Download - Imunologi terhadap infeksi
IMUNOLOGI TERHADAP INFEKSI
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Imunologi Semester Genap Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
Oleh Kelompok 1 :
1. Devi Novitasari (112110101036)2. Eva fitriana (112110101085)3. Yuniarta Rajab (112110101167)4. Anisa laila Azizah (122110101013)5. Irin Fahrunisyah (122110101019)6. AuliaYuliati (122110101022)7. M. Allamal hakam (122110101027)8. Lutfi Imansari (122110101059)9. Sabrina Zata Dini P (122110101060)10. Mawlida Maghfiroh (122110101064)
Imunologi kelas B
Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Jember
2013
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis hingga kini masih jadi masalah
kesehatan utama di dunia. Berbagai pihak coba bekerja bersama untuk
memeranginya. Biasanya yang paling umum terinfeksi adalah paru-paru tetapi
dapat mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit ini dapat menular dari orang ke
orang melalui droplet dari orang yang terinfeksi TB paru. Kuman ini paling sering
menyerang organ paru dengan sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
TB Paru merupakan penyakit menular yang mengancam kesehatan masyarakat di
seluruh dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. TB Paru
merupakan penyebab kematian nomor tiga terbesar setelah penyakit. Jumlah
penderita TBC sangat banyak di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 429ribu orang
penderita TBC. Mirisnya, mayoritas menyerang usia produktif. Menurut WHO,
Jumlah penderita TBC yang melimpah ini membuat Indonesia masuk negara
dengan jumlah penderita TBC terbanyak no.5 di dunia. kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernapasan atas (ISPA) pada semua golongan umur. TB Paru juga penyebab
penyakit nomor satu pada kelompok penyakit menular atau penyakit infeksi.
Saat ini kriteria terpenting untuk menetapkan dugaan diagnosis TB adalah
berdasarkan pewarnaan tahan asam. Walau demikian, metode ini kurang sensitif,
karena baru memberikan hasil positif bila terdapat >10 organisme/ml sputum.
Kultur memiliki peran penting untuk menegakkan diagnosis TB karena
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada pewarnaan tahan
asam. Kultur Lowenstein-Jensen (LJ) merupakan baku emas metode identifikasi
Mycobacterium tuberculosis, dengan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
99% dan 100%, akan tetapi waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil kultur
cukup lama, yaitu sekitar 8 minggu. Hal ini tentu saja akan menyebabkan
keterlambatan yang bermakna untuk menegakkan diagnosis dan memulai terapi.
Secara umum, metode penegakan diagnosis yang banyak digunakan saat ini
adalah metode lama, sehingga diperlukan teknik diagnosis baru, yang dapat
mendiagnosis TB dengan lebih cepat dan akurat.
Berbagai kemajuan telah dicapai, antara lain program DOTS dimana
Indonesia hampir mencapai target 70/85, artinya sedikitnya 70% pasien TB
berhasil ditemukan dan sedikitnya 85% diantaranya berhasil disembuhkan. Di
Indonesia juga diperkenalkan beberapa program seperti HDL (Hospital DOTS
Linkage) yang melakukan program DOTS di RS, PPP (public private partnership)
atau PPM (public private mix) yang melibatkan sektor private dalam
penanggulangan TB di negara kita, Juga akan dilakukan program DOTS plus
untuk menangani MDR TB. Kita tentu berharap agar berbagai upaya ini memberi
hasil yang optimal dan untuk itu perlu melibatkan semua stake holder secara aktif
dengan memberi peran dan kesempatan kepada semua pihak
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah, antara lain :
1. Apa pengertian, gejala, penularan TB?
2. Bagaimana perkembangan infeksi TB saat ini?
3. Bagaimana cara pengobatan yang efektif untuk penyakit TB ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian, gejala dan penularan dari TB
2. Mengetahui seberapa perkembangan infeksi TB saat ini.
3. Mengetahui cara pengobatan yang paling efektif untuk penyakit TB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21. Pengertian sistem imun
Sistem imun merupakan sistem koordinasi respons biologik yang
bertujuan melindungi integritas dan identitas individu serta mencegahinvasi
organisme dan zat yang berbahaya di lingkungan yang dapat merusak
dirinya.Sistem imun mempunyai sedikitnya 3 fungsi utama. Yang pertama adalah
suatu fungsi yang sangat spesifik yaitu kesanggupan untuk mengenal dan
membedakan berbagai molekul target sasaran dan juga mempunyai respons yang
spesifik. Fungsi kedua adalah kesanggupan membedakan antara antigen diri dan
antigen asing. Fungsi ketiga adalah fungsi memori yaitu kesanggupan melalui
pengalaman kontak sebelumnya dengan zat asing patogen untuk bereaksi lebih
cepat dan lebih kuat daripada kontak pertama.
2.2 Mekanisme Imunitas terhadap Antigen yang Berbahaya
Ada beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang
berbahaya di lingkungannya yaitu:
1. Pertahanan fisik dan kimiawi: kulit, sekresi asamlemak dan asam laktat
melalui kelenjar keringat dan sebasea, sekresi lendir, pergerakan silia,
sekresi airmata, air liur, urin, asam lambung serta lisosim dalam airmata.
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat
mencegah invasi mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitelorgan.
3. Innate immunity.
4. Imunitas spesifik yang didapat.
2.3 Imunitas Spesifik Didapat
Bila mikroorganisme dapat melewati pertahanan nonspesifik/innate
immunity, maka tubuh akan membentuk mekanisme pertahanan yang lebih
kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas ini memerlukan pengenalan terhadap
antigen lebih dulu.
Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri dari:
1. Imunitas humoral
Produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non T
dependent).
2. Cell mediated immunity (CMI)
Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui:
1. Produksi sitokin serta jaringan interaksinya.
2. Sel sitotoksik matang di bawah pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan
interleukin 6 (IL-6).
2.4 Innate Immunity
Merupakan mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik yang mencegah
masuknya dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta mencegah
terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa komponen innate immunity yaitu
1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel polimorfonuklear (PMN) dan
makrofag.
2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.
3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi.
4. Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yangmengikat
mikroorganisme, selanjutnya terjadi aktivasi komplemen melalui jalur
klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme.
5. Produksi interferon alfa (IFN a) oleh leukosit dan interferon beta (IFN b)
oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus.
6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel NK)
melalui pelepasan granula yang mengandung perforin.
7. Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein (MBP) dan
protein kationik yang dapat merusak membran parasit.
2.5 Prosesi dan Presentasi Antigen
Respons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/ mikroorganisme ke
dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan
sebagai antigen presenting cell (APC). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil
antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit
T penolong (Th atau T helper). Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th
ini) akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T
sitotoksik. Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi
efektor untuk mengeliminasi antigen. Setiap prosesi ini sel limfosit dan sel APC
bekerja sama melalui kontak langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-
sel ini dapat juga berinteraksi secara simultan dengan sel tipe lain atau dengan
komponen komplemen, kinin atau sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi
fagosit, pembekuan darah atau penyembuhan luka. Respons imun dapat bersifat
lokal atau sistemik dan akan berhenti bila antigen sudahberhasil dieliminasi
melalui mekanisme kontrol.
2.6 Respon Imun Terhadap Bakteri
Respons Imun terhadap Bakteri Ekstraselular
Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa
mekanisme yaitu :
1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di
tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering
menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.
2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat
berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen
dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator
produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta aktivator poliklonal sel
limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan
mekanisme yang belum jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri
menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat faktor
elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera
merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang
menyebabkan sekresi aktif klorida, kehilangan cairan serta diare yang
hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat motor
endplate pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi otot
persisten yang sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin
klostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat
menghasilkan gas gangren. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular
ditujukan untuk eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin.
Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular
Respons imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama melalui
mekanisme fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Resistensi
bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan
virulensi bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang
peranan penting dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS)
dalam dinding bakteri gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif
tanpa adanya antibodi. Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b
mempunyai efek opsonisasi bakteri sertameningkatkan fagositosis. Selain itu
terjadi lisis bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta beberapa hasil
sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan respons inflamasi melalui
pengumpulan (recruitment) serta aktivasi leukosit. Endotoksin yang merupakan
LPS merangsang produksi sitokin oleh makrofag serta sel lain seperti endotel
vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara lain tumour necrosis factor (TNF),
IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan berat molekul rendah yang
termasuk golongan IL-8.
Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang dihasilkan oleh makrofag
adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta meningkatkan aktivasi limfosit
spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan menginduksi adhesi neutrofil dan
monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi yang diikuti migrasi,
akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi
adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri
tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Banyak
fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel limfosit T dan B yang
menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam
jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol dapat membahayakan
tubuh serta berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri ekstraselular. Yang
paling berat adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri Gram-negatif yang
menyebabkan disseminated intravascular coagulation (DIC) yang progresif serta
syok septik atau syok endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling
berperan pada syok endotoksin ini.
Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular
Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respons kekebalan
spesifik terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen
yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta
merupakan antigen yang thymus independent. Antigen ini dapat langsung
merangsang sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang
kuat. Selain itu produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui mekanisme
perangsangan isotype switching rantai berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T
yang utama terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan
dengan molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel
TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan antibodi,
aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag. Ada 3 mekanisme efektor yang
dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen permukaan bakteri
1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan
mengikat reseptor Fc_ pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi
IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik yang menghasilkan
C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe
3 danselanjutnya terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3
sangat rentan terhadap infeksi piogenik yang hebat.
2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan
terhadap sel target sertabmeningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksinb
tersebut.
3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid
MAC serta pelepasanmediator inflamasi akut.
Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular
Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan
replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang
resisten terhadap degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria
serta Listeria monocytogenes.
Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Intraselular
Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme
intraselular adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif
resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu
mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran
infeksi sehingga sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang sulit diberantas.
Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular
Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan
oleh cell mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel
limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag
yang diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon a (IFN
a). Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen
protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel
bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi
sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria.
Telah disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi
sitokin terutama IFN a. Sitokin INF a ini akan mengaktivasi makrofag termasuk
makrofag yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang
resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaanini akan
menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk
granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya.
Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis jaringan serta
fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan
jaringan ini disebabkan terutama oleh respons imun terhadap infeksi oleh
beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah infeksi
mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang
secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama terhadap
Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri
mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian
ada yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang terinfeksi
terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi
granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan
bakteri berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang
menyebabkan kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respons imun spesifik
yang sama.
Terapi Imunoglobulin pada Infeksi
Pada keadaan infeksi bakteri yang berat, dapat terjadi kelelahan respons
imun (exhaustion) pada individu yang mempunyai respons imun yang normal dan
keadaan ini dapat terjadi pelepasan berbagai mediator yang merangsang timbulnya
syok septik. Dalam keadaan ini terapi penunjang dengan intravenous
immunoglobuline (IVIG) dapat diberikan. Terapi IVIG ini secara pasif untuk
membantu sistem imun tubuh dengan antibodi yang spesifik terhadap bakteri serta
eksotoksin dan endotoksin yang sesuai. Distribusi subkelas IgG harus mirip
seperti dalam plasma normal dan sanggup memicu eliminasi antigen secara
imunologik. Pemberian IVIG dosis tinggi harus dilakukan dalam jangka pendek
tanpa risiko penekanan terhadap sistem imun endogen. Terdapat 2 jenis preparat
IVIG yaitu yang dipecah oleh plasmin dan yang dipecah oleh pepsin.
- Plasmin memecah molekul IgG 7S pada tempat spesifik yaitu pada
ikatan disulfida pada tempat CHI yang berseberangan dari rantai
berat.Keadaan ini akan melepaskan 2 fragmen Fab bebas dan satu
fragmen Fc. Efek aktivasi komplemen tidak bertahan lama tetapi
meninggalkan efek imunosupresif. Oleh karena itu sering
digunakan pada terapi penyakit autoimun. Hanya IgG 2 yang
resisten terhadap plasma sehingga masih mengandungsekitar 25%
IgG 2.
- Enzim pepsin memecah keempat subkelas IgG pada sisi di bawah
ikatan disulfida kedua rantai berat molekul imunoglobulin.
Pemecahan oleh pepsin ini menghasilkan fragmen IgG dengan 2
rantai pengikat antigen yang masih berhubungan dengan ikatan
disulfida yang disebut Fab2. Fragmen Fc-nya dengan cepat
dimetabolisme sebagai polipeptida dan diekskresi melalui ginjal
sehingga tidak mempunyai peran imunologi lagi. Oleh karena itu,
preparat IVIG ini bebas dari fragmen Fc sehingga tidak
menyebabkan supresi sistem imun endogen. Preparat IVIG yang
hanya mengandung 2 fragmen F(ab)2 akan migrasi ke regio 5S
pada sentrifugasi, mempunyai indikasi khusus dalam situasi klinis
pada saat sistem imun mengalami kelelahan karena infeksi akut
yang berat. Oleh karena itu pengobatan IVIG 5S dosis tinggi
diperlukan untuk menunjang mekanisme kekebalan pada pasien
yang mengalami gangguan imuntas. Dibandingkan dengan IgG 7S
yang mempunyai waktu paruh sekitar 20 hari, IgG 5S mempunyai
waktu paruh lebih pendek yaitu 12-36 jam sehingga tidak akan
mengikat reseptor Fc yang menyebabkan imunosupresi.
2.7 Respon imun terhadap virus
Virus merupakan organisme obligat, umumnya terdiri atas potongan DNA
atau RNA yang diselubungi mantel dari protein atau lipoprotein. Respons imun
terhadap protein virus melibatkan sel T dan sel B. Antigen virus yang
menginduksi antibody dapat menetralkan virus dan sel T sitotoksik yang spesifik
merupakan imunitas paling efisien pada imunitas proteksi terhadap virus.
Virus merupakan obligat intraselular yang berkembang biak di dalam sel,
sering menggunakan sintesis aam nukleat dan protein pejamu. Dengan reseptor
permukaan sel, virus masuk ke dalam sel dan dapat menimbulkan kerusakan sel
dan penyakit melalui berbagai mekanisme. Hal tersebut disebabkan oleh replikasi
virus yang mengganggu sintesis protein dan fungsi sel normal serta efek sitopatik
virus. Virus nonsitopatik dapat menimbulkan infeksi laten dan DNA virus
menetap dalam sel pejamu dan memproduksi protein yang dapat atau tidak
mengganggu fungsi sel.
Imunitas nonspesifik humoral dan selular
Prinsip mekanisme imunitas nonspesifik terhadap virus adalah mencegaah
infeksi. Efektor yang berperan adalah IFN tipe 1 dan sel NK dan yang membunuh
sel terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai produksi RNA yang merangsang sel
terinfeksi untuk sekresi IFN tipe 1, mungkin melalui ikatan dengan TLR. IFN tipe
1 mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel sekitarnya yang
menginduksi lingkungan anti-viral. IFN α dan IFN β mencegah replikasi virus
dalam sel terinfeksi.
Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan
merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respon
imun spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang tidak
mengekspresikan MHC-1. Untuk membunuh virus, sel NK tidak memerlukan
bantuan molekul MHC-1.
Imunitas Spesifik
a. Imunitas spesifik humoral
Respon imun terhadap virus tergantung dari lokasi virus dalam pejamu.
Antibodi merupakan efektor dalam imunitas spesifik humoral terhadap infeksi
virus. Antibodi diproduksi dan hanya efektif terhadap virus dalam fase
ekstraselular. Virus dapat ditemukan ekstraselular pada awal infeksi sebelum virus
masuk ke dalam sel atau bila dilepas oleh sel trinfeksi yang dihancukan (khusus
untuk virus sitopatik). Antibodi dapat menetralkan virus, mencegah virus
menempel pada sel dan masuk ke dalam sel pajamu.
Antibodi dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatakan eliminasi
partikel virus oleh fagosit. Aktifasi komplemen juga ikut berperan dalam
meningkatkan fagositosis dan menghancurka virus dengan envelop lipid secara
langsung. IgA yang disekresikan di mukosa berperan terhadap virus yang masuk
tubuh melalui mukosa saluran nafas dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus polio
bakerja untuk menginduksi imunitas mukosa tersebut.
b. Imunitas spesifik selular
Virus yang berhasil masuk ke dalam sel tidak lagi rentan terhadap efek
antibody. Respon imun terhadap virus intra selular terutama tergantung dari sel
CD8+ / CTL yang membunuh sel terinfeksi. Fungsi fisiologik utama CTL ialah
pemantauan terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus
mengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis
endogen yang berhubungan dengan MHC1 dalam setiap sel yang bernukleus.
Untuk diferensiasi penuh, CD8+ memerlukan sitokin yang diproduksi sel CD4+ Th
dan kostimulator yang diekspresikan pada sel terinfeksi. Bila sel terinfeksi adalah
sel jaringan dan bukan APC, sel terinfeksi dapat dimakan oleh APC professional
seperti sel dendritic yang selanjutnya memproses antigen virus dan
mempresentasikannya bersama molekul MHC1 ke sel CD8+ naïf di KGB. Sel
yang akhir akan berproliferasi secara massif yang kebanyakan merupakan sel
spesifik untuk beberapa peptide virus. Sel CD8+ naïf yang diaktifkan
berdeferensiasi menjadi sel CTL efektor yang dapat membunuh setiap sel
bernukleus yang terinfeksi. Efek anti virus utama CTL adalah membunuh sel
terinfeksi.
Patologi yang diinduksi virus merupakan efek direk yang menimbulkan
kematian sel pejamu dan kerusakan jaringan. Hampir semua virus tanpa envelop
menimbulkan infeksi akut dan kerusakan. Lisis sel terjadi selama terjadi replikasi
dan penyebaran virus ke sel sekitar. Kerusakan patologi sebetulnya sering lebih
merupakan akibat respon imun aktif terhadap antigen virus dan epitopnya pada
permukaan sel terinfeksi.
2.8 Imunitas Terhadap Jamur
Komponen sistem imun pada kulit
Kulit berperan sebagai sawar fisik terhadap lingkungan dan inflamasi.
Banyak antigen asing masuk tubuh melalui kulit dan respon imun diawali di kulit.
Kulit terdiri atas lapisan epidermis dan dermis, antara lain:
1. Epidermis
Merupakan epitel yang tersusun berlapis yang terdiri atas beberapa lapis.
Sel keratinosit dari epidermis diikat satu sama lain karena mempunyai
sitoskeleton yang terdiri atas filamen keratin. Di bawah epidermis ada membran
basal. Di daerah ini ditemukan struktur khusus yang merupakan tempat epidermis
diikat oleh dermis yang disebut dengan matriks. Matriks terdiri atas polisakarida
dan protein yang membentuk makromolekul. Membran basal sangat mudah rusak
atau terganggu fungsinya dan merupakan tempat umum terjadinya lepuh.
Komponen utama sistem imun kulit terdiri atas keratinosit, sel langerhans, dan
limfosit intraepidermal. Sel langerhans berperan dalam induksi aktivasi sel T pada
dermatitis alergi, dan lain-lain. Sel epitel skuamosa yang merupakan sel utama
epidermis berfungsi memproduksi berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi
imun nonspesifik, inflamasi, dan regulasi respons imun di kulit. Komponen imun
lainnya berupa melanosit yang memproduksi pigmen.
2. Dermis
Komponen utama sistem imun di bagian dermis adalah sel T dan
makrofag. Dermis mengandung kolagen yang memproduksi fibroblas dalam
jumlah banyak. Dermis juga mengandung pembuluh darah, folikel rambut,
kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus. Sel CD 4 dan CD 8 banyak ditemukan di
dermis, terutama perivaskular dengan sedikit makrofag. Sel T dermal
mengekspresikan epitop hidrat arang yang disebut antigen 1, bereaksi dengan
molekul adhesi pada endotel yang berperan dalam homing spesifik sel T memori
ke kulit. Dermis juga mengandung sel mast yang berperan pada reaksi
hipersensitivitas cepat. (Garna, 2006)
Respon imun terhadap infeksi jamur
Imunitas spesifik
Infeksi jamur disebut mikosis. Jamur yang masuk ke dalam tubuh akan
mendapat tanggapan melalui respon imun. IgM dan IgG di dalam sirkulasi
diproduksi sebagai respon terhadap infeksi jamur. Respon cell-mediated immune
(CMI) adalah protektif karena dapat menekan reaktivasi infeksi jamur
oportunistik. Respon imun yang terjadi terhadap infeksi jamur merupakan
kombinasi pola respon imun terhadap mikroorganisme ekstraseluler dan respon
imun intraseluler. Respon imun seluler dilakukan sel T CD 4 dan CD 8 yang
bekerja sama untuk mengeliminasi jamur. Dari subset sel T CD 4, respon Th 1
merupakan respon protektif, sedangkan respon Th 2 merugikan tubuh.
Kulit yang terinfeksi akan berusaha menghambat penyebaran infeksi dan
sembuh, menimbulkan resistensi terhadap infeksi berikutnya. Resistensi ini
berdasarkan reaksi imunitas seluler, karena penderita umumnya menunjukkan
reaksi hipersensitivitas IV terhadap jamur bersangkutan.
(Aziz, 2006)
Imunitas nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan
sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor utamanya terhadap
jamur adalah neutrofil dan makrofag. Netrofil dapat melepas bahan fungisidal
seperti ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraselular.
Galur virulen (kriptokok neofarmans) menghambat produksi sitokin TNF dan IL-
12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi
makrofag. (Garna, 2006).
2.9 Respon Imun Terhadap Parasit
Perjalanan suatu penyakit parasit selain ditentukan oleh sifat
parasitnya,ternyata juga dipengaruhi oleh faktor – faktor kekebalan
hospes.Sehingga disuatu daerah endemik akan dilihat perbedaan kerentanan
ataupun perbedaan resistensi terhadap infeksi parasit antar individu – individu
yang tinggal didaerah tersebut . Secara garis besar faktor kekebalan dapat dibagi
menjadi dua bagian :
1. Kekebalan bawaan / Innate Immunity
2. Kekebalan didapat / Natural Acqiured Immunity
Kedua jenis kekebalan ini akan saling berinteraksi dan menentukan
perjalanan penyakit hospesnya, sehingga pengetahuan mengenai kedua jenis
kekebalan perlu diketahui sebagai dasar penanggulangan penyakit parasit
terutama dalam pengembangan vaksin.
KEKEBALAN BAWAAN /INNATE IMMUNITY
Definisi
Kekebalan bawaan merupakan kekebalan yang diperoleh sebelum seseorang
terpapar parasit,termasuk didalamnya faktor genetik maupun faktor non genetik.
Mekanisme kekebalan bawaan
Kekebalan bawaan adalah kapasitas seorang manusia normal untuk tetap
sehat terhadap serangan – serangan berbagai macam parasit dan racunnya.
Sebagian besar daripada kekebalan adalah suatu bawaan genetik seluruh species
terhadap sesuatu makhluk parasit tertentu. Kadang – kadang resistensi ini absolut,
sehinggasemua individu resisten: manusia dan kera terhadap T.brucei.
Kadang –kadang hanya relatif, sehingga diantara bangsa – bangsa atau individu
terdapat kekebalan yang berbeda: bangsa Negro lebih resisten terhadap infeksi
dengan P.vivax dan cacing tambang dari pada bangsa kulit putih.
Kekebalan bawaan adalah lebih penting daripada kekebalan yang didapati, oleh
karena kekebalan bawaan adalah dasar daripada kekebalan yang didapati.
Respon imun humoral
Respon imun humoral menggunakan antibodi sebagai efektornya. Pada infeksi
parasit sebagian besar memperlihatkan respon humoral yg tinggi.Dalam
mengeliminasi parasit ada cara yg dapat dilakukan antibodi yaitu :
1. Antibodi bekerja sendiri
2. Antibodi dibantu oleh sel-sel lain (eosinofil,makrofag,netrofil,trombosit)
3. Antibodi dibantu oleh komplemen (invitro)
Pada respon imun humoral akan terbentuk zat anti yg khas terhadap parasit yg
masuk dan hasil metabolismenya yang terbentuk sehingga parasiticide jadi
meninggi dan aktivitas sel fagosit meninggi.
Pada infeksi cacing ditandai dengan terjadinya eosinofilia dan produksi
antibodi IgE yang amat tinggi dari tubuh.
Respon imun celuler
Respon imun celuler terbentuk dari limfosit T yg hipersensitif terhadap
parasit serta hasil metabolismenya. Pada respon imun celular, parasit tumbuh
didalam jaringan misalnya leishmania kulit. Sistem kekebalan celular ini
dilakukan oleh sel limposit T yang hipersensitif terhadap parasit dan hasil
metabolismenya.
BAB III
PEMBAHASAN
2.7 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis yaitu sebagian dari organisme kompleks termasuk
M. bovis dan M. africanum (Innes JA, Reid PT, 2005).
2.8 Penyebab Penyakit
Penyakit Tuberkulosis adalah disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). M.tuberculosis berbentuk batang
lurus tidak berspora dan juga tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6
mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks dan terdiri
dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut cord factordan mycobacterial sulfolipids yang berperan
dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri
M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut denganlarutan asam-alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen
lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat
diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal (PDPI, 2002).
2.9 Penularan
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Menurut Rachmand
Y.N. (2008) dan Schiffman. G (2010), sewaktu batuk atau bersin, kuman akan
tersebar ke udara dalam bentuk droplet ataupun percikan dahak. Droplet yang
mengandungi kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa
jam. Jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan, orang lain dapat
terinfeksi. Selama kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas atau
penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari paru menentukan daya penularan dari seorang penderita. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.
Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular. Konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut menentukan kemungkinan seseorang terinfeksi TB
(Saroso S., 2005).
2.10 Patogenesis
Pada patogenesis Tuberkulosis primer, kuman Tuberkulosis akan masuk
melalui saluran napas dan akan bersarang di jaringan paru. Kemudian, akan
terbentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau efek primer.
Sarang primer ini bisa timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer, akan kelihatan peradangan saluran getah
bening yang menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Efek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenali sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sama ada sembuh dengan
tidak meninggalkan cacat sama sekali ataupun sembuh dengan meninggalkan
sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotic dan sarang perkapuran di
hilus). Pada fase Tuberkulosis pasca primer dari tuberkulosis primer ini akan
muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia
15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam
antaranya adalah tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis dan
tuberkulosis menahun. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem
kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-
primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari
lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini pada awalnya berbentuk
suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah
satu jalan sama ada melalui diresopsi kembali dan sembuh kembali dengan tidak
meninggalkan cacat ataupun sarang tadi pada mulanya meluas, tetapi segera
terjadi proses penyembuhan dengan jaringan fibrosis. Ia selanjutnya akan
membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam
bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
2.11 Gejala Klinis
Gejala-gejala umum untuk penyakit TB adalah demam tidak terlalu tinggi
yang berlangsung lama. Biasanya demam ini dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Penderita sering terbangun di malam hari karena tubuhnya basah
kuyup oleh keringat sehingga pakaian atau bahkan sepreinya harus diganti.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Gejala umum lain adalah penurunan nafsu makan dan berat badan serta batuk-
batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Bisa juga
dirasakan perasaan tidak enak atau malaise dan lemah (PDPI, 2002). Gejala-gejala
khusus atau khas pula tergantung dari organ tubuh mana yang terkena. Bila
terjadi sumbatan di sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, ia akan menimbulkan suara "mengi" yaitu suara nafasmelemah
yang disertai sesak. Jika ada cairan dirongga pleura, ia dapat disertai dengan
keluhan sakit dada. Apabila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti
infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya. Pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak, dapat
mengenai otak dan terjadinya meningitis (radang selaput otak). Gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
2.12 Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan
kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya
sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat.
2.13 Pencegahan
Penyakit Tuberkulosis ini bias dicegah, seperti yang diketahui, mencegah
lebih baik dari mengobati. Antara pencegahan penyakit Tuberkulosis yang bias
dilakukan oleh masyarakat adalah ventilasi dan pencahayaan rumah yang baik
serta menutup mulut saat batuk. Selain itu, masyarakat juga perlu menjaga
kebersihan lingkungan termasuk alat makan dan tidak meludah di sembarang
tempat (Rahmawati VK, 2009). Selain pencegahan dinyatakan di atas, terdapat
juga vaksinasi yang bisa mencegah daripada terjadinya penyakit Tuberkulosis ini
yaitu vaksin BCG (Squire B., 2009).
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang
ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini
sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga
penyakit yang harus benar-benar segera ditangani dengan cepat.
4.2. Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi. TBC adalah penyakit
yang dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk
minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk
memeriksakan diri ke klinik/puskesmas. Bagi mahasiswa hendaknya lebih giat
dalam mencari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Penyakit TB Paru.
http://adirasoziety.blogspot.com/2012/08/laporan-tutorial-respon-imun-
terhadap.html
http://4sinaps.blogspot.com/2012/05/imunoparasitologi.html