imunologi terhadap infeksi

33
IMUNOLOGI TERHADAP INFEKSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas Imunologi Semester Genap Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember Oleh Kelompok 1 : 1. Devi Novitasari (112110101036) 2. Eva fitriana (112110101085) 3. Yuniarta Rajab (112110101167) 4. Anisa laila Azizah (122110101013) 5. Irin Fahrunisyah (122110101019) 6. AuliaYuliati (122110101022) 7. M. Allamal hakam (122110101027) 8. Lutfi Imansari (122110101059) 9. Sabrina Zata Dini P (122110101060) 10. Mawlida Maghfiroh (122110101064) Imunologi kelas B

Upload: lutfi-imansari

Post on 13-Jan-2015

4.348 views

Category:

Health & Medicine


1 download

DESCRIPTION

disusun untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Imunologi [ L.Imansari - Semester 2 ]

TRANSCRIPT

Page 1: Imunologi terhadap infeksi

IMUNOLOGI TERHADAP INFEKSI

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Imunologi Semester Genap Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember

Oleh Kelompok 1 :

1. Devi Novitasari (112110101036)2. Eva fitriana (112110101085)3. Yuniarta Rajab (112110101167)4. Anisa laila Azizah (122110101013)5. Irin Fahrunisyah (122110101019)6. AuliaYuliati (122110101022)7. M. Allamal hakam (122110101027)8. Lutfi Imansari (122110101059)9. Sabrina Zata Dini P (122110101060)10. Mawlida Maghfiroh (122110101064)

Imunologi kelas B

Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Jember

2013

Page 2: Imunologi terhadap infeksi

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan

Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis hingga kini masih jadi masalah

kesehatan utama di dunia. Berbagai pihak coba bekerja bersama untuk

memeranginya. Biasanya yang paling umum terinfeksi adalah paru-paru tetapi

dapat mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini dapat menular dari orang ke

orang melalui droplet dari orang yang terinfeksi TB paru. Kuman ini paling sering

menyerang organ paru dengan sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

TB Paru merupakan penyakit menular yang mengancam kesehatan masyarakat di

seluruh dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. TB Paru

merupakan penyebab kematian nomor tiga terbesar setelah penyakit. Jumlah

penderita TBC sangat banyak di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 429ribu orang

penderita TBC. Mirisnya,  mayoritas menyerang usia produktif. Menurut WHO,

Jumlah penderita TBC yang melimpah ini membuat Indonesia masuk negara

dengan jumlah penderita TBC terbanyak no.5 di dunia. kardiovaskuler dan penyakit

saluran pernapasan atas (ISPA) pada semua golongan umur. TB Paru juga penyebab

penyakit nomor satu pada kelompok penyakit menular atau penyakit infeksi.

Saat ini kriteria terpenting untuk menetapkan dugaan diagnosis TB adalah

berdasarkan pewarnaan tahan asam. Walau demikian, metode ini kurang sensitif,

karena baru memberikan hasil positif bila terdapat >10 organisme/ml sputum.

Kultur memiliki peran penting untuk menegakkan diagnosis TB karena

mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada pewarnaan tahan

asam. Kultur Lowenstein-Jensen (LJ) merupakan baku emas metode identifikasi

Mycobacterium tuberculosis, dengan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing

99% dan 100%, akan tetapi waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil kultur

cukup lama, yaitu sekitar 8 minggu. Hal ini tentu saja akan menyebabkan

keterlambatan yang bermakna untuk menegakkan diagnosis dan memulai terapi.

Page 3: Imunologi terhadap infeksi

Secara umum, metode penegakan diagnosis yang banyak digunakan saat ini

adalah metode lama, sehingga diperlukan teknik diagnosis baru, yang dapat

mendiagnosis TB dengan lebih cepat dan akurat.

Berbagai kemajuan telah dicapai, antara lain program DOTS dimana

Indonesia hampir mencapai target 70/85, artinya sedikitnya 70% pasien TB

berhasil ditemukan dan sedikitnya 85% diantaranya berhasil disembuhkan. Di

Indonesia juga diperkenalkan beberapa program seperti HDL (Hospital DOTS

Linkage) yang melakukan program DOTS di RS, PPP (public private partnership)

atau PPM (public private mix) yang melibatkan sektor private dalam

penanggulangan TB di negara kita, Juga akan dilakukan program DOTS plus

untuk menangani MDR TB. Kita tentu berharap agar berbagai upaya ini memberi

hasil yang optimal dan untuk itu perlu melibatkan semua stake holder secara aktif

dengan memberi peran dan kesempatan kepada semua pihak

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah, antara lain :

1. Apa pengertian, gejala, penularan TB?

2. Bagaimana perkembangan infeksi TB saat ini?

3. Bagaimana cara pengobatan yang efektif untuk penyakit TB ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian, gejala dan penularan dari TB

2. Mengetahui seberapa perkembangan infeksi TB saat ini.

3. Mengetahui cara pengobatan yang paling efektif untuk penyakit TB.

Page 4: Imunologi terhadap infeksi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21. Pengertian sistem imun

Sistem imun merupakan sistem koordinasi respons biologik yang

bertujuan melindungi integritas dan identitas individu serta mencegahinvasi

organisme dan zat yang berbahaya di lingkungan yang dapat merusak

dirinya.Sistem imun mempunyai sedikitnya 3 fungsi utama. Yang pertama adalah

suatu fungsi yang sangat spesifik yaitu kesanggupan untuk mengenal dan

membedakan berbagai molekul target sasaran dan juga mempunyai respons yang

spesifik. Fungsi kedua adalah kesanggupan membedakan antara antigen diri dan

antigen asing. Fungsi ketiga adalah fungsi memori yaitu kesanggupan melalui

pengalaman kontak sebelumnya dengan zat asing patogen untuk bereaksi lebih

cepat dan lebih kuat daripada kontak pertama.

2.2 Mekanisme Imunitas terhadap Antigen yang Berbahaya

Ada beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang

berbahaya di lingkungannya yaitu:

1. Pertahanan fisik dan kimiawi: kulit, sekresi asamlemak dan asam laktat

melalui kelenjar keringat dan sebasea, sekresi lendir, pergerakan silia,

sekresi airmata, air liur, urin, asam lambung serta lisosim dalam airmata.

2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat

mencegah invasi mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitelorgan.

3. Innate immunity.

4. Imunitas spesifik yang didapat.

2.3 Imunitas Spesifik Didapat

Bila mikroorganisme dapat melewati pertahanan nonspesifik/innate

immunity, maka tubuh akan membentuk mekanisme pertahanan yang lebih

kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas ini memerlukan pengenalan terhadap

antigen lebih dulu.

Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri dari:

1. Imunitas humoral

Page 5: Imunologi terhadap infeksi

Produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non T

dependent).

2. Cell mediated immunity (CMI)

Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui:

1. Produksi sitokin serta jaringan interaksinya.

2. Sel sitotoksik matang di bawah pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan

interleukin 6 (IL-6).

2.4 Innate Immunity

Merupakan mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik yang mencegah

masuknya dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta mencegah

terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa komponen innate immunity yaitu

1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel polimorfonuklear (PMN) dan

makrofag.

2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.

3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi.

4. Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yangmengikat

mikroorganisme, selanjutnya terjadi aktivasi komplemen melalui jalur

klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme.

5. Produksi interferon alfa (IFN a) oleh leukosit dan interferon beta (IFN b)

oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus.

6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel NK)

melalui pelepasan granula yang mengandung perforin.

7. Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein (MBP) dan

protein kationik yang dapat merusak membran parasit.

2.5 Prosesi dan Presentasi Antigen

Respons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/ mikroorganisme ke

dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan

sebagai antigen presenting cell (APC). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil

antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit

T penolong (Th atau T helper). Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th

ini) akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T

Page 6: Imunologi terhadap infeksi

sitotoksik. Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi

efektor untuk mengeliminasi antigen. Setiap prosesi ini sel limfosit dan sel APC

bekerja sama melalui kontak langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-

sel ini dapat juga berinteraksi secara simultan dengan sel tipe lain atau dengan

komponen komplemen, kinin atau sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi

fagosit, pembekuan darah atau penyembuhan luka. Respons imun dapat bersifat

lokal atau sistemik dan akan berhenti bila antigen sudahberhasil dieliminasi

melalui mekanisme kontrol.

2.6 Respon Imun Terhadap Bakteri

Respons Imun terhadap Bakteri Ekstraselular

Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa

mekanisme yaitu :

1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di

tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering

menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.

2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat

berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen

dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator

produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta aktivator poliklonal sel

limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan

mekanisme yang belum jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri

menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat faktor

elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera

merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang

menyebabkan sekresi aktif klorida, kehilangan cairan serta diare yang

hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat motor

endplate pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi otot

persisten yang sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin

klostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat

menghasilkan gas gangren. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular

ditujukan untuk eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin.

Page 7: Imunologi terhadap infeksi

Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular

Respons imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama melalui

mekanisme fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Resistensi

bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan

virulensi bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang

peranan penting dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS)

dalam dinding bakteri gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif

tanpa adanya antibodi. Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b

mempunyai efek opsonisasi bakteri sertameningkatkan fagositosis. Selain itu

terjadi lisis bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta beberapa hasil

sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan respons inflamasi melalui

pengumpulan (recruitment) serta aktivasi leukosit. Endotoksin yang merupakan

LPS merangsang produksi sitokin oleh makrofag serta sel lain seperti endotel

vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara lain tumour necrosis factor (TNF),

IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan berat molekul rendah yang

termasuk golongan IL-8.

Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang dihasilkan oleh makrofag

adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta meningkatkan aktivasi limfosit

spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan menginduksi adhesi neutrofil dan

monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi yang diikuti migrasi,

akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi

adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri

tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Banyak

fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel limfosit T dan B yang

menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam

jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol dapat membahayakan

tubuh serta berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri ekstraselular. Yang

paling berat adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri Gram-negatif yang

menyebabkan disseminated intravascular coagulation (DIC) yang progresif serta

syok septik atau syok endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling

berperan pada syok endotoksin ini.

Page 8: Imunologi terhadap infeksi

Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular

Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respons kekebalan

spesifik terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen

yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta

merupakan antigen yang thymus independent. Antigen ini dapat langsung

merangsang sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang

kuat. Selain itu produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui mekanisme

perangsangan isotype switching rantai berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T

yang utama terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan

dengan molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel

TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan antibodi,

aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag. Ada 3 mekanisme efektor yang

dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen permukaan bakteri

1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan

mengikat reseptor Fc_ pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi

IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik yang menghasilkan

C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe

3 danselanjutnya terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3

sangat rentan terhadap infeksi piogenik yang hebat.

2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan

terhadap sel target sertabmeningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksinb

tersebut.

3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid

MAC serta pelepasanmediator inflamasi akut.

Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular

Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan

replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang

resisten terhadap degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria

serta Listeria monocytogenes.

Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Intraselular

Page 9: Imunologi terhadap infeksi

Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme

intraselular adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif

resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu

mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran

infeksi sehingga sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.

Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular

Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan

oleh cell mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel

limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag

yang diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon a (IFN

a). Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen

protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel

bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi

sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria.

Telah disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi

sitokin terutama IFN a. Sitokin INF a ini akan mengaktivasi makrofag termasuk

makrofag yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang

resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaanini akan

menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk

granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya.

Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis jaringan serta

fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan

jaringan ini disebabkan terutama oleh respons imun terhadap infeksi oleh

beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah infeksi

mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang

secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama terhadap

Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri

mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian

ada yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang terinfeksi

terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi

granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan

Page 10: Imunologi terhadap infeksi

bakteri berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang

menyebabkan kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respons imun spesifik

yang sama.

Terapi Imunoglobulin pada Infeksi

Pada keadaan infeksi bakteri yang berat, dapat terjadi kelelahan respons

imun (exhaustion) pada individu yang mempunyai respons imun yang normal dan

keadaan ini dapat terjadi pelepasan berbagai mediator yang merangsang timbulnya

syok septik. Dalam keadaan ini terapi penunjang dengan intravenous

immunoglobuline (IVIG) dapat diberikan. Terapi IVIG ini secara pasif untuk

membantu sistem imun tubuh dengan antibodi yang spesifik terhadap bakteri serta

eksotoksin dan endotoksin yang sesuai. Distribusi subkelas IgG harus mirip

seperti dalam plasma normal dan sanggup memicu eliminasi antigen secara

imunologik. Pemberian IVIG dosis tinggi harus dilakukan dalam jangka pendek

tanpa risiko penekanan terhadap sistem imun endogen. Terdapat 2 jenis preparat

IVIG yaitu yang dipecah oleh plasmin dan yang dipecah oleh pepsin.

- Plasmin memecah molekul IgG 7S pada tempat spesifik yaitu pada

ikatan disulfida pada tempat CHI yang berseberangan dari rantai

berat.Keadaan ini akan melepaskan 2 fragmen Fab bebas dan satu

fragmen Fc. Efek aktivasi komplemen tidak bertahan lama tetapi

meninggalkan efek imunosupresif. Oleh karena itu sering

digunakan pada terapi penyakit autoimun. Hanya IgG 2 yang

resisten terhadap plasma sehingga masih mengandungsekitar 25%

IgG 2.

- Enzim pepsin memecah keempat subkelas IgG pada sisi di bawah

ikatan disulfida kedua rantai berat molekul imunoglobulin.

Pemecahan oleh pepsin ini menghasilkan fragmen IgG dengan 2

rantai pengikat antigen yang masih berhubungan dengan ikatan

disulfida yang disebut Fab2. Fragmen Fc-nya dengan cepat

dimetabolisme sebagai polipeptida dan diekskresi melalui ginjal

sehingga tidak mempunyai peran imunologi lagi. Oleh karena itu,

preparat IVIG ini bebas dari fragmen Fc sehingga tidak

Page 11: Imunologi terhadap infeksi

menyebabkan supresi sistem imun endogen. Preparat IVIG yang

hanya mengandung 2 fragmen F(ab)2 akan migrasi ke regio 5S

pada sentrifugasi, mempunyai indikasi khusus dalam situasi klinis

pada saat sistem imun mengalami kelelahan karena infeksi akut

yang berat. Oleh karena itu pengobatan IVIG 5S dosis tinggi

diperlukan untuk menunjang mekanisme kekebalan pada pasien

yang mengalami gangguan imuntas. Dibandingkan dengan IgG 7S

yang mempunyai waktu paruh sekitar 20 hari, IgG 5S mempunyai

waktu paruh lebih pendek yaitu 12-36 jam sehingga tidak akan

mengikat reseptor Fc yang menyebabkan imunosupresi.

2.7 Respon imun terhadap virus

Virus merupakan organisme obligat, umumnya terdiri atas potongan DNA

atau RNA yang diselubungi mantel dari protein atau lipoprotein. Respons imun

terhadap protein virus melibatkan sel T dan sel B. Antigen virus yang

menginduksi antibody dapat menetralkan virus dan sel T sitotoksik yang spesifik

merupakan imunitas paling efisien pada imunitas proteksi terhadap virus.

Virus merupakan obligat intraselular yang berkembang biak di dalam sel,

sering menggunakan sintesis aam nukleat dan protein pejamu. Dengan reseptor

permukaan sel, virus masuk ke dalam sel dan dapat menimbulkan kerusakan sel

dan penyakit melalui berbagai mekanisme. Hal tersebut disebabkan oleh replikasi

virus yang mengganggu sintesis protein dan fungsi sel normal serta efek sitopatik

virus. Virus nonsitopatik dapat menimbulkan infeksi laten dan DNA virus

menetap dalam sel pejamu dan memproduksi protein yang dapat atau tidak

mengganggu fungsi sel.

Imunitas nonspesifik humoral dan selular

Prinsip mekanisme imunitas nonspesifik terhadap virus adalah mencegaah

infeksi. Efektor yang berperan adalah IFN tipe 1 dan sel NK dan yang membunuh

sel terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai produksi RNA yang merangsang sel

terinfeksi untuk sekresi IFN tipe 1, mungkin melalui ikatan dengan TLR. IFN tipe

1 mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel sekitarnya yang

Page 12: Imunologi terhadap infeksi

menginduksi lingkungan anti-viral. IFN α dan IFN β mencegah replikasi virus

dalam sel terinfeksi.

Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan

merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respon

imun spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang tidak

mengekspresikan MHC-1. Untuk membunuh virus, sel NK tidak memerlukan

bantuan molekul MHC-1.

Imunitas Spesifik

a. Imunitas spesifik humoral

Respon imun terhadap virus tergantung dari lokasi virus dalam pejamu.

Antibodi merupakan efektor dalam imunitas spesifik humoral terhadap infeksi

virus. Antibodi diproduksi dan hanya efektif terhadap virus dalam fase

ekstraselular. Virus dapat ditemukan ekstraselular pada awal infeksi sebelum virus

masuk ke dalam sel atau bila dilepas oleh sel trinfeksi yang dihancukan (khusus

untuk virus sitopatik). Antibodi dapat menetralkan virus, mencegah virus

menempel pada sel dan masuk ke dalam sel pajamu.

Antibodi dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatakan eliminasi

partikel virus oleh fagosit. Aktifasi komplemen juga ikut berperan dalam

meningkatkan fagositosis dan menghancurka virus dengan envelop lipid secara

langsung. IgA yang disekresikan di mukosa berperan terhadap virus yang masuk

tubuh melalui mukosa saluran nafas dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus polio

bakerja untuk menginduksi imunitas mukosa tersebut.

b. Imunitas spesifik selular

Virus yang berhasil masuk ke dalam sel tidak lagi rentan terhadap efek

antibody. Respon imun terhadap virus intra selular terutama tergantung dari sel

CD8+ / CTL yang membunuh sel terinfeksi. Fungsi fisiologik utama CTL ialah

pemantauan terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus

mengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis

endogen yang berhubungan dengan MHC1 dalam setiap sel yang bernukleus.

Untuk diferensiasi penuh, CD8+ memerlukan sitokin yang diproduksi sel CD4+ Th

dan kostimulator yang diekspresikan pada sel terinfeksi. Bila sel terinfeksi adalah

Page 13: Imunologi terhadap infeksi

sel jaringan dan bukan APC, sel terinfeksi dapat dimakan oleh APC professional

seperti sel dendritic yang selanjutnya memproses antigen virus dan

mempresentasikannya bersama molekul MHC1 ke sel CD8+ naïf di KGB. Sel

yang akhir akan berproliferasi secara massif yang kebanyakan merupakan sel

spesifik untuk beberapa peptide virus. Sel CD8+ naïf yang diaktifkan

berdeferensiasi menjadi sel CTL efektor yang dapat membunuh setiap sel

bernukleus yang terinfeksi. Efek anti virus utama CTL adalah membunuh sel

terinfeksi.

Patologi yang diinduksi virus merupakan efek direk yang menimbulkan

kematian sel pejamu dan kerusakan jaringan. Hampir semua virus tanpa envelop

menimbulkan infeksi akut dan kerusakan. Lisis sel terjadi selama terjadi replikasi

dan penyebaran virus ke sel sekitar. Kerusakan patologi sebetulnya sering lebih

merupakan akibat respon imun aktif terhadap antigen virus dan epitopnya pada

permukaan sel terinfeksi.

2.8 Imunitas Terhadap Jamur

Komponen sistem imun pada kulit

Kulit berperan sebagai sawar fisik terhadap lingkungan dan inflamasi.

Banyak antigen asing masuk tubuh melalui kulit dan respon imun diawali di kulit.

Kulit terdiri atas lapisan epidermis dan dermis, antara lain:

1.      Epidermis

Merupakan epitel yang tersusun berlapis yang terdiri atas beberapa lapis.

Sel keratinosit dari epidermis diikat satu sama lain karena mempunyai

sitoskeleton yang terdiri atas filamen keratin. Di bawah epidermis ada membran

basal. Di daerah ini ditemukan struktur khusus yang merupakan tempat epidermis

diikat oleh dermis yang disebut dengan matriks. Matriks terdiri atas polisakarida

dan protein yang membentuk makromolekul. Membran basal sangat mudah rusak

atau terganggu fungsinya dan merupakan tempat umum terjadinya lepuh.

Komponen utama sistem imun kulit terdiri atas keratinosit, sel langerhans, dan

limfosit intraepidermal. Sel langerhans berperan dalam induksi aktivasi sel T pada

dermatitis alergi, dan lain-lain. Sel epitel skuamosa yang merupakan sel utama

epidermis berfungsi memproduksi berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi

Page 14: Imunologi terhadap infeksi

imun nonspesifik, inflamasi, dan regulasi respons imun di kulit. Komponen imun

lainnya berupa melanosit yang memproduksi pigmen.

2.      Dermis

Komponen utama sistem imun di bagian dermis adalah sel T dan

makrofag. Dermis mengandung kolagen yang memproduksi fibroblas dalam

jumlah banyak. Dermis juga mengandung pembuluh darah, folikel rambut,

kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus. Sel CD 4 dan CD 8 banyak ditemukan di

dermis, terutama perivaskular dengan sedikit makrofag. Sel T dermal

mengekspresikan epitop hidrat arang yang disebut antigen 1, bereaksi dengan

molekul adhesi pada endotel yang berperan dalam homing spesifik sel T memori

ke kulit. Dermis juga mengandung sel mast yang berperan pada reaksi

hipersensitivitas cepat. (Garna, 2006)

Respon imun terhadap infeksi jamur

Imunitas spesifik

Infeksi jamur disebut mikosis. Jamur yang masuk ke dalam tubuh akan

mendapat tanggapan melalui respon imun. IgM dan IgG di dalam sirkulasi

diproduksi sebagai respon terhadap infeksi jamur. Respon cell-mediated immune

(CMI) adalah protektif karena dapat menekan reaktivasi infeksi jamur

oportunistik. Respon imun yang terjadi terhadap infeksi jamur merupakan

kombinasi pola respon imun terhadap mikroorganisme ekstraseluler dan respon

imun intraseluler. Respon imun seluler dilakukan sel T CD 4 dan CD 8 yang

bekerja sama untuk mengeliminasi jamur. Dari subset sel T CD 4, respon Th 1

merupakan respon protektif, sedangkan respon Th 2 merugikan tubuh.

 Kulit yang terinfeksi akan berusaha menghambat penyebaran infeksi dan

sembuh, menimbulkan resistensi terhadap infeksi berikutnya. Resistensi ini

berdasarkan reaksi imunitas seluler, karena penderita umumnya menunjukkan

reaksi hipersensitivitas IV terhadap jamur bersangkutan.

(Aziz, 2006)

Imunitas nonspesifik

Sawar fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan

sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor utamanya terhadap

Page 15: Imunologi terhadap infeksi

jamur adalah neutrofil dan makrofag. Netrofil dapat melepas bahan fungisidal

seperti ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraselular.

Galur virulen (kriptokok neofarmans) menghambat produksi sitokin TNF dan IL-

12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi

makrofag. (Garna, 2006).

2.9 Respon Imun Terhadap Parasit

Perjalanan suatu penyakit parasit selain ditentukan oleh sifat

parasitnya,ternyata juga dipengaruhi oleh faktor – faktor kekebalan

hospes.Sehingga disuatu daerah endemik akan dilihat perbedaan kerentanan

ataupun perbedaan resistensi terhadap infeksi parasit antar individu – individu

yang tinggal didaerah tersebut . Secara garis besar faktor kekebalan dapat dibagi

menjadi dua bagian :

1. Kekebalan bawaan / Innate Immunity

2. Kekebalan didapat / Natural Acqiured Immunity

   

        Kedua jenis kekebalan ini akan saling berinteraksi dan menentukan

perjalanan penyakit hospesnya, sehingga pengetahuan mengenai kedua jenis

kekebalan perlu diketahui sebagai dasar penanggulangan penyakit parasit

terutama dalam pengembangan vaksin.

KEKEBALAN BAWAAN /INNATE IMMUNITY

Definisi

        Kekebalan bawaan merupakan kekebalan yang diperoleh sebelum seseorang

terpapar parasit,termasuk didalamnya faktor genetik maupun faktor non genetik.

Mekanisme kekebalan bawaan

Kekebalan bawaan adalah kapasitas seorang  manusia normal untuk tetap

sehat terhadap serangan – serangan berbagai macam parasit dan racunnya.

Sebagian besar daripada kekebalan adalah suatu bawaan genetik seluruh species

terhadap sesuatu makhluk parasit tertentu. Kadang – kadang resistensi ini absolut,

sehinggasemua individu resisten: manusia dan kera terhadap T.brucei.

Page 16: Imunologi terhadap infeksi

Kadang –kadang hanya relatif, sehingga diantara bangsa – bangsa atau individu

terdapat kekebalan yang berbeda: bangsa Negro lebih resisten terhadap infeksi

dengan P.vivax dan cacing tambang dari pada bangsa kulit putih.

Kekebalan bawaan adalah lebih penting daripada kekebalan yang didapati, oleh

karena kekebalan bawaan adalah dasar daripada kekebalan yang didapati.

Respon imun humoral

Respon imun humoral menggunakan antibodi sebagai efektornya. Pada infeksi

parasit sebagian besar memperlihatkan respon humoral yg tinggi.Dalam

mengeliminasi parasit ada cara yg dapat dilakukan antibodi yaitu :

1. Antibodi bekerja sendiri

2. Antibodi dibantu oleh sel-sel lain (eosinofil,makrofag,netrofil,trombosit)   

3. Antibodi dibantu oleh komplemen (invitro)

   

    Pada respon imun humoral akan terbentuk zat anti yg khas terhadap parasit yg

masuk dan hasil metabolismenya yang terbentuk sehingga parasiticide jadi

meninggi dan aktivitas sel fagosit meninggi.

Pada infeksi cacing ditandai dengan terjadinya eosinofilia dan produksi

antibodi IgE yang amat tinggi dari tubuh.

Respon imun celuler   

Respon imun celuler terbentuk dari limfosit T yg hipersensitif terhadap

parasit serta hasil metabolismenya.    Pada respon imun celular, parasit tumbuh

didalam jaringan misalnya leishmania kulit.   Sistem kekebalan celular ini

dilakukan oleh sel limposit T  yang hipersensitif terhadap parasit dan hasil

metabolismenya.

Page 17: Imunologi terhadap infeksi

BAB III

PEMBAHASAN

2.7 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis yaitu sebagian dari organisme kompleks termasuk

M. bovis dan M. africanum (Innes JA, Reid PT, 2005).

2.8 Penyebab Penyakit

Penyakit Tuberkulosis adalah disebabkan oleh infeksi bakteri

Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). M.tuberculosis berbentuk batang

lurus tidak berspora dan juga tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6

mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks dan terdiri

dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.

tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa

dimikolat yang disebut cord factordan mycobacterial sulfolipids yang berperan

dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –

C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan

dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada

dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri

M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan

terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut denganlarutan asam-alkohol.

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen

lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat

diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal (PDPI, 2002).

2.9 Penularan

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Menurut Rachmand

Y.N. (2008) dan Schiffman. G (2010), sewaktu batuk atau bersin, kuman akan

tersebar ke udara dalam bentuk droplet ataupun percikan dahak. Droplet yang

mengandungi kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa

jam. Jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan, orang lain dapat

terinfeksi. Selama kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui

Page 18: Imunologi terhadap infeksi

pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya

melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas atau

penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari paru menentukan daya penularan dari seorang penderita. Makin

tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.

Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita

tersebut dianggap tidak menular. Konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut menentukan kemungkinan seseorang terinfeksi TB

(Saroso S., 2005).

2.10 Patogenesis

Pada patogenesis Tuberkulosis primer, kuman Tuberkulosis akan masuk

melalui saluran napas dan akan bersarang di jaringan paru. Kemudian, akan

terbentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau efek primer.

Sarang primer ini bisa timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan

sarang reaktivasi. Dari sarang primer, akan kelihatan peradangan saluran getah

bening yang menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh

pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Efek primer

bersama-sama dengan limfangitis regional dikenali sebagai kompleks primer.

Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sama ada sembuh dengan

tidak meninggalkan cacat sama sekali ataupun sembuh dengan meninggalkan

sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotic dan sarang perkapuran di

hilus). Pada fase Tuberkulosis pasca primer dari tuberkulosis primer ini akan

muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia

15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam

antaranya adalah tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis dan

tuberkulosis menahun. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem

kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-

primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari

lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini pada awalnya berbentuk

suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah

satu jalan sama ada melalui diresopsi kembali dan sembuh kembali dengan tidak

Page 19: Imunologi terhadap infeksi

meninggalkan cacat ataupun sarang tadi pada mulanya meluas, tetapi segera

terjadi proses penyembuhan dengan jaringan fibrosis. Ia selanjutnya akan

membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam

bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,

membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan

keluar.

2.11 Gejala Klinis

Gejala-gejala umum untuk penyakit TB adalah demam tidak terlalu tinggi

yang berlangsung lama. Biasanya demam ini dirasakan malam hari disertai

keringat malam. Penderita sering terbangun di malam hari karena tubuhnya basah

kuyup oleh keringat sehingga pakaian atau bahkan sepreinya harus diganti.

Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

Gejala umum lain adalah penurunan nafsu makan dan berat badan serta batuk-

batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Bisa juga

dirasakan perasaan tidak enak atau malaise dan lemah (PDPI, 2002). Gejala-gejala

khusus atau khas pula tergantung dari organ tubuh mana yang terkena. Bila

terjadi sumbatan di sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening

yang membesar, ia akan menimbulkan suara "mengi" yaitu suara nafasmelemah

yang disertai sesak. Jika ada cairan dirongga pleura, ia dapat disertai dengan

keluhan sakit dada. Apabila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti

infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada

kulit di atasnya. Pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak, dapat

mengenai otak dan terjadinya meningitis (radang selaput otak). Gejalanya adalah

demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

2.12 Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan

kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya

sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat.

Page 20: Imunologi terhadap infeksi

2.13 Pencegahan

Penyakit Tuberkulosis ini bias dicegah, seperti yang diketahui, mencegah

lebih baik dari mengobati. Antara pencegahan penyakit Tuberkulosis yang bias

dilakukan oleh masyarakat adalah ventilasi dan pencahayaan rumah yang baik

serta menutup mulut saat batuk. Selain itu, masyarakat juga perlu menjaga

kebersihan lingkungan termasuk alat makan dan tidak meludah di sembarang

tempat (Rahmawati VK, 2009). Selain pencegahan dinyatakan di atas, terdapat

juga vaksinasi yang bisa mencegah daripada terjadinya penyakit Tuberkulosis ini

yaitu vaksin BCG (Squire B., 2009).

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang

disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang

ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini

sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga

penyakit yang harus benar-benar segera ditangani dengan cepat.

4.2. Saran

Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah

Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi. TBC adalah penyakit

yang dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk

minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk

memeriksakan diri ke klinik/puskesmas. Bagi mahasiswa hendaknya lebih giat

dalam mencari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Penyakit TB Paru.

http://adirasoziety.blogspot.com/2012/08/laporan-tutorial-respon-imun-

terhadap.html

http://4sinaps.blogspot.com/2012/05/imunoparasitologi.html

Page 21: Imunologi terhadap infeksi