teknis penyusunan dan strategi apbd berbasis kinerja

28
Teknis Penyusunan dan Strategi APBD Berbasis Kinerja 1 Oleh : Kodrat Wibowo, SE, PhD. 2 1. Pendahuluan Perubahan sistem pemerintahan menuju era desentralisasi yang secara efektif diberlakukan sejak tahun 2001 lewat implementasi langsung UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, telah membawa perubahan mendasar pada sistem pemerintahan di Indonesia – terutama pada sistem pemerintahan daerah. Lebih besarnya peran yang diberikan pada pemerintahan kota/kabupaten diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakatnya dan sekaligus juga diharapkan dapat menciptakan efisiensi pengelolaan sumber daya yang lebih baik bagi pembangunan di Indonesia. Kedua undang-undang ini kemudian diubah menjadi UU No. 32 dan 33 tahun 2004 yang secara lebih detail dan jelas menyatakan bahwa pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah – disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah – merupakan salah satu upaya agar penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi efisien dan efektif. Efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan yang menekankan pada peran pemerintah daerah yang semakin tinggi diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan responsivitas terhadap publik, serta memperhatikan preferensi masyarakat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran serta masyarakat lokal dalam pembangunan di daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu bentuk dokumen perencanaan pembangunan yang diharapkan mampu mencerminkan aspirasi dan preferensi sosial dari masyarakat, secara umum karena APBD menggambarkan alokasi sumber daya milik publik ke berbagai jenis prasarana, barang, dan pelayanan publik. Oleh sebab itu proses penyusunan APBD diharapkan mampu meningkatkan 1 Disampaikan pada “In House Training bagi anggota DPRD Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya”, 23 Februari 2005 2 Dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, FE-UNPAD, Sekretaris dan Peneliti utama pada LP3E FE-UNPAD, dan dosen luar biasa di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), Jakarta, serta Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD), Bandung. 21/11/2022 Halaman 1

Upload: univesitaspadjadjaran

Post on 12-Nov-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Teknis Penyusunan dan Strategi APBD Berbasis Kinerja1

Oleh :Kodrat Wibowo, SE, PhD.2

1. Pendahuluan

Perubahan sistem pemerintahan menuju era desentralisasi yang secara efektif

diberlakukan sejak tahun 2001 lewat implementasi langsung UU No. 22 dan 25 tahun

1999 tentang pemerintahan daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah

pusat dan daerah, telah membawa perubahan mendasar pada sistem pemerintahan di

Indonesia – terutama pada sistem pemerintahan daerah. Lebih besarnya peran yang

diberikan pada pemerintahan kota/kabupaten diharapkan mampu memberikan

pelayanan yang lebih baik kepada masyarakatnya dan sekaligus juga diharapkan dapat

menciptakan efisiensi pengelolaan sumber daya yang lebih baik bagi pembangunan di

Indonesia. Kedua undang-undang ini kemudian diubah menjadi UU No. 32 dan 33

tahun 2004 yang secara lebih detail dan jelas menyatakan bahwa pemberian

kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah – disertai dengan pemberian hak dan

kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah – merupakan salah satu upaya agar

penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi efisien dan efektif.

Efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui desentralisasi

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan

yang menekankan pada peran pemerintah daerah yang semakin tinggi diharapkan

dapat meningkatkan pelayanan dan responsivitas terhadap publik, serta

memperhatikan preferensi masyarakat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran

serta masyarakat lokal dalam pembangunan di daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu bentuk

dokumen perencanaan pembangunan yang diharapkan mampu mencerminkan aspirasi

dan preferensi sosial dari masyarakat, secara umum karena APBD menggambarkan

alokasi sumber daya milik publik ke berbagai jenis prasarana, barang, dan pelayanan

publik. Oleh sebab itu proses penyusunan APBD diharapkan mampu meningkatkan

1 Disampaikan pada “In House Training bagi anggota DPRD Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya”, 23 Februari 20052 Dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, FE-UNPAD, Sekretaris dan Peneliti utama pada LP3E FE-UNPAD, dan dosen luar biasa di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), Jakarta, serta Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD), Bandung.

21/11/2022

Halaman 1

partisipasi masyarakat – sebagai upaya untuk menjaring aspirasi dan preferensi

masyarakat – dan juga diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas publik

sehingga upaya pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai dalam waktu yang lebih

singkat.

Sistematika pembahasan makalah ini dimulai dengan pendahuluan dan selanjutnya

akan menjelaskan produk-produk perencanaan daerah. Bagian ketiga akan membahas

definisi dan pentingnya arti perencanaan APBD, diteruskan oleh bagian keempat dan

kelima yang akan membahas teknis penyusunan APBD beserta substansi dan

strukturnya. Terakhir adalah ulasan singkat tentang pertimbangan strategi sistem

anggaran defisit.

2. Produk-Produk Perencanaan Daerah

Perencanaan pada dasarnya merupakan suatu proses untuk mencapai suatu tujuan

yang dapat dicapai melalui perwujudan maksud dan sasaran tertentu yang telah

ditentukan sebelumnya dan telah dirumuskan baik oleh pribadi sendiri maupun oleh

suatu organisasi tertentu. Tujuan yang telah ditetapkan tersebut harus sudah menjadi

suatu kesepakatan.3 Perencanaan diperlukan agar alokasi sumberdaya menjadi lebih

efisien dan efektif, dengan tujuan agar keadaan dimasa yang akan datang menjadi

lebih baik. Dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan daerah, maka

perencanaan dapat berbentuk pengaturan dan kontrol terhadap hubungan atau

tindakan-tindakan antara pemerintah daerah dengan mekanisme pasar (masyarakat,

baik konsumen maupun produsen—selanjutnya disebut sebagai sektor swasta).

Perkembangan kegiatan aktivitas, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun

swasta menimbulkan kebutuhan akan pengaturan kegiatan-kegiatan tersebut.

Pemerintah harus terus menerus mencoba, pada berbagai tingkat dan derajat tertentu,

mengatur dan mencoba mengarahkan aktivitas masyarakat sehingga dapat memacu

proses pembangunan diluar apa yang dapat dicapai oleh kekuatan mekanisme pasar

itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut jelaslah bahwa perencanaan

pembangunan dibutuhkan untuk mencapai hasil pembangunan yang lebih baik lagi.

Agar proses perencanaan pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik maka

perlu disusun beberapa dokumen perencanaan. UU No, 4/1999 tentang GBHN

3 Dalam Ilmu Ekonomi Publik, keputusan bersama ini harus merupakan hasil dari voting mayoritas lewat sistem demokrasi lewat perwakilan. 21/11/2022

Halaman 2

menyatakan bahwa langkah awal dari perencanaan pembangunan daerah adalah

dengan membuat pola dasar (Poldas)– sebagai garis besar arah pembangunan daerah

selama 5 tahun kedepan yang bisa terlihat melalui visi, misi, serta strategi dan arah

kebijakan pembangunan masing-masing daerah. Selanjutnya berdasarkan UU No.

25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), ditetapkan bahwa setiap

daerah harus memiliki Program Pembangunan Daerah (Propeda) yang berisi sasaran

dan program perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah. Bersama

RTRW dan kerangka Makro Ekonomi maka Poldas menjadi dasar dari visi, misi, serta

strategi dan arah kebijakan pembangunan yang ada dalam Propeda. Terkait dengan

Propeda maka selanjutnya PP No. 108/2000 mengharuskan daerah/unit kerja daerah

membuat Rencana Strategis (Renstra) sebagai wujud keterukuran sasaran dan

program yang telah ditetapkan pada Propeda. Semua dokumen perencanaan tersebut

merupakan dokumen perencanaan jangka menengah. Produk terakhir dari dokumen

perencanaan pembangunan adalah dokumen perncanaan jangka pendek. UU No.

33/2004 menyatakan bahwa setiap daerah menyusun Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) sebagai rencana tahunan kegiatan pembangunan di daerah.

Selanjutnya setiap unit kerja/perangkat daerah akan menyusun Rencana Kerja Satuan

Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) yang merupakan detilasi dari RKPD. Seperti

rencana operasional pada umumnya hal-hal yang diatur dalam RKPD dan Renja

SKPD sangat detail dan akurat, termasuk rencana alokasi biaya yang dibutuhkannya,

serta target hasil yang hendak dicapai selama periode perencanaan. Terkait dengan

alokasi biaya yang dibutuhkan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan maka

disusunlah Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA

SKPD) yang merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi

program dan kegiatan SKPD serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.

Kumpulan RKA SKPD dari setiap unit kerja/perangkat daerah disusun menjadi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD disusun berdasarkan aspek sumber

pembiayaan pembangunan dan alokasi dana tersebut bagi kegiatan-kegiatan

pembangunan. APBD harus dapat menjamin keseimbangan antara permintaan dan

penawaran, menghindari inflasi dan mendorong stabilisasi ekonomi. Gambar 1

menunjukkan keterkaitan antara dokumen perencanaan mulai dari tingkat nasional

hingga ke kabupaten/kota, sementara gambar 2 dan 3 menggambarkan detilasi dari

21/11/2022

Halaman 3

keterkaitan tersebut berdasarkan tingkatan perencanaan serta penekanannya pada

tingkat Kabupaten/Kota.

Keberhasilan proses penyusunan APBD di suatu daerah tidak lepas dari hubungan

kerja antara eksekutif dan legislatif di daerah. Eksekutif, dalam hal ini pemerintah

daerah (Pemda) sebagai pelaksana kegiatan pembangunan di daerah bertugas

menyusun program-program pembangunan daerah. Berbagai dokumen perencanaan

pembangunan daerah (seperti Poldas, Propeda, Renstrada, RKPD, hingga RAPBD)

disusun oleh eksekutif dengan tujuan meningkatkan pelayanan, pembangunan dan

pemberdayaan kepada masyarakat. Legislatif (anggota dewan) – sebagai perwakilan

masyarakat – berupaya menjamin agar penyusunan dokumen perencanaan tersebut

telah sesuai dengan aspirasi dan preferensi masyarakat. Dengan demikian dirasakan

perlunya pengetahuan yang cukup dalam masalah perencanaan anggaran, bagi

anggota legislatif, karena berdasarkan landasan hukum UU No 32 Tahun 2004

ditegaskan bahwa DPRD lah yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan

persetujuan tentang layak tidaknya sebuah RAPBD untuk disahkan menjadi APBD.

21/11/2022

Halaman 4

21/11/2022 Halaman 5

UUD 45 GBHN

ASPEK LINGKUNGAN

RTRWNKERANGKA

MAKRO EKONOMI NASIONAL

PROPENASRK Pusat(APBN) SEKTOR

RTRWPRENCANA EKONOMI PROPINSI

PROPEDA PROPINSI

APBD PROPINSI

RTRWKRENCANA EKONOMI KAB/KOTA

PROPEDA KAB/KOTA

APBD KOTA/KAB

PEMB NAS & DAERAH

POLA DASAR PROPINSI

POLA DASAR KAB/KOTA

PAD

PAD

PUSAT

PROPINSI

KAB/KOTA

Gambar 1Keterkaitan Produk Perencanaan Pada

Berbagai Tingkatan Pemerintahan

21/11/2022 Halaman 6

Naskah Akademis Dokumen Politis/ Perencanaan Induk

Perencanaan Manajerial

Perencanaan Taktis-Strategis

Pelaksanaan Teknis Operasional

Indikator Kinerja

Regional Indeks:- Analisis Situasi- Proyeksi Pertumbuhan- PDRB- Analisis Lingkungan- Angka Kemiskinan- Angka Pengangguran- Potensi Ekonomi- Sektor Unggulan

GBHN

POLDAS PROV- VISI- MISI- STRATEGI

POLDAS KAB/KOTA

- VISI- MISI- STRATEGI

PROPENAS- APBN- BANTUAN

LN- SWASTA- MASYAR

PROPEDA PROV- APBN- APBD

PROV- SWASTA- MASYAR

PROPEDA K/K- APBN- APBD

PROV- APBD K/K- SWASTA- MASYAR

RENSTRA DEPARTEMEN

T

RENSTRA PROVAPBD PROV :3. PAD4. Dana

PerimbanganDAU

DAK Bagi Hasil

RENSTRA K/KAPBD Kab/Kota :1. PAD2. Dana

PerimbanganDAU

DAK Bagi Hasil

RK PusatAPBN

RKPD PROV

APBD PROV

RKPD Kab/Kota

APBD Kab/Kota

Masukan (Input)Keluaran (Output)Hasil (Outcomes)Dampak (Impact)

Masukan (Input)Keluaran (Output)Hasil (Outcomes)Dampak (Impact)

Masukan (Input)Keluaran (Output)Hasil (Outcomes)Dampak (Impact)

LPJ GUB

LPJ Bup/Wal

Gambar 2Tata Urut Dokumen Perencanaan

Pembangunan

3. Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD)

Menurut definsisi manajemen keuangan, anggaran merupakan suatu perencanaan

untuk memperoleh penerimaan dan mengalokasikan-nya dalam bentuk belanja untuk

mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Dengan kata lain, anggaran merupakan informasi

atau pernyataan mengenai rencana dan kebijakan di bidang keuangan organisasi atau

badan usaha untuk jangka waktu tertentu -- biasanya selama satu tahun. Perencanaan

21/11/2022

Halaman 7

Gambar 3Keterkaitan Produk Perencanaan Pada

Pemerintahan Kabupten/Kota

POLA DASAR :Visi, MisiStrategi Arah & Kebijakan

PROPEDA:Visi, MisiStrategi Arah & KebijakanProgram Kegiatan

RENSTRADA :Visi, MisiStrategi Arah & KebijakanProgram Kegiatan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah / RKPD (REPETADA):

Arah & KebijakanStrategi - PrioritasProgram - Kegiatan

Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (Nota Keuangan):

Arah & KebijakanStrategi - PrioritasProgram - Kegiatan

APBD

RENCANA PEMBANGUNAN 5

TAHUNAN

RENCANA PEMBANGUNAN

TAHUNAN

Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD)

Arah & KebijakanStrategi - PrioritasProgram - Kegiatan

ini biasanya menggambarkan pula bagaimana item-item penerimaan bisa

ditingkatkan, dan alokasi sumberdaya bisa secara lebih luas dialokasikan dalam satu

periode tertentu. Dalam perencanaan ini juga diikut sertakan masalah-masalah penting

lain seperti skala prioritas, strategi, alokasi sumberdaya dan system control serta

akuntabilitas anggaran.

Secara teori, pendekatan anggaran yang biasa digunakan dalam teknis penyusunan

anggaran secara umum ada empat jenis:

(1) Incremental Budgeting: mengambil jumlah yang telah dianggarkan ditahun

sebelumnya dan menambahkan sejumlah tambahan untuk tiap item/program

anggaran (biasanya dalam persentase peningkatan yang sama).

Kelemahan: anggaran tidak mencerminkan prioritas politik, juga biaya

dalam waktu tersebut (tidak akuntabel dan efisien)

Kelebihan: Mudah dan cepat

(2) Zero-based Budgeting: menentukan alternative biaya tiap aktifitas program,

dan lalu melakukan pengambilan suara untuk pemilihan biaya yang cocok,

dilakukan tiap tahun.

Kelemahan: terlalu lama, membutuhkan banyak informasi, dan tidak

selalu penting untuk membiayai tiap program untuk tiapa awal tahun

terutama untuk kegita yang sedang berjalan.

Kelebihan: anggaran mencerminkan prioritas, akuntabilitas, dan efisiensi.

(3) Program-based Budgeting: Setelah anggaran berdasarkan zero-based sudah

ditetapkan, anggaran program kemudian ditelaah kembali dan disesuaikan

setiap tahun dengan melihat perkembangan skala prioritas, dan kebijakan,

serta perubahan tingkat aktifitas dan biaya sumberdaya yang menjadi input.

Kelemahan: memungkinkan adanya monitoring apakah program sejalan

dengan prioritas, sumberdaya input ditentukan biayanya, dan secara

efisien ditinjau ulang tiap tahun, anggaran adalah realistis, dan

akuntabilitas dapat terjamin.

Kelebihan: banyak informasi yang dibutuhkan

(4) Performance Budgeting: Anggaran yang didasarkan pada anggaran program,

namun menggunakan criteria kinerja sebagai basis untuk alokasi anggarannya.

Kelemahan: banyak informasi yang dibutuhkan.

21/11/2022

Halaman 8

Kelebihan: sama seperti program-base budgeting, dan alokasi didasarkan

pada output yang diinginkan oleh bidang yang berkaitan dengan program.

Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah perkiraan pendapatan

dan belanja yang diharapkan akan terjadi dalam jangka waktu tertentu, satu tahun,

yang dinyatakan dalam satuan mata uang dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah

(Perda). Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi.

Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan

pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka

mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan

fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran legislatif dan

eksekutif dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran. Sehubungan dengan itu

UU No. 17/2003 menyebutkan bahwa belanja daerah dirinci sampai dengan unit

organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa

setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis

belanja harus mendapat persetujuan DPRD.

Berkaitan dengan penggunaan metode anggaran berbasis kinerja (performance

budgeting system), pemerintah telah mengeluarkan PP No. 105 dan PP No. 108

Tahun 2000 yang mengatur penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) berdasarkan kinerja4 dan pertanggung-jawaban APBD untuk penilaian

kinerja berdasarkan tolok ukur rencana strategis (Renstra). Lebih jauh, dikeluarkan

peraturan yang lebih tinggi lagi yaitu: UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara yang benar-benar berfungsi sebagai motor penggerak (driving force)

diterapkannya anggaran berbasis kinerja diseluruh tingkat pemerintahan, nasional,

daerah hingga unit kerja terkecil. Hakikatnya, undang-undang ini secara substansial

mengatur sisi yuridis-politis Keuangan Negara, dan pada prinsipnya UU ini mengatur

hubungan hukum antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dalam pengelolaan

keuangan negara, terutama dalam penyusunan dan penetapan APBN (anggaran

pendapatan dan belanja negara) maupun APBD. Secara operasional, azas umum dan

pendekatan kinerja dalam perencanaan dan penganggaran daerah dituangkan dalam

Kepmendagri 29/2002. Kepmendagri ini secara rinci mengatur substansi dan proses

yang harus ditempuh oleh pemerintah daerah agar perencanaan dan penganggaran

4 Penjelasan lebih lanjut dari isi PP ini akan dibahas lebih detail pada bagian selanjutnya.21/11/2022

Halaman 9

sesuai dengan azas umum penganggaran dan pendekatan kinerja. Berbagai kebijakan

mengenai perencanaan keuangan tersebut di atas, selanjutnya diberi payung hukum

yang lebih kokoh yaitu UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yang mengatur

sistem keuangan —termasuk proses penyusunannya— baik di tingkat daerah maupun

di tingkat pusat. Berdasarkan UU No. 17/2003, penyusunan anggaran daerah meliputi

beberapa tahap penting yaitu:

a. Penyusunan arah kebijakan umum APBD, yang memuat komponen-komponen

pelayanan dan tingkat pencapaian yang diharapkan pada setiap bidang

kewenangan Pemerintah Daerah.

b. Penyusunan strategi dan prioritas APBD, agar dapat mempercepat pencapaian

– melalui percepatan pencapaian target kinerja berdasarkan prioritas dan

sumberdaya (manusia, dana dan teknlogi) yang tersedia – seperti yang

ditetapkan pada arah kebijakan umum

c. Penyusunan rencana anggaran satuan kerja, dan

d. Pembahasan RAPBD.

e. Penetapan APBD sebagai dokumen perencanaan

Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD mempertimbangkan berbagai aspek

dari dokumen perencanaan yang telah ada, baik pada tingkat nasional, provinsi,

maupun kabupaten/kota, mempertimbangkan hasil pencapaian masa lalu, serta

mempertimbangkan aspirasi dan preferensi masyarakat. Pemerintah Daerah dan

DPRD akan membuat nota kesepakatan apabila mereka sepakat mengenai arah dan

kebijakan umum APBD yang dihasilkan. Berdasarkan arah dan kebijakan umum

APBD, Pemerintah Daerah melalui Tim Penyusunan Anggaran Eksekutif menyusun

strategi dan prioritas APBD untuk kemudian disampaikan pada Panitia Anggaran

Legislatif agar dikonfimasi kesesuaiannya dengan arah dan kebijakan umum APBD.

Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama dengan Unit-unit Kerja Pemerintah Daerah

menjabarkan strategi dan prioritas APBD dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja

(RASK) yang kemudian menjadi konsep RAPBD untuk diajukan pada Panitia

Anggaran Legislatif. Oleh Panitia Anggaran Legislatif draft RAPBD tersebut di bahas

pada rapat anggaran DPRD untuk dimintai pertimbangan DPRD. Kegiatan tersebut

berlangsung hingga DPRD menganggap bahwa anggaran yang disusun Pemerintah

Daerah bisa disetujui. Setelah DPRD menyetujui RAPBD untuk dapat disahkan

sebagai APBD maka dibuatlah Peraturan Daerah tentang APBD. Setelah APBD

21/11/2022

Halaman 10

disahkan maka RASK disahkan oleh Kepala Daerah sebagai Dokumen Anggaran

Satuan Kerja (DASK) untuk kemudian dapat dilaksanakan oleh masing-masing Unit

Kerja Pemerintah Daerah. Dalam UU No. 33 Tahun 2004, tugas DPRD

dikembangkan kembali dimana setelah RAPBD disepakati dengan kata lain disetujui

oleh DPRD, Pemda dan DPRD harus bertemu kemabli guna membahas prioritas dan

plafon sementara.5 Proses penyusunan anggaran tersebut secara skematis ditunjukkan

oleh gambar 4.

5 Lihat Kodrat Wibowo (2004a) 21/11/2022

Halaman 11

21/11/2022 Halaman 12

Lampiran RAPBD

RestradaKebijakan

Pemerintah PusatLaporan Kinerja Historis

Dokumen Perencanaan lain

Masyarakat

Penjaringan Aspirasi

Pokok Pikiran DPRD

Nota Kesepakatan Arah & Keb Umum

APBD

Strategi & Prioritas

DPRD

PANITIA ANGGARAN LEGISLATIF

PEMDAKEPALA DAERAH

TIM EKSEKUTIF ANGGARAN

Surat Edaran KDH Penyusunan Anggaran

Perda pengelolaan Keu DaerahStandar Biaya

Keputusan KDH tentang Standar

Pelayanan

UNIT KERJA

RASK

DASK Keputusan KDHPenjab. APBD PERDA APBD

Persetujuan APBD

Konsep Perda APBD

Nota Keuangan

Partisipasi MasyarakatPartisipasi Masyarakat

Pengajuan Rancangan Perda APBD

Penilaian RASKPenyusunan RAPBD

Sosialisasi kpd masyarakat & PembahansanRAPBD

Pengesahan KDH

Gambar 4Diagram Proses Penyusunan APBD

21/11/2022 Halaman 13

DAERAH UNIT KERJA SUB UNIT KERJA

NOTA KEUANGAN DAERAH

KEBIJAKAN UMUM APBD:Tujuan UmumSasaran Umum

PRIORITAS STRATEGI

INDIKASI OUTCOME PROGRAM KEGIATAN

RINGKASAN APBD

PERNYATAANANGGARAN UNIT

KERJA:Tupoksi Tujuan Unit KerjaSasaran Unit KerjaPrioritas Program

REKAP KEGIATAN:Target KeluaranIndikasi Outcome

FORMULIR USULAN KEGIATAN / PERNYATAAN

ANGGARAN :Nama KegiatanMasukanKeluaran

STANDAR ANALISA BIAYA / PERNYATAAN ANGGARAN

Belanja PegawaiB. Barang & Jasa;B. Perjalanan Dinas;B. Pemeliharaan.

DASAR PENILAIAN SAB OLEH TIM

ANGGARAN EKSEKUTIF

WAJAR

Gambar 5Diagram Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

Sejalan dengan proses penyusunan APBD seperti yang ditunjukkan pada gambar 4

tersebut, perlu diperhatikan beberapa tahap kegiatan yang terkait dengan proses

penyusunan APBD, terutama yang terkait dengan penerapan sistem anggaran kinerja,

diantaranya adalah:

1) Tahap penyusunan anggaran.

Beberapa hal yang terkait dengan penyusunan anggaran adalah :

- Penyusunan rencana tahunan

- Penetapan nota kesepakatan arah & kebijakan umum APBD antara eksekutif

dan legislatif (Pemda dan DPRD),

- Penyusunan strategi dan prioritas APBD

- Penerbitan Surat Edaran KHD tentang penyusunan anggaran

- Penyusunan Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK), dengan

mempertimbangkan ; (1) Kajian target/tujuan organisasi, (2) Kajian tentang

perkiraan kemampuan, (3) Kajian tentang perkiraan kebutuhan, (4) Analisa

kebutuhan dan kemampuan, (5) Penentuan prioritas kebutuhan, dan (6)

Perhitungan dan analisa kewajaran biaya

- Pembahasan RASK dengan Panitia Anggaran Eksekutif

- Penyusunan Rancangan PERDA APBD termasuk lampiran-lampiran

2) Tahap pengesahan/otorisasi anggaran, proses tersebut terdiri atas rangkaian kegiatan

seperti :

- Pengajuan Rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD

- Pembahasan RAPBD oleh komisi-komisi DPRD,

- Rapat paripurna DPRD (beberapa kali)

- Pembahasan antara eksekutif dan legislatif,

- Sosialisasi dan penjaringan aspirasi masyarakat

- Penyelesaian RAPBD oleh eksekutif

- Pengambilan keputusan oleh DPRD

- Pengesahan RAPBD oleh Kepala Daerah menjadi Perda APBD

- Penerbitan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD

- Penetapan RASK menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK)

21/11/2022

Halaman 14

4. Penyusunan APBD Berbasis Anggaran Kinerja

Berdasarkan PP No. 105/2000, dijelaskan bahwa pengertian APBD adalah suatu

rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang

APBD. Sementara yang dimaksud dengan Keuangan Daerah adalah semua hak dan

kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai

dengan monetary value termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan (assets) yang

berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, tentunya dalam kerangka

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Selanjutnya disebutkan juga bahwa azas umum pengelolaan Keuangan daerah

dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,

efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan,

dan manfaat untuk masyarakat (pasal 66 ayat 1 UU No. 33/2004). Dalam menyusun

APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya

penerimaan dalam jumlah yang cukup.

Pasal 8 PP No. 105/2000 menyatakan bahwa APBD disusun dengan pendekatan

kinerja. Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang

mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya

atau input yang ditetapkan. Unsur penting dalam anggaran kinerja adalah adanya

penggunaan indikator kinerja (Performance Indicator). Beberapa manfaat yang bisa

dirasakan dengan adanya pengukuran kinerja ini, diantaranya adalah :

- Akuntabilitas organisasi publik kepada DPRD dan publik lebih mudah

dilihat

- Lebih memotivasi peningkatan pelayanan kepada publik

- Peningkatan kepercayaan publik kepada pemerintah

- Anggaran kinerja menekankan pada sasaran kinerja dan pencapaian,

bukan pada pembelian yang dilakukan oleh organisasi

Anggaran Kinerja adalah proses penganggaran yang mengkaitkan belanja dengan

hasil yang diharapkan. Unsur-unsur terpenting dalam Anggaran Kinerja termasuk

pernyataan tentang:

- Visi (menjelaskan ke arah mana unit kerja akan dibawa)21/11/2022

Halaman 15

- Misi (menyatakan sesuatu yang harus diemban oleh unit kerja)

- Tujuan (penjabaran dari misi yang menyatakan apa yang ingin dicapai

dalam jangka waktu satu tahun)

- Sasaran (penjabaran dari tujuan yang teridentifikasi dengan jelas dan

terukur mengenai sesuatu yang ingin dicapai).

- Program (sekumpulan kegiatan yang direncanakan untuk dilaksanakan

agar tercapainya sasaran yang ditetapkan).

- Kegiatan (tindakan yang akan dilaksanakan untuk memperoleh keluaran

atau hasil tertentu.)

Penyusunan APBD berbasis anggaran kinerja mencakup dua hal utama, yaitu

penyusunan rancangan anggaran setiap unit kerja serta penyusunan rancangan APBD

Pemerintah Daerah oleh Tim Anggaran Eksekutif. Dalam menyusun rancangan anggaran,

masing-masing unit kerja membuat pernyataan anggaran (PA) yang memuat pernyataan

mengenai visi, misi unit kerja, deskripsi tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) unit kerja,

rencana program dan kegiatan unit kerja berikut tolok ukur kinerja, dan target kinerjanya.

Pernyataan Anggaran yang dibuat masing-masing unit kerja dievaluasi oleh Tim

Anggaran Eksekutif. Jika proses evaluasi tersebut selesai hasil akhir, PA kemudian

dijadikan dasar untuk menyusun rancangan APBD.

Ciri khas dari anggaran kinerja adalah adanya ukuran dari kinerja setiap unit kerja

yang terdiri atas masukkan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak yang mengukur

keberhasilan yang dicapai pada setiap unit organisasi perangkat daerah (Unit

Kerja).Ukuran kinerja keuangan tersebut ditentukan oleh standar analisa biaya (SAB),

tolok ukur kinerja dan standar biaya (PP No. 105/2000). SAB mengukur penilaian

kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan. Tolok ukur kinerja

merupakan ukuran keberhasilan yang dicapai oleh setiap unit kerja – biasanya diukur

dengan standar pelayanan minimum – sedangkan standar biaya mengukur harga satuan

unit biaya yang berlaku bagi masing-masing daerah. Proses penyusunan anggaran

berbasis kinerja ditunjukkan pada gambar 5.

Pengukuran kinerja dari masing-masing kegiatan yang ada pada APBD didasarkan

pada prinsip value for money (ekonomi, efisiensi, dan efektivitas) dengan 4 indikator

(masukan, keluaran, hasil dan manfaat) yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Pada

21/11/2022

Halaman 16

dasarnya pengukuran tersebut merupakan penerapan dari prinsip cost effectiveness yang

biasa digunakan dalam pengajaran mata kuliah ekonomi: evaluasi proyek. Adapun

struktur pengukuran kinerja dari masing-masing kegiatan dapat digambarkan seperti pada

gambar 6, sedangkan keputusan untuk memilih kegiatan yang dapat dilaksanakan

ditunjukkan seperti gambar 7.

Pengukuran indikator input/ekonomi menyangkut berapa besar jumlah input yang

digunakan, sedangkan indikator output menggambarkan berapa besar tingkat pelayanan

yang terjadi, adapun indikator efektivitas diukur dengan tingkat pencapaian

sasaran/dampak dari jenis pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Indikator terakhir

(efisiensi) terkait dengan biaya per-unit output yang dikeluarkan untuk memberikan

pelayanan dengan target dampak tertentu yang dirasakan oleh masyarakat.

Gambar 6Pengukuran Kinerja dari Kegiatan

Untuk memastikan kegiatan-kegiatan mana yang bisa dianggarkan, maka disusunlah

matriks kesesuaian dan biaya. Kesesuaian tidak lain merupakan wujud dari kepuasan

yang dirasakan oleh masyarakat dalam menggunakan kegiatan pelayanan yang

disediakan oleh pemerintah. Kesesuaian merupakan penggabungan dari ketersediaan

21/11/2022

Halaman 17

Ekonomi Efisiensi Efektivitas

BIAYA INPUT OUTPUT DAMPAK

MASYARAKAT

Tingkat Pelayanan Tingkat penggunaan

pelayanan (output) dengan dampak yang dirasakan oleh masyarakat. Tingkat kesesuaian

yang tinggi menggambarkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah telah dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat, hal ini berarti bahwa aspirasi dan preferensi

masyarakat telah tercukupi – dan sebaliknya jika tingkat kesesuaian rendah. Agar tingkat

kesesuaian dapat diukur maka setiap kegiatan yang dilakukan harus disertai dengan

penetapan standar pelayanan minimum. Pelaksanaan kegiatan pemerintah diharapkan

memberikan tingkat kesesuaian yang tinggi dengan menggunakan pembiayaan tertentu,

sehingga biaya yang dikeluarkan dapat dikatakan efektif. Kegiatan-kegiatan yang

menimbulkan biaya tinggi dengan kesesuaian yang rendah perlu dihindari, sedangkan

kegiatan-kegiatan yang memiliki biaya tinggi dengan kesesuaian yang tinggi pula perlu

disesuaikan dengan mencoba menurunkan biayanya – melalui upaya-upaya mendorong

kearah efisiensi kegiatan. Adapun kegiatan dengan biaya dan kesesuaian yang rendah

perlu dikaji ulang penetapan sasaran dan tujuannya, apabila ternyata tetap tidak

menunjukkan kesesuaian yang lebih baik maka kegiatan tersebut bisa ditinggalkan.

Gambar 7Keputusan Pemilihan Kegiatan

21/11/2022

Halaman 18

Kesesuaian dengan tujuan strategis dan output

Biaya

Pembiayaan TinggiKesesuaian Rendah

Biaya TinggiKesesuaian Tinggi

Biaya RendahKesesuaian Rendah Biaya Rendah

Kesesuaian Tinggi

Eliminasi

Eliminasi atauRedesign

Penurunan Biaya

Hasil yang Diharapkan

5. Substansi dan Struktur APBD

Pelaksanaan pembangunan di daerah bertujuan agar pengelolaan sumberdaya yang

ada dapat digunakan secara efisien dan efektif. Selain itu pembangunan di daerah juga

ditujukan agar dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan stabilitas.

Oleh sebab itu APBD yang disusun harus didasarkan pada prinsip-prinsip keuangan

negara yaitu :

a. Prinsip keadilan anggaran (fungsi distribusi)

b. Prinsip efisiensi dan efektifitas anggaran (fungsi alokasi)

c. Prinsip disiplin anggaran

d. Prinsip tranparansi dan akuntabilitas

Untuk mewujudkan prinsip-prinsip tersebut maka pemerintah menyusun aturan baku

penyusunan APBD. Pasal 15 ayat 1 PP No. 105/2000 menyatakan bahwa Sruktur APBD

terdiri atas 3 bagian penting, yaitu :

a. Pendapatan, yaitu semua penerimaan Kas Daerah yang merupakan hak daerah

yang bersifat menambah ekuitas daerah (Aset dikurangi kewajiban/utang =

Ekuitas Daerah)

b. Belanja, adalah semua pengeluaran kas daerah yang merupakan kewajiban daerah

dan mengurangi ekuitas dana daerah

c. Pembiayaan, sumber dana untuk menutup defisit (kelebihan belanja atas

pendapatan), atau pengunaan surplus anggaran (kelebihan pendapatan atas belanja

merupakan) . Pembiayaan terdiri atas dua bagian ;

Penerimaan pembiayaan : penerimaan pinjaman/obligasi, hasil penjualan

perusahaan milik negara, pemindahan dari dana cadangan, dan akumulasi

surplus anggaran s/d periode sebelumnya.

Pengeluaran pembiayaan: pembayaran kembali pokok pinjaman/obligasi,

pengeluaran untuk perolehan perusahaan milik negara,

pembentukan/penambahan dana cadangan.

Agar kebijakan penyusunan anggaran menjadi lebih efektif, maka fokus alokasi

anggaran harus :

a. Diarahkan kepada sektor-sektor yang dapat mendistribusikan serta

mengalokasikan anggaran ke sektor lain

21/11/2022

Halaman 19

b. Dengan melihat kinerja pembangunan sektoral, kebijakan dan pengelolaan

anggaran diarahkan kepada sektor yang mempunyai kinerja lebih dari satu

c. Dengan memperhatikan keterkaitan terpadu dari semua sektor pembangunan,

dapat diciptakan suatu sektor yang saling kait mengait dengan sektor lain.

d. Penyusunan program suatu sektor harus dapat mencakup semua aspek yang

ada di sektor lain.

Sebagai produk dokumen perencanaan pembangunan APBD diharapkan mampu

memberikan keyakinan pada masyarakat bahwa apa yang telah disusun merupakan

bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang mampu

menampung aspirasi stakeholder sehingga dapat dijadikan stimulus bagi pertumbuhan

ekonomi daerah. Oleh sebab itu APBD bersifat multi-aspek, seperti :

a. Aspek Ekonomi, dalam artian bahwa besaran anggaran pemerintah

mencerminkan skala kegiatan ekonomi sektor pemerintahan dan pengaruhnya

terhadap ekonomi sektor swasta

b. Aspek Politik, yang berarti bahwa anggaran yang ditetapkan merupakan

perwujudan dari kehendak politik pemerintah dan masyarakat dalam bentuk

kebijakan keuangan

c. Aspek Hukum, dalam artian bahwa yaitu agar dapat dilaksanakan, anggaran

perlu ditetapkan degan peraturan daerah, sehingga anggaran mempunyai

kekuatan hukum yang mengikat dan harus dipatuhi oleh semua pihak yang

melaksanakan

d. Aspek Manajemen. Anggaran mencerminkan pelaksanaan fungsi-fungsi

manajemen pemerintah

Selain itu APBD yang disusun juga harus terkait dengan kebijakan keuangan pada

tingkat pemerintahan yang lain, seperti APBN dan juga APBD propinsi. Keterkaitan

tersebut menunjukkan adanya hubungan antar perencanaan yang ada di tingkat

pemerintah pusat dengan perencanaan yang ada di tingkat daerah. Gambar 8 menjelaskan

alokasi dan sumber pembiayaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagai

hubungan keuangan antara pusat dan daerah.6

6 Item-item yang tercantum dalam gambar 8 telah disesuaikan dengan isi UU No. 33 Tahun 2004.21/11/2022

Halaman 20

21/11/2022 Halaman 21

BAGI HASIL DAN BANTUAN

PENERIMAAN PUSAT BELANJA PUSAT PENERIMAAN DAERAH BELANJA DAERAH

PENERIMAAN MIGAS DAN PANAS BUMI

PPH, PPN

BEA MASUK

CUKAI

PAJAK EKSPOR DLL

PBB & BPHTB

PNBP - SDA

PNBP – BUMN, DLL

PINJAMAN PROGRAM

PINJAMAN PROYEK

ANGGARAN PUSAT

ANGGARAN RUTIN

ANGGARAN PEMB- ANGG PEMB

SEKTORAL- ANGG PEMB PEMBIAYAAN PROYEK

DANA BAGIAN DAERAH: Migas&Panas Bumi, PPh, PBB &

DANA ALOKASI UMUM (DAU)

DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)

PAD- Pajak Daerah- Retribusi Daerah- Hasil BUMD- Lain-lain PAD

Penerimaan lain2

DANA BAGIAN DAERAH: PPh, PBB, BPHTB, Penerimaan SDA , Minyak Gas Bumi

DAU

DAK

Pinjaman & Obligasi Daerah

APARATUR DAERAHADMINITRASI UMUM

OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BELANJA MODAL

PELAYANAN PUBLIK

Subsidi: listrik, BBM, bunga kredit program, beras, dll

ADMINITRASI UMUM

OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BELANJA MODAL

TIDAK DISANGKA

ANGGARAN DAERAH

PEMBIAYAAN

Gambar 8Keterkaitan Antara APBN dan APBD

Tabel 1 menunjukkan format struktur APBD berdasarkan anggaran kinerja seperti

yang ditetapkan oleh Kepmendagri No. 29/2002 dan disesuaikan dengan aturan yang

tercantum dalam UU No. 33 Tahun 2004. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa ada

berbagai sumber penerimaan untuk melaksanakan pembangunan di daerah. Prinsip

anggaran secara fleksibel dapat dimungkinkan untuk defisit maupun surplus.7 Format ini

berbeda dibandingkan format struktur APBD dengan menggunakan dasar line item-

budgeting yang berbentuk T-Account dan selalu menggunakan prinsip anggaran

berimbang (balance budget).

Struktur APBD terdiri atas 3 bagian utama, dimana masing-masing bagian sesuai

dengan peraturan yang berlaku. Untuk bagian penerimaan, susunan penerimaan

didasarkan pada UU No. 33/2004 yang menyatakan bahwa sumber-sumber penerimaan

daerah terdiri atas :

a. Pendapatan Daerah, terdiri atas:

- Pendapatan Asli Daerah

- Dana Perimbangan

- Lain-lain pendapatan yang sah

b. Pembiayaan Daerah, terdiri atas :

- Sisa lebih perhitungan anggaran daerah8;

- Penerimaan pinjaman dan obligasi daerah;

- Dana cadangan daerah; dan

- Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Sedangkan untuk bagian belanja pemerintah daerah didasarkan pada Kepmendagri

No. 29/2002, yang menyatakan bahwa belanja daerah terdiri atas dua bagian, yaitu :

a. Belanja Aparatur Daerah,

b. Belanja Pelayanan Publik

Masing-masing bagian belanja tersebut kemudian dirinci menurut kelompok belanja,

yaitu :

- Belanja Administrasi Umum

7 Lewis dan Chakeri (2004) membuktikan bahwa perkembangan surplus pada pemerintahan daerah sangat tinggi setelah diberlakukannya otonomi daerah. Terdapat rata-rata pertumbuhan surplus sebesar 10% dari tahun 2000 ke tahun 2001.8 Sampai dengan tahun 2002 dana cadangan daerah naik menjadi 16% dari total belanja negara, atau kira-kira sebanding dengan 1,2% dari total PDB.

21/11/2022

Halaman 22

- Belanja Operasi dan Pemeliharaan, dan

- Belanja Modal

Untuk kemudian setiap kelompok belanja akan dirinci menurut objek belanjanya masing-

masing, dan untuk setiap objek belanja akan dirinci menurut rincian objek belanja.

Undang-undang No. 33 Tahun 2004 dengan lebih detail mengklasifikasikan kembali jenis

belanja daerah menjadi 3 jenis yaitu belanja daerah menurut aspek9:

1. Bidang/Organisasi yang disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga

teknis daerah;

2. Fungsi, terdiri antara lain: layanan umum, ketertiban kemanan, ekonomi,

lingkungan hidup, perumahan dan fasiliitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya,

agama, pendidikan, serta perlindungan sosial;

3. Jenis belanja (sifat ekonomi) terdiri dari a.l belanja pegawai, belanja barang,

belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

9 Lihat Kodrat Wibowo (2004a).21/11/2022

Halaman 23

5. Strategi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dengan format struktur APBD yang baru,

dimungkinkan adanya strategi defisit, surplus dan juga berimbang dalam sebuah

penyusunan APBD. Format ini memang secara tidak langsung merupakan perubahan

paradigma public fiscal yang sebelumnya idealistik mengenai kondisi anggaran

berimbang yang notabene sebenarnya adalah anggaran defisit walaupun ditambahi

embel-embel berimbang dinamis. Surplus terjadi bila sisi penerimaan daerah lebih besar

daripada sisi pengeluaran. Sebaliknya defisit terjadi bila sisa penerimaan lebih kecil

dibandingkan sisi penerimaannya10. Kecenderungan yang terjadi memang kebanyakan

pemerintah daerah memilih untuk menggunakan sistem anggaran defisit mengingat

makin terbukanya kesempatan yang makin luas bagi masing-masing daerah untuk

mencari sumber pembiayaan pengeluaran secara kreatif dan inovatif. Tidak heran dalam

UU No 33 tahun 2004 dijelaskan pula bahwa menteri keuangan mengatur batas maksimal

defisit untuk masing-masing daerah. Ditambah lagi ketentuan bahwa kumulatif defisit

tidak boleh melebihi 3% dari PDB. Hal ini dapat dimengerti karena defisit daerah yang

berlebihan dapat membahayakan posisi fiskal/keuangan negara yang merupakan

tanggung jawab pemerintah pusat. Disisi lain penggunaan sistem anggaran defisit ini

dipicu pula oleh masih dimungkinkannya pembentukan dana off-budget oleh pemerintah

pusat bagi para daerah. Ditambah lagi dengan pengaturan adanya item dana cadangan

dalam sisi pembiayaan APBD yang makin memberi peluang untuk menerapkan strategi

anggaran defisit ini.

10 Hyman David (2002), Public Finance: A Contemporary Application Of Theory To Policy, Seventh Edition , Thompson Learning

21/11/2022

Halaman 24

Dari sisi lain, penggunaan sistem anggaran defisit didasari pula oleh

pemikiran bahwa sistem ini dapat membawa efek multiplier bagi kegiatan perekonomian

lewat makin giatnya usaha mengumpulkan penerimaan daerah lewat upaya formal seperti

untuk pengumpulan pajak daerah atau retribusi maupun lewat alternatif pembiayaan lain

yang diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan kewenangan kebijakan keuangan

pemerintah pusat.11 Selain itu terdapat anggapan bahwa sistem anggaran berimbang dan

surplus mengakibatkan kecenderungan adanya pemborosan pada sisi pengeluaran karena

asumsi bahwa pengeluaran harus sama jumlahnya dengan sisi pengeluaran.12 Dengan kata

lain pendekatan sistem anggaran defisit bisa membuat pihak pelaksana kegiatan

pemerintahan untuk dapat berhemat atau minimal menerapkan prinsip disiplin anggaran

yang pada akhirnya dapat menutup besaran defisit tersebut.

Kecenderungan penggunaan sistem defisit dikarenakan pula oleh

dimungkinkannya upaya melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk dijadikan

sumber pembiayaan yang diatur oleh UU No. 33 Tahun 2004.13 Terlebih lagi banyak

daerah yang kemudian mulai sadar akan kenyataan bahwa asset kekayaan daerahnya

dapat dijadikan jaminan pinjaman. Lebih jauh, upaya opsi pinjaman ini dapat dipandang

secara implisit sebagai upaya pelemparan beban tanggung jawab membayar hutang

beserta bunga dan kewajiban-kewajiban lainnya pada pihak penerus roda pemerintahan

selanjutnya.

11 Di negara-negara lain opsi untuk menggunakan lottery atau undian berhadiah bagi pemerintah daerah sebagai alternatif sumber pembiayaan sudah bukan merupakan hal tabu, karena secara empiris banyak pula dibuktikan bermanfaat dan berisiko rendah.12 Dalam ilmu ekonomi makro asumsi ini memang dibenarkan dimana kendala anggaran bagi para pelaku ekonomi (budget constraint & Isocost) yang tersedia selalu merupakan fungsi linear. 13 Sebelumnya UU No. 25/2004 membolehkan pinjaman luar negeri yang diprotes banyak pihak karena bertentangan dengan UU No. 22 tahun 2004 yang mengatur wewenang pemerintah dari tiap tingkat.

21/11/2022

Halaman 25

Namun dari pendapat umum baik teoritis, empiris dan juga logis, seluruh

rasionalitas dari penerapan sistem anggaran defisit ini tetap memiliki kelemahan yang

mungkin pada gilirannya akan mengakibatkan biaya pada segi akuntabilitas dan fiscal

profligasi. Bila kita tinjau alasan karena adanya kesempatan dalam menempatkan dana

cadangan dan daba non-budgetaire sebagai bemper bila terjadi kesulitan fiskal membuat

alokasi dana yang tidak efektif, karena secara normative, dana tersebut dapat digunakan

untuk hal-hal lain yang lebih mendasar serta tinggi kadar produktifitasnya. Bila

rasionalitas yang dipakai adalah makin giatnya upaya pengumpulan sisi penerimaan pajak

dan retribusi misalnya, hal ini akan mengarah pada makin berkurangnya minat investasi

dan domisili dari masyarakat.14 Hipotesis Tiebout tentang persaingan daerah merupakan

salah satu alasan berbahayanya pola pikir tentang manfaat sistem anggaran defisit

terhadap peningkatan produktifitas perekonomian. Ditambah lagi dengan adanya hipotesa

Peacock dan Wiseman yang menyatakan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak pernah

ingin dipungut berbagai jenis pajak sedangkan pemerintah selalu ingin memajak, sekali

lagi yang dipertaruhkan disini adalah tingkat akuntabilitas pemerintahan. Dan alasan

yang paling berbahaya adalah menggunakan opsi pinjaman daerah dimana yang terjadi

kemungkinan adalah persaingan antara publik dan pihak swasta terutama perbankan

dalam menyerap dana segar dari masyarakat maupun dana perbankan. Selain itu

pinjaman dapat mengakibatkan makin sedikitnya masyarakat generasi berikutnya dalam

pemilikan stok capital. Kemudian secara prinsip keuangan publik, asas manfaat akan

menjadi timpang karena penerima manfaat dari kegiatan perekonomian di tahun

bersangkutan tidak harus pusing mengurusi tanggung jawab kewajiban pada saat harus

melunasi pinjaman serta biaya-biaya tambahannya, apalagi dengan adanya resiko

pertimbangan moral dan politis dimana mungkin akan muncul persepsi masyarakat

bahwa pemerintah daerah dan DPRD untuk daerah yang hobby-nya menghutang, berarti

tidak becus kinerjanya sebagai pelaksana pemerintahan. Dan mungkin tidak akan terplih

lagi periode berikutnya.

14 Pada akhir tahun 2001 sejak implementasi otonomi daerah sudah terdapat lebih dari 1000 jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang baru (Kodrat Wibowo, 2004b).

21/11/2022

Halaman 26

Tabel 1. Ringkasan APBD

I. Pendapatan II. Belanja1. Pendapatan Asli Daerah :

a. Pajak Daerahb. Retribusi Daerahc. Hasil BUMD dan Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah yang Tidak Dipisahkan

d. Lain-lain PAD yang sah.- hasil penjualan kekayaan daerah

yang tidak dipisahkan- Jasa giro- Pendapatan bunga- Keuntungan selisih nilai tukar

rupiah terhadap mata uang asing.- Komisi, potongan dari penjualan

dan atau pengadaan barang/jasa2. Dana Perimbangan

a. Dana Bagi Hasil dari PBB, BPHTB, PPh Ps. 25, 29, 21, Dana Reboisasi & penerimaan SDA

b. Dana Alokasi Umum, c. Dana Alokasi Khusus

3. Lain-lain Pendapatana. Pendapatan hibah b. Pendapatan Dana Darurat.c. Penerimaan-penerimaan yang sesuai

dengan UU yang berlakuIII. Pembiayaan1. Penerimaan Daerah

a. Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu

b. Transfer dari Dana Cadanganc. Penerimaan Pinjaman dalam negeri

dan Obligasid. Hasil penjualan kekayaan daerah

yang dipisahkan2. Pengeluaran Daerah

a. Transfer ke Dana Cadanganb. Penyertaan Modalc. Pembayaran Utang Pokok dan jatuh

tempod. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Tahun Berjalan

Kepmendagri No. 29/2002

1. Belanja Aparatur Daeraha. Belanja Administrasi Umumb. Belanja Operasi dan pemeliharaanc. Belanja Modal

2. Belanja Pelayanan Publika. Belanja Administrasi Umumb. Belanja Operasi dan pemeliharaanc. Belanja Modald. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan

Keuangane. Belanja Tidak Tersangka

UU No. 33/2004:

1. Belanja Bidang/Organisasi, disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah;

2. Belanja Fungsi,: layanan umum, ketertiban kemanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasiliitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial;

3. Belanja Ekonomi: belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

21/11/2022

Halaman 27

Daftar Pustaka

Ahmad, E (1996), Financing Decentralizing Expenditures, Edward Elgar Publishers,Cheltenham, U. K.

Bagdja Muljarijadi, Pembangunan Daerah di Indonesia ; Paradigma Baru Menghadapi Era Desentralisasi, Semiloka Desentralisasi Fiskal di Indonesia Grand Ballroom Savoy Homann, 29 Juni – 1 juli 2000

Gregorio, Mila V, Kerangka Umum Pengelolaan Keuangan Daerah, Refreshing Workshop P2TPD, 26 Juni 2003

Hyman David, Public Finance: A Contemporary Application Of Theory To Policy, Seventh Edition, Thompson Learning, 2002

Kodrat Wibowo, Ringkasan Tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah di Indonesia Pasca Desentralisasi, Pelatihan Pendalaman Kompetensi Bidang Tugas Legislatif Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi”, Sukabumi Jawa Barat, 6-7 Desember, 2004a.

Kodrat Wibowo, “Lessons from Previous Taxes’ Studies to Indonesian Local and Regional Geovernment after Fiscal Decentralization”, Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, Vol. III No. I, 2004b, p. 25-40

Lewis Dan Chakeri, Decentralized Local Government Budgets In Indonesia: What Explains The Large Stock Of Reserves?, World Bank , Jakarta Indonesia, 2004.

Masykur Wiratmo & Ahmad Makhfatih, Penyusunan Anggaran (RAPBD) Berdasarkan Pendekatan Kinerja, Workshop Penyusunan Anggaran Berdasarkan Kinerja, Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik,Universitas Gadjah Mada, 2002

Republik Indonesia. 2004a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Jakarta.

Republik Indonesia. 2004b. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta.

Republik Indonesia. 2000a. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, Jakarta.

Republik Indonesia. 2000b. Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan danPertanggungjawaban Keuangan Daerah, Jakarta.

Republik Indonesia. 2000c. Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 Tentang Pertanggung-jawaban APBD untuk Penilaian Kinerja Berdasarkan Tolok Ukur Rencana Strategis (Renstra), Jakarta.

21/11/2022

Halaman 28