referat muscle relaxant anesthesiology!
TRANSCRIPT
REFERAT MUSCLE RELAXANT/PELUMPUH OTOT
OLEH :
Mefri Yulia
0810313187
PEMBIMBING :
dr.Nasman Puar, SpAn
BAGIAN ANESTESI
RSUP DR.M.DJAMIL PADANG
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………… 3
1.2 Batasan Masalah………………………………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………. 4
1.4 Metode penulisan………………………………………………………………… 4
BAB II TINAJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Transmisi Saraf-otot …………………….……………………………… 5
2.2 Klasifikasi Muscle Relaxant……..………..…….………………………………… 7
2.3 Mekanisme kerja Muscle Relaxant…………………..….………………….…….. 8
2.4 Muscle Relaxant Depolarisasi…………….…..…………………………………… 8
2.4.1 Karakteristik Obat………………………………………………………………. 8
2.4.2 Jenis Obat…….…………………………………………………………………. 9
2.4.3 Struktur Fisik…………………………………………………………………….. 9
2.4.4 Metabolisme dan Ekskresi……………………………………..……………..… 10
2.4.5 Dosis…………….…………..…………………………………..………….….. 10
2.4.6 Efek samping………...…………………………………………………….…… 11
2.5 Muscle Relaxant Non Depolarisasi….…………………………………...………. 12
2.5.1 Karakteristik Umum………………………………..……………………………12
2.5.2 Karakteristik Farmakologik General…………………………………………… 12
2.5.3 Atrakurium………………………………………………………………………12
2.5.4 Cisatrakurium……………………………………………………………………13
2.5.5 Mivakurium…………………………………………………………………...…13
2.5.6 Doxacurium……………………………………………………………………..13
2.5.7 Pankuronium…………………………………………………………………….14
2.5.8 Pipekuronium……………………………………………………………………14
2.5.9 Vekuronium……………………………………………………………………..15
2.5.10 Rokuronium……………………………………………………………………15
BAB III PENUTUP………………………………………………………………….16
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Muscle Relaxant atau pelumpuh otot merupakan salah satu obat yang penting dalam
anestesi. Penggunaan Muscle relaxant pada anesthesia klinis dikenalkan pada tahun 1942
oleh Griffith dan Johnson. Pada saat ini, muscle relaxant merupakan bagian yang tidak bisa
ditinggalkan baik dalam anesthesia, intensive care dan emergency care. Indikasi
penggunaannya adalah untuk intubasi endotrachea, memfasilitasi pembedahan dan
immobilisasi dari pasien. 1
Muscle relaxant atau dikenal sebagai neuromuscular blocking agents ini dikelompokkan
menjadi 2, yaitu depolarisasi dan non-depolarisasi.Tempat aksi utama dari Muscle Relaxant
ini adalah pada nicotinic cholinergic reseptor pada endplate dari otot dan pada presynaptic
reseptor dari nervus terminal. Depolarisasi agent atau succynilcholine menghasilkan
depolarisasi pada endplate dan berikatan dengan extrajunctional reseptor. Non-depolarisasi
agent berkompetisi dengan acetylcholine dalam berikatan dengan reseptor. Penggunaan
muscle relaxant ini menghasilkan paralisis bukan anesthesia. Dalam kata lain, muscle
relaxant ini tidak berfungsi sebagai sedatif, amnesia atau analgesia.2,3
Penggunaan muscle relaxant ini sangat bermanfaat. Jika penggunaanya tepat, ini
bermanfaat bagi pasien dan apabila digunakan dalam dosis tidak tepat, ini memungkinkan
terjadinya kesakitan atau kematian dari pasien. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai
farmakologi dari obat-obat muscle relaxant ini.1
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai farmakologi , mekanisme, eliminasi, dosis yang dianjurkan
dan efek samping dari Muscle relaxant dalam penggunaannya di bidang Anesthesi.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat sebagai tugas kepaniteraan klinik di bagian Anesthesi RSUP
DR.M.Djamil Padang
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan referat ini menambah pengetahuan mengenai penggunaan muscle relaxant
serta farmakologinya di bidang Anesthesi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Transmisi Saraf-Otot
Neuromuscular Junction adalah ruang disekitar neuron dan sel otot. Membran sel neuron dan
serabut otot ini dipisahkan oleh celah sempit (20nm) yang disebut celah sinaps. Saat potensial
aksi saraf mendepolarisasi pada bagian terminal,terjadi influx dari kalsium melalui voltage-gated
calcium channel sehingga memungkinkan terjadinya fusi dari vesikel dengan membrane terminal
dan melepaskan acetylcholine (Ach). Molekul Ach ini berdifusi melalui celah sinaps untuk
berikatan dengan nicotinic cholinergic reseptor pada membran sel otot. Setiap neuromuscular
junction terdapat lebih kurang 5 juta reseptor, tetapi aktifasinya hanya membutuhkan 500.000
reseptor untuk setiap kontraksi otot.2
Kation masuk melalui reseptor Ach terbuka (Natrium dan Kalsium masuk dan Kalium
keluar) dan menghasilkan potensial pada endplate. Bagian dari satu vesikel, quantum Ach (104
molekul per quantum) menghasilkan potensial pada endplate juga. Dimana sekitar 200 yang
dihasilkan oleh setiap impuls saraf sangat sensitif dengan konsentrasi kalsium ekstraseluler.
Ketika Ach sudah berikatan dengan reseptor yang cukup, potensial pada endplate akan
mendepolarisasi membrane perijunctional. Channel Natrium terbuka ketika ambang batas
dilewati. Perijunctional area pada sel otot memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan area
lainnya. Potensial aksi menyebar sepanjang membran otot, T-tubule system, membuka channel
natrium dan melepaskan kalsium dari reticulum sarkoplasma. Kalsium intraseluler menyebabkan
protein aktin dan myosin berinteraksi dan terjadi kontraksi otot.2
Ach dihidrolisis dengan cepat menjadi asetat dan cholin oleh enzim acetylcholinesterase.
Setelah itu terjadi penutupan ion channel dan terjadi repolarisasi.Ketika pembentukan potensial
aksi berhenti, channel natrium pada membran sel otot juga menutup. Kalsium kembali masuk ke
retikulum sarkoplasma dan sel otot akan berelaksasi.2
2.2 Klasifikasi Muscle Relaxant
Muscle relaxant dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu depolarisasi dan non-depolarisasi.
Pembagian ini dibagi berdasarkan aksi atau mekanisme kerja dan stimulasi saraf perifer.
Hambatan depolarisasi terjadi karena serabut saraf otot mendapat rangsangan depolarisasi yang
menetap sehingga akhirnya kehilangan respon berkontraksi yang menyebabkan kelumpuhan. Ciri
kelumpuhan ditandai dengan fasikulasi otot. Pulihnya fungsi saraf otot bergantung pada
kemampuan daya hidrolisis enzim kolinesterase.4
Hambatan non-depolarisasi atau kompetisi terjadi karena reseptor asetilkolin diduduki oleh
molekul-molekul oba pelumpuh otot non depolarisasi sehingga proses depolarisasi membrane
otot tidak terjadi dan otot menjadi lumpuh(lemas). Pemulihan fungsi saraf otot terjadi kembali
jika jumlah obat yang menduduki reseptor asetilkolin telah berkurang antara lain terjadi karena
proses eliminasi dan atau distribusi. Pemulihan juga dapat dibantu lebih cepat dengan memberi
obat antikolinesterase (neostigmin) yang menyebabkan peningkatan jumlah asetilkolin.4
DEPOLARISASI NON DEPOLARISASI
Short Acting Short Acting
Succinylcholine Mivakurium
Intermediate Acting
Atrakurium
Cisatrakurium
Vekuronium
Rocuronium
Long Acting
Doxacurium
Pancuronium
Pipecuronium
2.3 Mekanisme Kerja Muscle Relaxant
Obat-obat Muscle Relaxant memiliki kemiripan dengan Ach.Muscle Relaxant depolarisasi
sangat mirip dengan Ach dan berikatan dengan reseptor Ach.Tidak seperti Ach, obat ini tidak
dimetabolisme oleh acetylcholinesterase dan konsentrasinya pada celah sinaps tidak cepat
menurun sehingga menghasilkan depolarisasi prolong pada endplate dari otot.Depolarisasi yang
terus-menerus menyebabkan relaksasi dari otot karena pembukaan gerbang bawah pada natrium
channel di perijunctional terbatas waktunya. Setelah inisiasi awal dan pembukaan, natrium
channel tertutup dan tidak bisa dibuka lagi sampai terjadi repolarisasi.End-plate tidak
berepolarisasi selama muscle relaxant terus mengikat Ach reseptor, ini disebut dengan fase block
I. Setelah itu, depolarisasi yang prolong ini menyebabkan ionic dan perubahan pada Ach reseptor
yang disebut dengan fase block II. Diikuti dengan relaksasi.2
Non depolarisasi muscle relaxant mengikat Ach reseptor sehingga Ach tidak berikatan
dengan reseptornya dan tidak terjadi potensial aksi pada end-plate. Ini disebut juga Ach reseptor
antagonist atau kompetitif.2
2.4 Muscle Relaxant Depolarisasi
2.4.1 Karakterisasi Obat5
Menyebabkan fasikulasi otot
Efek meningkat oleh anticholinesterase agent
Hipotermia
Efek menurun dengan obat non depolarizing relaxant, anesthetic inhalation
Serabut otot yang terdepolarisasi tidak merespon terhadap stimulasi
Tidak bisa dilawan oleh neostigmin dan obat anticholinesterase yang lain
Pada keadaan paralisis partial, alat monitoring neuromuskuler menunjukkan depresi
pada gerakan otot, tidak ada fasikulasi post titanic
Diperkuat oleh isofluran, enfluran, alkalosis dan magnesium
Dilawan oleh eter, halotan, asidosis ddan obat non depolarisasi
Diasosiasi cepat yang konstan pada reseptor
Pemberian berulang atau terus-menerus mengarah kepada blockade fase II
2.4.2 Jenis Obat
Succinylcholine merupakan obat muscle relaxant depolarisasi yang digunakan sekarang.2
2.4.3 Struktur Fisik
Succinylcholine disebut juga diacetylcholine atau suxamethonium terdiri dari 2 molekul
Ach.2
2.4.4 Metabolisme dan Ekskresi
Metabolisme succinylcholine dimana onset kerjanya cepat (30-60 detik) dan durasi pendek
<10 menit serta kelarutan dalam lemak rendah. Ketika succinylcholine masuk ke sirkulasi,
sebagian cepat dimetabolisme oleh pseudocholinesterase menjadi succinylmonocholine. Hanya
sebagian kecil yang diinjeksikan yang mencapai neuromuscular junction. Saat kadar dalam
serum menurun, succinylcholine difusi keluar dari neuromuscular junction.2
Durasi kerjanya bertambah jika dosis tinggi atau metabolism yang abnormal. Bisa
disebabkan hipotermia,kadar pseudocholinesterase yang rendah atau karena genetik pada enzim.
Hipotermia menurunkan hidrolisis.2
2.4.5 Dosis
Dosis succinylcholine untuk intubasi trakea adalah 1mg/kgbb IV. Pernafasan spontan
terjadi setelah paralisis akibat pemberian succinylcholine. Durasi rata-rata sebelum mencapai
90% adalah lebih kurang 10 menit. Dengan demikian, pada dewasa yang sudah dioksigenasi
sebelumnya dapat mengalami apnea sebelum saturasi oksigen turun ke 90%.3
Dosis dapat bervariasi antara 0,5-0,15mg/kgBB , dosis kurang 1mg/kgBB tidak
mempersingkat waktu terjadi pergerakan diafragma atau pernapasan spontan. Selain itu pada
keadaan dimana blokade saraf otot penuh diperlukan, diberikan dosis 1,5mg/kgBB.3
2.4.6 Efek Samping
1) Cardiovascular
Stimulasi pada reseptor nikotinik pada parasimpatetik dan simpatetik ganglia dan reseptor
muskarinik di nodus SA pada jantung bisa meningkatkan atau menurunkan tekanan darah atau
denyut jantung. Dosis rendah dapat menyebabkan chronotropik negatif dan efek inotropik, tetapi
dosis tinggi umumnya menyebabkan peningkatan denyut jantung dan kontraksi dan peningkatan
kadar katekolamin.2
2) Hiperkalemia
Normalnya otot meelepaskan kalium selama depolarisasi dan menaikkan kadar kalium
serum 0,5meq/L. Peninggian kalium bisa menyebabkan cardiac arrest dan kondisi lainnya.2,5
3) Nyeri Otot
Nyeri otot dapat dikurangi dengan pemberian pelumpuh otot nondepolarisasi dosis kecil
sebelumnya. Mialgia terjadi 90% , selain itu dapat terjadi mioglobinuria, terutama otot leher,
punggung dan abdomen.5
4) Peningkatan tekanan intragastric
Fasikulasi otot abdomen menyebabkan peningkatan tekanan intragastric dan juga tonus
sfingter bawah esophagus.2
5) Peningkatan tekanan intraocular
Peningkatan kontraksi pada otot extraocular menyebabkan peninggian TIO.5
6) Kekakuan otot masseter
Terjadinya kekakuan transier pada otot masseter menyebabkan susah membuka mulut.2
7) Hipertermia Maligna2
8) Kontraksi Generalisasi pada pasien dengan myotonia.2
9) Prolonged Paralisis2
10) Peningkatan Tekanan Intrakranial5
Succinylcholine pada beberapa pasien meningkatkan aliran darah serta tekanan
intracranial. Ini bisa dikontrol dengan menjaga airway serta hiperventilasi. Bisa dicegah
sebelumnya dengan nondepolarisasi agent dan lidocain (1,5-2mg/kgBB) 2-3 menit sebelum
intubasi.
11) Pelepasan Histamin2
2.5 Muscle Relaxant Non-Depolarisasi
2.5.1 Karakterisasi umum5
1. Tidak menyebabkan fasikulasi otot
2. Efek menurun oleh obat anticholinesterase, depolarizing agent, suhu tubuh yang rendah,
epinefrin, acetylcholine
3. Efek meningkat oleh non-depolarizing drugs, volatile anestesi.
2.5.2 Karakterisasi Farmakologik General2
1. Hipotermia , prolong blokade dengan menurunkan metabolisme (mivakurium,
atrakurium dan cisatrakurium) dan memperlambat ekskresi (pankuronium dan vekuronium)
2. Keseimbangan Asam basa, asidosis respiratori menghambat kepulihan neuromuscular
pada pasien post operasi dengan hipoventilasi.
3. Kadar elektrolit abnormal, hipokalemiaa dan hipokalsemia memblock non depolarisasi.
4. Usia. Neonatus memiliki sensitivitas tinggi terhadap muscle relaxant karena belum
maturnya neuromuscular junction.
5. Penyakit tertentu. Pada pasien dengan penyakit neuromuscular memiliki efek yang besar.
Pada pasien sirosis dan gagal ginjal kronik terjadi peningkatan kadar pada plasma dan juga
yang dimetabolisme di hati dan ginjal ekskresinya bisa lama.
2.5.3 Atrakurium2,4,6
- Metabolisme : tidak tergantung oleh hepar dan ginjal
- Ekskresi : <10% diekskresi ginjal dan system bilier
- Hidrolisis : Dihidolisis atau dikatalisasi oleh nonspesifik esterase, bukan oleh
asetylcholinesterase atau pseudocholinesterase.
- Hoffman eliminasi : Eliminasi spontan non enzimatik pada pH fisiologis.
- Dosis : 0,5-0,6mg/kgBB IV pada 30-60 detik intubasi.
Relaksasi intraoperatif 0,25mg/kgBB.
Infus 5-10 mikrogram/kgBB.
Dosis maintenance 0,1-0,2 mg/kgBB
- Efek samping : Hipotensi dan tachycardia, bronkospasme dan reaksi alergi.
- Reversal : kualitas reversal dengan neostigmine da endrophonium sangat baik.
- Baik untuk pembedahan SC, cardiopulmonary bypass, keracunan organofosfat dan
pasien
Dengan miastenia gravis.
2.5.4 Cisatrakurium2,6
- 4 kali lebih potensial dibanding atrakurium
- Metabolisme : degradasi pada pH fisiologis dan tidak tergantung organ
- Dosis : 0,1-0,15mg/kgBB dalam 2 menit
- Durasi intermediate
- Infus : 1-2mikrogram/kg/menit
- Potensial sama dengan vekuronium
- Efek : Tidak berafek ke peningkatan denyut jantung, tekanan darah atau
pelepasan histamin.
2.5.5 Mivakurium2
- Merupakan derivat Benzylisoquinoline
- Metabolisme : Oleh pseudocholinesterase.
- Reversal : Edrophonium lebih baik dibandingkan neostigmine
- Dosis : Intubasi 0,15-2mg/kgBB
- Efek samping : Release histamin seperti atrakurium.
Penurunan tekanan darah pada dosis >0,15mg/kgBB
2.5.6 Doxacurium2
- Merupakan derivate Benzylisoquinoline
- Merupakan long acting relaxant
- Hidrolisis rendah oleh plasma cholinesterase
- Ekskresi : Ginjal
- Dosis : Intubasi 0,05mg/kgBB durasi 5 menit
Intraoperatif relaksasi 0,02mg/kgBB inisial
diikuti dosis 0,005 mg/kgBB
-Efek samping : Tidak berefek sama sekali terhadap cardiovascular maupun release
histamin.
2.5.7 Pankuronium2,3,4,5,6
- Aminosteroid bisquaternary.
- Menimbulkan pembebasan noradrenaline dan sebagian 30% dikeluarkan melalui ginjal,
25% ke system bilier.
- Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
- Tidak menembus sawar darah otak
- Tidak menimbulkan efek penumpukan dalam tubuh dan mudah direverse dengan
neostigmine bersama SA
- Peningkatan 10-15% dari denyut jantung, tekanan arteri rata-rata dan curah jantungg, efek
sirkulasi minimum
- Pada sirosis hepatis perlu dosis yang lebih besar
- Hati-hati pada pasien dengan obstruksi saluran empedu
- Peningkatan denyut jaantung menggambarkan terjadinya blokade selektif pada reseptor
muskarinik jantung terutama pada nodus sinoatrial
- Perubahan pad ajantung menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen miokardial dan
terjadinya iskemik miokadrium pada pasien dengan gangguan arteri koroner.
- Dosis : 0,08mg/kgBB/IV
Rumatan separuh dosis awal
Pemeliharaan 0,1-0,2mg/kgBB/IV
-Efek Samping : Hipertensi dan tachycardia. Aritmia serta reaksi alergi.
2.5.8 Pipecuronium2
- Steroid bisquaternary
- Metabolisme rendah, ekskresi 70% ginjal dan bilier 30%.
- Durasi meningkat pada pasien dengan gagal ginjal, tapi tidak dengan kelainan hepar
- Sedikit lebih potensial dibanding pancuronium
- Dosis intubasi : 0,06-0,1mg/kgBB
- Efek samping : Efek cardiovascular lebih ringan karena sedikit yang terikat dengan
reseptor muskarinik pada jantung.
- Tidak berhubungan dengan pelepasan histamin.
- Onset dan durasi sama dengan pankuronium.
2.5.9 Vecuronium2,5
- Monoquaternary relaxant
- Metabolisme oleh hepar, diekskresi primer oleh bilier dan sekunder oleh ginjal
- Dosis : Intubasi 0,08-0,12 mg/kgBB dengan OOA 3-5 menit durasi 45-60 menit
Bolus rata-rata 0,1mg/kgBB, infuse 0,2 mikrogram/kg/jam
- Kemasan suntik bubuk, 10mg/ml
- Efek samping : Tidak ada pengaruh terhadap sirkulasi, tidak ada efek vagolitik
Tidak ada pelepasan histamin
2.5.10 Rocuronium2,4,5,6
- Monoquaternary steroid, analog dari vecuronium, rapid onset of action
- Eliminasi primer oleh hati dan sedikit oleh ginjal
- Durasi kerja tidak dipengaruhi ada atau tidaknya penyakit ginjal
- Durasi memanjang pada penyakit hati dan pada kehamilan
- Tidak ada metabolit aktif
- Pada pasien geriatric durasi lebih memanjang
- Potensial lebih sedikit dibanding muscle relaxant steroid lainnya
- Dosis 0,6-1mg/kgBB iv untuk intubasi dan 0,15mg/kgBB untuk maintenance, OOA 1-menit
dan DOA 30-45 menit
- Dosis besar dari rocuronium dibutuhkan untuk menghasilkan onset seperti succinylcholine
dan durasi menyerupai pancuronium (0,9-1,2mg/kgBB)
- Efek sirkulasi tekanan darah meningkat dan denyut jantung meningkat
BAB III
PENUTUP
Obat muscle relaxant merupakan salah satu obat yang penting dalam anestesi.
Dikelompokkan menjadi 2 bagian besar yaitu depolarisasi dan non depolarisasi. Depolarisasi
bekerja ditandai dengan fasikulasi otot sedangkan non depolarisasi bekerja sebagai
kompetitif terhadap reseptor asetilkolin. Setiap obat memiliki karakteristik masing-masing
baik dalam farmakologinya, berupa metabolisme, ekskresi, dosis serta efek samping. Dan
juga penggunaanya , baik atau tidaknya digunakan tergantung dengan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Booij,L.2011.Appropriate use of muscle relaxantsin anaesthesia, intensive and
emergency care.136-144
2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, eds.Neuromuscular blocking agents.In :
Clinical Anesthesiology 4th edition.McGraw Hills Company.2006
3. Francois D, Bevan DR.Pharmacology of muscle relaxants and their
antagonists.In:Barash PG, Cullen BF,Stoelting RK,eds.Clinical Anesthesia.6th
edition.Lippincolt William Wilkins.2006
4. Muhiman m, Thaib RM, Snatrio S, Dahlan R.Anestesiologi.FKUI.Jakarta.1989
5. Soerasdi E, Satriyanto DM.Obat-Obat Anesthesia sehari-hari.Bandung.2010
6. MuscleRelaxants,(online),http://www.vajira.ac..th/anset/files/muscle
%20relaxant.ppt , diakses 25 Maret 2013