laporan impak

35
LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL MODUL 3 - PENGUJIAN IMPAK DELIANA RAMDANIAWATI 1206217364 KELOMPOK: 7 LABORATORIUM METALURGI FISIK DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK 65

Upload: delramdaniawati

Post on 22-Nov-2015

181 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Laporan Destructive Test Impak

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUMPRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIALMODUL 3 - PENGUJIAN IMPAK

DELIANA RAMDANIAWATI1206217364KELOMPOK: 7

LABORATORIUM METALURGI FISIKDEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIALFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS INDONESIA2014MODUL 3PENGUJIAN IMPAK

I. Tujuan Praktikum1. Menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran harga impak dari logam.2. Mengetahui temperatur transisi perilaku kegetasan baja struktural ST 42.3. Menganalisa permukaan patahan (fractografi) sampel impak yang diuji pada beberapa temperatur.4. Membandingkan nilai impak beberapa jenis logam.5. Menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod.

II. Dasar TeoriUji impak adalah pengujian material dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading) atau secara tiba-tiba. Uji ini bertujuan untuk mengetahui sifat mekanis material terhadap beban impact atau kejut dan juga untuk mengetahui besar energi pada temperatur variasi rendah - tinggi akibat beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan.

Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan konstruksi dan transportasi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat kecelakaan.

Terdapat 3 macam pengujian impak: pendulum weight test, drop test, dan crash test. Drop wight test yakni memanfaatkan baban kejut berupa benda yang bergerak jatuh bebas. Seperti pada gambar berikut:

Gambar 1. Uji impak dengan metode drop test

Sedangkan crash test ialah pengujian impak dengan sengaja menabrakkan benda uji ke suatu benda rigid lain yang lebih besar dan keras, sehingga gaya gravitasi tidak berperan dalam uji ini. Sebagai contoh yaitu pengujian otomotif seperti gambar berikut ini:

Gambar 2. Uji impak metode crash test

Tipe yang ketiga dan yang paling banyak digunakan untuk pengujian material yaitu pendulum weight test. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi maksimum hingga mengakibatkan perpatahan. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. suatu material dikatakn tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa mengalami retak atau deformasi dengan mudah. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode Charpy.

Gambar 3. Mekanisme pengujian impak

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di bawah takik dalam satuan mm2.

dimana :P = beban yang diberikan (Newton)Ho = ketinggian awal bandul (mm)H1 = ketinggian akhir setelah terjadi perpatahan benda uji (mm)Benda uji impak dikelompokkan kedalam dua golongan sampel standar (ASTM E-23) yaitu batang uji Charpy (Metode Charpy - USA) dan batang uji Izod ( Metode Izod Inggris dan Eropa).

1. Batang Uji CharpySampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10x10x55 mm (tinggi x lebar x panjang). Dengan posisi takik (notch) berada di tengah, kedalaman takik 2 mm dari permukaan benda uji, dan sudut takik 45. Bentuk takik berupa huruf bentuk U, V, key hole ( seperti lubang kecil). Benda diletakkan pada tumpuan dengan posisi horisontal dan tidak dijepit. Hal ini menyebankan pengujian berlangsung lebih cepat, sehingga memudahkan untuk melakukan pengujian pada temperatur transisinya. Sedangkan ayunan bandul dari arah belakang takik dengan pembebanan dilakukan dari arah punggung takik.

Bentuk dari takik pun bermacam-macam, seperti : takik model V, model U dan model lubang kunci. Jenis takik tergantung pada standar yang digunakan. Adapun ukuran dari spesimen uji impak untuk metode charpy adalah :

Gambar 4. Sampel uji impak Charpy

Gambar 5. Arah pembebanan pada sampel uji impak Charpy

Pada metode charpy ayunan bandul datang dari arah belakang takik dengan pembebanan dilakukan dari arah punggung takik. Posisi benda uji Charpy pada alat uji ialah horizontal dan tidak dijepit. Pengujian impak berlangsung lebih cepat karena benda uji tidak perlu dijepit, sehingga metode Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi.

2. Batang Uji IzodSampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10 x 10 x 75 mm (tinggi x lebar x panjang). Dengan posisi takik berada pada jarak 28 mm dari ujung benda uji, kedalaman takik 2 mm dari permukaan benda uji, dengan sudut takik 45. Bentuk takik berupa huruf U, V , atau key hole (seperti lubang kunci). Benda diletakkan pada tumpuan dengan posisi vertikal dan dijepit. Sampel yang dijepit menyebabkan pengujian berlangsung lama, sehingga tidak cocok digunakan pada pengujian dengan temperatur yang bervariasi. Sedangkan ayunan bandul dari arah depan takik dengan pembebanan dilakukan dari arah muka takik.

Gambar 6. Sampel uji impak izod dan arah pembebanannya

Dari aplikasinya, metode Charpy umumnya banyak digunakan unttuk menguji ketangguhan suatu sampel berupa sampel logam sedangkan metode Izod biasanya digunakan untuk menguji impak sampel berupa polimer atau komposit. Sedangkan dari segi alatnya, metode Charpy berukuran sangat besar dan jauh lebih berbahaya dibanding alat uji Izod, sementara alat uji Izod lebih bersahabat dan portable.

Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fractografi) yang terjadi. Secara umum perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis perpatahan, yaitu :1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam material / logam (logam) yang ulet (ductile).2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari material / logam (logam) yang rapuh (brittle).3. Perpatahan campuran, merupakan kombinasi kedua jenis perpatahan di atas.

Informasi lain yang dapat diperoleh dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Temperatur transisi umumnya ditemui pada material yang memiliki struktur kristal BCC. Temperatur transisi ini dapat ditentukan dari grafik hasil plotan energy yang diserap oleh material terhadap perubahan temperature (kurva DBTT).

Terdapat 5 jenis temperatur transisi pada suatu kurva DBTT:1. Temperatur transisi T1 yaitu temperatur ketika perpatahan 100% berupa perpatahan ulet (berserat).2. Temperatur transisi T2 yaitu temperatur ketika perpatahan 50% cleavage dan 50% ulet.3. Temperatur transisi T3 yaitu temperatur ketika energi absorpsi rata-rata antara shelf bagiana atas dan bagian bawah..4. Temperatur transisi T4 didefinisikan Cv = 20J.5. Temperatur transisi T5 yaitu temperatur ketika perpatahan 100% cleavage (brittle).

Gambar 7. Temperatur transisi yang berbeda-beda

Gambar 8. Perbedaan tipe perpatahan pada temperatur yang berbeda

Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Dengan meningkatnya vibrasi vacancy akan semakin tinggi dan dengan begitu dislokasi akan sangat mudah bergerak. Dengan semakin mudahnya dislokasi bergerak deformasi menjadi lebih tinggi dimana derajat deformasi yang tinggi merupakan salah satu ciri keuletan.

Sebaliknya pada temperatur di bawah 0OC, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi tidak terlalu berperan dalam terjadinya perpatahan ketika uji impak dilakukan. Ketika beban terjadi tiba-tiba pada material dengan temperatur rendah maka patahan terjadi karena putusnya ikatan antar atom, mode perpatahan yang terjadi adalah patahan getas dengan begitu perpatahan energi yang relatif lebih rendah.

Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar, misalnya dari temperatur dibawah 0OC hingga temperatur tinggi di atas 100OC. Contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh.

Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh yang rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah.

Bentuk dan posisi kurva DBTT menetukan letak titik temperatur transisi, yang mana memegang peranan penting dalam pertimbangan desain suatu struktur/ komponen. Sedangkan bentuk dan posisi kurva DBTT dipengaruhi oleh:1. Struktur kristalHanya material yang memiliki struktur kristal BCC yang dapat mengalami temperatur transisi. Hal ini dikarenakan slip system yang terbatas pada temperatur rendah. Semakin tinggi suhu, semakin leluasa slip systemnya. Pada material dengan struktur kristal HCP maupun FCC, ketangguhan relatif sama diseluruh temperatur (tidak ada perbedaan mencolok sebagaimana BCC)

Gambar 9. Grafik efek temperatur terhadap kekuatan impak

2. Interstisi atomAtom interstisi disini biasanya adalah karbon. Walaupun mangan juga dapat memengaruhi kurva DBTT, semakin sedikit kandungan karbon, semakin curam kurva DBTT, atau dengan kata lain semakin ulet perpatahannya pada temperatur tinggi.

Gambar 10. Pengaruh kandungan karbon pada kurva DBTT

3. Ukuran butirSemakin kecil ukuran butir, kurva DBTT semakin bergeser ke kiri. Sehingga memiliki temperatur transisi yang lebih rendah yang berarti lebih aplikatif (makin tinggi temperatur transisi, makin jelek suatu materialk karena pada saat digunakan makin mudah mencapai perpatahan ductile yang mana dibenci orang-orang material).

Gambar 11. Pengaruh ukuran butir terhadap kurva DBTT

4. Perlakuan panasSemakin tinggi temperatur temper, semakin tinggi ketangguhan sehingga kurva DBTT makin bergeser keatas.

Gambar 12. Pengaruh suhu temper terhadap kurva DBTT

5. Orientasi specimenSifat anisotropik terutama ditunjukkan oleh logam yang sudah di coldwork. Sampel yang arah memanjangnya sama dengan arah rolling memiliki ketangguhan yang lebih tinggi dibandingkan sampel yang tegak lurus arah rolling. Hal ini ada katannya dengan susunan atom yang terdeformasi jadi panjang-panjang dan arah perambatan crack pada uji impak.

Gambar 18. Pengaruh orientasi spesimen terhadap kurva DBTT6. Ketebalan specimenSemakin tebal spesimen, semakin susah untuk berdeformasi plastis sehingga semakin brittle.

Gambar 19. Struktur yang tebal memiliki ketangguhan lebih rendah

Standar uji impak: JIS Z 2202 Test pieces for impact test for metallic materials ASTM E23 - 07ae1 Standard Test Methods for Notched Bar Impact Testing of Metallic Materials

III. Metodologi PenelitianIII.1 Alat dan Bahan1. Impact testing machine (metode Charpy) kapasitas 30 Joule.2. Caliper dan/atau micrometer3. Stereoscan macroscope4. Termometer5. Furnace6. Sampel uji impak baja ST 42 dan Cu-Zn (3 buah)7. Dry ice

III.2 Flowchart Proses Pengujian

Referensi

Modul Praktikum Pengujian Material (Destructive Test) Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI 2014 Anonimus. Modul Praktikum Metalurgi (Logam). 2012. Fakultas Teknik Mesin. Universitas Muhammadiyah Surakarta

IV. Pengolahan Dataa. Data percobaani. TabelNoNama BahanT (oC)a (mm)b (mm)A (mm2)E (Joule)HI (Joule/mm2)Bentuk PatahanDeskripsi Patahan

1Fe-0.27810802523.15GetasMengkilap

2Fe25.2810801321.65UletBuram

3Fe93.4810802563.2UletBuram

4Cu-Zn-0.4181080100.125GetasMengkilap

5Cu-Zn25.281080160.2GetasMengkilap

6Cu-Zn114.88108080.1GetasMengkilap

ii. Foto sampel Suhu RuangPanas

Dingin Suhu RuangDingin

Panas

b. Contoh perhitunganHarga Impak Fe Pada suhu -0.27oC

Pada suhu 25.2oC

Pada suhu 93.4oC

Harga Impak Cu-Zn Pada suhu -0.41oC

Pada suhu 25.2oC

Pada suhu 114.8oC

c. Grafiki. Grafik HI vs T1. Grafik HI vs T (Fe)

2. Grafik HI vs T (Cu-Zn)

3. Grafik HI vs T (Gabungan)

V. Analisisa. Prinsip PengujianPrinsip utama pengujian impak adalah dengan memberi pembebanan impak (kejut) secara tiba-tiba kepada material. Hal yang diamati adalah seberapa besar energi yang mampu diserap oleh material tersebut sebelum akhirnya dia mengalami deformasi atau patah. Energi yang diserap merupakan transfer dari energi ayunan bandul yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu (energi potensial dan energi kinetik). Jadi, pengujian impak merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui respon dari suatu material ketika mendapatkan beban kejut. Metode pembebanan impak sebenarnya ada dua yaitu charpy dan izod. Namun, pada pengujian kali ini yang digunakan adalah metode Charpy. Izod tidak dipakai karena pada izod sampel harus dijepit dan dalam percobaan kali ini suhu juga akan dimainkan sebagai variabel yang mempengaruhi harga impak, sehingga tidak memungkinkan untuk memakai metode izod.

Pada pengujian ini kami ada dua jenis spesimen uji dengan tiga macam variasi temperatur. Spesimen yang digunakan adalah Logam Ferrous dan Kuningan. Variasi temperatur yang digunakan pada masing-masing sampel adalah temperatur suhu kamar , temperatur tinggi, dan temperatur dibawah nol.

Spesimen uji yang digunakan pada percobaan kali ini adalah Baja ST-42 dan Kuningan (Cu-Zn), dengan variasi temperatur :

Pada Baja ST-42 Temperatur -0.27oC didapatkan dengan mencelupkan sampel ke nitrogen cair Temperatur 25.2oC didapatkan dengan sampel dibiarkan di temperatur ruang Temperatur 93.4oC didapatkan dengan memanaskan sampel

Pada Kuningan (Cu-Zn) Temperatur -0.41oC didapatkan dengan mencelupkan sampel ke nitrogen cair Temperatur 25.2oC didapatkan dengan sampel dibiarkan di temperatur ruang Temperatur 114.8oC didapatkan dengan memanaskan sampel

Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu kami melakukan perhitungan untuk mencari luas di bawah takik (a x b) di mana a adalah panjang di bawah takik dan b adalah lebar di bawah takik, di mana luas di bawah takik tidak dipengaruhi oleh sudut takik. Bentuk takik yang digunakan pada percobaan kali ini adalah bentuk V dengan sudut 45o. Berikut ini adalah gambar skematis pengujian impak:

Setelah melakukan pengukuran dan preparasi sampel, langkah selanjutnya adalah pengujian impak dengan beban uji sebesar 300 Joule. Saat pengujian, kita harus memastikan bahwa takik berada di tengah, agar beban yang datang tepat mengenai takik tersebut. Pada pengujian ini, energi yang diserap sudah menggunakan skala joule dan bisa langsung dibaca pada skala penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat di mesin penguji. Setelah pengujian selesai, harga impak (HI) ditentukan dengan membagi besar energi yang diserap (E) dengan luas area di bawah takik (A).

b. Analisis Grafik HI vs Ti. Analisis Grafik FePada grafik harga impak vs temperatur untuk baja ST-42 didapatkan variasi harga impak untuk setiap variasi temperatur. Pada temperatur rendah (-0.27oC) didapatkan nilai HI 3.15 Joule/mm2. Untuk sampel yang berada di temperatur ruang (25.2oC) didapatkan nilai HI 1.65 Joule/mm2. Untuk sampel yang dipanaskan (93.4oC) didapatkan nilai HI 3.2 Joule/mm2. Jadi dapat dilihat bahwa harga impak tertinggi dari spesimen baja ST-42 didapatkan pada suhu -0.27oC. Selain itu, dari grafik dapat dilihat bahwa harga impak baja ST-42 meningkat seiring pertambahan temperatur.

Menurut literatur, harga impak dari suatu material akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Hal itu dikarenakan pada struktur BCC, vibrasi atom yang terjadi akan meningkat dan membuat jarak antar atom menjadi merenggang. Akibatnya, dislokasi menjadi lebih mudah untuk bergerak ketika deformasi muncul. Nah, dislokasi tidak selamanya bisa bergerak. Ada kalanya dislokasi sudah tak bisa bergerak lagi karena terjadi interaksi-interaksi antar dislokasi yang membentuk belitan-belitan dislokasi (jaring-jaring frank). Semakin mudahnya dislokasi bergerak akibat kenaikan suhu, menyebabkan waktu yang diperlukan dislokasi untuk mencapai batas maksimum pergerakannya (pembentukan belitan) menjadi lebih lama. Alhasil, energi yang diterima pun bisa lebih banyak karena dislokasi terus-menerus menyerap energi untuk bergerak selama dia mampu bergerak hingga batas maksimalnya.

Jika dibandingkan data hasil pengujian dengan literatur, maka hasil pengujian impak tidak sesuai dengan literatur. Pada literatur didapatkan bahwa harga impak meningkat seiring meningkatnya temperatur. Namun pada pengujian didapatkan bahwa harga impak pada suhu rendah malah meningkat bila dibandingkan dengan suhu ruang.

Hal ini bisa terjadi akibat peletakan sampel yang tidak pas berada di tengah yang menyebabkan benturan tidak pas mengenai punggung takik. Selain itu, perbedaan data dapat terjadi karena kesalahan saat pembacaan energi yang diserap. Pada saat praktikum pun mengalami kendala seperti alat uji yang sempat rusak. Ada jarak antara pengujian material satu dengan yang lainnya. Hal ini memungkinkan kalibrasi yang berbeda.

ii. Analisis Grafik Cu-ZnBerdasarkan grafik HI vs T pada spesimen kuningan, harga impak dari spesimen kuningan pada temperatur 0.41oC adalah 0.125 J/mm2, harga impak dari spesimen kuningan pada temperatur 25.2oC sebesar 0,2 J/mm2 sedangkan harga impak dari spesimen kuningan pada temperatur 114.8oC sebesar 0.1 J/mm2. Berdasarkan literatur harga impak dari material cenderung naik seiring dengan naiknya temperatur. Sementara itu, pada hasil pengujian harga impak tertinggi didapat pada suhu rendah, diikuti harga impak pada suhu tinggi, dan harga impak terendah dimiliki oleh sampel pada suhu ruang. Kesalahan mungkin saja disebabkan oleh peletakan sampel yang tidak tepat dan terlalu lama membiarkan sampel yang seharusnya dingin di suhu ruang sehingga suhu benda uji kembali ke suhu ruang lagi.

iii. Analisis Grafik Perbandingan Kedua SampelGrafik HI vs temperatur pada spesimen Logam Ferrous dan spesimen kuningan menunjukkan perbedaan harga impak yang sangat signifikan antara Ferrous dan kuningan. Hal tersebut menunjukkan kalau logam ferrous memiliki ketahanan impak yang jauh lebih baik daripada kuningan. Hasil di lapangan sangat mendukung grafik tersebut. Pada uji impak, sampel ferrous sama sekali tidak ada yang patah. Sebaliknya, semua sampel kuningan dengan variasi temperatur berapapun menghasilkan kuningan yang patah setelah mengalami benturan meskipun nilai impaknya berbeda-beda. Hal tersebut jelas membuktikan bahwa ferrous lebih mampu untuk menyerap energi lebih banyak dan meredam energi tersebut sebelum deformasi terjadi.

c. Analisis Temperatur TransisiTemperatur transisi merupakan temperatur di mana suatu material mengalami perubahan sifat dari ulet ke getas akibat penurunan temperatur. Temperatur transisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain struktur kristal, atom intersisi, dan ukuran butir material. Pada pengujian impak kali ini, kita dapat menganalisis tentang temperatur transisi dari kedua spesimen uji. Seharusnya Fe memiliki temperatur transisi karena struktur kristalnya adalah BCC, namun karena kesalahan-kesalahan yang diperbuat maka kurva yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang ada pada literature. Sedangkan untuk Cu-Zn, seharusnya tidak memiliki temperatur transisi karena struktur kristalnya adalah FCC.

d. Analisis Hasil Perpatahan Sampel pada Variasi Ti. FePada uji impak sampel baja ST-42, tidak ada sampel yang mengalami perpatahan. Baja pada suhu ruang memiliki perpatahan campuran antara perpatahan granular dan berserat, sementara pada suhu dingin juga terjadi perpatahan campuran dengan didominasi oleh perpatahan berserat. Sementara pada baja yang dipanaskan terlebih dahulu, perpatahan yang terjadi adalah perpatahan berserat.

Hal ini berbeda dengan literatur karena seharusnya baja bersifat getas pada suhu rendah sehingga akan memiliki perpatahan kristalin. Analisa mengenai perbedaan hasil pengujian dengan literatur telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.

ii. Cu-ZnPada pengujian impak untuk sampel kuningan, kuningan mengalami perpatahan pada setiap temperatur uji. Dari perpatahan yang terjadi, terlihat bahwa permukaan patahan mengkilat dan datar. Hal ini menunjukkan bahwa perpatahan yang terjadi adalah perpatahan granular/kristalin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuningan memiliki sifat yang getas.

VI. Kesimpulan Pengujian impak dengan metode Charpy dapat digunakan untuk mengetahui ketangguhan suatu material dengan variasi temperatur dari suatu material secara mudah Harga impak dari Logam Ferrous lebih besar daripada harga impak dari material kuningan (Cu-Zn). Sampel impak spesimen ferrous umumnya menunjukkan perpaduan antara patahan granular dan patahan fibrous pada daerah pembengkokannya. Sementara sampel kuningan memiliki patahan yang rata dan granular semua. Pengujian impak pada berbagai temperatur memberikan data mengenai temperatur transisi suatu material terutama pada logam berstuktur BCC. Kuningan tidak memiliki temperatur transisi yang dapat terlihat pada harga impak yang cenderung konstan di berbagai temperatur dan bentuk kurva yang cenderung datar.65