neuritis optikus fix

45
BAB I. PENDAHULUAN Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat berbagai macam penyakit. 1 Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Tipe neuritis retrobulbar merupakan suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus sehingga tidak tampak kelainan diskus optik dengan oftalmoskop, tetapi terjadi penurunan tajam penglihatan. 1,2 neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Berdasarkan data The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) lebih dari 77% pasien adalah wanita, 85% berkulit putih dan usia rata- rata 32 tahun. Di berbagai kelompok populasi di seluruh dunia, neuritis retrobulbaris berkaitan dengan sklerosis multipel pada 13-85% pasien. Persentase perkembangan menjadi sklerosis multipel setelah suatu episode neuritis optikus cenderung lebih tinggi seiring dengan peningkatan tindak lanjut pasien. 1,3 Etiopatogenesis terjadinya papilitis adalah adanya peradangan pada serabut retina saraf optik yang masuk pada 1

Upload: hendruw14

Post on 04-Oct-2015

148 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

refrat mata

TRANSCRIPT

BAB I. PENDAHULUANNeuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat berbagai macam penyakit.1 Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Tipe neuritis retrobulbar merupakan suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus sehingga tidak tampak kelainan diskus optik dengan oftalmoskop, tetapi terjadi penurunan tajam penglihatan.1,2

neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Berdasarkan data The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) lebih dari 77% pasien adalah wanita, 85% berkulit putih dan usia rata-rata 32 tahun. Di berbagai kelompok populasi di seluruh dunia, neuritis retrobulbaris berkaitan dengan sklerosis multipel pada 13-85% pasien. Persentase perkembangan menjadi sklerosis multipel setelah suatu episode neuritis optikus cenderung lebih tinggi seiring dengan peningkatan tindak lanjut pasien.1,3

Etiopatogenesis terjadinya papilitis adalah adanya peradangan pada serabut retina saraf optik yang masuk pada papil saraf optik yang berada dalam bola mata. Neuritis retrobulbar dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin saraf, anemia pernisiosa, diabetes melitus, dan intoksikasi yang nantinya menyebabkan peradangan saraf optik dibelakang bola mata, biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau kedua mata.2

Pada neuritis optik pasien mengeluhkan penurunan tajam penglihatan yang mendadak dan disertai dengan nyeri pada mata. Pada papilitis pemeriksaan oftalmoskopi dapat ditemukan tanda-tanda disfungsi nervus optikus seperti hiperemi papil saraf optik dengan batas papil yang kabur, pelebaran vena retina sentral dan edema papil, sedangkan pada neuritis retrobulbaris tidak ditemukan tanda-tanda kelainan tersebut. Ditemukan pula kelainan relative afferent pupillary defect (RAPD) dengan pemeriksaan swinging flashlight test. 3

Penatalaksanaan pada neuritis optik yaitu kortikosteroid (berdasarkan ONTT) atau ACTH (Adrenocorticotropic hormone). Selain itu diberikan juga terapi penyakit penyebabnya.2

Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaan pada neuritis optik.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1.Anatomi dan Fisiologi Saraf Optik

Nervus optikus adalah saraf yang membawa rangsang dan retina menuju otak. Saraf optik terdiri dari 1 juta lebih akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina yang memanjang ke arah korteks oksipital. Panjang saraf optik berkisar antara 35-55 mm (rata-rata 40 mm) dan secara anatomis terbagi menjadi segmen intaokular, intraorbital, intrakanalikular dan intakranial yang berakhir sebagai kiasma optik.4Gambar 1. Nervus Optik5

(http:/www.google.co.id/images?hl=en&q=optic nerve branch, diakses tanggal 18 Desember 2014)

Segmen intraokular saraf optik sepanjang 1 mm terbagi menjadi lapisan serabut-serabut saraf superfisial, bagian prelaminar, laminar (lamina kribosa) dan retrolaminar. Papil saraf optik (diskus optik) merupakan bagian prelaminar saraf optik berbentuk oval, 1,5 mm horizontal dan 1,75 mm vertikal dengan cekungan (cup shaped depression) agak ke temporal. Papil saraf optik merupakan daerah keluarnya akson-akson sel ganglion terletak sekitar 3-4 mm sebelah nasal fovea. Bagian prelaminar dan laminar terdiri dari akson-akson sel ganglion retina tak bermielin, astrosit dan arteri-vena retina sentralis yang keluar dari bagian tengah papil saraf optik. Akson-akson bergabung menjadi fasikulus dan menembus sklera 200-300 lubang pada lamina kribosa. Setelah melewati lamina kribosa (bagian retrolaminar) diameter saraf optik bertambah menjadi 3-4 mm akibat pembentukan mielin akson-akson sel ganglion retina, adanya oligodendroglia (yang membentuk mielin akson) dan selubung meningeal yang terdiri dari piamater, arakhnoid dan duramater. Bagian prelaminar dan laminar diperdarahi terutama oleh arteri siliaris posterior brevis yang beranastomosis dengan pleksus pial dan pembuluh darah koroid peripapilar membentuk siklus Zinn-Haller.4,6

Segmen intraorbita saraf optik berukuran panjang 25-30 mm, lebih panjang dari jarak antara belakang bola mata dan apeks orbita sehingga dapat bebas bergerak pada pergerakan bola mata. Pada apeks orbita segmen saraf optik dikelilingi oleh anulus Zinn sebelum berlanjut ke kanal optik. Saraf optik berjalan kearah porteromedial dan meninggalkan orbita melalui foramen optik (optic ring) menuju kanal optik. Nervus optikus pars intraorbita diperdarahi oleh cabang-cabang intraneural dan cabang-cabang pial dari arteri retina sentral.4,6

Segmen intrakanalikular yang terdapat di dalam kanalis optik memiliki panjang 4-10 mm. Kanalis optik dibentuk oleh tulang sphenoid parva minor. Bagian ini diperdarahi oleh cabang pial arteri oftalmika.4,6

Segmen Intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm, antara kanalis optik sampai kiasma optikum. Bagian ini berjalan di atas arteri oftalmika, sebelah superomedial arteri karotis interna sehingga diperdarahi langsung oleh cabang-cabang arteri tersebut.4,6Gambar 2:Schematic representation of blood supply of: (A) the optic nerve head and (B) the optic nerve. Abbreviations: A = arachnoid; C = choroid; CRA = central retinal artery; Col. Br. = Collateral branches; CRV = central retinal vein; D = dura; LC = lamina cribrosa; NFL = surface nerve fiber layer of the disc; OD = optic disc; ON = optic nerve; P = pia; PCA = posterior ciliary artery; PR and PLR = prelaminar region; R = retina; RA = retinal arteriole; S = sclera; SAS = subarachnoid space. 5

(http:/www.google.co.id/images?hl=en&q=optic nerve branch, diakses tanggal 18 Desember 2014)

Jika satu ataupun semua serabut saraf mengalami peradangan dan tak berfungsi sebagaimana mestinya maka penglihatan akan menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi ataupun demielinisasi nervus optikus, keadaan ini disebut dengan neuritis optikus. Pada neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami peradangan.4,62.2. Anatomi dan Fisiologi Jaras Visual

Secara fungsional rangsang visual ditangkap oleh retina (sebagai stasiun I). kemudian diteruskan melalui serabut saraf otak kedua (saraf optik). Saraf optik yang berasal dan sisi nasal kedua mata akan menyilang di daerah kiasma opikum sedangkan yang berasal dari sisi temporal tidak bersilangan di daerah kiasmaini. Selanjutnya serabut saraf ini akan melanjutkan perjalanannya sebagai traktus optikum. Traktus optikus ini selanjutnya menuju ke thalamus sebagai kumpulan sel-sel saraf yang mengolah dan bertindak sebagai stasiun informasi ke II. Bagian thalamus yang berhubungan dengan fungsi visual disebut Corpus Geniculaturn Laterale (CGL). Stasiun ke II ini bertugas menyampaikan informasi ke korteks serebri bagian oksipital. Dengan sampainya informasi ke korteks penglihatan akan hal-hal yang terlihat oleh mata dapat disadari. Dari stasiun ke II ini informasi visual juga disebarkan ke seluruh SSP yang mempunvai hubungan dengan indera penglihatan ke pusat keseimbangan motorik, medulla spinalis, pendengaran, dan sebagainya.3

Corpus geniculatum laterale ( CGL ) merupakan terminal dan seluruh serabut saraf aferen jaras visual. CGL merupakan bagian dari thalamus. Pada CGL terjadi rotasi 90 dari serabut saraf, sehingga serabut saraf yang berasal dari retina bagian superior akan berada di bagian medial CGL, sedangkan yang berasal dan bagian inferior retina akan berada di bagian lateral. Perputaran akan terjadi lagi serabut meninggalkan CGL sehingga retina bagian superior dan inferior terletak superior dan inferior dalam radiasio optika dan korteks serebri.3

Radiasio optika mengandung 3 kelompok besar serabut yaitu (1) bagian superior (berisi serabut yang mengurus lapangan pandang inferior), (2) bagian inferior (berisi serabut yang mengurus lapang pandang superior), (3) bagian sentral (berisi serabut makula).3

Jadi pada radiasio optika (traktus genikulo-kalkarina) terjadi pemutaran, sehingga posisi serabut penglihatan kembali seperti sebelum memasuki CGL yaitu bagian atas retina berjalan dan diproyeksikan di bagian atas korteks serebri dan sebaliknya. Korteks proyeksi penglihatan disebut juga korteks striata (area 17), berada di sepanjang bibir superior dan fissure kalkarina. Ketika impuls sampai di area 17, maka akan terbentuk sensasi visual sederhana. Impuls ini akan rnempunyai arti dan bentuk dengan perantaraan korteks asosiasi area 18 dan 19.3Gambar 3. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal) 3

(American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American Academy of Ophtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146)Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak di perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam (neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan pada lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang dari arteri oftalmika.7Gambar 4. Lapisan Neuron pada Retina7

( Mardjono Mahar, Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke sepuluh, Dian Rakyat. Jakarta.2004. Hall 116-126)Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil. Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus genikulo kalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari arteri kalkarina yang merupakan cabang dari arteri serebri posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang atas (gambar 5).7,8Gambar 5. Radiatio Optika8

(Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi penglihatan sentral: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Jakarta 1997. Hall 825)Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke kiasma optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil. Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema sehingga tidakdapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus mengandung 1,0-1,2 juta serat saraf. 17Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil (gambar 6).4,9Gambar 6. Jaras Refleks Pupil 10

(Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK. Unair. Surabaya. 1996. Hall 54-57)2.3. Pemeriksaan Sistem Visual

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi nervus II, yaitu: 4,111. Pemeriksaan visus

Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6 meter. Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari barisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6. Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/.

2. Pemeriksaan refleks pupil

Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung maksudnya adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya. 3. Pemeriksaan lapang pandang

Dua jenis cara pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 100 dari titik fiksasi, ke medial 60 , ke atas 50 60 dan ke bawah 60 75 .

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandag. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax. Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral.

(Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK. Unair. Surabaya. 1996. Hall 54-57)4. Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli terutama papil dan retina nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk bulat, warna merah kekuningan, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur serta terdapat lekukan fisiologis (cup fisiologis). Pembuluh darah keluar dari cup disk danbercabang keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok. Gambar 8. Gambaran funduskopi normal10

(Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK. Unair. Surabaya. 1996. Hall 54-57)

2.4. Neuritis Optik

Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optik akibat berbagai macam penyakit1. Neuritis optik adalah peradangan saraf optik dengan visus mendadak menurun14 . Neuritis optik adalah radang nervus optikus, penyakit ini dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk :

intraokular, yang mengenai bagian saraf bola mata (papillitis)

retrobulbar, yang mengenai bagian saraf di belakang bola mata15, 18, 19.Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai dengan 40 tahun. Wanita lebih umum terkena dari pada pria. Berdasarkan data The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia rata-rata 32 7 tahun. Sebagian besar kasus patogenesisnya disebabkan inflamasi demielinisasi dengan atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis optikus monosimptomatik merupakan manifestasi awal sklerosis multipel.32.4.1. EpidemiologiStudi epidemiologi menunjukan kejadian neuritis optikus berkisar 4-5per 100.000 populasi, dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal di dataran tinggi, seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat, dan terendah pada daerah ekuator. Sedangkan dari segi ras, ras kaukasian lebih banyak terkena dibanding ras lain. Pada predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis optikus biasanya bersifat unilateral dan lebih banyak pada wanita (3:1). Sedangkan neuritis optik pada anak lebih jarang terjadi, yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan menjadi sklerosis multipel lebih rendah. 20, 212.4.2. Etiologi

Etiologi neuritis optikus termasuk: 6,12

1. Inflamasi lokal

a. Uveitis dan retinitis

b. Oftalmia simpatika

c. Meningitis

d. Penyakit sinus dan infeksi orbita2. Inflamasi general yaitu:

Infeksi syaraf pusat

Multiplel sklerosis

Diberbagai kelompok populasi diseluruh dunia, neuritis retrobulbar berkaitan dengan sklerosis multipel pada 13-85% pasien (Chavis dan Hoyt, 2000). Data dari Mayo clinic pada tahun 1933 didapatkan dari 255 kasus sebanyak 155 disebabkan oleh sklerosis multipel.

Acute disseminated encephalomyelitis

Neuromyelitis optic (Devic disease)

Merupakan suatu proses demielinisasi yang mengenai saraf optik. Penyakit ini sering salah didiagnosis dengan dibedakan berdasarkan derajat keparahan, optikus, medulla spinalis) dan (polymorphonuclear pleocytosis).

a. Syphilis

b. Tuberkulosis3. Leber's disease

Merupakan suatu penyakit herediter pada laki-laki muda, manifestasinya sebagai perubahan mendadak pada penglihatan sentral, pertama kali mengenai satu mata dan selanjutnya kedua mata. Karakteristiknya terdapat skotoma sentral dengan dercce central nucleus. Pada beberapa kasus inflamasi mengenai nervus di dalam bola mata sehingga menyebabkan papilitis ringan. Pada kasus yang lain mengenai nervus di belakang mata.4. Toksin endogen

a. Penyakit infeksi akut, seperti influenza, malaria, measles, mumps, pneumonia

b. Fokus septik pada gigi, tonsil, infeksi fokal

c. Penyakit metabolik: diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis22 5. Intoksikasi racun eksogen seperti tobacco, etil alcohol, metil alkohol.2.4.3. Faktor Resiko

Faktor resiko neuritis optikus termasuk: 3,12

1. Usia

Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia rata-rata terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga tetapi frekuensinya lebih sedikit.

2. Jenis kelamin

Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki.

3. Ras

Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang lain.2.4.4. Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasinya neuritis optik terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Papilitis

Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi.2

Gambar 9. Gamabaran Funduskopi pada Papilitis

(Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK. Unair. Surabaya. 1996. Hall 54-57)

Patogenesis

Nervus optikus mengandung serabut-serabut syaraf yang mengantarkan informasi visual dari sel-sel nervus retina ke dalam sel-sel nervus di otak. Retina mengandung sel fotoreseptor, merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya dan menghubungkan ke sel-sel retina lain disebut sel ganglion. Kemudian mengirimkan sinyal proyeksi yang disebut akson ke dalam otak. Melalui rute ini, nervus optikus mengirimkan impuls visual ke otak. Inflamasi yang terjadi pada neuritis optik yang akan menyebabkan sinyal visual terganggu dan pandangan menjadi lemah.2Patogenesis dari neuritis optik berhubungan dengan multipel sklerosis melalui suatu proses berawal dari suatu proses inflamasi yang akan mengaktifkan limfosit T peripheral dan menembus blood brain barier sehingga terjadi reaksi hipersensitifitas tipe lambat, akhirnya terjadi kehilangan axon, demielinisasi yang mengakibatkan blok konduksi, axonal injury pada satu sisi serta remielinisasi dengan kompensasi neuronal lain. Semua proses ini akan berakhir sebagai kerusakan axonal ireversibel. Proses lain yang bisa menyebabkan neuritis optik adalah penggunaan obat etambutol, karena etambutol bisa menyebabkan neuropati optik, sehingga kalau terjadi gejala kerusakan dari nervus optikus, etambutol harus segera dihentikan.25Proses lain yang berhubungan dengan terjadinya neuritis optik adalah vaksinasi. Vaksin yang diduga berhubungan dengan terjadinya neuritis optik adalah vaksin untuk meningitis. Vaksin tersebut memiliki dua bentuk, yang pertama adalah bentuk vaksin bivalen yang merupakan bentuk non-konjugasi dari polisakarida bakterial kapsular dari serogrup A dan C Niesseria meningitidis. Bentuk yang kedua adalah yang berkonjugasi atau yang disebut vis-a-vis Niesseria meningitidis yang berasal dari serotipe C. Bentuk ini akan mengalami konjugasi dengan oligosakarida dari kapsul N.meningitidis membentuk ikatan kovalen dengan protein karier untuk meningkatkan kapasitas imunitas dari vaksin. Kedua bentuk vaksin ini akan menghasilkan yang bilateral dan telah diteliti bisa menyebabkan neuritis post vaksin.25Gejala dan Tanda

Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta. Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-kadang disertai demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau infeksi saluran napas bagian atas.3,6

Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering dijumpai dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn.3 Cara pemerikasaan, mata pasien secara bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah membesar. Kelainan ini menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.4Gambar 10. Tanda pupil Marcus Gunn4

(Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999. Hall 1-14, 18-23)Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas yang kabur, pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar papil terlihat bergaris-garis disebabkan edema, sehingga serabut saraf menjadi renggang. 6

Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit secara konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.b. Neuritis Retrobulbar

Neuritis retrobulbarmerupakan peradangan saraf optik yang terdapat dibelakang bola mata sehingga tidak menimbulkan kelainan fundus mata.1,2

Gejala dan Tanda

Visus sangat terganggu dan disertai dengan amaurosis fugax pasien juga mengeluhkan bola mata bila digerakkan akan terasa berat dibagian belakang bola mata. Rasa sakit akan bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala.2 Pada neuritis gambaran fundus normal pada awal, namun lama kelamaan akan terlihat kekaburan batas papil saraf optik dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai atrofi desenden akan terlihat papil pucat dengan batas tegas.2Gangguan lapang pandang pada neuritis retrobulbar dapat terjadi sepanjang segmen intraorbita sampai segmen intracranial dan sesuai dengan lokasinya. Gangguan tersebut dapat berupa skotoma sentral, skotoma sentral unilateral, skotoma sentral bilateral, skotoma sentral pada mata homolateral dan defek superior temporal pada kampus kontralateral dan hemiopia bitemporal bila mengenai kiasma optika.3,4

2.4.5. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, namun pada neuritis retrobulbar yang kelainannya cukup jauh di belakang diskus optik dan pada pemeriksaan oftalmoskopi tidak ditemukan apa-apa, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti MRI, analisis cairan serebrospinal, Visually Evoked Potensials Test (VEP) dan serologi. 12Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik adalah: 1. Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses inflamasi atau non inflamasi, idiopatik, dan infeksi.

2. Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang secara klinis menjadi multipel sklerosis.a. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin, yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan pelebaran nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan apakah terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis multipel adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di area periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.Gambar 11. Lesi white matter pada MRI13

(http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/physicians/oa/390 diakses tanggal 18 Desember 2014)b. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Protein ologinal banding pada cairan serebrospinal merupakan penentu sklerosis multipel. Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien dengan pemeriksaan MRI normal.c. Test Visually Evoked Potentials

Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual, auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked potentials menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal elektrik yang lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.d. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica. Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan ini untuk mendeteksi apakah berkembang menjadi neuromyelitis optica. Pemeriksaan tingkat sedimen eritrosit (erythrocyte sedimentation rate (ESR)) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes ini dapat menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis.2.4.6. Diagnosis Banding

Diagnosis banding mata tenang visus turun mendadak, adalah:2,3

1. Nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy

Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara klinis dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy.2. Syndrom viral dan post viral

Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3 minggu, tetapi dapat juga sebagai fenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak daripada dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi nervus optikus. Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi sering bilateral. Diskus optikus dapat normal atau terjadi pembengkakan.3. Ablasio Retina

Keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina. Ablasio retina akan memeberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijar api (fotopsia) pada lapang penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.4. Oklusi Arteri Vena Sentralis

Gangguan vaskular retina dengan potensial menimbulkan kebutaan yang sering terjadi dan mudah didiagnosis. Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak yang tidak nyeri. Biasanya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengidap penyakit kardiovaskular terkait lainnya.

5. Papil Edema

Kongesti non inflamasi diskus optik yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranium. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala hebat, mual, muntah namun ketajaman penglihatan masih normal. Pada funduskopi didapatkan papil sembab, batas kabur, kapiler dan vena retina melebar dan berkelok, terdapat perdarahan, eksudat dan terdapat penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri. Tidak terdapat gangguan pada lapang pandang. Keadaan ini biasanya ditemukan bilateral.Diagnosis banding neuritis optik dengan beberapa penyakit dapat dilihat dari tabel berikut ini15, 16.

Tabel 1. Diagnosis Banding Neuritis Optik15Neuritis OptikPapiledema IskemikNeuropati Optik

Gejala VisusVisus sentral hilang cepat, progresif, jarang ketajaman dipeliharaVisus tidak hilang; kegelapan yang transienDefek akut lapang pandang; ketajaman bervariasi turun akut

LainBola mata pegal; sakit bila digerakkan; sakit alis atau orbitaSakit kepala, mual, muntah, tanda fokal neurologis lainBiasanya nihil;

Sakit bergerakAdaTidak adaTidak ada

BilateralJarang pada orang dewasa; sering pada anak-anakSelalu bilateralKhas unilateral pada stadium akut

GejalaTidak ada isokoria;Tidak ada isokoria;Tidak ada isokoria;

PupilReaksi sinar menurun pada sisi neuritisReaksi normalReaksi sinar menurun pada sisi infark disk

Penglihatan warnaTurunNormal

Ketajaman visusBiasanya menurunNormalBervariasi

Lapang pandangSkotoma sentralMembesar; ada blind spotSkotoma sentral

Sel badan kacaAdaTidak adaTidak ada

Funduskopi

Media

Warna diskus

Pinggir diskus

Edema diskus

Edema peripapillary

Perdarahan retina

Retinal exudate

MakulaRetrobulbar :

nomal.

Papilitis :

Keruh pada posterior vitreous

Hiperemia

Kabur

Biasanya tidak melebihi 3 diopter

Ada

Biasanya tidak ada

Kurang jelas

Macular fan bisa adaBening

Merah

Kabur

2 6 diopter

Ada

Jelas

Sangat jelas

Macular star bisa adaBening

Pucat

Kabur

Bengkak

Ada

Jelas

Jelas

Tidak ada

Prognosis visusVisus biasanya kembali normal atau tingkat fungsionalBaik dengan menghilangkan kausa tekanan intra-kranialPrognosis buruk untuk kembali, mata kedua lama-lama terlibat dalam 1/3 kasus idiopatik

Fluorescein angiographyKebocoran zat kontras sedikitVertical oval pool zat kontras akibat kebocoranAda kebocoran zat kontras di peripapillary

(Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hal 179-188)2.4.7. Penatalaksanaan

1. Terapi jangka pendek

The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif tentang penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan steroid. Dalam penelitiannya ONTT melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan neuritis optikus akut unilateral. Data follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal Optic Neuritis Study (LONS)) menghasilkan informasi penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang, penglihatan yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam memutuskan resiko berkembang menjadi Clinically Definite Multiple Sclerosis (CDMS).12

Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi, yaitu:12

a. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4 hari tappering off ( 20 mg hari l, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi oral).

b. Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap 6 jam selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11 hari dengan 4 hari tappering off (kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).

c. Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.

Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas terhadap kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang dinilai. MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 12a. Terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV mempercepat pulihnya penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5 tahun bila dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo atau prednison oral. Keuntungan terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.

b. Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun dibandingkan dengan kelompok placebo 16% dan kelompok yang mendapatkan steroid IV 13%) sampai dengan follow up 5 tahun.

c. Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan menggunakan metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat perkembangan ke arah CDMS selama 2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun karena persentase perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan kelompok prednison oral dan placebo.2. Terapi jangka panjang

Di antara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah dilakukan penelitian 383 pasien oleh (The Controlled High-Risk Avonex MS Prevention Study (CHAMPS)) menunjukkan terapi dengan interferon 1a pada pasien acute monosymptomatic demyelinating optic neuritis berkurang secara signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan kelompok placebo, juga terdapat pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang sama juga didapatkan pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi dengan interferon -1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan metilprednisolon IV selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai dengan protokol ONTT. Meskipun terapi dengan interferon -1a pada pasien neuritis optikus dan pada pasien yang beresiko menurut pemeriksaan MRI manfaat jangka panjangnya tidak diketahui, tetapi hasil dari CHAMPS memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini didukung oleh hasil penelitian dari Early Treatment of Multiple Sclerosis Study, (ETOMS)) yang menghasilkan selama 2 tahun follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien yang berkembang menjadi CDMS dengan terapi awal interferon 13-1a (34%) bila dibandingkan dengan kelompok placebo (45%).3

Pada model eksperimen sklerosis multipel, dengan menggunakan terapi immunoglobulin intravena telah menunjukan terjadinya remielinisasi pada sistem syaraf sentral. Penelitian lain (1992) menyarankan bahwa terapi dengan immunoglobulin bermanfaat pada pasien neuritis optikus dengan penurunan penglihatan yang bermakna. Akan tetapi dalam penelitian terbaru tentang immunoglobulin intravena dengan placebo pada 55 pasien sklerosis multipel dengan kehilangan penglihatan tetap (20/40 atau lebih rendah) yang disertai neuritis optikus tidak menunjukkan pemulihan yang signifikan terhadap tajam penglihatan.Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih (diameter 3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS, dan ETOMS, yaitu:3

1. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari kemudian 4 hari tappering off).

2. Interferon -1a intramuskular satu kali seminggu.

Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang dari 2, dan yang telah didiagnosis CDMS, diberikan terapi metilprednisolon (diikuti prednison oral) dapat dipertimbangkan untuk memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk jangka panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison oral saja (sebelumnya tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat meningkatkan resiko rekurensi.Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus, dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :

Regimen selama 2 minggu :

a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v

b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oralc. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama (hari ke 15 sejak pemberian obat) dan 10 mg prednisone oral pada hari ke-2 sampai ke-4d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis21, 23, 24Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual. 24

2.4.8. Prognosis

Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna setelah 6-12 minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40 atau lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan, meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat keparahan kehilangan penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis penglihatan. Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89-100%), reaksi pupil afferent (55-92%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked potensial (63-100%).12BAB III. KESIMPULANNeuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat berbagai macam penyakit. Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di kepala saraf (saraf optikus intraokular) dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Sedangkan neuritis retrobulbar adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus.

Pasien pada neuritis optik memiliki keluhan penurunan ketajaman penglihatan secara mendadak, kadang-kadang bisa sampai buta. Selain itu keluhan disertai rasa sakit di mata terutama pada saat penekanan. Pada papilitis pada funduskopi didapati papil merah, batasnya tidak tegas dan terjadi papil edema. Namun, pada neuritis retrobulbar tidak didapat kelainan pada funduskopi oleh karena kerusakkan yang cukup jauh di belakang diskus optik. Oleh karenanya dilakukanlah pemeriksaan penunjang seperti MRI, analisis cairan serebrospinal dan serologi.

Penatalaksanaan pada papilitis dan neuritis retrobulbar adalah sama, yaitu kortikosteroid atau ACTH (Adrenocorticotropic hormone) dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Bersama-sama dengan kortikosteroid diberikan juga antibiotik untuk menahan infeksi sebagai penyebab. Selain daripada itu diberikan juga vasodilatasi dan vitamin.DAFTAR PUSTAKA1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika, 2000. Hall 274-287.

2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hall 179-188.

3. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American Academy ofOphtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.

4. Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999. Hall 1-14, 18-23.

5. http:/www.google.co.id/images?hl=en&q=optic nerve branch (diakses tanggal 18 Desember 2014).

6. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993. Hall 332-342.

7. Mardjono Mahar, Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke sepuluh, Dian Rakyat. Jakarta.2004. Hall 116-126.

8. Optic Nerve. Sumber: http://www.thebrain.mcgill.ca/splash/jpg. Diakses tanggal 9 Juni 2010.9. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi penglihatan sentral: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Jakarta 1997. Hall 825.

10. Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK. Unair. Surabaya. 1996. Hall 54-57.

11. Lumbantobing S, Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Balai Penerbit FKUI 1006. Hall 25-46.

12. http://medlinux.blogspot.com/2007/08/neuritis-retrobulbar.html (diakses tanggal 18 Desember 2014).

13. http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/physicians/oa/390 (diakses tanggal 18 Desember 2014).

14. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III. Surabaya: RSUD dr. Soetomo15. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hal 179-188.16. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter 12-New Age International 2007. P 288-9617. American Academy of Opthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.

18. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika,2000.Hal 268, 274-287.19. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC20. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter 12-New Age International 2007. P 288-96.

21. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 18 Desember 2014.22. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia : Neuritis Optik dalam Ilmu Penyakit Mata, Airlangga Universitas Press, 1984, hal : 108-110.23. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American Academy ofOphtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.

24. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 2008. P250-52.

25. Solanki, et al. The Journal: An Overview On Optic Neuritis. http://www.irjponline.com. India: Department of Pharmaceutical sciences, L.M. College of PharmacyGambar 7. Lintasan Impuls visual dan Gangguan Lapang Pandang Akibat Berbagai Lesi di Lintasan Visual 10

1