refreat muscle relaxant

42
REFERAT OBAT-OBAT ANESTESI MUSCLE RELAXANT Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesiologi RSUD DR. Adhyatma, MPH Tugurejo Semarang Disusun oleh: Alfrino Patriando A (012075349) Muhammad Ulil Albab (012106228) Pembimbing: dr. Meriwijanti, Sp. An (KIC) 1

Upload: muhammad-ulil-albab

Post on 04-Dec-2015

104 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

cC

TRANSCRIPT

Page 1: Refreat Muscle Relaxant

REFERAT

OBAT-OBAT ANESTESI

MUSCLE RELAXANT

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesiologi

RSUD DR. Adhyatma, MPH Tugurejo Semarang

Disusun oleh:

Alfrino Patriando A (012075349)

Muhammad Ulil Albab (012106228)

Pembimbing:

dr. Meriwijanti, Sp. An (KIC)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG

RSUD DR. ADHYATMA, MPH TUGUREJO

SEMARANG

2015

1

Page 2: Refreat Muscle Relaxant

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak ditemukan obat penawar pelumpuh otot dan penawar opioid,

maka penggunaan obat pelumpuh otot jadi semakin rutin. Anestesia tidak perlu

dalam, hanya sekedar supaya tidak sadar, anelgesi dapat diberikan opioid dosis

tinggi, dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian pelumpuh otot. Ketiga

kombinasi ini dikenal sebagai "the triad of anesthesia". Obat pelumpuh otot

sendiri secara garis besar dibagi menjadi dua golongan besar berdasarkan

mekanisme kerjanya, yaitu golongan depolarisasi dan non-depolarisasi. Masing-

masing golongan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing karena

berbedanya cara kerja. 1

Obat-obat yang mempengaruhi otot skeletal berfungsi sebagai 2

kelompok obat yang sangat berbeda. Pertama' kelompok yang digunakan selama

prosedur pembedahan dan unit perawatan intensif untuk menghasilkan efek

paralisis pada pasien yang membutuhkan bantuan ventilator (pelumpuh otot) dan

kelompok lain yang digunakan untuk mengurangi spastisitas pada sejumlah

kelainan neurologis (spasmolitik). Obat-obat pelumpuh otot bekerja pada transmisi

neuromuscular end-plate dan menurunkan aktivitas sistem saraf pusat. Golongan ini

sering digunakan sebagai obat tambahan selama anestesi umum untuk

memfasilitasi intubasi trakea dan mengoptimalkan proses pembedahan dengan

menimbulkan imobilitas dan pemberian ventilasi yang adekuat. 1,2

Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesia

umum inhalasi, melakukan blokade saraf regional, dan memberikan

pelumpuh otot. Pendalaman anesthesia beresiko depresi napas dan depresi

jantung, blokade saraf terbatas penggunaannya. 1

Sebelum dikenal obat penawar pelumpuh otot, penggunaan pelumpuh

otot sangat terbatas. Tetapi sejak ditemukan obat penawar pelumpuh otot dan

penawar opioid, maka penggunaanya jadi semakin rutin. Anestesia tidak perlu

dalam, hanya sekedar supaya tidak sadar, anelgesi dapat diberikan opioid dosis

2

Page 3: Refreat Muscle Relaxant

tinggi, dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian pelumpuh otot. Ketiga

kombinasi ini dikenal sebagai "the triad of anesthesia" dan ada yang

memasukkan ventilasi kendali.1.

Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut otot lurik dan

sambungan ujung saraf dengan otot lurik disebut sambungan saraf otot. Maka

pelumpuh otot disebut juga sebagai obat blockade neuro-muskular.1.

Walaupun obat pelumpuh otot bukan merupakan obat anestetik, tetapi

obat ini sangat membantu pelaksanaan anestesia umum, antara lain

memudahkan dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea,

serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi

kendali.3

3

Page 4: Refreat Muscle Relaxant

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Farmakologi Dasar Obat-Obat Pelumpuh Otot

Berdasarkan perbedaan mekanisme kerja dan durasi kerjanya' obat-

obat pelumpuh otot dapat dibagi menjadi obat pelumpuh otot depolarisasi

(meniru aksi asetilkolin) dan obat pelumpuh otot nondepolarisasi

(mengganggu kerja asetilkolin). Obat pelumpuh otot nondepolarisasi dibagi

menjadi 3 grup lagi yaitu obat kerja lama' sedang' dan singkat. Obat-obat

pelumpuh otot dapat berupa senyawa benzilisokuinolin atau aminosteroid.

Obat- obat pelumpuh otot membentuk blokade saraf-otot fase I depolarisasi'

blokade saraf-otot fase II depolarisasi atau nondepolarisasi.2

Struktur Kimia

Semua obat pelumpuh otot memiliki kemiripan struktur dengan asetilkolin.

Sebagai contoh' suksinilkolin adalah dua molekul asetilkolin yang berikatan pada

kedua ujungnya Sebaliknya' obat-obat nondepolarisasi (misal pancuronium)

mempunyai struktur ganda asetilkolin dalam satu dari dua tipe sistem cincin

besar dan semi-kaku. Ciri kimiawi lain yang dimiliki oleh semua pelumpuh

otot adalah keberadaan satu atau dua atom amonium kuartener yang memberi

muatan positif pada nitrogen untuk berikatan pada reseptor nikotinik membuat

obat-obat ini sulit larut dalam lemak dan menghambat entrinya ke sistem saraf

pusat.2

2.2 Farmakodinamik Obat-Obat Pelumpuh Otot

Farmakodinamik obat-obat pelumpuh otot ditentukan dengan mengukur

kecepatan onset dan durasi blokade saraf-otot. Secara klinis' metode yang

umum dipakai untuk menentukan tipe' kecepatan onset' magnitudo' dan durasi

blokade saraf-otot adalah dengan mengamati atau merekam respons otot skeletal

yang ditimbulkan oleh stimulus elektrik yang dikirim dari stimulator saraf perifer.

Paling sering dipakai untuk menentukan efek obat pelumpuh otot adalah kontraksi

m.adductor pollicis (respons kedutan tunggal sampai / Hz) setelah stimulasi

4

Page 5: Refreat Muscle Relaxant

n.ulnaris.5

Obat-obat pelumpuh otot mempengaruhi otot skeletal yang kecil dan cepat

(mata' digiti) sebelum otot abdomen (diafragma). Onset blokade saraf-otot setelah

pemberian obat pelumpuh otot nondepolarisasi adalah lebih cepat namun kurang

intens pada otot-otot laring (pita suara) dari pada otot perifer (m.adductor

pollicis). Efek sparing obat pelumpuh otot nondepolarisasi pada otot-otot laring

mungkin merefleksikan peran tipe serabut otot skeletal. Otot yang berperan

dalam penutupan glottis (m.thyroarytenoid) adalah tipe kontraksi cepat' di mana

m.adductor pollicis terutama dibentuk oleh tipe serabut lambat. Konsentrasi

reseptor asetilkolin lebih banyak pada otot serabut cepat sehingga dibutuhkan

jumlah reseptor yang lebih banyak untuk memblok otot tipe cepat dibanding otot

tipe lambat. Semakin cepat onset kerja pada otot pita suara dari pada m.adductor

pollicis semakin cepat pula ekuilibrium konsentrasi plasma dan konsentrasi

pada otot-otot jalan napas saat dibandingkan dengan m.adductor pollicis.

Dengan obat pelumpuh otot nondepolarisasi kerja sedang dan kerja singkat '

periode paralisis otot laring adalah cepat dan hilang sebelum mencapai efek

maksimum pada m.adductor pollicis. Hal penting yang harus diperhatikan adalah

dosis obat yang dibutuhkan untuk menghasilkan tingkat tertentu blokade

diafragma adalah dua kali lipat dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan

blokade yang sama dari m.adductor pollicis. Telah diketahui bahwa monitoring

m.adductor pollicis adalah indikator relaksasi otot laring yang jelek

(m.cricothyroid) sedangkan stimulasi saraf fasial dan monitoring respons

m.orbicularis oculi lebih merefleksikan onset blokade saraf-otot diafragma. Oleh

karena itu' m.orbicularis oculi lebih disukai dari pada m.adductor pollicis sebagai

indikator blokade otot laring.6

2.3 Farmakokinetik Obat Pelumpuh Otot

Obat pelumpuh otot adalah kelompok amonium kuartener yang

merupakan senyawa larut dalam air yang mudah terionisasi pada pH fisiologis'

dan memiliki kelarutan yang terbatas dalam lipid. Volume distribusi obat-obat ini

terbatas dan sama dengan volume cairan ekstraseluler (kira-kira 200 mL/kg).

Sebagai tambahan' obat pelumpuh otot tidak dapat dengan mudah melewati

5

Page 6: Refreat Muscle Relaxant

sawar membran lipid seperti sawar darah otak' epitel tubulus renal' epitel

gastrointestinal' atau plasenta. Oleh karena itu ' obat pelumpuh otot tidak dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat' reabsorpsinya di tubulus renal minimal'

absorpsi oral yang tidak efektif dan pemberian pada ibu hamil yang tidak

mempengaruhi fetus. Redistribusi obat pelumpuh otot nondepolarisasi juga

memainkan peran dalam farmakokinetik obat-obat ini.5,6

Klirens plasma' volume distribusi' dan waktu paruh eliminasi obat

pelumpuh otot dapat dipengaruhi oleh usia' anestesi volatil' dan penyakit hati

atau ginjal. Eliminasi renal dan hepatik dibantu oleh fraksi pemberian obat

yang besar karena sifatnya yang mudah mengalami ionisasi sehingga

mempertahankan konsentrasi plasma obat yang tinggi dan juga mencegah

reabsorpsi renal obat yang dieksresi. Penyakit ginjal sangat mempengaruhi

farmakokinetik obat pelumpuh otot nondepolarisasi kerja lama. Obat pelumpuh

otot tidak terlalu kuat terikat pada protein plasma (sampai 50%) dan tampaknya

bila ada perubahan ikatan protein tidak akan menimbulkan efek yang

signifikan pada eksresi ginjal obat pelumpuh otot. 6

Farmakokinetik obat pelumpuh otot nondepolarisasi dihitung setelah

pemberian cepat intravena. Rerata obat pelumpuh otot yang hilang dari plasma

dicirikan dengan penurunan inisial cepat (distribusi ke jaringan) diikuti penurunan

yang lebih lambat (klirens). Meskipun terdapat perubahan distribusi dalam

aliran darah' anestesi inhalasi memiliki sedikit efek atau tidak sama sekali pada

farmakokinetik obat pelumpuh otot. Peningkatan blok saraf-otot oleh anestesi

volatil mencerminkan aksi farmakodinamik' seperti dimanifestasikan oleh

penurunan konsentrasi plasma obat pelumpuh otot yang dibutuhkan untuk

menghasilkan tingkat blokade saraf tertentu dengan adanya anestesi volatil. 6

Bila volume distribusi menurun akibat peningkatan ikatan protein '

dehidrasi' atau perdarahan akut' dosis obat yang sama menghasilkan

konsentrasi plasma yang lebih tinggi dan potensi nyata akumulasi obat. Waktu

paruh eliminasi obat pelumpuh otot tidak dapat dihubungkan dengan durasi kerja

obat-obat ini saat diberikan sebagai injeksi cepat intravena. 6

6

Page 7: Refreat Muscle Relaxant

2.4 Fisiologi Transmisi Saraf Otot

Neuromuscular junction (NM) adalah region di sekitar neuron motorik dan

sel otot. Membran sel neuron dan serabut otot dipisahkan oleh celah sempit

(20 nm) yaitu celah sinaptik. Saat potensial aksi saraf mendepolarisasi

terminalnya, terjadi influks ion kalsium melalui voltage-gated calcium

channel ke dalam sitoplasma sehingga memungkinkan vesikel berfusi dengan

membran terminal dan melepaskan asetilkolin yang disimpan. Molekul

asetilkolin berdifusi sepanjang celah sinaptik untuk berikatan dengan reseptor

kolinergik nikotinik pada bagian khusus membran sel otot, yaitu motor end-

plate. Setiap NM memiliki sekitar 5 juta reseptor, tetapi untuk aktivasi saat

kontraksi otot normal hanya dibutuhkan sekitar 500.000 reseptor.

Pada orang dewasa, reseptor NM terdiri dari 5 peptida: 2 peptida alfa, 1

beta, 1 gamma, dan 1 peptida delta. Ikatan dua molekul asetilkolin pada

reseptor subunit α-β dan δ-α menyebabkan pembukaan channel yang

menimbulkan potensial motor end-plate. Magnitudo potensial end-plate

berhubungan secara langsung dengan jumlah asetilkolin yang dilepaskan. Jika

potensialnya kecil permeabilitas dan potensial end-plate kembali normal tanpa

penyampaian impuls dari ujung end-plate ke seluruh membran sel serabut

otot. Jika potensial end-plate besar, membran sel otot yang berdekatan akan

terpolarisasi, dan potensial aksi akan diteruskan ke seluruh serabut otot.

Kontraksi otot kemudian akan diinisiasi oleh proses kopling eksitasi-

kontraksi. Asetilkolin dengan cepat dihidrolisis menjadi asetat dan kolin oleh

enzim substrat spesifik asetilkolinesterase. Enzim kolinesterase spesifik atau

kolinesterase asli ditemukan dalam end-plate membran sel motorik yang

berdekatan dengan reseptor asetilkolin. Akhirnya, terjadi penutupan ion

channel menimbulkan repolarisasi. Ketika pembentukan potensial aksi

terhenti, channel natrium pada membran sel otot juga menutup. Kalsium

kembali masuk ke retikulum sarkoplasma dan sel otot akan berelaksasi.

7

Page 8: Refreat Muscle Relaxant

Gambar 1. Struktur NMJ

8

Page 9: Refreat Muscle Relaxant

2.5 Penggolongan Muscle Relaxant

A. Muscle Relaxant Golongan Depolarizing

1. Cara Kerja

Obat pelumpuh otot depolarisasi ini bekerja sebagai agonis ACh. Terjadi

hambatan penurunan kepekaan membrane ujung motor. Obat tersebut

menimbulkan depolarisasi persisten pada lempeng akhir saraf. Terjadi karena

serabut otot mendapat rangsangan depolarisasi menetap sehingga akhirnya

kehilangan respons berkontraksi sehingga menimbulkan kelumpuhan. Ciri

kelumpuhan ditandai dengan fasikulasi otot. Pulihnya fungsi saraf otot sangat

bergantung pada kemampuan daya hidrolisis enzim kolinesterasi. 2.

2. Ciri Kelumpuhan

a. Ada fasikulasi otot.

b. Berpotensiasi dengan antikolinesterase.

c. Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat

pelumpuh otot non depolarisasi dan asidosis.

d. Tidak menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada

perangsangan tunggal maupun tetanik.

e. Belum diatasi dengan obat spesifik

SCh menempatkan reseptor kolinergik nikotinik sub unit alfa dan

bekerja seperti asetikolin (mendepolarisasi membran post jungtion).

Hambatan neuromuskuler terjadi membran post sinaps tidak dapat

memberikan respons pada pelepasan asetilkolin berikutnya yang disebut juga

hambatan fase I. SCh menyebabkan keluarnya kalium dari sel yang akan

meningkatkan K plasma 0,5 meq/L

SCh dosis tunggal besar(>2mg/kgBB), dosis ulangan atau infus

kontinyu lama akan menyebabkan membran post sinap kehilangan respon normal

pada asetilkolin menyebabkan blok fase II. 5

9

Page 10: Refreat Muscle Relaxant

KARAKTERISTIK BLOK FASE I

1. Penurunan respon kontraksi pd stimulus twitch tunggal

2. Penurunan amplitudo tapi responnya lama pada rangsang kontinyu

3. Rasio TOF > 0,7

4. Tidak ada post tetanik fasilitasi

5. Hambatan bertambah dengan antikolinesterase

Blok fase I disertai fasikulasi karena depolarisasi membran post sinaps 5

KARAKTERISTIK BLOK FASE II

Respon mekanik blok fase II sama dengan yg ditimbulkan

pelumpuh otot non depolarisasi. blok fase II dapat direverse dengan

antikolisterase bila blokade bukan karena SCh. Dapat dicoba dengan

Endrofonium (antikolinesterase) 0,1-0,2mg/kgBB iv, bila terdapat perbaikan

transmisi blokade bukan karena SCh. 5

Suksametonium (succvnil choline)

Kemasan : flakon berisi bubuk putih 100mg atau 500 mg. Pengenceran

dapat memakai garam fisiologik atau akuades steril 5ml atau 25ml sehingga

membentuk larutan 2%. 2

Indikasi : pelumpuh otot jangka pendek

Kegunaan : untuk mempermudah / fasilitas intubasi trakea, karena mula

kerja cepat dan lama kerja yang singkat. Juga dipakai untuk memelihara relaksasi

otot dengan cara pemberian kontinyu per infuse atau suntikan intermitten.2

Dosis : 1-2 mg / kg BB / IV

Mula kerja: 1-2 menit dengan lama 3-5 menit.

Cara pemberian : IV / IM / Intra lingual / Intra bukal

Efek samping

1. Nyeri otot pasca pemberian :

Dapat dikurangi dengan pemberian pelumpuh otot non depolarisasi

dosis kecil sebelumnya. Mialgia terjadi sampai 90%, selain itu

dapat terjadi mioglobunnuira.

10

Page 11: Refreat Muscle Relaxant

2. Peningkatan tekanan intra ocular :

Meningkatkan TIO maksimum 2 — 4 menit setelah pemberian dan

akan berlangsung selama 5 — 10 menit mekanismenya blm jelas tetapi

diperkirakan karena kontraksi tonik miofibril atau dilatasi transien pemda

koroid

3. Peningkatan tekanan intracranial.

4. Peningkatan intragastrik.

5. Peningkatan kadar kalium plasma.

6. Aritmia jantung

Berupa bradikardia atau "ventricular premature beat" terutama

pada pemberian berulang atau terlalu cepat pada anak.

7. Lama kerja yang memanjang.

Terutama pada penyakit hati parenkimal, kaheksia dan anemia

(hipoproteinemia).

Untuk mengurangi fasikulasi dan nyeri otot sering diberi dulu dengan

obat pelumpuh otot non depolarisasi 1/4 dosis relaksasi otot, misalnya

pankuronium 1mg. Untuk pemakaian kontinyu per infuse, buat larutan dengan

konsentrasi 1 mg/ml (250mg dalam 250ml larutan). Dosis pemeliharaan

relaksasi otot adalah 1-2ml / menit. 2

Di dalam vena, suksinilkolin dimetabolisir oleh kolin—esterase plasma,

pseudo kolin esterase menjadi suksinil-monokolin. Succinylcholine mengalami

hidrolisis secara cepat oleh plasma cholinesterase menjadi succinylmonocholine,

yang mempunyai efek blok sangat lemah ( + 1/20 efek succicylcholine ) dan

selanjutnya dalam waktu yang lebih lama menjadi asam suksinil dan kolin, waktu

paruhnya sekitar 2-4 menit. Obat anti kolinesterase dikontraindikasikan, karena

menghambat kerja pseudokolinesterase.2

Yang perlu dicatat adalah peningkatan ataupun penurunan aktifitas dari

plasma cholinesterase tidak mempengaruhi mula kerja dan lama kerja dari

obat ini secara bermakna. Sering kali timbul anggapan bahwa metabolisme

11

Page 12: Refreat Muscle Relaxant

dari obat inilah yang mengakhiri efek blok otot skeletal, pada kenyataannya

tidaklah demikian. Metabolisme yang terjadi di plasma hanya menentukan

jumlah obat yang dapat mencapai tempat kerja, dan di tempat kerjanya obat ini

akan menimbulkan blok yang akan terus berlangsung sampai obat tersebut

kembali keluar dari tempat kerjanya.5.

Kontra indikasi absolut :

1. Hiperkalemia, > 5.5 meq/L, misal pada gagal ginjal.

2. Kelainan otot: malignant hyperthermia, myastenia gravis, muscular

distrophy

3. Trauma otot masive

4. Luka bakar, 7-60 hari

5. Luka tusuk orbita, karena meningkatkan tekanan intraokuler

6. Gangguan neurology: paraplegia, neurodegenerative disease. 5)

B. PELUMPUH OTOT NON DEPOLARISASI

Manfaat obat ini di bidang anestesiologi antara lain untuk : 2.

1. Memudahkan dan mengurangi cidera tindakan laringoskopi dan

intubasi trakea.

2. Membuat relaksasi tindakan selama pembedahan.

3. Menghilangkan spasme laring dan reflex jalan napas atas

selama anesthesia.

4. Memudahkan pernapasan kendali selama anesthesia.

5. Mencegah terjadinya fasikulasi otot karena obat pelumpuh otot

depolarisasi.

Bekerja berikatan dengan reseptor kolinergik nikotinik tanpa

menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya,

sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja. 1.

Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot non depolarisasi

digolongkan menjadi:

1. Bensiliso-kuinolinum : d-tubokurarin, metokurium, atrakurium,

12

Page 13: Refreat Muscle Relaxant

doksakurium, mivakurium.

2. Steroid: pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium,

rokuronium.

3. Eter-fenolik : gallamin.

4. Nortoksiferin : alkuronium.

Berdasarkan lama kerja, maka pelumpuh otot non depolarisasi dibagi

menjadi kerja panjang, sedang, dan pendek:

Dosis Awal

(mg/kg)

Dosis Rumatan

(mg/kg)

Durasi

(menit)

Efek Samping

Non Depol Long

Acting

1. D-tubokurarin

2. Pankuronium

3. Metakurin

4. Pipekuronium

5. Doksakurium

6. Alkurium

0.40 – 0.60

0.08 – 0.12

0.20 - 0.40

0.05 – 0.12

0.02 – 0.08

0.15 – 0.30

0.10

0.15 – 0.20

0.05

0.01 – 0.015

0.005 – 0.010

0.05

30 – 60

30 – 60

40 – 60

40 – 60

45 – 60

40 – 60

Hipotensi

Vagolitik,takikardi

Hipotensi

Kardiovaskuler stabil

Kardiovaskuler stabil

Vagolitik, takikardi

Non depol

Intermediate

1. Gallamin

2. Atrakurium

3. Vekuronium

4. Rokuronium

5. Cistacuronium

4 – 6

0.5 – 0.6

0.1 – 0.2

0.6 – 0.1

0.15 – 0.20

0.5

0.1

0.015 – 0.02

0.10 – 0.15

0.02

30 – 60

20 – 45

25 – 45

30 – 60

30 – 45

Hipotensi

Aman untuk hepar

Non Depol Short Acting

1. Mivakurium

2. Ropacuronium

0.20 – 0.25

1.5 – 2.0

0.05

0.3 – 0.5

10 – 15

15 – 30

Depol Short Acting

1. Suksinilkolin1 3 – 10

13

Page 14: Refreat Muscle Relaxant

2.6 MEKANISME HAMBATAN (BLOK) SARAF OTOT

1. Hambatan kompetisi atau blok non depolarisasi

Hambatan gabungan asetilkolin dengan reseptor di membrane ujung

motor, ini terjadi karena pemberian tubokurarin, galamin, alkuronium, dan

sebagainya. Karena reseptor asetilkolin diduduki oleh molekul-molekul obat

pelumpuh otot non depolarisasi, sehingga proses depolarisasi membran otot tidak

terjadi dan otot menjadi lumpuh. Pemulihan fungsi saraf otot terjadi kembali

jika jumlah molekul obat yang menduduki reseptor asetilkolin telah berkurang,

antara lain terjadi karena proses eliminasi dan atau distribusi. Pemulihan juga

dapat dibantu lebih cepat dengan memberikan obat antikolinesterase

(neostigmin) yang menyebabkan peningkatan jumlah asetilkolin.2.

2. Hambatan depolarisasi atau blok depolarisasi

3. Hambatan lain

a. Hambatan fase II atau blok desensitisasi / bifasik (blok ganda)

Disebabkan karena pemberian obat pelumpuh otot depolarisasi

yang berulang-ulang sehingga fase I (depolarisasi) membrane berubah

menjadi fase II (non depolarisasi). Mekanisme perubahan ini belum

diketahui.

Pemberian suksinil kolin hingga dosis 500mg dikatakan dapat

menyebabkan hambatan fase II. Hambatan seperti ini tidak dapat diatasi

oleh pemberian obat anti kolinesterase.

b. Hambatan campuran

Terjadi karena penyuntikan obat pelumpuh otot depolarisasi dan

non depolarisasi dilakukan secara simultan.2.

CIRI KELUMPUHAN OTOT

1. Non Depolarisasi

a. Tidak ada fasikulasi otot.

b. Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik

inhalasi (eter, halotan, enfluran, isofluran)

14

Page 15: Refreat Muscle Relaxant

c. Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan

tunggal atau tetanik.

d. Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.

2.7 Tubokurarin Klorida (Kurarin)

Merupakan alkaloid kuartener, suatu derivat isoquinolin yang berasal dari

tanaman tropis Chondronderon tomentosum.2.

Pada dosis terapeutik menyebabkan kelumpuhan otot mulai dengan

ptosis, diplopia, otot muka, rahang, leher, dan ekstremitas. Paralisis otot dinding

abdomen dan diafragma terjadi palig akhir. Lama paralisis bervariasi antara 15-

50 menit

Sifat :

- Blokade ganglion simpatis, dilatasi kapiler, inotropik negatif. Terjadi

kumulatif.6

Kontra indikasi :

- Asma bronchial

- Renal disfungsi

- Myastenia gravis

- Diabetes melitus

- Hipotensi

Dosis : paralisis otot intraaabdominal : 10-15mg

intubasi trakea : 10-20mg.

Cara pemberian : IV/ IM

Efek samping : hipotensi dan bradikardia

Reaksi samping utama:

1. Kardiovaskuler: Hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi

sinus.

2. Pulmoner: Hipoventilasi, apneu, bronkospasme, laringospasme, dispneu.

3. Muskuloskelet: apabila tidak adekuat, akan menyebabkan blok lama.

4. Dermatologik: Ruam, urtikaria.7

15

Page 16: Refreat Muscle Relaxant

Ekskresi : ginjal, kadang-kadang hepar.

2.8 Doksakurium

Obat penyekat neuromuskuler nondepolarisasi aksi lama. Bersifat

mengantagonis aksi asetilkolin, sehingga menimbulkan blok dari transmisi

neuromuskuler. Doksakurium 2,5 hingga 3 kali lebih poten daripada

pankuronium. Obat ini tidak mempunyai efek hemodinamik yang secara klinis

bermakna.

Oleh anestetik volatil kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30%-40%)

dan lamanya blokade neuromuskular diperpanjang (hingga 25%). Paralisis

rekurens dengan kuinidin. Diantagonis oleh inhibitor antikolinesterase

(neostigmin, edrofonium, dan piridostigmin).7

Peningkatan tahanan atau reverse dari efek dengan penggunaan

karbamazepin dan fenitoin dan pada pasien dengan cedera bakar dan paresis,

tidak kompatibel dengan larutan basa dengan PH>8,5, seperti larutan barbiturat.

Dosis Intubasi: 0.05 – 0.08 mg/kg/I.V

Reaksi samping utama :

- Kardiovaskuler: Hipotensi, kemerah-merahan, fibrilasi ventrikel,

infark miokard.

- Pulmoner : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme.

- SSP : Depresi.

- Anuria

- Dermatologik : Ruam, Urtiakaria.

- Muskuluskelet : Blok yang tidak adekuat menyebabkan blok yang

diperpanjang.7.

2.9 Pipekuronium

Obat penyekat neuromuskular nondepolarisasi beraksi panjang ini

merupakan turunan piperzinum. Waktu awitan dan lamanya serupa dengan

pankuronium bromida dengan dosis yang sebanding. Secara klinis tidak

16

Page 17: Refreat Muscle Relaxant

mempunyai efek hemodinamik yang bermakna. Jarang terjadi pelepasan

histamin. 7

Dosis intubasi : 0,07-0,085 mg/kg/I.V

Reaksi samping utama :

- Kardiovaskuler : Hipotensi, hipertensi, bradikardi, infark miokard.

- Pulmoner : Hipoventilasi, apneu.

- SSP : Depresi.

- Anuria

- Dermatologik : Ruam, Urtiakaria.

- Muskuluskelet : Blok yang tidak adekuat menyebabkan blok yang

diperpanjang.

- Metabolik : Hipoglikemia, Hiperkalemia, Peningkatan kreatinin.

Potensinya meningkat dan durasi memendek pada bayi dibanding pada

anak dan dewasa. 7

2.10 Pankuronium Bromida (Pavulon)

Merupakan steroid sintesis adalah obat pelumpuh otot non depolarisasi

yang paling banyak dipakai di Indonesia.

Mula kerja terjadi pada menit 2-3 untuk selama 30-40menit. Berikatan

kuat dengan globulin plasma dan berikatan sedang dengan albumin.

Mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, karena itu dosis

17

Page 18: Refreat Muscle Relaxant

pemeliharaan/rumatan harus dikurangi dan waktu pemberian harus

diperpanjang.2

Pankuronium menyebabkan sedikit pelepasan histamine dan hipertensi

karena memiliki efek inotropik positif serta takikardia karena efek vagolitik.

Sebanyak 15-40% pankuronium dalam tubuh mengalami metabolisme

deasetilasi. 2.

Ekskresi : ginjal (60-80%) dan sebagian lagi empedu (20-40%)

Dosis : relaksasi otot : 0,08mg / kg BB/ IV (dewasa)

rumatan : 1/2 dosis awal.

intubasi trakea : 0,15mg /kg BB/ IV

Kontra indikasi :

- Hipertensi

- Kelainan otot : malignant hyperthermia

- Miastenia gravis

- Muscular distrophy.

Reaksi samping utama :

- Kardiovaskular : Takikardia, hipertensi

- Pulmoner : Hipoventilasi, apneu, bronkospasme.

- Alergik : kemerahan, syok anafilaktik 7

2.11 Galamin (flaxedil)

Obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik. Lama kerja obat Berkisar

15-20 menit. Mula kerja sangat berhubungan dengan aliran darah otot.

Mempunyai efek yang lemah pada ganglion saraf dan tidak menyebabkan

pelepasan histamine. Memiliki sifat seperti atropine yaitu menyebabkan

takikardia walaupun pada dosis kecil (20mg). Karena itu galamin cukup

baik dipakai bersama anestetik halotan. Kenaikan tekanan darah dapat terjadi,

tetapi ringan. Galamin dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi tidak sampai

mempengaruhi kontraksi uterus. 2.

18

Page 19: Refreat Muscle Relaxant

Ekskresi : ginjal dan sebagian kecil empedu.

Penggunaan klinik :

a. Memudahkan intubasi trakea. Dosis : 80-100mg IV ditunggu selama

2-3menit.

b. Relaksasi pembedahan. Dosis : 2mg / kg BB / IV. Pada dosis sebesar

40mg jarang sampai menimbulkan paralisis diafragma dan pasien

dapat tetap bernapas spontan walaupun sebagian otot rangka

mengalami kelumpuhan. Teknik seperti ini sering dipakai untuk

prosedur ginekologik.

c. Sebagai profilaksis bradikardia selama anesthesia umum, misalnya

pada pembedahan bola mata. 2.

Kontra indikasi :

a. Pasien dengan takikardia

b. Fungsi ginjal yang buruk atau ancaman gagal ginjal. 2.

Reaksi samping utama :

1. Kardiovaskuler : Takikardi, Aritmia, Hipotensi

2. Pulmoner : Hipoventilasi, Apneu

3. Muskuloskelet : Blok tidak adekuat, blok yang diperpanjang.7

2.12 Alkuronium Klorida (alloferine)

Merupakan sintetik toksiferin, suatu alkaloid dari tanaman Strychnos

toksifera.

Kemasan : ampul 2ml yang mengandung 10mg Alkuronium klorida.

Larutan tidak dapat dicampur thiopental.

Mula kerja terjadi pada menit ke 3 untuk selama 15-20menit. Tidak

bersifat pelepas histamine jaringan, tetapi dapat menghambat ganglion simpatik

sehingga dapat menyebabkan hipotensi terutama pada pasien dengan penyakit

jantung. Dapat berpotesiensi ringan dengan N20-tiopental-narkotik. 2.

Dosis relaksasi pembedahan : 0,15mg / kg BB / IV dewasa

0,125-0,2 mg / kg BB / IV anak-anak.

19

Page 20: Refreat Muscle Relaxant

Dosis intubasi trakea : 0,3 mg/ kg BB / IV

Ekskresi : ginjal (70%) dalam bentuk utuh dan sebagian kecil melalui empedu.

2.13 Atrakurium Besilat (tracrium)

Atracurium adalah kelompok kuartener' struktur benzylisoquinoline

membuat cara degradasi senyawa ini menjadi unik. Obat ini merupakan

gabungan dari 10 stereoisomer. 7

Metabolisme dan Ekskresi

Atracurium dimetabolisme secara ekstensif sehingga faramkokinetiknya

tidak bergantung pada fungsi ginjal dan hati. Sekitar 10% dari obat ini diekskresi

tanpa dimetabolisme melalui ginjal dan empedu. Dua proses terpisah berperan

dalam metabolisme. Pertama' hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase

nonspesifik' bukan oleh asetilkolinesterase atau pseudokolinesterase. Kedua'

melalui eliminasi Hoffmann di mana penghancuran kimia nonenzimatik spontan

terjadi pada pH dan suhu fisiologis.7

Dosis

Dosis 0.5 mg/kgBB diberikan melalui intravena dalam 30 — 60 detik

untuk intubasi. Relaksasi intraoperatif dicapai dengan dosis awal 0.25 mg/kgBB'

kemudian dosis inkremental 0'.1 mg/kgBB setiap 10-20 menit. Infus 5-10

µg/kg/menit dapat menggantikan bolus intermiten secara efektif. Kebutuhan dosis

tidak bervariasi sesuai usia' namun atracurium dapat bekerja lebih singkat pada

anak-anak dan bayi dari pada orang dewasa.

Atracurium tersedia dalam solutio 10 mg/mL' yag sebaiknya disimpan

pada suhu 2-8°C karena potensinya akan berkurang 5 — 10% tiap bulan bila

terekspos suhu ruangan. Pada suhu ruangan obat ini harus digunakan dalam waktu

20

Page 21: Refreat Muscle Relaxant

14 hari untuk menjaga potensi.

Efek Samping dan Pertimbangan Klinis

Atracurium dapat mencetuskan pelepasan histamin yang bergantung pada

dosis terutama pada dosis di atas 0.5 mg/kgBB.

Hipotensi dan Takikardia

Efek samping kardiovaskuler jarang terjadi kecuali dosis melebihi 0.5

mg/kg diberikan. Atracurium juga dapat menimbulkan penurunan transien

resistensi vaskuler sistemik dan peningkatan indeks kardiak yang tidak

terpengaruh oleh pelepasan histamin. Injeksi lambat meminimalkan efek ini.

Keunggulan atrakurium dibanding obat terdahulu :

a. Metabolisme terjadi di dalam darah (plasma) terutama melalui

suatu reaksi kimia unik yang disebut eliminasi Hoffman. Reaksi

ini tidak tergantung dari fungsi hati dan ginjal.

b. Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.

c. Tidak menyebabkan perubahan kardiobaskuler yang bermakna.2.

Kemasan : ampul 5ml mengandung 50mg atrakurium besilat.

Stabilitas larutan sangat bergantung penyimpanan pada suhu dingin dan

perlindungan terhadap penyinaran. Mula dan lama kerja atrakurium bergantung

pada dosis yang dipakai. Pada umumnya mula kerja atrakurium pada dosis

intubasi adalah 2-3menit. Sedangkan lama kerja dengan dosis relaksasi adalah 15-

35menit.

Dosis : intubasi : 0,5-0,6mg / kg BB/ IV

relaksasi otot : 0,5-0,6 mg / kg BB / IV

pemeliharaan : 0,1-0,2 mg / kg BB / IV

Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama

kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian anti kolinesterase.

Atrakurium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi terpilih untuk

pasien geriatric atau dengan kelainan jantung, hati, dan ginjal yang berat.

Reaksi samping utama:

21

Page 22: Refreat Muscle Relaxant

1. Kardiovaskuler: Hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradikardi

sinus.

2. Pulmoner: Hipoventilasi, apneu, bronkospasme, laringospasme,

dispneu.

3. Muskuloskelet: apabila tidak adekuat, akan menyebabkan blok

lama.

4. Dermatologik: Ruam, urtikaria.

2.14 Vekuronium (nocuron)

Vecuronium adalah pancuronium yang kurang satu grup metil kuartener

(pelumpuh otot monokuartener). Sedikit perubahan struktur memberi efek

samping menguntungkan tanpa mempengaruhi potensi. 2

Metabolisme dan Ekskresi

Vecuronium dimetabolisme dalam jumlah sedikit oleh hati. Hal ini

sangat bergantung pada ekskresi empedu dan sekitar 25% oleh ekskresi ginjal.

Vecuronium adalah obat yang cukup aman pada pasien dengan gagal ginjal '

durasi kerjanya akan memanjang dengan sebab yang tidak jelas. Durasi kerja

vecuronium yang singkat disebabkan oleh waktu paruh eliminasinya yang lebih

pendek dan klirens yang lebih cepat dibandingkan pancuronium. Pemberian

vecuronium jangka panjang pada pasien yang dirawat dalam perawatan intensif

menyebabkan perpanjangan blokade (sampai beberapa hari)' yang mungkin

disebabkan oleh akumulasi metabolit aktif 3-hidroksi' perubahan klirens obat'

atau perkembangan dari polineuropati. Faktor risikonya antara lain jenis

kelamin wanita' gagal ginjal' terapi kortikosteroid jangka panjang atau dosis

22

Page 23: Refreat Muscle Relaxant

tinggi' dan sepsis. Oleh karena itu' pasienpasien ini harus dimonitor dengan ketat

dan dosis vecuronium harus dititrasi dengan hati-hati. Pemberian pelumpuh otot

jangka panjang dan diikuti dengan pengurangan ikatan asetilkolin pada reseptor

nikotinik postsinaptik yang lama' dapat menimbulkan keadaan yang mirip

denervasi kronik dan disfungsi reseptor dan paralisis. Efek saraf-otot vecuronium

memanjang pada pasien dengan AIDS. Toleransi terhadap obat pelumpuh otot

nondepolarisasi juga dapat terjadi setelah pemakaian lama. 2,4

Vecuronium ekuipoten dengan pancuronium dan dosis intubasinya

adalah 0.08 — 0,12 mg/kg. Dosis inisial 0.04 mg/kg diikuti dengan dosis

tambahan 0.01 mg/kg setiap 15 — 20 menit membantu relaksasi intraoperatif.

Sebagai alternatif' infus 1 — 2 µg/g/menit menghasilkan rumatan relaksasi

yang baik. 2

Umur tidak mempengaruhi kebutuhan dosis inisial' meskipun dosis

tambahan jarang dibutuhkan pada neonatus dan bayi. Sensitivitas terhadap

vecuronium pada wanita 30% lebih dibanding pria yang dibuktikan dengan

tingkat blokade yang lebih besar dan durasi kerja yang lebih panjang (ditemukan

juga pada pancuronium dan rocuronium). Penyebab dari sensitivitas ini

mungkin berhubungan dengan perbedaan jumlah massa lemak dan otot' ikatan

protein' volume distribusi atau aktivitas metabolic. 2

2.15 Mivacurium

Mivacurium' seperti suksinilkolin' dimetabolisme oleh

pseudokolinesterase dan hanya dimetabolisme secara minimal oleh kolinesterase

asli. Hal ini memungkinkan durasi kerja yang diperpanjang pada pasien dengan

kadar pseudokolinesterase rendah atau varian dari gen pseudokolinesterase.

Kenyataannya' pasien yang heterozigot untuk gen atipikal akan mengalami blok 2

kali lebih lama dari durasi normal' di mana homozigot atipikal akan tetap

terparalisis selama berjamjam. Homozigot atipikal tidak dapat memetabolisme

mivacurium sehingga blokade saraf-otot dapat berlangsung selama 3 — 4 jam.

Antagonisme farmakologis dengan inhibitor kolinesterase akan mempercepat

pembalikan blokade mivacurium tepat saat respons terhadap stimulasi saraf

23

Page 24: Refreat Muscle Relaxant

menjadi nyata. Edrophonium membalikkan blokade mivacurium lebih efektif

dibanding neostigmine karena neostigmine menghambat aktivitas kolinesterase

plasma. Meskipun metabolisme dan ekskresi mivacurium tidak bergantung pada

ginjal atau hati' durasi kerja akan memanjang pada pasien dengan gagal ginjal

atau hati atau pada pasien yang hamil atau postpartum sebagai akibat dari kadar

kolinesterase plasma yang menurun.4

Dosis intubasi mivacurium adalah 0.15 — 0.2 mg/kg. Infus menetap untuk

relaksasi intraoperatif bervariasi sesuai kadar pseudokolinesterase tapi dapat

diinisiasi 4 — 10µg/kg/min. Anak-anak membutuhkan dosis yang lebih

tinggi dari pada orang dewasa jika dosis dihitung berdasarkan berat badan'

namun tidak demikian bila berdasarkan luas permukaan tubuh. Mivacurium

dapat bertahan selama 18 bulan bila disimpan pada suhu ruangan.2,4

Efek Samping dan Pertimbangan Klinis

Mivacurium melepas histamin dalam jumlah yang sama banyak dengan

atracurium. Efek samping kardiovaskuler dapat diminimalkan dengan injeksi

lambat selama 1 menit. Namun' pasien dengan penyakit jantung dapat

mengalami penurunan tekanan darah signifikan yang meskipun jarang dapat

terjadi setelah pemberian dosis lebih besar dari 0.15 mg/kg dengan suntikan

lambat. Waktu onset mivacurium sama dengan atracurium (2-3 menit).

Keuntungan utamanya adalah durasi kerjanya yang singkat (20 — 30 menit)'

yang masih 2 hingga 3 kali lebih lama dibanding blok fase I suksinilkolin'

namun setengah dari durasi atracurium' vecuronium' atau rocuronium. Pada

anak-anak onset lebih cepat dan durasi kerja lebih singkat. Meskipun

pemulihannya cepat' dalam pemberian mivacurium semua pasien harus

dimonitor untuk menentukan apakah pembalikan farmakologis diperlukan.

Durasi kerja mivacurium yang pendek cukup nyata memanjang dengan

pemberian pancuronium.2,4

2.16 PILIHAN PELUMPUH OTOT

24

Page 25: Refreat Muscle Relaxant

Pemilihan jenis pelumpuh otot yang digunakan dipengaruhi oleh onset

kerja' durasi kerja' dan kemungkinan efek samping yang diinduksi oleh obat

karena kerja obat pada tempat lain selain NM,. Efek samping yang tidak

diharapkan adalah respons kardiovaskuler karena pelepasan histamin yang

dicetuskan oleh obat pelumpuh otot nondepolarisasi benzylisoquinolinium.

Onset yang cepat dan durasi yang singkat seperti yang ditimbulkan oleh

suksinilkolin dan pada cakupan yang lebih sedikit (mivacurium) bermanfaat

saat intubasi trakea merupakan alasan pemberian obat pelumpuh otot.

Rocuronium adalah satu-satunya obat pelumpuh otot nondepolarisasi yang

onset kerjanya singkat menyerupai suksinilkolin' tapi dengan durasi kerja

yang lebih panjang. Jika diperlukan blokade saraf- otot yang dipertahankan

dalam periode tertentu maka obat pelumpuh otot nondepolarisasi adalah obat

pilihan untuk dosis intermiten atau sebagai infus kontinu. Saat tidak diperlukan

onset cepat blokade saraf-otot' relaksasi otot untuk fasilitasi intubasi trakea dapat

dipilih obat pelumpuh otot nondepolarisasi. Beberapa obat pelumpuh otot

nondepolarisasi dapat menimbulkan penurunan tekanan darah sistemik yang

signifikan akibat pelepasan yang dicetus oleh obat ini biasa dihindari bila

terdapat keadaan seperti hipovolemia' penyakit arteri koroner' atau penyakit

katup jantung. Sebaliknya' bradikardi yang dicetuskan oleh anestetik opioid

yang ditutupi sampai batas tertentu oleh efek peningkatan denyut jantung oleh

pancuronium dan tidak dapat ditutupi oleh obat pelumpuh otot nodepolarisasi

yang tidak memiliki efek sirkulasi (vecuronium' rocuronium' cisatracurium'

doxacurium' pipecuronium). 2,4,7

Secara umum,pemilihan obat pelumpuh otot berdasarkan hal berikut:

1. Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium

2. Gangguan faal hati : atrakurium

3. Miastenia gravis: dosis 1/10 atrakurium

4. Bedah singkat : atrakurium, rokuronium, mivakuronium

5. Kasus obstetric : semua dapat digunakan kecuali galamin.

25

Page 26: Refreat Muscle Relaxant

2.17 TANDA-TANDA KEKURANGAN PELUMPUH OTOT

1. Cegukan (hiccup)

2. Dinding perut kaku.

3. Ada tahanan pada inflasi paru. 7

2.18 PENAWAR PELUMPUH OTOT

Anti kolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan

akumulasi asetilkolin. Obat ini mengalami metabolisme terutama oleh

kolinesterase serum.

Dosis : 0,5mg bertahap sampai 5mg.

Bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia,

kejang bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur. Sehingga

pemberiannya harus disertai dengan obat vagolitik seperti atropine dosis 1-

1,5mg. 1

Ekskresi terutama di ginjal.

26

Page 27: Refreat Muscle Relaxant

BAB III

KESIMPULAN

Walaupun obat-obat pelumpuh otot bukan merupakan obat anestetik,

tetapi penggunaannya dalam klinik sangat membantu pelaksanaan tindakan

anestesia dan pembedahan. Karena masing-masing obat mempunyai efek

farmakologik yang tidak sama maka setiap penggunaan obat pelumpuh otot

harus dibekali pengetahuan yang memadai terutama keterampilan meniali residu

pelumpuh otot pasca bedah.

Obat pelumpuh otot sendiri secara garis besar dibagi menjadi dua

golongan besar berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu golongan depolarisasi

dan non-depolarisasi. Masingmasing golongan mempunyai kelebihan dan

kekurangan masing-masing karena berbedanya cara kerja dan juga cara

perlakuannya oleh tubuh.

Dapat juga ditambahkan disini bahwa beberapa faktor yang

mempengaruhi farmakokinetik obat, khususnya obat pelumpuh otot yang

umumnya diberikan secara intravena, antara lain adalah fungsi ginjal, fungsi hati

dan sistem bilier, umur, hipotermia, pemakaian obat anestesi umum dan besarnya

dosis awal yang diberikan.

27

Page 28: Refreat Muscle Relaxant

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Pelumpuh Otot. Petunjuk Praktis

Anestesiologi Edisi 2. Jakarta; Bagian Anestesiologi dan Terapi

Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; 3: 66-70

2. Rachmat L, Sunatrio S. Obat pelumpuh otot. Anestesiologi. Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; Jakarta; 2004; 15: 81-86

3. Harsono, Wibowo A, Santy A, Caesar GE, Kurnia R, Udayaningtyas U.

Obat pelumpuh neuromuskular. Jakarta; 2007

4. Bevan DR, Donati F. Muscle relaxants and clinical monitoring. A

Practice of Anaeshtesia. London; 1994; 147-71

5. Calvey TN, Williams NE. Principles and practice of pharmacology for

anaesthetists. London; Blackwell Scientific Publications; 1982; 159-84

6. Lunn JN. Farmakologi Terapan Anestesi Umum. Catatan Kuliah

Anestesi Edisi 4. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004; 4: 86-

93

7. Setio M. Buku Saku Obat-obatan Anestesia. Edisi 2 Jakarta; Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2004

28