berlebihan, yang akan menurunkan waktu

untuk pengisian ventrikel dan peningkatan konsumsi oksigen miokard merupakan efek-efek

yang tidak diingkan pada dopamin. Diantara katekolamin di atas, dobutamin merupakan

inotropik standard yang digunakan sebagai pembanding. Dobutamin mempunyai efek

terbatas pada tekanan darah serta meningkatkan curah jantung tanpa pengaruh bermakna pada

tekanan darah, sebagai akibatnya tahanan vaskuler sistimik, tekanan vena, denyut jantung

menurun. Pada penggunaan dobutamin, bila terjadi penurunan rekanan darah umumnya

menandakan terdapat hipovolemia (Benowitz,Neal., dkk., 1998). Dobutamin terutama bekerja

pada reseptor beta, dengan rentan dosis 2–40 mcg/kgBB/menit. Pada dosis tersebut akan

menaikkan kontraktilitas dengan sedikit efek chronotropik tanpa vasokonstriksi.

• Digoxin Digunakan untuk memperbaiki kontraksi miokard, namun mempunyai mula

kerja, ekskresi yang lama, serta rasio terapi yang rendah, sehingga kurang effektif pada

penggunaan sebagai inotropik pada kardiogenik syok.

• Vasodilator Kerja yang bermakna pada penggunaan vasodilator untuk mengurangi

kerja miokard dan kebutuhan oksigen miokard. Shoemaker, 1989, penggunaan vasodilator

kurang efektif pada kardiogenik syok, dibanding penggunaan pada gagal ventrikel kiri

akut/kronik, bila kerusakan miokard dan kolaps kardiovaskuler begitu berat.

Sodium nitropruside, akan menaikan curah jantung pada penderita gagal ventrikel kiri dan

syok setelah infark miokard. Dosis awal 10 mcg/kgBB/menit, maksimal dosis 500

mcg/kgBB/menit. Nitrogliserine, berfungsi sebagai venodilator pada penggunaan intravena,

dengan mula kerja yang cepat, dosis 10-40 mcg/kgBB/menit. Salbutamol; beta 2 agonis,

berfungsi sebagai arteriol dilator. Pada beberapa keadaan kombinasi katekolamin dan

vasodilator sering dipergunakan untuk mendapatkan status hemodinamika yang baik.

8) Mechanical Circulatory Assitance Dipergunakan pada penderita yang tidak responsif

dengan pengobatan diatas.

a. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) Dimasukkan lewat arteri besar dengan bantuan

floroscop, disinkronasi dengan EKG pada aorta. Balon dikembangkan saat diastolik, dengan

harapan akan meningkatkan tekanan diastolik, sehingga memperkuat aliran koroner, perfusi

koroner menjadi baik. Dikempiskan saat sebelum sistolik ventrikel yang akan menurunkan

tekanan aorta dan ventrikel “after load” .

45

Page 46: Refreat Deza Penyakit Dalam

Hasil akhir akan menaikkan perfusi koroner, menurunkan kerja miokard dan kebutuhan

oksigen miokard.

b. VAD (Ventrikuler Assist Devices) Digunakan pada kardiogenik syok yang dengan

IASP, obat tidak menunjukkan manfaat. Apabila PCWP, curah jantung, tahanan vaskuler

sistimik dan tekanan darah dapat diukur, algoritme tersebut dapat dipergunakan pada

kardiogenik syok (Mustafa, I. 1994).

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

46

Page 47: Refreat Deza Penyakit Dalam

Henti jantung masih merupakan penyebab kematian utama di dunia. Walau telah ada

kemajuan dalam hal tatalaksana kegawatdaruratan kardiovaskular, angka ketahanan hidup

mereka dengan henti jantung di luar rumah sakit tetap rendah.

Pedoman resusitasi jantung paru dan kegawatdaruratan kardiovaskular meski telah

diperbaharui namun pendekatan terhadap keadaan henti jantung di luar rumah sakit masih

jauh dari optimal. Hal ini memberi peluang bagi resusitasi kardioserebral untuk menjadi

alternatif resusitasi pada keadaan henti jantung di luar rumah sakit. Resusitasi kardioserebral

layak menggantikan resusitasi jantung paru pada keadaan henti jantung di luar rumah sakit

karena telah terbukti memperbaiki ketahanan hidup dan fungsi serebral pada pasien dengan

henti jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia Anderson . Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit . Alih

bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994

47

Page 48: Refreat Deza Penyakit Dalam

2. Santoso Karo karo.Buku Ajar Kardiologi.Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996

3. Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3.Jakarta :

BalaiPenerbit FKUI ; 2001

4. Sanif E. Metode baru resusitasi jantung paru. www. Scribd.com.akses 8Maret 2011.2

5. Cardiocerebral resuscitation: advances in cardiac arrest resuscitation From : file:/466-

919-1-SM.pdf

6. Muhiman M, dkk. Anestesiologi. Jakarta: Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan

Terapi Intensif FKUI. 2004.

7. Basket P, dkk. Buku panduan resusitasi jantung, paru, otak. Jakarta:Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. 1998.

8. Hazinski M,et all.2010 Hand book of emergency cardiovaskular care forhealthcare

provider. Chicago: American Heart Association. 2010.

9. Latief S, Suryadi K, Dachlan R. Petunjuk praktis anestesiologi edisi 2.Jakarta: Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2002.

10. Comittee on Trauma Advanced Trauma Life Supportfor doctor’s 7th edition.Chicago.

American College of Surgeon Committee on Trauma

48