kimia dan analisa pangan
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA DAN ANALISIS PANGAN (PANG4423)
NAMA : ROJIKUN
NIM : 014452206
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TERBUKA
18 – 21 JANUARI 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan adalah bahan yang biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan yang
dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Setiap makhluk hidup
membutuhkan makan. Tanpa makanan, makhluk akan sulit dalam mengerjakan aktivitas
sehari-harinya. Makanan dapat membantu kita dalam mendapatkan energi, membantu
pertumbuhan badan dan otak. Setiap makanan mempunyai kandungan gizi yang berbeda
protein, lemak, karbonhidrat, lemak dan lain-lain adalah salah satu contoh gizi yang akan kita
dapatkan dari makanan.
Setiap bahan pangan pasti memiliki sifat fisik, sifat kimiawi, sifat biologis, serta
mampu menimbulkan selera dan manfaat untuk dikonzumsi. Oleh sebab itu, analisis pangan
dapat dilakukan dengan menggunakan kaidah-kaidah fisik, kimiawi, biologi, inderawi atau
sensorik, dan nutrisi atau gizi untukmengetahui kualitas dan kelayakan bahan pangan tersebut
untuk dikonsumsi oleh manusia.
Pada dasarnya bahan pangan terdiri dari empat komponen utama yaitu air, protein,
karbohidrat dan lemak. Selain keempat komponen utama penyusun bahan pangan tersebut,
bahan pangan juga mengandung zat anorgaik dalam bentuk mineral dan komponen organik
seperti misalnya vitamin, enzim, asam, antioksidan, pigmen serta komponen cita rasa. Jumlah
atau kadar kandungan maisng-masing penyusun bahan pangan tersebut diatas tidak sama
antara bahan pangan satu dan bahan pangan lainnya. Tergantung pada sifat alamiah bahan
seperti kekerasan tekstur, cita rasa dan warna.
1. Karbohodrat
Karbohidrat atau sakarida adalah segolongan besar senyawa organik yang tersusun
hanya dari atom karbon hidrogen dan oksigen. Karbohidrat merupakan bahan makanan
penting dan sumber tenaga yang terdapat dalam bentuk serat (Fiber) seperti selulosa, pentin,
serta lignin. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga berfungsi sebagai untuk menjaga
keseimbangan asam basa dalam tubuh, berperan penting dalam proses metabolism dalam
tubuh, dan penbetukan struktur sel dengan mengikat protein dan lemak.
2. Protein
Protein merupakan komponen penyusun bahan pangan yang sangat di butuhkan oleh
tubuh. Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C (carbon),
H (hidrogen), O (oksigen) dan N (nitrogen) yang tidak dapat dijumpai dalam lemak dan
krbohidrat. Bebrapa jeis protein juga mengandung S (sulfur) dan P (fosfor). Fungsi Protein
bagi tubuh adalah sebagai bahan bakar, zat pembangun dan zat pengatur. Karena itu bahan
pangan yang mengandung protein dianggap sebagai bahan makanan yang berkualitas tinggi.
Protein dalam bahan pangan yang dikonsumsi oleh tubuh akan diserap oleh usus
dalam bentuk asam amino. Kadang-kadang beberapa asam amino yang merupakan peptida
dan molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap melalui dinding usus lalu masuk ke
pembuluh darah. Hal seperti inilah yang dapat menimbulkan reaksi alergik dalam tubuh
terhadap protein yang disebut Protein Intolerance.
3. Lemak
Lemak merupakan salah satu kandungan utama dalam makanan, dan penting dalam
diet karena beberapa alasan. Lemak merupakan salah satu sumber utama energi dan
mengandung lemak esensial. Namun konsumsi lemak berlebihan dapat merugikan kesehatan,
misalnya kolesterol dan lemak jenuh. Dalam berbagai makanan, komponen lemak memegang
peranan penting yang menentukan karakteristik fisik keseluruhan, seperti aroma, tekstur, rasa
dan penampilan. Karena itu sulit untuk menjadikan makanan tertentu menjadi rendah lemak
(low fat), karena jika lemak dihilangkan, salah satu karakteristik fisik menjadi hilang. Lemak
juga merupakan target untuk oksidasi, yang menyebabkan pembentukan rasa tak enak dan
produk menjadi berbahaya.
4. Air
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan karena air berpengaruh
terhadap penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Semua bahan makanan, baik bahan
pangan nabati ataupun hewani mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Air
berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi
yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagainya.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan tingkat acceptability,
kesegaran dan daya tahan bahan pangan tersebut. Keawetan bahan pangan mempunyai
hubungan erat dengan kadar air bahan makanan.
5. Abu
Sebagian bahan makanan terdiri dari 96 % bahan organik dan air, isinya terdiri dari
unsur– unsur mineral – mineral lain. Unsur mineral dikenal sebagai mineral zat organik atau
kadar abu. Dalam proses pembakaran tetapi tidak bagi zat organik. Proses inilah yang sering
dinamakan abu. Mineral sangat diperlukan oleh manusia karena dia memiliki kesehatan dan
pertumbuhan gizi yang baik.
6. Serat Kasar
Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry fiber) dan
serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya
mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa
makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses
dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami
kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik
usus besar menjadi lebih lamban.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini
merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain itu, kandungan serat
kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses
penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan kotiledon, dengan demikian persentase
serat dapat dipakai untuk menentukan kemurniaan bahan atau efisiensi suatu proses.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan analisa bahan pangan atau bahan makanan. Analisa bahan pangan adalah suatu
proses analisa atau pengujian yang dilakukan terhadap suatu bahan pangan untuk mengetahui
komponen penyusunnya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Secara umum, analisa bahan pangan mempunyai tujuan yang antara lain:
Menguraikan komponen-komponen bahan pangan (baik jenis maupun
jumlahnya), sehingga dapat disusun komposisi bahan tersebut.
Menentukan suatu komponen bahan untuk menentukan kualitas bahan pangan
tersebut.
Menentukan komponen bahan unfuk menyusun menu.
Menentukan ada/tidaknya bahan ikutan/tambahan dalam makanan.
Mendeteksi adanya bahan metabolik senyawa beracun dalam makanan.
Mengikuti terjadinya perubahan selama penanganan/pengolahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANALISIS KADAR AIR
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari
pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting
agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat.
Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode
pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, metode khusus
(Anonim,2003).
Metode oven biasa merupakan salah satu metode pemanasan langsung dalam
penetapan kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu
tertentu sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah
periode pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air
yang terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap
pemanasan yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan
glukosanya seperti tepung-tepungan dan serealia (AOAC 1984).
Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode oven
temperatur rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven temperatur rendah
menggunakan suhu (103 + 2)˚C dengan periode pengeringan selama 17 ± 1 jam. Periode
pengeringan dimulai pada saat oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Setelah
pengeringan, contoh bahan beserta cawannya disimpan dalam desikator selama 30-45 menit
untuk menyesuaikan suhu media yang digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya.
Setelah itu bahan ditimbang beserta wadahnya. Selama penimbangan, kelembaban dalam
ruang laboratorium harus kurang dari 70% (AOAC 1970). Selanjutnya metode oven
temperatur tinggi. Cara kerja metode ini sama dengan metode temperatur rendah, hanya saja
temperatur yang digunakan pada suhu 130-133˚C dan waktu yang digunakan relatif lebih
rendah (Crampton 1959).
Metode ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu ; a) Bahan lain disamping air juga
ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak
atsiri dan lain-lain ; b) Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat
mudah menguap. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami
oksidasi ; c) Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun
sudah dipanaskan (Soedarmadji 2003).
2.2. ANALISIS KADAR PROTEIN
1. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann
Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat
ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian
dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel. Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga
sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran
yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode standart untuk penentuan kadar
protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan
faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi
6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein).
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti
dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti
makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis
seperti tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi).
Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit)
menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak
dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang
terikat dengan ion sulfat (SO42-).
b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima
(recieving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan
penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia:
(NH4)2SO4 + 2 NaOH _ 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu
digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di
labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat
menjadi ion borat:
NH3 + H3BO3 _ NH4 + + H2BO3 - (3)
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk
dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk
menentukan titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+ _ H3BO3 (4)
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi
setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3). Persamaan berikut dapat
digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl
xM untuk titrasi.
%N – x moles x (v5 – v6) cm3 x 14 g x 100
1000 cm3 mg moles
Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul
untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan sampel
untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah
kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang
sesuai :
% Protein = F x %N.
2. Metode Spektroskopi UV-visible
Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein berdasarkan
spektroskopi UV-visible. Metode ini berdasarkan kemampuan protein menyerap (atau
membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi atau fisik memodifikasi
protein untuk membuatnya menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible.
Prinsip dasar dibalik masing-masing uji ini serupa.
Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar protein
disiapkan menggunakan satu seri larutan protein yang sudah diketahui kadarnya. Serapan
(atau turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan diukur pada panjang gelombang yang sama,
dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama pengujian ini adalah
gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi elektromagnetik, misalnya
ikatan peptida, rantai samping aromatis, gugus inti dan agregat protein.
2.3. ANALISIS KADAR LEMAK
Menurut Lehninger (1982) lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung
asam lemak jenuh bersifat padat. Lemak merupakan senyawa organik yang terdapat di alam
serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar, misalnya dietil eter
(C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena, hexana dan hidrokarbon lainnya. Lemak dapat
larut dalam pelarut tersebut karena lemak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut
(Herlina 2002).
Dalam mengetahui kadar lemak yang terdapat di bahan pangan dapat dilakukan
dengan mengekstraksi lemak. Namun mengekstrak lemak secara murni sangat sulit
dilakukan, sebab pada waktu mengekstraksi lemak, akan terekstraksi pula zat-zat yang larut
dalam lemak seperti sterol, phospholipid, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, khlorofil,
dan lain-lain. Pelarut yang digunakan harus bebas dari air (pelarut anhydrous) agar bahan-
bahan yang larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan keaktivan pelarut
tersebut menjadi berkurang.
Sifat-sifat dari lemak dapat diidentifikasi dengan beberapa metode Terdapat dua
metode untuk mengekstraksi lemak yaitu metode ekstraksi kering dan metode ekstraksi
basah. Metode kering pada ekstraksi lemak mempunyai prinsip bahwa mengeluarkan lemak
dan zat yang terlarut dalam lemak tersebut dari sampel yang telah kering benar dengan
menggunakan pelarut anhydrous. Keuntungan dari dari metode kering ini, praktikum menjadi
amat sederhana, bersifat universal dan mempunyai ketepatan yang baik. Kelemahannya
metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, pelarut yang digunakan mudah terbakar
dan adanya zat lain yang ikut terekstrak sebagai lemak. Pada praktikum penetapan kadar
lemak ini digunakan metode ekstraksi kering yaitu metode Soxhlet.
2.4. ANALISIS KADAR ABU
Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam
bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan
dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Penentuan abu
total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan,
mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.
Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat dilakukan,
yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah). Cara kering dilakukan
dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC kemudian melakukan
penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu,
abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan
tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu pengabuan
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara mekanis karena
penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan beberapa
unsur, seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P.
Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan
yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat. Pengabuan cara basah
dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu pengabuan relatif cepat, suhu yang
dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen
kimia yang sering berbahaya sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.
2.5. ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT
Sejumlah teknik analisis telah dikembangkan untuk mengukur jumlah dan tipe
karbohidrat yang ada di bahan pangan. Kadar karbohidrat di bahan pangan dapat diketahui
dengan menghitung persentase yang tersisa setelah semua komponen lain telah diukur (total
carbohydrate by difference) (SNI 01-2891-1992)
Metode by difference ini masih digunakan oleh FDA, tetapi metode ini dapat
menghasilkan nilai yang salah karena ada kemungkinan terjadi akumulasi kesalahan dari
metode-metode yang digunakan untuk mengukur komponen lain, dan kemungkinan adanya
komponen non karbohidrat yang terukur sebagai karbohidrat menyebabkan penyimpangan
yang lebih besar. Pengukuran kadar karbohidrat secara langsung lebih baik karena didapat
hasil lebih yang akurat.
1. Analisis karbohidrat langsung
Metode yang telah dikembangkan untuk analisis karbohidrat sangat banyak, dan
tergantung juga oleh jenis analisis (kuantitatif atau kualitatif) dan tipe karbohidrat yang
dianalisis. Sehingga metode pengukuran karbohidrat sangat beragam mulai dari metode
kromatografi dan elektroforesis; metode kimia (metode titrasi Lane Eynon, metode
gravimetri Munson Walker, metode Luff Schoorl, metode kolorimetri seperti anthrone sulfat
dan fenol sulfat); metode enzimatis; metode fisik (polarimetri, indeks refraktif, densitas dan
infra merah) serta metode immunoassay. Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN
dalam SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff
Schoorl. Pada tahun 1936 International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis
mempertimbangkan Metode Luff-Schoorl sebagai salah satu metode yang digunakan untuk
menstandarkan analisis gula pereduksi karena kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan
keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk.
Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat
tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah waktu
pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode ini dalam analisis gula adalah
berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat empiris dari reaksi dan oleh karena itu
dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan akurat (Southgate 1976).
Metode LuffSchoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh
komposisi yang konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang menjelaskan
bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan reagen yang berbeda.
Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula
dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga
(II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan
metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan untuk menghindari
asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan
larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil
akhirnya didapatkan yodium dari hasil titrasi dengan Natrium Thiosulfat (Anonim 2010).
Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode
tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%.
2. Analisis total karbohidrat dengan Metode Anthrone sulfat
Anthrone, C6H4COC6H4CH2, adalah turunan dari anthraquinone. Senyawa ini
diproduksi oleh reduksi katalitik dari anthraquinone oleh asam hidroklorat dengan
keberadaan logam timah. Senyawa ini mungkin ada dalam bentuk keto atau enol, yang
masing-masing dikenal dengan nama anthrone and anthranol. Reaksinya dapat dilihat pada
persamaan.
Mekanisme pembentukan warna anthrone dengan gula telah diteliti. Hurd dan
Isenhour (1932) dan Wolfrom et al (1948) mempostulasikan bahwa karbohidrat dan
turunannya mengalami pembentukan cincin dalam keberadaan asam kuat dari mineral, seperti
yang ditunjukkan untuk glukosa.
Uji Anthrone ini memiliki kelebihan dalam hal sensitifitas dan kesederhanaan ujinya
(Koehler 1952).Sejumlah kecil karbohidrat dapat memberikan warna yang terdeteksi dengan
menggunakan spektrofotometer. Dreywood (1946) melakukan uji spesifisitas dari reaksi dan
membuat daftar 18 jenis karbohidrat, termasuk beberapa turunan selulosa, yang memberikan
hasil positif. Dia juga melaporkan hasil negatif terhadap kelompok besar nonkarbohidrat,
termasuk sejumlah resin sintetik nonselulosa, asam organik, aldehid, fenol, lemak, terpena,
alkaloid, dan protein. Nonkarbohidrat yang menunjukkan hasil positif hanya furfural, tetapi
hasil positif ini cepat menghilang karena warna hijau dikaburkan oleh presipitat coklat.
Morris (1948) juga menunjukkan spesifisitas anthrone untuk karbohidrat sangat tinggi, dan
dia melaporkan reaksi positif untuk semua mono-, di-, dan polisakarida murni yang diujikan,
juga sampel of dekstrin, dekstran, pati, polisakarida tumbuhan dan gum, polisakarida tipe II
dan II dari pneumococcus, glukosida, dan senyawa asetat dari mono-, di-, dan polisakarida.
Kekurangan dari Metode Anthrone adalah ketidakstabilan dari reagen (anthrone yang
dilarutkan dalam asam sulfat), sehingga perlu dilakukan persiapan reagen yang baru setiap
hari.
2.6. ANALISIS SERAT KASAR
Ada beberapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber, metode deterjen,
metode enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kekurangan. Data serat
kasar yang ditentukan secara kimia tidak menunjukan sifat serat secara fisiologis, rentang
kesalahan apabila menggunakan nilai serat kasar sebagai total serat makanan adalah antara 10
- 500%, kesalahan terbesar terjadi pada analisis serealia dan terkecil pada kotiledon tanaman.
Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF atau
Neutral Deterjen Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya dapat mengukur
komponen serat makanan yang tidak larut. Adapun untuk mengukur komponen serat yang
larut seperti pektin dan gum, harus menggunakan metode yang lain, selama analisis tersebut
komponen serat larut mengalami kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam
sulfat pekat.
Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp, et al (1984) merupakan metode
fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh penggunaan enzim
pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur kadar serat makanan total, serat makanan larut
dan serat makanan tidak larut secara terpisah.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. ANALISIS KADAR AIR
1. Alat dan Bahan
a. Cawan (crusible) porselin dengan penutup
b. Desikator
c. Tang penjepit
d. Oven pengering
e. Timbangan analitik
f. Saple (Cake)
2. Diagram Alir Analisis Kadar Air
Penetapan kadar air bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara
tergantung dari sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan
dengan mengeringkan sejumlah sample dalam oven pada suhu 105-1100C selama
3 jam atau hingga didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
3. Perhitungan
Kadar Air = Bobot Sample Setelah Pemanasan
Bobot Sample Sebelum Pemanasanx 100%
3.2. ANALISIS KADAR PROTEIN
1. Alat dan Bahan
a. Klem dan statif
b. Corong
c. Pemanas listrik
d. Spatula
e. Beaker gelas 100 mL
f. Pipet tetes
g. Buret 50 mL
h. Labu Kjehdahl
i. Pipet Volum 5 mL
j. Labu ukur 100 mL
k. Erlenmeyer 100 mL
l. Neraca Analitik
m. HCl 0,01 N
n. H2SO4 pekat
o. Asam borat 2%
p. NaOH 30%
q. Indikator PP
r. Aqua dest
2. Diagram Alir Analisis Kadar Protein
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang
sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali
dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam
larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
3. Perhitungan
Kadar Protein = Volume Penitar x N HCl x 14 x 6,25 x faktor pengenceranBobot Sample
x 100%
3.3. ANALISIS KADAR LEMAK
1. Bahan dan Pereaksi
Alat yang digunakan :
1) Neraca Analitik
2) Labu lemak 250 ml
3) Alat soxhlet
4) Pemanas listrik
5) Oven listrik 105 ° C
6) Penangas air
7) Kapas bebas lemak
8) Batu didih
Bahan yang digunakan :
1) Hexana
2. Diagram Alir Analisis Kadar Lemak
Prinsip analisis kadar lemak adalah lemak diekstrak dengan pelarut lemak seperti
petroleum eter, petroleum benzena, dietil eter, dll. Lemak yang ada dalam pelarut
dipisahkan dengan cara menguapkan pelarut, sehingga berat lemak dapat
diketahui.
3. Perhitungan
Kadar Lemak = Bobot Lemak
Bobot Samplex 100%
3.4. ANALISIS KADAR ABU
1. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada saat prakikum tersebut sebagai berikut ;
a. Porselin
b. Timbangan
c. Kompor Listrik
d. Desikator
e. Oven
2. Diagram Alir Analisis Kadar Abu
Penentuan kadar abu dengan mengoksidasi zat organik pada suhu tinggi yaitu
sekitar 500-600oC dan kemudian melakukan penimbangan zat tertinggal setelah
proses pembakaran tersebut. Pengabuan yang lama akan menghasilkan abu yang
bebas karbon, residu yang lembab, dikeringkan dan dipanaskan kembali hingga
menjadi abu yang putih keabu-abuan.
3. Perhitungan
Kadar A bu = Bobot Sisa PijarBobot Sample
x 100%
3.5. ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan :
b. labu takar,
c. pipet tetes,
d. erlenmeyer,
e. buret,
f. gelas ukur,
Bahan yang digunakan :
a. Pb Asetat setengah basa,
b. Na2HPO4 10 %,
c. KI 30 %,
d. H2SO4 25 %,
e. Na2S2O3 0,1 N,
g. kertas saring. f. larutan Luff,
g. aquades,
h. indikator PP.
2. Diagram Alir Analisis Karbohidat
Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff
Schoorl ini didasarkan pada reaksi sebagai berikut :
R-CHO + 2 Cu2+ R-COOH + Cu2O
2 Cu2+ + 4 I- Cu2I2 + I2
2 S2O32- + I2 S4O62- + 2 I-
Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O.
Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2.
I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya
prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan
menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana
proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan.
Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang
bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat
zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya
dengan dengan banyaknya oksidator (Winarno 2007). I2 bebas ini selanjutnya
akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk
kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam
suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum
titik ekivalen.
3. Perhitungan
Kadar Gula Pereduksi = Bobot sakarin x faktor pengenceranBobot Sample
x 100%
3.6. ANALISIS KADAR SERAT KASAR
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan ; Bahan-bahan yang digunakan ;
1. Penggiling
2. Timbang analitik 10. Kertas Lakmus
3. Soxhlet 11. Desikator
4. Erlenmeyer 600 ml
5. Pendingin balik
6. Kertas saring
7. Spatula
8. Oven 110oC
1. Alkohol
2. Asbes
3. Larutan H2SO4 0,325 N
4. NaOH 1,25%
2. Diagram Alir Analisis Serat Kasar
Serat kasar merupakan indicator dari daya cerna dan bulkiness suatu bahan
pakan. Serat kasar merupakan senyawa yang tidak larut jika direbus berturut-
turut dalam H2SO4 dan NaOH. Tujuan penambahan H2SO4 untuk
menguraikan senyawa N didalam pakan, sedangkan penambahan NaOH
untuk menguraikan lemak dalam pakan sehingga mudah larut.Sisa bahan
pakan yang tidak tercerna setelah proses perebusan ditimbang dan diabukan.
Perbedaan residu pertama dengan berat residu setelah diabukan menunjukkan
serat kasar.
3. Perhitungan
Kadar Serat Kasar = Bobot Residu
Bobot Samplex 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1) Kadar Air
Hasil penetapan kadar air total pada sampel cake ditampilkan pada tabel berikut :
Sample Bobot Sample (gr) Bobot Susut (gr) Kadar Air (%)
Simplo 4,783 0,699 14,61
Duplo 4,95 0,889 17,98
Rata-Rata 16,30
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kadar air total yang terdapat pada sampel
cake 16,30 %. Hal ini disebabkan oleh salah satu komposisi penyusun cake yaitu putih telur,
karena putih telur mengandung lebih dari 85% cairan. Penentuan kadar air ini dilakukan dua
kali agar diperoleh hasil yang akurat. Kandungan air dalam bahan makanan menentukan
acceptability, kesegaran, dan sangat berpengaruh terhadap masa simpan bahan pangan,
karena air dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik atau adanya perubahan-perubahan kimia
seperti contoh, kandungan air dalam makanan dapat mempengaruhi tekstur, kenampakan, dan
cita rasa makanan (Buckle. et al., 1987 ; Winarno, 1997).
2) Kadar Protein
Hasil penetapan kadar protein pada sampel cake ditampilkan pada tabel berikut :
Sample Bobot Sample (gr) Vol. Penitar Faktor Pengenceran Kadar Protein (%)
Simplo 1,00 4,70 10 8,23
Kadar protein yang diperoleh adalah sebesar 8,23% hal karena ada penambahan telur
dan terigu pada bahan pembuat cake. Adapun bagian kuning telurnya, berfungsi sebagai
pengempuk kue, karena adanya protein (lecitin) telur dan kandungan lemak yang ada di
dalamnya, sedangkan tepung juga berfungsi sebagai pengering karena ia bersifat menyerap
kelembaban, melalui komponen tepung di dalamnya: pati dan protein (gluten).
3) Kadar Lemak
Hasil penetapan kadar lemak pada sampel cake ditampilkan pada tabel berikut :
Sample Bobot Sample (gr) Bobot Susut (gr) Kadar Lemak (%)
Simplo 2,0430 0,5570 27,26
Peningkatan kadar lemak diakibatkan adanya penambahan margarin pada cake yang
digunakan sebagai pengkilat dan karena menginginkan kue yang lebih empuk, maka
ditambahkanlah margarin. Jadi, fungsi utamanya adalah sebagai pengempuk kue, karena
lemak bersifat melemahkan gluten yang ada di dalam tepung, sehingga kue menjadi tidak
terlalu keras. Lemak juga dapat menghaluskan tekstur kue selama proses pemanggangan.
Fungsi lain adalah, sebagai pengawet kue, sehingga daya tahan kue bisa lebih lama. Semakin
besar kandungan lemak dalam kue, semakin lama daya tahan keempukan kuenya. Lemak
berfungsi pula untuk meningkatkan kelembaban kue.
4) Kadar Abu
Hasil penetapan kadar abu pada sampel cake ditampilkan pada tabel berikut :
Sample Bobot Sample (gr) Bobot Susut (gr) Kadar Abu (%)
Simplo 4,1290 0,0440 1,07
Duplo 5,0100 0,0520 1,03
Rata-Rata 1,05
Kadar abu dalam cake berasal dari tepung terigu. Untuk menghindari adanya berbagai
komponen abu yang mengalami dekomposisi atau bahkan menguap pada suhu tinggi maka
suhu pengabuan disesuaikan dengan bahan. untuk sampel selai, suhu yang disarankan adalah
5250C – 5500C (Sudarmadji. et al., 1996).
Dalam analisa kadar abu dalam cake didapatkan hasil sebesar 1,05%. Kadar abu ada
hubungannya dengan mineral suatu bahan.
5) Kadar Karbohidrat
Hasil penetapan kadar karbohodrat dengan metode Luff Schrool pada sampel cake
ditampilkan pada Tabel berikut :
SampleBobot
Sample (gr)Vol Penitar Vol Blanko
Faktor
Pengenceran
Kadar
Karbohidrat
(%)
Simplo 2,70 14,50 25,05 0,1 0,098
Ada banyak fungsi dari karbohidrat dalam penerapannya di industri pangan, farmasi
maupun dalam kehidupan manusia sehari-hari. Diantara fungsi dan kegunaan itu ialah:
Sebagai sumber kalori atau energy, sebagai bahan pemanis dan pengawet, Sebagai bahan
pengisi dan pembentuk, sebagai bahan penstabil, sebagai sumber flavor (karamel), dan
sebagai sumber serat (Winarno 2007).
Karbohodrat dalam cake berasal dari penambahan gula yang digunakan sebagai
pemberi cita rasa manis dan sebagai pengempuk. Gula berfungsi sebagai pelembab, jika
dalam bentuk cair atau sirup. Jika berbentuk kristal atau bubuk, gula berfungsi sebagai
pengering. Gula juga berfungsi sebagai pengharum kue, misalnya madu, karamel, atau brown
sugar. Gula kristal yang halus, remah kue akan makin mudah hancur. Sedang jika gula kristal
yang kasar, akan menjadikan kue semakin crispy (garing).
6) Kadar Serat Kasar
Hasil penetapan kadar serat kasar pada sampel cake ditampilkan pada Tabel berikut :
Sample Bobot Sample (gr) Bobot Susut (gr) Kadar Serat Kasar (%)
Simplo 1,00 0,0590 5,90
Serat kasar mengandung senyawaan selulosa, lignin dan zat lain yang belum dapat
diidentifikasi dengan pasti, yang disebut serat kasar adalah senyawaan yang tidak dapat
dicerna dalam organ pencernaan manusia atau binatang. Dalam analisa penuntun serat kasar
diperhintungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa encer
dengan kondisi tertentu.
Dalam praktikum kali ini diperoleh kadar serat kasar sebesar 5,90%. Nilai tersebut
berasal dari penambahan tepung terigu yang mengandung pati pada pembuatan cake.
Syarat Mutu Cake ;
No. Parameter Satuan Hasil Persyaratan
1 Keadaan Normal
Bau Normal
Kenampakan Normal Tidak Berjamur
Rasa Normal
2 Kadar Air % b/b 16,30 Maks 40
3 Kadar Abu % b/b 1,05 Maks 3
4 Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam % b/b Maks 3
5 Gula Jumlah % b/b 0,10 Maks 8
6 Lemak % b/b 27,26 Maks 3
7 Serangga/Belatung Tidak Ada
Sumber SNI 01-3480-1995 untuk Roti Tawar Manis
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian analisis proksimat pada cake diperoleh hasil beruturut-
turut yaitu kadar abu 1,05%, kadar air 16,30%%, kadar lemak 27,26%, kadar protein total
8,23%, kadar karbohidrat 0,1% dan kadar serat kasar sebesar 5,90% sehingga dapat
disimpulkan bahwa cake merupakan makanan yang mengandung lemak tinggi.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, http://commons.wikimedia.org/wiki/Image:Soxhlet_Extractor.jpg
Anonim, 2008, http://whale.wheelock.edu/bwcontaminants/analysis.html Darmasih, 1997, peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf
Anonim. 2006. Mengenal Jenis Biskuit. www.ebookpangan.com Anonim. 2010. Biskuit.
Anonim. 2001. Luff Schoorl. www.wikipedia.org/Luff Schoorl (16 April 2010)
Apriyanto A. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Aulana L. 2005. Pemanfaatan hidrolisis pati sagu untuk produksi asam laktat oleh Lactobassilus casei FNCC 266. [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf. (diakses pada tanggal 28 Januari 2012).
Harper, V. W Rodwell, P. A Mayes. 1979. Biokimia. Penerbit EGC: Jakarta.
Hartati NS dan Titik KP. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat. Yogyakarta. KanisiusSwantara DIM. 1995. Kromatografi Cair Kerja Tinggi Beberapa Senyawa Monosakarida dan Dosakarida serta Penerapannya Untuk Analisis Madu dan bahan Jenis lainnya. [Tesis]. Bandung : Universitas Padjadjaran.
Mahmud, Mien K. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo.
Robert S, Harni Endakarmas, Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan, ITB Bandung, 1989
Suhardjo, Pangan Gizi dan Pertanian, UI Press, 1990
Suhardjo, Clara M. Kusharto, Prinsip – Prinsip Ilmu Gizi, Yogyakarta, Kanisius, 1992
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Whitaker, M.C. 1915. The Journal of Industrial and Engineering Chemistry. Easton: Eschenbach Printing Company
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama