67066049 laporan uji impak

27
DAFTAR ISI I. Identitas Diri 2 II. Daftar Isi 3 III. Laporan Awal Pengujian Impak i. Tujuan Percobaan 5 ii. Dasar Teori 5 iii. Metodologi Percobaan Alat dan Bahan 9 Flowchart Proses Pengujian 11 IV. Data Percobaan i. Tabel Data 12 ii. Contoh Perhitungan 12 iii. Grafik 13 V. Prinsip Pengujian 13 i. Analisa Grafik 17 3

Upload: israma-dani-siregar-rama

Post on 25-Jul-2015

759 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

I. Identitas Diri 2

II. Daftar Isi 3

III. Laporan Awal Pengujian Impak

i. Tujuan Percobaan 5

ii. Dasar Teori 5

iii. Metodologi Percobaan

Alat dan Bahan 9

Flowchart Proses Pengujian 11

IV. Data Percobaan

i. Tabel Data 12

ii. Contoh Perhitungan 12

iii. Grafik 13

V. Prinsip Pengujian 13

i. Analisa Grafik 17

ii. Analisa Temperatur Transisi 17

iii. Analisa Hasil Perpatahan 17

VI. Kesimpulan 18

VII. Lampiran

i. Tugas Tambahan 19

ii. Lembar Data 21

VIII. Daftar Pustaka 22

3

Laporan Awal

Praktikum Material Teknik

Uji Impak

(Impact Test)

RIDANI FAULIKA

1006674976

KELOMPOK 2

Laboratorium Metalurgi Fisik

Departemen Metalurgi dan Material FTUI

4

2011

I. Tujuan Praktikum

1. Menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran harga impak dari logam.

2. Mengetahui temperatur transisi perilaku ketegasan baja struktural ST42.

3. Menganalisa permukaan patahan (fractografi) sampel impak yang diuji pada

beberapa temperatur.

4. Membandingkan nilai impak bebberapa jenis logam

5. Menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod.

II. Dasar Teori

Pengujian Impak merupakan pengujian yang mengukur ketahanan baan

terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan

pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-

lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi

operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan konstruksi dan

treansportasi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan

melainkan dating secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada

saat kecelakaan.

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari

pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk

benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi maksimum hingga

mengakibatkan perpatahan. Pada pengujian impak ini banyaknya energy yang

diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan

impak atau ketangguhan bahan tersebut. Suatu material dikatakan tangguh bila

memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa mengalami retak

atau deformasi dengan mudah. Gambar dibawah ini memberikan ilustrasi suatu

pengujian impak dengan metode charpy.

5

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya

dinyatakan dalam satuan joule dan dibaca langsung pada skala (dial) petunjuk

yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu

bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan joule dan A luas penampang

di bawah takik dalam satuan mm2.

dimana :

P = beban yang diberikan (Newton)

H0 = ketinggian awal bandul (mm)

H1 = ketinggian akhir setelah terjadi perpatahan benda uji (mm)

6

HI = E/A

E = P (H0-H1)

Benda uji impak dikelompokkan kedalam dua golongan sampel standar

(ASTM E-23) yaitu batang uji Charpy ( metode Charpy - USA) dan batang uji Izod

(metode Izod – Inggris dan Eropa ).

1. Batang Uji Charpy

Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10x10x55 mm (tinggi x lebar x

panjang). Dengan posisi takik (notch) berada di tengah, kedalaman takik 2 mm

dari permukaan benda uji, dan sudut takik 45 derajat. Bentuk takik berupa huruf

U, V , key hole (seperti lubang kecil). Benda diletakkan pada tumpuan dengan

posisi horizontal dan tidak dijepit. Hal ini meneybabbkan pengujian berlangsung

lebih cepat, sehingga memudahkan untuk melakukan pengujian pada

temperatur transisinya. Sedangkan ayunan bandul dari arah belakang takik

dengan pembebanan dilakukan dari arah punggung takik.

2. Batang Uji Izod

Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10x10x75 (tinggi x lebar x

panjang). Dengan posisi takik berada pada jarak 28 mm dari ujung benda uji,

kedalaman takik 2 mm dari permukaan benda uji, dengan sudut takik 45 derajat.

Bentuk takik berupa huruf U, V , key hole (seperti lubang kecil). Benda

diletakkan dengan tumpuan posiisvertikal dan dijepit menyebabkan pengujian

berlangsung lama, sehingga tidak cocok digunakan pada pengujian dengan

temperatur yang bervariasi. Sedangkan ayunan bandul dari arah depan takik

dengan pembebanan dilakukan dari arah muka takik.

7

Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam pengujian impak charpy

adalah penelaahan permukaan untuk menentukan jenis perpatahan (fractografi)

yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil

uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis perpatahan, yaitu :

o Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme

pergeseran bidang-bidang Kristal di dalam material / logam (logam) yang

ulet (ductile).

o Perpatahan granular / kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme

pembelahan cleavage pada butir-butir dari material / logam (logam) yang

rapuh (brittle).

o Perpatahan campuran, merupakan kombinasi kedua jenis perpatahan di

atas.

Informasi lain yang dapat diperoleh dari pengujian impak adalah

temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang

menunjukkan transisi perubahan jenis temperature yang berbeda-beda maka

akan terlihat bahwa pada temperature tinggi material akan bersifat ulet

(ductile). Sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau

getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada

temperature yang berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada

dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila

temperature dinaikkan (ingatlah bahwa energy panas merupakan suatu driving

force terhadap pergerakkan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang

berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi

pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar.

Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan disklokasi menjadi

relatif sulit sehingga dibutuhkan energy yang lebih besar untuk mematahkan

8

benda uji. Sebaliknya pada temperature dibawah 0 derajat celcius, vibrasi atom

relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi

menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan

energy yang relative lebih rendah. Informasi mengenai temperature transisi

menjadi demikian penting bila suatu material akan didesain untuk aplikasi yang

melibatkan rentang temperature yag besar, misalnya dari temperature dibawah

0 derajat celcius hingga temperature tinggi diatas 100 derajat celcius. Contoh

system penukar panas (heta exchanger). Hamper semua logam berkekuatan

rendah dengan struktur Kristal F seperti tembaga dan alumunium bersifat ulet

pada semua temperature sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi

bersifat rapuh.

Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh

yang rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperature dinaikkan.

Ha,pir semua baja karbon yang dipakai jembatan, kapal, jaringan pipa dan

sebagainya bersifat rapuh pada temperature rendah. Gambar di bawah ini

memberikan ilustrasi efek temperature terhadap ketangguhan impak beberapa

bahan.

III. Metodologi Penelitian

III.1. Alat dan Bahan

o Impact Testing Machine (metode Charpy) kapasitas 30 Joule

o Caliper atau micrometer

9

o Stereoscan macroscope

o Termometer

o Furnace

o Sampel uji Impak baja ST 42 dan Cu-Zn (3 buah)

o Dry ice

III.2. Flowchart Proses Pengujian

10

11

Mengukur (luas area dibawah takik) dengan caliper. Masukan pada lembar

data.

Mempersiapkan sampel uji untuk temperatur rendah dan temperatur

tinggi, memasukkan masing-masing ke dalam wadah berisi campuran dry ice +

alkohol 70% dan furnace

Menguji satu demi satu sampel, dengan mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut :

Memastikan jarum skala berwarna merah sebagai petunjuk harga impak

material berada pada posisi nol.

Memutar handel untuk menaikkan pendulum hingga jarum petunjuk

beban hingga berwarna hitam mencapai batas merah.

Meletakkan benda uji pada tempatnya dengan takik membelakanig arah

datangnya pendulum.

Menarik centre setting ke posisi semula.

Bersiap melakukan pengujian pada posisi samping benda uji

Melakukan pengereman dengan menarik tuas rem sehingga ayunan

pendulum dapat dikurangi

Membaca nilai yang ditunjukkan oleh jarum merah pada skala yang sesuai (300 Joule) dan menghitung harga

impak material dengan rumus dasar

Mengambil benda uji dan mengamati permukaan patahannya di bawah stereoscan macroscope dan buat

sketsa patahannya, nyatakan dalam persenta sterhadap luas area total di

bawah takik

Mengulangi pengujian sampel-sampel lain. tingkat kehati-hatian lebih tinggi diperlukan dalam menangani sampel

bertemperatur tinggi

b

a

IV. Data, Perhitungan, dan Grafik

IV.1. Tabel Data

BahanA T E HI

Sketsa Patahan(mm2) (°C) (Joule) (Joule/mm2)

Baja 82.7 24 276 3.340

Baja 82.7 101 240 2.900

Baja 82.7 0.05 20 0.224

IV.2. Contoh Perhitungan

o Luas penampang di bawah takik

a = tinggi section di bawah takik

b = lebar sampelLuas = a x b = 8.27 x 10 = 82.7 mm2o Harga impak (HI)

HI = EA = 276

82.7 = 3.34 Joule/mm2

12

IV.3. Grafik HI vs T

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.50

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

0.224

3.342.9

Grafik HI vs T

HI

Temperatur

HI

Arsiran berwarna merah merupakan daerah temperature transisi

V. Pembahasan

V.1. Prinsip Pengujian

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang

mengukur ketahanan baha n terhadap beban kejut. Pengujian ini

bertujuan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap

hantaman yang datang secara tiba-tiba. Material seperti itu banyak

ditemui pada material pembentuk perlengkapan transportasi dan

konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-

lahan seperti pembebanan tarik.

13

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi

potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian

tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami

deformasi. Gambar di atas ini memberikan ilustrasi suatu

pengujian impak dengan metode charpy.

Pada pengujian ini banyaknya energi yang diserap oleh

bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukurab ketahanan

impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada gambar di atas dapat

dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul

pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan

tersebut tangguh maka makin besar energi yang mampu diserap

atau h’ makin kecil. Suatu material dikatakan tangguh bila mampu

menyerap energi yang besar tanpa mengalami keretakan atau

terdeformasi dengan mudah.

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji

biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada

skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada

mesin penguji. Harga Impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan

metode Charpy diberikan oleh:

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A

luas penampang dibawah takik dalam satuan mm2.

Takik (notch) dalam benda uji standar ditunjukkan sebagai

suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan

terjadi dibagian tersebut. Selain bentuk V dengan sudut 450, takik

dapat juga dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole).

Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian

impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk

14

menentukan jenis perpatahan yang terjadi. Secara umum

perpatahan digolongkan menjadi 3, yaitu :

a) Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan

mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal didalam bahan

(logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan

yang berserat yang berbentuk dimple yang menyerap cahaya dan

berpenampilan buram.

b) Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme

pembelahan (cleavange) pada butir-butir dari bahan (logam) yang

rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar

yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi

(mengkilat).

c) Perpatahan campuran (berserat dan granular), merupakan

kombinasi dua jenis perpatahan diatas.

Gambar dibawah ini memperlihatkan ilustrasi perpatahan benda uji

:

Permukaan patahan benda uji

Selain dengan harga impak yang ditunjukkkan oleh alat uji,

pengukuran ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan

memperkirakan berapa persen patahan berserat dan patahan

granular yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperatur

tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka

semakin tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan

mengamati permukaan patahan benda uji dibawah mikroskop

stereoscan.

Informasi lain yang dapat dihasilkan oleh pengujian impak

adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah

temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan

15

suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada

pengujian seperti ini akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi

material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur

rendah material akan bersifat rapuh.

Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan

pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar

vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya

akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan. Vibrasi atom inilah

yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap

pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari

luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi

menjadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar

untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur dibawah

nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehinggga pada saat

bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah

dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.

Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian

penting bila suatu material akan didesain untuk aplikasi yang

melibatkan rentang temperatur yang besar, dari temperatur

dibawah nol derajat Celcius hingga diatas 100 derajat Celcius

misalnya.

Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur

kristal FCC seperti tembaga dan alumunium besifat ulet pada

semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh ynag

tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam BCC

dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-

ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang

dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat

rapuh pada temperatur rendah.

16

V.2. Analisa Grafik HI vs T

Dari grafik dapat kita lihat bahwa pada suhu rendah yang

diujikan, energi yang diperlukan untuk terjadinya perpatahan

sangat sedikit. Hal ini terjadi akibat pada suhu rendah perambatan

retak terjadi lebih cepat daripada terjadinya deformasi plastik.

Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi terlihat energi yang

diperlukan untuk terjadinya fracture lebih besar karena pada suhu

tinggi retakan didahului oleh deformasi plastik terlebih dahulu.

Grafik menunjukkan terjadinya fluktuasi energi yang

diserap untuk terjadi fracture seiring dengan kenaikan suhu.

Pernyataan tersebut sesuai dengan literatur, semakin tinggi

temperatur maka semakin tangguh suatu material dengan makin

bertambahnya besar energi yang diserap.

V.3. Analisa Temperatur Transisi

Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan

transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada

temperatur yang berbeda-beda. Berdasarkan grafik percobaan

impak yang telah dilakukan pada baja, bisa dilihat disana terdapat

arsiran merah. Arsiran merah tersebut menunjukkan daerah

temperatur transisi. Pada arsiran ini terjadi perubahan sifat material

baja dari ulet menjadi getas atau getas menjadi ulet. Di bawah

daerah temperatur transisi sifat material baja adalah getas (brittle),

sedangkan di atas temperatur transisi sifat material baja adalah ulet

(ductile).

V.4. Analisa Hasil Perpatahan untuk Setiap Sampel pada Setiap T

Terdapat 2 jenis perpatahan, yaitu perpatahan berserat dan

perpatahan kristalin. Di bawah temperatur transisi, perpatahan

yang terjadi adalah perpatahan kristalin. Perpatahan ini disebabkan

karena sifat material yang menjadi brittle (rapuh/keras). Hanya

sedikit energi yang diserap di bawah daerah temperatur transisi.

Sedangkan di atas temperatur transisi, perpatahan yang terjadi

17

adalah perpatahan berserat. Perpatahan ini disebabkan karena sifat

material yang menjadi ductile (ulet), sehingga tidak mudah patah.

o Temperatur 0,05°C

Pada temperatur 0,05°C, baja patah sempurna atau patah

granular setelah mengalami uji Charpy. Hal ini menunjukkan

bahwa baja yang didinginkan hingga suhu mendekati 0°C

menjadi bersifat getas.

o Temperatur 24°C

Pada temperatur 24°C, baja patah, tetapi tidak sampai

putus. Perpatahan seperti ini disebut perpatahan campuran.

Penampilan permukaan pada sampel dengan suhu 24°C ini

bergranular dan berserat. Perpatahan seperti ini terjadi ketika

bahan bersifat moderately ductile (cukup ulet) sehingga dapat

dikatakan materialnya cukup tangguh.

o Temperatur 101°C

Perpatahan untuk besi pada suhu 45˚C tidak menyebabkan

terpisah menjadi 2, kemudian bentuk patahannya berserat. Jadi

perpatahannya adalah perpatahan berserat.

VI. Kesimpulan

o Sifat suatu material pada suhu yang berbeda akan berbeda pula juga.

o Temperatur mempengaruhi besar kecilnya harga nilai impak dari

suatu material. Terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan

bersifat ulet (harga impak tinggi) sedangkan pada temperatur rendah

material akan bersifat rapuh atau getas (harga impak rendah).

o Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi

perubahan jenis perpatahan (getas menjadi ulet atau sebaliknya).

Biasanya ditunjukkan dengan peningkatan/penurunan (batas merah

pada grafik) harga impak dan sifat perpatahannya campuran.

18

TUGAS TAMBAHAN

1. Berapakah besar sudut takik pada metode Izod dan sebutkan alasannya.

Mengapa besar sudut takik pada metode Charpy 45°?

Jawab:

o Sudut takik pada metode Izod adalah 45°, alasannya karena sudut

45° merupakan sudut yang akan menghasilkan kekuatan impak

terbesar.

o Sudut takik pada metode Charpy 45° karena sudut 45° akan

menghasilkan impak terbesar dibandingkan dengan sudut-sudut

lainnya.

2. Apa yang dimaksud dengan temperatur transisi? Tunjukkan dengan grafik

(mengapa jika T tinggi → ulet & T rendah → getas) serta hubungannya

dengan FCC dan BCC.

Jawab:

Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi

perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang

berbeda-beda. Pada daerah temperatur transisi terjadi perubahan sifat

material baja dari ulet menjadi getas atau getas menjadi ulet. Di bawah

daerah temperatur transisi sifat material baja adalah getas (brittle),

sedangkan di atas temperatur transisi sifat material baja adalah ulet

(ductile).

Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal

FCC seperti tembaga dan alumunium besifat ulet pada semua temperatur

sementara bahan dengan kekuatan luluh ynag tinggi bersifat rapuh. Bahan

keramik, polimer dan logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan

sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan.

19

3. Sebutkan aplikasi pengujian impak pada Teknik Mesin selain Titanic dan

bumper mobil.

Jawab:

Shock-breaker

20

21

DAFTAR PUSTAKA

Modul Praktikum Destructive Test. 2011. Depok : Laboratorium Metalografi dan

HST Departemen Metalurgi dan Material FTUI.

Callister, William D. 2007. Materials Science and Engineering: an Introduction.

New York: John Wiley & Sons, Inc.

22