neuritis optikus

Upload: the-iatros

Post on 06-Jul-2015

1.277 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Meet The Expert

NEURITIS OPTIKUS

Oleh : Diah Mustika Hamka GM How Hui Meng Mardhatillah Marsa 06120115 06120136 06120050 06120182

Pembimbing : Dr. M. Hidayat, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RS Dr. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga makalah Meet The Expert yang berjudul Neuritis Optikus dapat kami selesaikan. Makalah Meet The Expert ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai neuritis optikus sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Terima Kasih kami ucapakan kepada staf pengajar yang telah membimbing penulis selama menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata, serta Dr. M. Hidayat, Sp.M sebagai pembimbing dalam penulisan Meet The Expert ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah Meet The Expert ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua di masa mendatang.

Padang, Maret 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................... 1 1.3 Batasan Masalah ........................................................................... 2 1.4 Metode Penulisan.......................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi .. ..................................................... 3 2.1.1 Lapisan Retina ..................................................................... 3 2.1.2 Nervus Optikus .................................................................... 4 2.1.3 Lesi Jalur Penglihatan .......................................................... 6 2.2 Definisi Neuritis Optik .................................................................. 9 2.3 Epidemiologi Neuritis Optik ......................................................... 9 2.4 Etiologi Neuritis Optik .................................................................. 9 2.5 Klasifikasi Neuritis Optik............................................................ 10 2.6 Patofisiologi Neuritis Optik ......................................................... 10 2.7 Gajala Klinis Neuritis Optik ........................................................ 11 2.8 Diagnosis Neuritis Optik ............................................................. 12 2.9 Pemeriksaan Fisik Neuritis Optik ................................................ 13 2.10 Pemeriksaan Penunjang Neuritis Optik ..................................... 13 2.11 Diagnosis Banding Neuritis Optik............................................. 15 2.12 Penatalaksanaan Neuritis Optik................................................. 15 2.13 Prognosis Neuritis Optik ........................................................... 17

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan ................................................................................ 18 3.2 Saran .......................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata merupakan organ yang sangat berkaitan erat dengan otak dan seringkali memberikan petunjuk diagnostik yang penting akan adanya gangguan pada sistem saraf pusat. Penyakit intrakranial umumnya menyebabkan gangguan penglihatan oleh karena destruksi ataupun tekanan pada bagian tertentu dari jalur impuls visual. Jalur impuls aferen melewati struktur-struktur yang terlibat dalam penerimaan dan pemrosesan informasi visual yang meliputi: mata, nervus optikus, chiasma optik, traktus optikus, nukleus genikulatum lateral, radiasio optik dan korteks striatum. Pada umumnya abnormalistas visual memiliki berbagai macam etiologi dan tergantung letak lesi yang dikenainya. Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata (monokular). Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Neuritis optikus

menjadi manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan terjadi pada 50% perjalanan penyakit multipel sklerosis. Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak. Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan papilitis. Keadaan tersebut menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik. Pada makalah ini khusus akan dibahas mengenai neuritis optikus dan beberapa penyebab neuritis optikus yang kini prevalensinya mulai meningkat.

1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan

mengenai abnormalitas visual yang diakibatkan oleh neuritis optikus.

1.3 Batasan Masalah Makalah Meet The Expert ini membahas secara ringkas tentang anatomi dan fisiologi jalur visual, kelainan pada jalur visual, refleks pupil, serta segala hal terkait abnormalitas visual yang diakibatkan oleh neuritis optikus.

1.4 Metode Penulisan Makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada beberapa literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi II.1.1 Lapisan Retina1 Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam (neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan sementara sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang, penglihatan warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel kerucut dan berfungsi pada penglihatan perifer. Sel kerucut mampu membedakan warna dan memiliki fungsi penglihatan sentral. Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel-sel ganglion retina. Akson sel-sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk saraf optikus.

Gambar 1. Lapisan neuron retina

II.1.2 Nervus Optikus7 Nervus optikus bermula dari optic disk dan berlanjut sampai ke kiasma optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil. Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema sehingga tidak dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus mengandung 1,0-1,2 juta serat saraf. Bagian nervus optikus Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat di bagi mejadi 4 bagian : y Intraocular (1 mm) : menembus sclera (lamina kribrosa), koroid dan masuk ke mata sebagai papil disk. y Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai ke foramen optic. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen optic, dikelilingi oleh annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus. Sebagian serat otot rektus superior berhubungan dengan selubung saraf nervus optikus dan berhubungan dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh lemak orbital. y Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang berjalan inferolateral dan melintasi secara obliq, dan ketika memasuki mata dari sebelah medial. retrobulbar. y Intracranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian menyatu membentuk kiasma optikum. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan neuritis

Gambar 2. Nervus optikus pada jalur visual

Selubung meningeal Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan berlanjut ke nervus optikus. Di kanalis optic dura mater menempel langsung ke tulang sekitarnya. Ruang subarachnoid dan ruang subdural merupakan kelanjutan dari bagian otak juga. Vaskularisasi nervus optikus y y Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri retina Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang dari peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari lamina cribrosa. y Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri circle of zinn y Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentirfugal cabang-cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri oftalmika.

Gambar 3. Vaskularisasi nervus optikus II.1.3 Lesi Jalur Penglihatan 1 1. Lesi saraf optik. Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada sisi yang terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada sisi ipsilateral dan reflek tidak langsung pada sisi kontralateral. Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut. 2. Lesi melalui bagian proksimal saraf optik. Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang terkena dan reflek cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral. 3. Lesi kiasma sentral. Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks pupil. Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus. Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma,tumor kelenjar hipofise, craniopharyngioma, meningioma suprasellar, glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma arachnoiditis kronis.

4. Lesi kiasma lateral. Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut diantaranya penggelembungan dari ventrikel ketiga yang

menyebabkan tekanan pada setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri communican posterior. 5. Lesi saluran optik. Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan dengan kelumpuhan saraf ipsilateral. Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberculosis, dan aneurisma dari cerebellar atas atau arteri serebral posterior. 6. Lesi badan genikulatam lateral. Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial. 7. Lesi radiasi optik. Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan radiasi optic total mengakibatkan hemianopsia homonim total. Hemianopia quadrantic inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi lobus parietal (mengandung serat unggul radiasi optik). Hemianopia quadratic superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi dari lobus temporal (mengandung serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan sekunder, serta trauma. 8. Lesi korteks visual. Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak ketiga kontralateral serta hemiplegic

senapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi kortetk visual.

Gambar 4. Lesi jalur visual II.2 Definisi 1 Neuritis optik adalah penyakit inflamasi akut atau subakut atau suatu proses demielinisasi yang mempengaruhi saraf optik.

II.3 Epidemiologi 4 Studi epidemiologi menunjukan kejadian Neuritis optikus saat ini berkisar 4-5 per 100.000 populasi. Insidens Neuritis optikus tertinggi pada populasi yang tinggal di dataran tinggi, seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat, dan terendah pada daerah ekuator. Neuritis optikus yang disebabkan oleh demielinisasi akut banyak terdapat pada wanita dan umumnya berkisar antara usia 20-40 tahun. II.4 Etiologi 1

1. Idiopatik. Terjadi pada beberapa kasus yang tidak tidak dapat diidentifikasi penyebabnya. 2. Neuritis optikus herediter. 3. Demyelinating disorders. Gangguan demielinasi adalah yang paling sering menyebabkan Neuritis optikus. Beberapa penyakit yang termasuk pada gangguan demielinisasi diantaranya Multiple sclerosis dan Optik

neuromyelitis (Devic's disease). Sekitar 70% kasus Multiple sclerosis dilaporkan dapat mengakibatkan terjadinya Neuritis optikus. 4. Parainfeksius Neuritis optikus. Dikaitkan dengan berbagai infeksi virus yang terjadi seperti campak, gondok, cacar air, batuk rejan dan demam kelenjar. Dapat juga terjadi setelah pemberian imunisasi. 5. Infectious Neuritis optikus. Neuritis optikus yang terjadi mungkin terkait (dengan Ethmoiditis akut) atau yang berhubungan dengan Cat scratch fever, Sifilis (pada tahap primer atau sekunder), Lyme disease, dan Kriptokokal meningitis. II.5 Klasifikasi 1

Neuritis optikus secara anatomi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Papillitis. Hal ini mengacu pada keterlibatan optik disk akibat gangguan inflamasi dan demielinasi. Kondisi ini biasanya unilateral tapi kadang-kadang mungkin bilateral. 2. Neuroretinitis mengacu pada keterlibatan gabungan optik disk dan retina sekelilingnya pada area macula. 3. Retrobulbar neuritis ditandai dengan keterlibatan saraf optik di belakang bola mata. Gambaran klinis neuritis retrobulbar akut dasarnya mirip dengan akut papillitis kecuali untuk perubahan fundus dan perubahan okular.

II.6 Patofisiologi 5

Dasar patologi penyebab Neuritis optikus paling sering adalah inflamasi demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan perivascular cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin. Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. melebihi hilangnya akson. Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus. II.7 Gejala 1 Gambaran akut Tanda dan gejala : y y Gejala neuritis optik biasanya monokular. Hilangnya penglihatan terjadi dalam periode jam-hari, mencapai puncak dalam 1-2 minggu. y y Nyeri pada mata yang semakin memberat bila bola mata digerakkan. Defek pupil aferen (afferent pupillary defect) selalu terjadi pada neuritis optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil). y Defek lapang pandang pada neuritis optik ditandai dengan skotoma sentral. Kehilangan mielin dapat

y

Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas. Papilitis banyak terdapat pada usia < 14 tahun dan populasi asia tenggara.

y

Enam puluh persen pasien memiliki neuritis retrobulbar dengan pemeriksaan funduskopi yang normal.

y

Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.

y y

Fotopsia sering dicetuskan oleh pergerakan bola mata. Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien yang ikut terlibat dalam penelitian ONTT.

y

Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan funduskopi atau slit lamp, yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina (risiko tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata depan, atau pars planitis menandakan adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.

Gambaran Kronik Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu: y Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis optik mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun. y Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun setelah gejala awal. y Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat dengan mata yang terkena. y Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan mandi dengan air panas merupakan pencetus klasik.

y

Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal. Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.

II. 8 Diagnosis4 Anamnesis 1. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman penglihatan mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis optik seringkali unilateral. 2. Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis multipel yang lebih besar. 3. Rasa sakit pada mata, terutama ketika mata bergerak.

Pemeriksaan Fisis 1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan ( 20 / 30), sedang ( 20 / 60), maupun berat ( 20 / 70). 2. Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat berupa: skotoma sentrosecal, kerusakan gelendong saraf parasentral, kerusakan gelendong saraf yang meluas ke perifer, kerusakan gelendong saraf yang melibatkan fiksasi dan perifer saja. 3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung yang menurun atau hilang. 4. Penglihatan warna.

Neuritis optikus mungkin tanpa gejala atau dapat dikaitkan dengan beberapa gejala sebagai berikut: 1. Kehilangan lapangan pandang

Terjadi secara mendadak dan progresif, yang merupakan ciri khas dari Neuritis optikus. 2. Adaptasi gelap mungkin menurun. 3. Penurunan penglihatan warna. 4. Gerakan phosphenes dan suara yang disebabkan phosphenes mungkin dirasakan oleh pasien dengan Neuritis optikus. Phosphenes berkaitan dengan sensasi yang dihasilkan oleh nonphotic atau yang sering disebut rangsangan tidak memadai. 5. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya suhu dan berkurang jika beristirahat. 6. Persepsi kedalaman, khususnya untuk objek bergerak mungkin terganggu (fenomena Pulfrich's). 7. Nyeri. Pasien mungkin mengeluhkan nyeri mata yang mengganggu dan lebih sering pada tipe neuritis retrobulbar daripada tipe papilitis. Nyeri ini biasanya bertambah parah dengan pergerakan ocular terutama gerakan ke atas dan ke bawah karena perlekatan sejumlah serat otot rektus superior dengan dura mater. Tanda tanda yang mengikuti gejala: 1. Ketajaman penglihatan menurun 2. Penglihatan warna biasanya sangat terganggu. 3. Pupil menunjukan kurang berkontriksi terhadap cahaya. RAPD adalah poin diagnostic. 4. Temuan oftalmoskopik, pada papilitis tampak disk hiperemis dan batasnya menjadi kabur. Disk menjadi edema dan secara fisiologi cup menghilang. Vena retina menjadi menyempit dan menebal. Keping-keping perdarahan dan eksudat kecil dapat terlihat pada disk. Dari pemeriksaan slit lamp di dapatkan sel inflamasi di vitreous. Tanda-tanda inflamasi mungkin dapat ditemukan di sekitar retina pada papilitis dengan macular star formation yang disebut neuroretinitis. Pada kebanyakan kasus neuritis retrobulbar penampakan

funduskopi normal sehingga pada textbook di katakan baik dokter ahli mata dan pasien tidak melihat perubahan apapun. Kadang-kadang dapat di temukan pucat pada daerah temporal disk. 5. Perubahan lapangan pandang. Defek lapangan pandang pada neuritis optikus biasanya sering daerah sentral atau centrosekal skotoma. 6. Sensitivitas kontras terganggu. 7. Vissually evoked response (VER) terganggu dan menunjukan penurunan amplitude dan perlambatan waktu transmisi.

II. 9 Pemeriksaan Fisis 4

1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan ( 20 / 30), sedang ( 20 / 60), maupun berat ( 20 / 70). 2. Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat berupa skotoma sentrosecal. Setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang yang normal. 3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung yang menurun atau hilang. 4. Penglihatan warna.

II.10 Pemeriksaan Penunjang 4

1.

Funduskopi Terdapat beberapa stadium perubahan pada neuritis optikus disertai kelainan pada bilik mata belakang, yaitu: a. Perubahan awal Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal dalam 44% kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi optik neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada 18%

dari pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang mengabur dan sedikit hiperemis. b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus vena biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat adanya sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting. c. Perubahan lanjut Pada neuritis optikus retrobulbar, diskus yang normal dapat dijumpai selama 4-6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang berlanjut kadang-kadang didapati gambaran optik atropi sekunder. Pada keadaan ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial pada diskus, dan pucatnya diskus bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat diamati pada retina dengan perangkat lampu hijau merah.

Gambar 5. Edema nervus optikus pada neuritis optikus

2.

MRI (magnetic resonance imaging) MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri. Hal ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis multipel.

3.

Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.

4.

Slit lamp

II.11 Diagnosis Banding 1

Ciri khas 1.Lateral 2.Gejala (i) Visual

Papilloedema Biasanya bilateral -Serangan transient atau penglihatan kabur -visus nanti menurun karena atropi optikus -Tidak

Papilitis Biasanya unilateral -Kehilangan penglihatan tiba-tiba dengan refraktif error

Ischemic Optic Neuropathy Bisa unilateral - Kehilangan penglihatan tiba-tiba

(ii) Nyeri 3.Pemeriksaan Fundus (i) Media

-Bisa disertai pergerakan bola mata -Keruh pada posterior vitreous . -Hiperemia -Kabur -Biasanya tidak lebih 3 diopter -Ada -Kurang jelas -Biasanya tidak ada -kurang jelas -Macular Fan bisa ada -Central Scotoma -kebocoran zat kontras yang sedikit

-Tidak

-Bening

-Bening

(ii) Warna diskus Pinggir diskus Edema diskus

-Merah -Kabur -2-6 diopter

-Pucat -Kabur -Bengkak

(iii) Edema Peripapillary (iv) Venous engorgement (v) Pedarahan Retina (vi) Retinal exudates (vii) Makula 4.Lapangan 5.Fluorescein Angiography

-Ada -Sangat jelas -Jelas -Sangat jelas -Macular star bisa ada -Membesar -Blind spot -Vertical oval pool zat kontras akibat kebocoran

-Ada -Tidak ada -Jelas -Jelas -Tidak ada -Central scotoma -ada kebocoran zat kontras di peripapillary

II.12 Penatalaksanaan 6

Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus : 1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal : Regimen selama 2 minggu : a. b. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama ( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral pada hari ke 2 sampai ke 4 d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual. 2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi : a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon -1 selama 28 hari c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan

3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI : a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10 tahun kemudian b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan visual

c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual pada mata kontralateral d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian

Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus : 1. Observasi 2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan kemudian 3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi lanjutan. II.13 Prognosis 7 Tanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3 minggu sejak timbulnya gejala, kadang-kadang dapat membaik dalam beberapa hari. Perbaikan visus biasanya terjadi perlahan hingga beberapa bulan. Visus yang jelek sewaktu episode akut biasanya akan menunjukkan hasil perbaikan visus yang jelek. Menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), 38% akan berkembang menjadi multiple sclerosis dalam 10 tahun setelah episode pertama idiopathic demyelinative optic neuritis, 22% pada pasien dengan hasil MRI otak yang normal dan 56% pada lesi matter putih. Patient dengan neuritis optikus episode pertama dengan hasil MRI otak abnormal, interferon -1a telah terbukti dapat mengurangi risiko terjadiny multiple sclerosis sebanyak 25%.

BAB III PENUTUP3.1 Kesimpulan

Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata (monokular). Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Neuritis optikus menjadi manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan terjadi pada 50% perjalanan penyakit multipel sklerosis. Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak. Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan papilitis. Keadaan tersebut menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman penglihatan mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis optikus seringkali unilateral. Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis multipel yang lebih besar. Neuritis optikus pada anak kebanyakan mengalami pemulihan ketajaman penglihatan dengan sendirinya dan biasanya pemulihan berlangsung secara spontan sehingga tidak diperlukan pengobatan secara khusus. Sedangkan pada orang dewasa neuritis optikus dapat diobati dengan steroid intravena yang sangat

direkomendasikan terutama pada pasien neuritis optikus yang berat di kedua mata dan pasien yang memiliki risiko tinggi. Penelitian terakhir menyatakan bahwa risiko mendapatkan serangan berulang dapat diturunkan dengan memberikan pengobatan lain setelah pemberian steroid intravena pada pasien berisiko tinggi. Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada 92% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif. Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.

3.2 Saran Perlunya pemahaman yang luas mengenai jalur visual, etiologi, serta lokasi lesi yang terjadi pada neuritis optikus sehingga diharapkan dapat memudahkan penegakan diagnosis penyakit. Dengan penegakan diagnosis yang tepat, tatalaksana penyakit bisa dilakukan dengan tepat dan optimal.

DAFTAR PUSTAKA1. A.K. Kurana. Comprehensip Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12 New Age International 2007. P 288-96. 2. Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4th edition. 2005. Stuttgart : Thieme. p 130 137. 3. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825. 4. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 29 maret 2011.

5. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and diagnosis. Disitasi pada tangal 29 Maret 2011. Dapat diperoleh dari URL: http://www.uptodate.com/opticneuritis. 6. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 2008. P 250-52.7. American academy of ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.