SEJARAH POLITIK DAN PEMERINTAHANPELALAWAN, RIAU.

Oleh Amri Marzali1

(Akademi Pengajian Melayu, Universiti Malaya;amarzali@yahoo.com)

PENDAHULUAN.Pelalawan adalah sebuah Kabupaten di Propinsi Riau.

Daerah ini sekurang-kurangnya mempunyai dua keistimewaandibandingkan dengan daerah-daerah kabupaten yang lain diIndonesia. Pertama, sejak awal, daerah ini merupakanpendudukan Orang Asli Petalangan yang mengamalkan adat perpatih– sistem persukuan matrilineal (matrilineal clan). Mereka hidupdi bawah sistem pemerintahan Perbatinan, iaitu satu sistempemerintahan asli Proto Melayu sebelum kedatangan sistemKerajaan Hindu dan Kerajaan Islam. Kedua, setelah kedatanganHindu sampai ke zaman kini, daerah ini telah mengalamipergantian berbagai rejim dengan berbagai sistempemerintahan.

Daerah Pelalawan dan masyarakat Orang Asli Petalanganpernah berada di bawah berbagai kekuasaan politik besar,mulai dari kekuasaan kerajaan Pagar Ruyung (terutama di zamanpemerintahan Adityawaran 1347-1476), kerajaan Melaka (dizaman Sultan Mansyursyah 1456-1477), kerajaan Johor(kelanjutan dari Melaka sejak sekitar 1511), kerajaanPelalawan-Siak (1789-1946), dan terakhir sekali diserahkankepada Republik Indonesia pada tahun 1946. Tulisan ini akanbercerita tentang sejarah rejim dan sistem pemerintahan yangberlaku di daerah ini.

Tulisan ini adalah satu hasil kajian kepustakaan yangdigabungkan dengan kajian lapangan di Pelalawan selama satubulan dalam bulan Januari-Februari 2014. Penyelidikanlapangan dibuat di Kelurahan Sorek Satu, desa-desa Sorek Dua,Betung, Talau, dan Tanjung Beringin. Penyelidikan Pelalawanini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu1 Amri Marzali adalah pensiunan Profesor Antropologi FISIP Universitas Indonesia, kemudian disambung menjadi Fellow di ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia (2007-2008) dan menjadi Visiting Professor di AkademiPengajian Melayu, Universiti Malaya sejak Mei 2009.

ucapan terima kasih ditujukan terutama kepada Bapak Hasbullahdan Bapak Husni Tamrin dari UIN SUSKA Riau, Ibu HestiAsriwandari dari UNRI dan Bapak Dugang dari PemerintahKabupaten Pelalawan.

Sampai tahun 1980, daerah Pelalawan masih dalam keadaanhutan rimba belantara, dengan permukaan tanah yang datar danberawa-rawa. Daerah ini adalah daerah transisi dataran tinggike dataran rendah, terletak di bahagian bawah lereng timurpegunungan Bukit Barisan, yang terus beberapa puluhkilometer lagi ke arah timur adalah daerah rawa-pantai SelatMelaka. Di sebelah barat adalah lereng pegunungan BukitBarisan, dengan puncak tertinggi ditandai oleh Gunung BukitSitunggal (176 meter di atas permukaan laut). Terus ke baratlagi adalah Kecamatan Kuantan Hilir. Di sebelah selatanadalah Kecamatan Peranab dan Kecamatan Rengat (KabupatenIndragiri Hulu), yang juga merupakan daerah dataran rendahrawa-rawa.

Di tempat-tempat tertentu, sejak tahun 1970an hutan-hutan ini telah dijadikan hutan produksi yang dieksploitasioleh syarikat-syarikat pemegang Hak Pengusahaan Hutan (forestconcessionaire), antara lain PT. Inhutani IV (bekas konsesi PT.Dwi Marta) (57 873 hektar), PT. Hutani Sola Lestari (45 990hektar), PT. Nanjak Makmur (48 370 hektar), PT. Siak RayaTimber (38 560 hektar). Sejak tahun 1990an sebahagian besarhutan ini telah berubah menjadi daerah ladang sawit, sama adadiusahakan oleh syarikat-syarikat besar mahupun oleh petanikecil. Pada masa akhir-akhir ini, daerah ini sangat terkenalsebagai penghasil asap pembakaran hutan, yang kepekatanasapnya telah menjadi ancaman bahaya kesehatan bagi pendudukRiau, bahkan sampai ke Malaysia dan Singapura.

Di tempat tertentu di Kecamatan Ukui, sebahagian hutanitu telah dijadikan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (SuratKeputusan Menteri Kehutanan Nomor 255/Menhut-II/2004 danSurat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 663/MENHUT-II/2009)(dikutip dalam Dugang 2013). Pada masa kini di sebahagiandaerah Taman Nasional Tesso Nilo ini telah berlaku konflikantara penduduk tempatan melawan Pemerintah RepublikIndonesia mengenai kepemilikan tanah hutan tersebut.Pemerintah berpendapat seluruh tanah hutan Taman NasionalTesso Nilo itu adalah di bawah kekuasaan negara sesuai dengan

2

Surat Keputusan Menteri Kehutanan di atas. Di pihak lainadalah penduduk asli yang mendakwa bahawa sebahagian tanahhutan itu adalah milik adat mereka.

Setelah itu beberapa penduduk asli, terutama para Ninik-mamak dan Batin yang memegang kekuasaan tradisional atastanah adat, telah menjual bahagian-bahagian tanah hutan yangdidakwa sebagai milik adat itu kepada pendatang luar, yangkebanyakan adalah warga Batak dari Sumatera Utara dansebahagian kecil adalah warga Jawa bekas transmigran. Olehpembeli, tanah tersebut digarap dijadikan ladang kelapasawit, manakala penduduk asli membuka hutan tersebutdijadikan ladang tradisional dan ladang sawit Penggarapanoleh penduduk tempatan, sama ada oleh Orang Asli Petalanganmahupun sukubangsa pendatang, terjadi kerana tidak jelasnyakedudukan tanah hutan tersebut secara hukum dan kurangdisiplinnya pengawasan dan penjagaan oleh Pemerintah RepublikIndonesia terhadap hutan konsesi bekas PP-HPH (Dugang 2013).

Dalam penyelidikan tentang sistem politik danpemerintahan masa lampau di daerah Pelalawan dan Riauumumnya, salah satu faktor yang sangat perlu diperhatikanialah aliran sungai. Sungai adalah prasarana pengangkutan danperhubungan utama pada masa dahulu, bahkan sampaiselingkungan tahun 1980an. Sungai telah digunakan olehkerajaan-kerajaan zaman dahulu sebagai sumber pokokpendapatan mereka melalui cukai atas barang-barang komoditiyang keluar masuk melewati sungai itu, termasuk cukai pancungalas. Oleh kerana itu, kerajaan-kerajaan Melayu pada masalampau selalu berpusat di muara sungai (Gullick 1978). Kalauada kerajaan tidak berpusat di muara sungai, tapi agak dipedalaman, maka kerajaan itu tentu mempunyai satu pusatpengutip cukai di muara sungai yang biasanya dipimpin olehseorang Laksemana.

Dari gambaran peta Kabupaten Pelalawan terlihat bahawadaerah yang diduduki Orang Asli Petalangan adalah terutamapada bahagian selatan Sungai Kampar dari Langgam di baratsampai ke Teluk Meranti di timur.2 Sungai Kampar denganberatus-ratus anaknya, sudah lama dikenal oleh pedagang-pedagang asing dari luar untuk mencari barang-barang hasil

2 Dalam salah satu cerita rakyat disebutkan bahawa daerah Orang Petalangan adalah sampai ke Dayun di utara (Siak).

3

hutan dan hasil tambang emas dan perak. Pada abad ke 7dikabarkan bahawa kerajaan Sriwijaya yang berpusat diPalembang telah membina sebuah candi Buddha di Muara Takus,di hulu Sungai Kampar.

Sampai tahun 1980, jalur transportasi di daerah inimasih menggunakan cara lama, iaitu melalui sungai. Sungaibesar adalah Sungai Kampar. Di Pelalawan, sungai ini memecahke dalam berpuluh-puluh anak sungai yang berhulu di bahagiantimur pegunungan Bukit Barisan, iaitu di kawasan kecamatan-kecamatan Kampar Kiri, Kuantan Hilir, Baserah, Cerenti danPeranab. Seseorang yang hendak pergi dari desa Betung kePekanbaru (ibukota Propinsi Riau), misalnya, harusmenggunakan perahu selama seharian (12 jam), dan seharisemalam kalau ke desa Pelalawan. Pada tahun 1981, syarikatminyak PT. Stanvac Indonesia telah membina sebatang jalandarat untuk kegunaan sendiri dari Lirik di Kecamatan Rengat(Indragiri Hulu) di selatan sampai ke Buatan di tepi SungaiSiak di utara. Jalan ini terbuat dari tanah keras, licin olehserpihan minyak, sehingga tidak dapat diguna oleh kenderaanumum, terutama pada musim hujan.

Pada tahun 1990, jalan minyak PT. Stanvac Indonesiatelah menjadi bahagian dari Jalan Raya Lintas Sumatera, namunkeadaannya masih merupakan jalan batu. Dikatakan olehinformant Bpk Dugang, pada masa itu dengan naik kenderaanumum dari Pekanbaru sampai ke desa Betung di KecamatanPangkalan Kuras diperlukan waktu 2 hari 2 malam.3

Bagaimanapun, dengan mulainya otonomi daerah di Indonesiasejak tahun 2000, jalan Jalan Lintas Sumatera sudah makinbaik dan ramai dilewati oleh kenderaan umum. Sejak itusedikit demi sedikit prasarana pengangkutan dan komunikasi,sama ada dalam bentuk pembangunan jalan beraspal mahupunpembangunan jaringan telekomunikasi elektronik, termasukprasarana elektrik, makin meluas sampai ke desa-desa diseluruh Kabupaten Pelalawan. Perkembangan yang paling kentaraadalah di sepanjang Jalan Lintas Sumatera yang disebutkan diatas. Jalan berturap ini telah membuat desa-desa diKabupaten Pelalawan yang dilewatinya, terutama adalah desaUkui, Pangkalan Lesung, Sorek dan Kerinci berkembang pesatmenjadi kota-kota kecil yang meriah, menarik banyak pendatang3 Pada masa kini untuk jarak yang sama diperlukan waktu sekitar 3-4 jam sahaja, iaitu naik kenderaan umum dari Pekanbaru ke Sorek Satu selama 3 jam, sambung dengan beca motor atau ojek sekitar 30 menit.

4

baru dari luar untuk membuka usaha, terutama OrangMinangkabau, Batak, dan Jawa.

SITEM PEMERINTAHAN PEBATINAN.Pada masa yang paling awal, sebelum masuk pengaruh

sistem politik dan pemerintahan Hindu dan Islam, masyarakatOrang Asli Petalangan berada di bawah kekuasaan 29 Batin(Pebatinan Kuang Oso Tigo Pulou). Masing-masing Batinmemerintah daerah hutan tanah ulayat sendiri tanpa hubunganpolitik dengan Batin yang lain. Dalam sejarah sistem politikdan pemeritahan yang berlaku di sini, belum pernah adaseorang Batin yang keluar sebagai penguasa yang tertinggimenaklukan dan membawahi Batin-batin yang lain. Johnson danEarly menyebut masyarakat yang seperti ini dengan nama “pre-state societies” dan sistem pemerintahannya adalah “chiefdom”(Johnson dan Early 1987).

Pebatinan.Pebatinan adalah satu daerah yang luas yang disebut

hutan tanah ulayat, yang dipimpin oleh seorang Batin. Didalam sebuah hutan tanah ulayat penduduk tinggal berpencar-pencar secara semi-permanen di pondok-pondok di ladang.Biasanya pengelompokkan penduduk terdiri dari 3-5 keluargapondok yang ladangnya berjiran. Pada suatu masa selingkungantahun 1930an, setelah diperkenalkan tanaman karet (getah),beberapa penduduk mulai membina rumah yang lebih kuat danselesa di dusun. Bagaimanapun, kedudukan tempat tinggalmasih berulang-alik antara dusun dengan ladang. Dalam setiaphutan tanah ulayat terdapat sekitar 2-3 dusun yang dihunioleh penduduk beberapa suku. Sebuah dusun dilingkupi olehtanah dusun, tempat penduduk bertanam pokok buah-buahan,sayur-sayuran, dan tanaman-tanaman lain yang diperlukan untukkeperluan harian penduduk kampung. Di luar dusun berkelilinghutan sekunder yang dijadikan penduduk sebagai tanahpeladangan. Di luar itu adalah tanah hutan primer, yangterdiri dari rimba simpanan, rimba larangan, dan rimbakepungan sialang.

Menurut seorang informant dari desa Talau, Bapak Kodi,dalam hal membuka hutan untuk dijadikan ladang, masyarakatPetalangan harus meminta idzin kebenaran dari Batin. Batinpula berhak memungut cukai atas setiap warga Pebatinan. Cukaiini disebut pancung alas (pancung aleh). Pancung alas

5

dikenakan pada setiap usaha penduduk untuk memanfaatkan tanahhutan dan mengambil hasil hutan, seperti membuka hutan untukberladang, mengambil madu dari pokok sialang, danmengumpulkan hasil-hasil hutan yang lain. Misalnya, setiapsehabis panen, setiap keluarga yang mengusahakan ladang harusmenyerahkan kepada Batin 10 gantang padi/beras. Pada zamankerajaan Pelalawan-Siak, Batin mempunyai kewajipan untukmenyerahkan sebahagian hasil panen padi itu untuk raja.Seterusnya setiap seseorang yang mengambil madu lebah, satubahagian dari madu itu harus diserahkan untuk Batin.

Seorang Batin dipilih dan diangkat dari suatu sukutertentu secara turun temurun atau dari anak kemenakanketurunan Batin terdahulu dengan beberapa kriteria,antaranya:a. Sepesukuan dengan Batin terdahulu.b. Anak kemenakan dari keturunan Batin.c. Berumur diatas 20 tahun.d. Pandai dalam berunding dengan menggunakan norma adat.

Kewajipan dan Tugas-tugas BatinDalam menjalankan pemerintahan di Pebatinan, iaitu

sebagai pucuk adat pesukuan, Batin memiliki beberapakewajipan dan tugas-tugas terhadap masyarakat sukunya danhutan tanah ulayat di bawah kekuasaan, antara lain iaitu:a. Menjaga tanah ulayat dari pencerobohan oleh pihak

Batin-batin lain, pihak Kerajaan mahupun pihak swasta.b. Menyelesaikan masalah-masalah yang berbangkit dalam

masyarakat suku. Dalam hal ini, Batin akan turun sertamenyelesaikan masalah persukuannya apabila masalahtersebut tidak dapat diselesaikan oleh Ketiapan.

c. Melantik Ketiapan, iaitu Ketua suku, yang bertugasdalam membantu Batin menguruskan penduduk suku, setelahKetiapan itu terpilih dalam mesyuarat suku.

d. Memberi Sesembah kepada raja setiap tahun dalam bentuk1 ekor ayam dan beberapa puluh kilogram beras.

Kebesaran (Hak) BatinBatin memegang kekuasaan sebagai pucuk adat pesukuan.

Batin juga memiliki beberapa kebesaran dan memperoleh hakatas hutan tanah ulayat, antara lain:a. Mendapatkan cukai pancung ale (sukatan) dari masyarakat

yang membuka hutan (membuat ladang) di atas tanah

6

kekuasaan (tanah ulayat) Batin. Besaran sukatan yangharus dibayar satu kepala keluarga yang membuat ladangdi atas tanah ulayat adalah 10 gantang setiap habismenuai.

b. Jika Batin hendak membuka hutan atau ladang, makasetiap Ketiapan dalam suku-suku yang berada di bawahBatin itu harus menyuruh seluruh warga suku untukmembantu segala macam pekerjaan Batin di Perladangansecara bergantian. Dalam hal pekerjaan perladangan,Batin tidak ikut bekerja. Batin hanya mengawasi danmemberi makan warga selama ladang tersebut dikerjakan.

c. Menguasai hutan tanah ulayat.d. Mendapatkan bahagian dari pengumpulan hasil hutan oleh

warga penduduk Pebatinan.

Kampung.Kampung adalah satu fenomena baru dalam sistem

pertempatan Orang Petalangan. Sebelumnya mereka tinggalpondok basolai di ladang, berpindah-pindah sejalan denganperpindahan ladang. Kita belum mendapatkan maklumat yangmaktamad tentang bila Orang Asli Petalngan duduk menetap dikampung. Pada masa awal tinggal di kampung, mereka masihberulang-alik antara ladang (ujung) dengan kampung (puun).Kemungkinan besar perpindahan hidup menetap di kampung barudimulai pada zaman kerajaan Pelalawan-Siak, terutama zamanpemerintahan Sultan Said Jaafar (1865), kerana pada masainilah pihak kerajaan mulai membuat penataan terhadapkehidupan sosial-politik masyarakat Petalangan. Pada masa inidaerah Pelalawan secara khusus dan Riau amnya mulai dimasukioleh kekuasaan Belanda. Sebuah kampung dipimpin oleh seorangkepala kampung yang disebut penghulu. Dalam sebuah kampungtinggal penduduk dari beberapa suku. Penghulu kampunglazimnya berasal dari suku yang sama dengan Batin. Penghulukampung bertanggung jawab atas keamanan dan kedamaiankehidupan masyarakat dalam kampung. Pada masa kini kampungsudah berubah menjadi desa dan kepalanya disebut Pak Wali.

Pada awal perpindahan dari pola menetap di ladang kepola menetap di kampung, dikatakan oleh seorang informantbahwa di wilayah Pebatinan Monti Rajo terdapat duakampung, iaitu Talau dan Betung, yang terletak di sebelahkanan dari Sungai Peragian. Di kedua kampung ini tinggalanggota dari 6 suku Orang Petalangan, yakni suku:

7

a. Piliang4 b. Mandailingc. Penyabungand. Pelabie. Lubukf. Pematan

Ketiapan.Sebagaimana disebutkan di atas, sebuah Pebatinan terdiri

dari 2-3 kampung yang dihuni oleh orang-orang dari beberapasuku. Suku adalah kelompok kekerabatan yang paling besar,yang anggotanya merasa bersaudara kerana berasal keturunandari seorang nenek (matrilineal clan). Warga satu suku tidakboleh saling kawin. Bila terjadi perkawinan antara warga satusuku, satu kejadian yang jarang sekali terjadi, maka keduabelah pihak dikenakan denda adat. Setiap suku dipimpin olehseorang Ketiapan. Ketiapan bertanggung jawab menguruskesejahteraan dan kedamaian hidup dalam suku. Ketiapanberfungsi mewakili warga sukunya ketika berhubungan denganBatin.

Namun demikian, bila anggota sebuah suku adalah ramaidan tinggal tersebar dalam beberapa wilayah Pebatinan, makadapat dipilih lebih dari satu Ketiapan. Kerana, Ketiapanhanyalah menjadi ketua suku dalam satu Ketiapan tertentusahaja. Pengangkatan lebih dari satu Ketiapan ini gunanyaialah untuk memudahkan mengatur dan menyelesaikanpermasalahan anak-kemenakan (warga suku) dalam satu-satuPebatinan. Ketiapan tidak memiliki hak dan kekuasaanterhadap hutan tanah ulayat. Dia hanya mengurus hal-ihwalsosial anggota suku yang dipimpinnya sahaja.

Beberapa syarat untuk menjadi seorang Ketiapan ialah,antara lain:a. Berumur diatas 20 Tahun.b. Pandai berunding dengan berpandu pada norma adat.c. Dipercaya dan dipilih oleh warga sukunya.

Dalam kehidupan masyarakat Orang Petalangan, Ketiapanjuga dikenal dengan sebutan Mamak suku. Seseorang yangdiangkat sebagai Mamak maka dia akan lebih dipandang dan4 Suku piliang ini terbagai ke dalam 3 sub-suku, yakni piliang soni, piliang godang dan piliang kocit.

8

disegani dalam suku itu, kerana dialah yang menjadiperunding dalam urusan pernikahan dan menjadi penengahdalam berbagai masalah pesukuan. Setelah diangkat menjadiMamak suku, istrinya pun turut kena tempias kebesarannya,terutama dalam urusan pernikahan.

Dalam urusan pernikahan warga sukunya (di umah olat),istri seorang Mamak mempunyai kedudukan yang tinggi. Diatidak boleh diperintah. Dia mempunyai tempat khusus didalamrumah, atau dalam istilah adat Petalangan disebut ”di tanahmamak saiku, di umah mamak duo,” ertinya dalam kehidupan diluar suku, yang paling dihormati dan mendapat perlakukanistimewa adalah mamak laki-laki. Tetapi di dalam rumahpesta pernikahan selain Mamak, istri Mamak pun mendapatkedudukan yang istimewa. Jika didalam rumah pernikahan,istri Mamak diperintah begitu sahaja, maka yang memerintahini akan dihukum. Hukumannya adalah ”Seekor ayam dan segantangberas.”

Tugas dan Kewajipan KetiapanSebagai pembantu Batin, Ketiapan memiliki beberapa

tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan,antaranya:a. Membantu tugas Batin dalam menjaga kedamaian dalam

kelompok suku (Menjadi penengah dalam menyelesaikanpermasalahan anak-kemenakan, sama ada masalah rumahtangga, masalah muda-mudi, mahupun masalah hubungandengan warga suku-suku lain).

b. Menggantikan tugas Batin dalam urusan tertentu(misalnya menggantikan Batin dalam suatu acaraperjumpaan umum).

c. Menjadi Mamak dalam urusan perkawinan (dalam halperundingan perkawinan).

d. Menetapkan kadar denda (denda uang) apabila berlakusuatu permasalahan dan perselisihan antara 2 belahpihak.

e. Memungut pancung ale (sukatan) dari warga suku untukdiserahkan kepada Batin.

f. Mengatur anak-kemenakan medngikut norma adat yang telahditetapkan oleh Batin dan adat.

g. Memerhati dan mencatat seluruh anak-kemenakan dalamsuku di wilayah kekuasaan Batin (Maklumat ini bersumberdari Pak Kundang dan Pak Imam Pendek (Desa Betung).

9

Kebesaran (Hak) KetiapanSeorang Ketiapan mempunyai beberapa hak istimewa, antara

lain:a. Apabila Ketiapan membuka ladang di hutan tanah ulayat

Pebatin, maka Ketiapan tidak perlu membayar sukatan.b. Menerima sebahagian dari sukatan warga untuk Batin.

Namun kadar sukatan yang diterimanya tertakluk kepadakeikhlasan Batin.

c. Menerima sebahagian dari hasil hutan tanah ulayat yangdiberikan kepada Batin, misalnya madu sialang.

Tuo Anak Jantan.Sebuah suku terpecah ke dalam beberapa kelompok

matrilineal yang lebih kecil, yang masing-masing diketuaioleh seorang Tuo Anak Jantan. Kelompok ini nampaknya tidakpunya nama.5 Tapi untuk mudahnya sebut saja kelompok inidegan nama sub-suku. Kelompok itu terdiri dari rumpunkeluarga matrilineal 3-4 generasi. Di bawah kelompok initidak ada lagi kelompok yang bersifat keturunan (affinity). Tuoanak jantan merupakan seorang laki-laki yang dipilih danditunjuk untuk memimpin satu sub-suku dalam suatu suku(satu keluarga dari 3 generasi). Misalnya, diberi contoholeh informant Pak Kodi, seorang induk (ibu) mempunyai 4orang anak perempuan kakak beradik. Dari 4 orang kakakberadik ini lahir 15 orang anak. Maka untuk satu keluargatiga generasi ini ditunjuk seorang Tuo anak jantan, yangberfungsi sebagai Mamak pemimpin kelompok. Tuo anak jantanini adalah saudara laki-laki yang paling berwibawa darisang induk (ibu). Tugas Tuo anak jantan adalahmenyelesaikan masalah-masalah yang berbangkit dalamkelompok sub-suku tiga generasi tersebut. Kedudukan Tuaanak jantan adalah di bawah Ketiapan.

Tuo anak jantan memiliki tugas dan tanggung jawab,antaranya:a. Menyelesaikan masalah-masalah yang berlaku antara warga

satu kelompok sub-suku. Jika Tuo anak jantan tidakdapat menyelesaikan permasalahan dalam keluarganyabarulah diserahkan kepada Ketiapan.

b. Mengatur dan memperundingkan mengenai masalah keluarga,khususnya masalah perkawinan anak-kemenakan.

5 Dalam masyarakat Minangkabau, Kampar dan Kuantan, kelompok di bawah suku ini disebut kaum atau payung, atau nama-nama lain-lain.

10

c.Dalam sistem politik dan pemerintahan tradisional

Orang Asli Petalangan, Tuo anak jantan tidak berhubunganlangsung dengan Batin. Tua anak jantan hanya berhubungandengan Ketiapan. Tuo anak jantan juga mempunyai hak(kebesaran) berupa lebih dihormati dan terpandang. Jikakeputusan yang dibuat oleh Tuo anak jantan dilanggar, makasang pelanggar akan didenda mengikut norma adat dalam kadar2 gantang beras dan 2 ekor ayam. Denda ini akan dimakanbersama oleh warga suku.

Selain itu, istri Tua anak jantan juga mendapatkebesaran. Istri seorang Tuo anak jantan tidak bolehdiperintah. Dalam satu acara kenduri pernikahan, diamempunyai tempat duduk d yang khusus di dalam rumah. Jikadi dalam rumah pernikahan dia diperintah begitu sahaja makayang memerintah ini akan mendapat hukuman ”Seekor ayam dansegantang beras.” Istri Tuo anak jantan tidak bolehdiperintah, dia hanya akan bekerja atas kemauannya sendiri.

Ninikmamak.Tuo Anak Jantan, Ketiapan, beserta pembesar-pembesar

lain dalam sebuah suku seperti Monti dan Dubalang semuanyadisebut Ninikmamak suku tersebut. Setiap Ninik-mamak dipilihmelalui musyawarah anggota keluarga. Ninik-mamak ini berperanmenyelesaikan sengketa dalam sukunya, dan kerana itudiharapkan memiliki pengetahuan mendalam tentang norma adat.Bila ada konflik antara orang-orang dari dua suku atau lebih,maka ninik-mamak dari masing-masing suku akan bertemu danberunding untuk memecahkan masalah itu.

Tuo Urang Sumondo.Seorang laki-laki disebut Urang sumondo oleh keluarga

matrilineal isterinya. Keluarga matrilineal isterinya,khususnya para Ninikmamak, disebut Tompat manyumondo olehUrang sumondo. Setelah menikah Urang sumondo tinggal bersamakelurganya di rumah isterinya. Rumah ini diwarisi oleh isteriitu dari ibunya dan berdiri di atas tanah milik suku.Kedudukan sosial Urang sumondo di rumah isterinya adalah sipiatau lemah. Apa yang menjadi hak dan kuasanya di rumahisterinya itu hanyalah lantai sakoping dan atap semangkawan.6

6 Lantai sekeping papan dan atap satu mengkawan daun nipah atau daun enau. Mengkawan ertinya sepelapah daun nipah yang diikatkan ke sepotong kayu panjang.

11

Ini adalah satu simbol yang menyatakan tentang begitu sipidan lemahnya kedudukan seorang urang sumando di rumahisterinya. Kuasa dia di dalam rumah isterinya hanyalahsebatas bilik tempat dia dan isterinya tinggal.

Dalam keluarga istri atau dalam rumah istri kedudukantuo sumondo ibarat ”abu di ateh tunggul” atau dalam istilah adatPetalangan lebih dikenal ”Saai manimo sumondo saai sangketotumbuh, saai rang sumondo poi saai sangketo sudah.” Ertinya jikaterjadi perselisihan dalam keluarga istri maka Tuo sumondomempunyai tanggung jawab dalam menyelesaikannya sertabertanggung jawab terhadap kehidupan anak dan istrinya,tetapi jika terjadi perselisihan dalam rumah tangganya, siistri dapat mengusir Urang sumondo (suami) dan permasalahanselesai.

Para Urang sumando dari sebuah kelompok sub-suku, yangdipimpin oleh Tuo Anak Jantan, menyebut satu sama lainsebagai Pamoyan. Pamoyan yang paling dekat adalah para Urangsumondo yang kawin dengan perempuan-perempuan adik-beradik.Salah seorang Urang sumondo dari kelopok Pamoyan dekat iniakan diangkat menjadi Tuo Urang Sumondo, yang bertanggungjawab dalam menjaga kesejahteraan dan kedamaian hidup dalamkelompok keluarga para Pamoyan dekat tersebut.

Dalam sistem pemerintahan tradisional Orang AsliPetalangan, kedudukan Tuo sumondo lebih rendah dari Tuoanak jantan. Tuo Sumondo adalah seseorang yang ditunjukuntuk menjadi ketua atau orang yang dianggap pandaiberunding dalam menyelesaikan permasalahan dalam keluargaistri. Seorang informant, Bapak Kodi, memberi contohsebagai berikut. Misalnya dalam satu keluarga indukterdapat 5 orang anak perempuan yang semuanya telah menikah(bersuami) dengan lelaki dari berbagai suku. Dari kelimaorang suami ini dipilih satu orang yang dianggap palingberwibawa dan paling mampu sebagai penengah dalammenyelesaikan masalah-masalah dan perselisihan-perselisihanyang berlaku antara adik-beradik istrinya. Orang yangdipilih itu disebut Tuo Sumondo.

Tuo sumondo memiliki tanggung jawab untukmenyelesaikan masalah-masalah kecil dan besar yang terjadidalam keluarga istrinya dan adik-beradik perempuan

12

isterinya, sebelum masalah dan perselisihan itu dibawa keTuo anak jantan. Selain itu Tuo sumondo juga mempunyaikewajipan mengerjakan ladang istrinya. Tuo sumondo tidakberhubungan langsung dengan Batin. Dalam menyelesaikanmasalah dia dapat berhubungan dengan Tuo anak jantan danKetiapan.

Penghulu.Di atas telah disebutkan bahawa Penghulu adalah gelar

yang diberikan untuk kepala kampung. Ternyata gelar penghulutidak hanya sebatas itu. Kadang-kadang Penghulu juga merujukkepada jabatan ketua suku, bahkan kepada jabatan yangsetingkat dengan Batin. Oleh kerana itu perlu penyelidikanyang lebih mendalam pada masa yang akan datang tentang erti-erti dari gelar penghulu ini.

Hukum Adat Petalangan.Dalam sistem pemerintahan tradisional Petalangan,

setiap fungsionaris pemerintahan, yakni Batin, Ketiapan,Tuo anak jantan dan Tuo sumondo mempunyai kekuatan dalammenjalankan adat dalam lingkup kekuasaan masing-masing.Masing-masing dari mereka mempunyai hak dan kuasa untukmenjatuhkan hukuman kepada sesiapa yang berbuat salah.Bagaimanapun, mereka tidak dapat menjatuhkan hukuman secarasemena-mena, kerana setiap aturan dan hukuman dalamkehidupan masyarakat Petalangan telah tersebut dalam tomboPetalangan. Hukum yang berlaku adalah hukum adat keranahukum adat mempunyai kedudukan yang paling tinggi untukmenyelesaikan permasalahan dan perselisihan.

Istilah Petalangan tentang kadar hukum adat adalah”Sekocit-kocit adat, segodang-godang adat,” ertinya hukuman adat yangpaling ringan adalah ”Sudah sirih Sapaminangan,” atau dudukberdamai dengan memakai sirih dan pinang disertai bermaaf-maafan. Manakala hukuman adat yang paling berat ialahmembayar denda seekor kambing. Kadar hukuman yangdijatuhkan oleh pemegang tampuk adat tertakluk kepada jenisdan berat masalah. Penyelesaian masalah yang berlaku dalammasyarakat Petalangan harus berawal dari peringkatpemerintahan paling rendah, iaitu kelompok yang dipimpinoleh seorang Tuo sumondo. Jika pada peringkat ini tidakdidapatkan penyelesaian, maka masalah akan dibawa kepada

13

Tuo anak jantan. Kalau disini masih belum selesai, makadibawa kepada Ketiapan. Kalau belum selesai juga, makadibawa ke Batin. Hukuman yang dijatuhkan tidak dapatditawar-tawar.

Setiap hukuman denda yang dijatuhkan kepada seseorangyang bersalah haruslah dibayar. Denda boleh berupa beras,ayam, kambing dan lainnya. Dan sanksi hukuman yang telahdibayarkan ini akan dimakan bersama di rumah pihak yangmenang. Dari maklumat yang diberikan oleh informant BpkKamardin dan Bpk Kundang, maka kadar hukuman adat yangdijatuhkan oleh setiap fungsionaris hukum adalah berbeza-beza. Kadar hukuman ini tercantum dalam Jadual di bawahini.

Jadual 1.KADAR HUKUMAN MENGIKUT PERINGKAT FUNGSIONARIS.

No. Kedudukan Had Hukuman yang di Jatuhkan

Hukum Paling Rendah Hukum Paling Tinggi1. Batin - Beras 20 Gantang,

Kambing Seekor, Uang25

2. Ketiapan Beras 1 Gantang,Ayam 1 Ekor

Beras 4 Gantang,Ayam 4 Ekor

3. IstriKetiapan

- Beras Segantang,Ayam Seekor

4. Tuo AnakJantan

Beras 1 Gantang,Ayam 1 Ekor

Beras 3 Gantang,Ayam 3 Ekor

5. Istri TuoAnak Jantan

- Beras Segantang,Ayam Seekor

6. Tuo Sumodo Sudah SirihSapaminangan

Beras 2 Gantang,Ayam 2 Ekor

KUASA POLITIK PAGAR RUYUNG.Menurut tambo-tambo yang dikutip oleh Ali Akbar,

Kabupaten Pelalawan, Riau, yang dulu lebih dikenal dengansebutan wilayah Pebatinan Kuang Oso Tigo Pulou (Perbatian29), wilayah pendudukan Orang Asli Petalangan, adalah salahsatu ke-Andiko-an dibawah Andiko nan 44 yang berpusat di

14

Muara Takus dan Mahat, di bawah naungan kerajaan Pagar Ruyungyang berpusat di Sumatera Barat (Ali Akbar 2006:36). 7 Daerahini disebut dengan nama Pintu Rajo, yang berpusat di Langgamdengan pimpinan yang bernama Rajo Bilang Bongsu. Daerahkekuasaannya meliputi Langgam, Pangkalan Kuras yang dipimpinoleh Monti Rajo, dan daerah-daerah Pebatinan lain sampai keKampar Hilir (diperkirakan sampai ke Muaratolam dan ke TelukMeranti) (Ali Akbar 2006: 38-39, 46-47).

Satu lagi pusat kekuasaan politik Minangkabau yang jugacukup terkenal di dekat daerah Pelalawan adalah KerajaanGunung Sahilan, terletak di tepi Sungai Kampar agak sebelahhulu Langgam. Namun demikian belum diperoleh maklumat lengkaptentang hubungan antara kerajaan Gunung Sahilan ini dengandaerah dan penduduk Pelalawan. Apakah kerajaan Gunung Sahilanpernah memerintah masyarakat Orang Asli Petalangan yang diamdi Pelalawan? Belum ada jawaban yang pasti diperoleh.

Berdasarkan hasil penyelidikan seorang sarjana sosiologiUniversitas Riau, Rina Susanti, Kerajaan Gunung Sahilanmulanya adalah salah satu kerajaan kecil (rantau) di bawahnaungan Kerajaan Pagar Ruyung yang berpusat di Batusangkar.Tetapi setelah kejayaan Pagar Ruyung memudar, kerajaan GunungSahilan nampaknya telah berdiri sendiri, dan terus lestarisampai saat kemerdekaaan Republik Indonesia tahun 1945. Raja-raja yang memerintah tidak tercatat dengan baik, keranabanyak dokumen-dokumen kerajaan yang sengaja dimusnahkanuntuk menghindar dari serangan kemarahan rakyat pada zamanperang kemerdekaan Indonesia (1945-1950).

Catatan nama raja-raja yang sempat didapatkan oleh RinaSusanti adalah sebagai berikut:

Raja I sampai Raja IV tidak diketahui. Raja V iaitu Sultan Yang Dipertuan Hitam, kuburannya di

Palo Koto, Gunung Sahilan. Raja VI iaitu Sultan Yang Dipertuan Besar, kuburannya di

Mekah.

7 Menurut maklumat yang diberikan oleh Pak Kulum dari Sorek Dua (Januari 2014), Ke-Andiko-an Langgam pernah dikenal dengan nama Ranah Tanjung Bunga yang dipimpin oleh Unggeh Bomban. Selain itu juga diceritakan, padasuatu masa dibuat perjanjian antara kerajaan Pagar Ruyung dengan kerajaanMelaka (1400-1511) tentang daerah perbatasan mereka di Sungai Kampar. Daerah yang disetujui itu adalah bernama Rantau Sigalang; ke hilir adalah di bawah Melaka dan ke hulu adalah di bawah Pagar Ruyung.

15

Raja VII iaitu Sultan Abdul Jalil, Yang Dipertuan BesarSultan Daulat, kuburannya di Palo Koto.

Raja IX iaitu Sultan Abdullah Sofyan, Yang DipertuanBesar T. Sulung, kuburannya di RSUD Pekanbaru 18 Maret1951.

Raja X iaitu Sultan Abdullah Hasan T. Yang DipertuanSakti, kuburannya di Lipat Kain 08 Desember 1957.

Raja XI iaitu T. Gazaly Putra Mahkota dinobatkan padatanggal 15 Juli 1941, kuburannya di RSUD Pekanbaru 26-06-1975. Raja ini belum naik tahta kerana setelah ituterjadi keadaan darurat, iaitu pendudukan Jepang (1942-1945) dan perang kemerdekaan Indonesia (1945-1950).Selepas proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,rakyat tidak mengambil kira lagi keberadaan kerajaanini, bahkan ada isyu bahawa raja akan dibunuh olehrakyat.

Bagaimanapun, perlu dicatat bahawa perluasan pengaruhpolitik Pagar Ruyung sampai ke daerah Andiko nan 44(Pelalawan) ini kemungkinan besar berlaku pada zaman gemilangraja Adityawarman (1347-1376). Setelah Adityawarman meninggal(1376) pengaruh politik Pagar Ruyung makin lama makin susut,sama ada ke dalam mahupun ke luar. Pagar Ruyung tidakmempunyai raja pengganti yang sehebat Adityawarman.Sebaliknya, setelah itu, iaitu sejak pertengahan abad ke 15justru pengaruh kekuasaan politik kerajaan Melaka yang makinnaik di Selat Melaka dan terus merambat ke pedalaman Riau.Kerana itulah pada masa pemerintahan Sultan Mansur Syah diMelaka, daerah Pelalawan dan masyarakat Orang Asli Petalanganini telah dapat dirampas oleh Melaka dari Pagar Ruyung.

Setakat ini belum diperoleh maklumat yang jelas tentangpengaruh dari sistem pemerintahan Pagar Ruyung terhadapmasyarakat Orang Asli Petalangan. Meskipun sistempemerintahan lokal tradisional Petalangan dan sistem sosialMinangkabau adalah sama-sama berasaskan adat perpatih yangmatrilineal, namun dalam kenyataan kedua sistem ini agaksedikit berbeza. Oleh adanya sedikit perbezaan ini, makasusah untuk menyatakan bahwa Orang Asli Petalangan adalahberasal dari Orang Minangkabau di Sumatera Barat.

KUASA POLITIK MELAKA-JOHOR.

16

Dikatakan dalam Sulalatus Salatin bahawa pada suatu masadalam periode pemerintahan Sultan Mansur Syah di Melaka(1458-1477), sang Sultan telah memerintahan untuk menaklukkanKampar, iaitu daerah yang sekarang dikenal dengan namaPelalawan, kerana “tiada ia menyembah ke Melaka” (A. SamadAhmad 2013: 148; Mohammad Yusoff Hashim 1989: 61). Ketika ituKampar (Pelalawan) berada di bawah perintah raja MaharajaJaya dengan Mangkubumi Tun Demang, yang berpusat di PekanTua. Kerajaan ini berada di bawah lindungan kuasa politikkerajaan Pagar Ruyung di Minangkabau. Dalam penyerangan ini,Kampar kalah oleh Melaka, sehingga daerah itu jatuh menjadijajahan Melaka. Menimbang keberanian Sultan Mansur Syah dalammenyerang Kampar, sebuah kuasa di bawah lindungan kerajaanbesar Pagar Ruyung, dan tiadanya serangan balas dari PagarRuyung atas serbuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahawapada masa itu kejayaan kerajaan Pagar Ruyung sudah malap,sebaliknya kekuatan dan kebesaran kerajaan Melaka adalahsedang naik ke puncaknya.

Setelah Kampar takluk, raja Melaka menobatkan seorangraja di sana, iaitu Raja Menawar, anak dari Sultan AlauddinRiayat Syah I, cucu dari Sultan Mansur Syah (Mohammad YusoffHashim 1989: 39). Raja Menawar ini ialah adik beradik lainibu dari raja terakhir Melaka Sultan Mahmud Syah (1488-1511).Selepas Raja Menawar mangkat, Sultan Mahmud Syah, telahmenobatkan Raja Abdullah sebagai raja Kampar menggantikanayahnya. Kejadian ini, mengikut Mohammad Yusoff Hashim,menandakan betapa besarnya daerah pengaruh kuasa kesultananMelaka pada masa itu (Mohammad Yusoff Hashim 1989: 51).

Menjelang akhir pemerintahannya, dengan alasan yangsangat pribadi, Sultan Mahmud Syah telah meletakkan kedudukanbeliau sebagai raja Melaka, dan menobatkan putra beliau, RajaAhmad sebagai Sultan Melaka, dengan gelar Sultan Ahmad Syah.Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Syah inilah Melakadiserang dan dikalahkan oleh Portugis (1511). Selepas itu,Sultan Mahmud Syah dan Sultan Ahmad Syah pergi menyelamatkandiri ke berbagai tempat, ke Pagoh, ke Hulu Muar, kePenarikan, ke Pahang, ke Johor, terus ke Bintan. Di BintanSultan Mahmud Syah dan Sultan Ahmad Syah tinggal agak lamasampai Sultan Ahmad Syah mangkat di sini (A. Samad Ahmad2013: 271). Tidak berapa lama setelah itu, Bintan pun serang

17

pula oleh Portugis, dan Sultan Mahmud Syah menyelamatkan dirike Kampar (Pelalawan).

Dalam pada itu, raja Kampar yang bernama Raja Abdullah,yang merasa sebagai pewaris yang sah dari kerajaan Melaka(cicit Sultan Mansur Syah), berusaha membelot kepadaPortugis. Beliau mendatangi dan meminta kepada Portugis agarsudi mengembalikan seluruh jajahan Melaka kepada beliau.Tetapi yang berlaku adalah sebaliknya, bukan mendapatkankembali Melaka, beliau malah ditangkap oleh Portugis, danselepas itu dibuang ke Goa (A. Samad Ahmad 2013: 277).

Oleh kerana itu, ketika Sultan Mahmud Syah sampai keKampar, negeri itu berada dalam kekosongan raja. “Makabersemayamlah baginda di Kampar,” sampai datang masanyabeliau dan isteri beliau mangkat di negeri itu, dan digelariorang beliau sebagai Sultan Mahmud Syah mangkat di Kampar (A.Samad Ahmad 2013: 288). Setelah itu, Bendahara menobatkanputra Sultan Mahmud Syah, iaitu Sultan Alauddin Riayat SyahIII, sebagai penerus dinasti Melaka. Sultan ini tidak lamabermukim di Kampar, terus pindah ke Semenanjung membinakerajaan baru ke Johor, dengan bantuan Sultan Pahang. Sejakitu tidak terdengar lagi hubungan antara Kampar (Pelalawan)dengan Melaka (Johor).

Apabila masyarakat Orang Asli Petalangan mendapati dirimereka tidak lagi mempunyai kuasa besar sebagai pelindung,maka diutuslah tiga Orang Besar Petalangan ke Johor untukmeminta raja. Mereka ialah Batin Muncak Rantau sebagai wakilLaras Batang Nilo, Raja Bilang Bungsu sebagai wakil LarasSungai Kampar, dan Patih Jambuano sebagai wakil TanahDaratan. Maka pada Enam Juamadilawal 878 tahun Hijriah(selingkungan 1558 Masehi) datanglah utusan raja Johor keKampar, iaitu Wan Abdul Rahman yang bergelar Datuk MaharajoDindo. Beliaulah yang kemudian menjadi raja Kampar, yangseterusnya mengubah nama kerajaannya menjadi KerajaanPelalawan, berpusat di desa Pelalawan, dengan benteng-benteng yang kuat diperlengkapi banyak meriam di Mempusun,Tanjung Pembunuh, dan Sungai Naga Melingkar. Sedangkanbenteng terdepan di muara sungai Kampar dipimpin oleh DatukLaksemana Sri Amar Wangsa di Sangar (Dja’afar 1959: 3;Effendy 2005: 36). Kiranya dapat diduga, pada masa inilahbanyak kedatangan orang Johor, yang terus membina beberapa

18

kampung di tepi Sungai Siak dekat pusat kerajaan Pelalawan,untuk mendukung Kerajaan Pelalawan yang baharu.

Peristiwa pengiriman utusan masyarakat Petalangan untukmeminta raja ke Johor pada masa selingkungan tahun 878Hijriah (sekitar 1558 Masehi) boleh ditafsirkan sebagaigambaran tentang situasi politik di Sungai Kampar secaraumum, dan di Pelalawan secara khusus. Bahawa pada masa itukerajaan Johor lah yang dianggap sebagai kerajaan paling kuatyang boleh melindungi masyarakat dari bahaya dari luar, danjuga boleh menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dalamkalangan masyarakat Petalangan sendiri. Mereka tidak melihatkuasa yang serupa itu ada pada kerajaan Pagar Ruyung yangberpusat di pedalaman sebelah barat.

KUASA POLITIK SIAK.Pada tahun 1798, melalui satu peperangan yang dahsyat

seperti yang dibayangkan oleh Tenas Effendy dalam novelbeliau bertajuk “Banjir Darah di Mempusun,” kerajaan Pelalawan-Johor runtuh diserang oleh kerajaan Siak (Effendy 2005).Dengan demikian kerajaan Pelalawan yang diperintah olehdinasti Melaka-Johor lupus digantikan oleh Pelalawan yangdiperintah oleh dinasti Siak. Awal sekali yang menjadi rajadi kerajaan Pelalawan-Siak ini ialah adik Sultan Siak yangbernama Tengku Sayed Abdurrakhman, yang memerintah dalam masa1798 hingga 1822. Setelah itu kerajaan Pelalawan-Siak inidiperintah oleh keturunan Tengku Sayed Abdurrakhman,berturut-turut adalah Tengku Sayed Hasjim (1822-1828), TengkuSayed Ismail (1828-1844), Tengku Sayed Hamid (1844-1866),Tengku Sayed Jaafar (1866-1872), Tengku Sayed Abubakar (1872-1886), Sayed Ali Tengku Sontol (1886-1892), Tengku SayedHasjim II (1892-1930), Tengku Sayed Osman (1925-1940), danterakhir Tengku Sayed Harun (1941-1946) (Effendy 2005: 124-25).

Seperti telah disebut di atas, kerajaan Pelalawan-Siak

membina sistem pemerintahan yang lebih teratur terhadapmasyarakat Orang Petalangan. Kerajaan mengeluarkan peraturan-peraturan yang disebut adat yang diadatkan oleh OrangPetalangan. Dalam sistem pemerintahan kerajaan Pelalawan-Siak, pada tingkat pertama, daerah ini terbagi ke dalam empatKedatuan, iaitu: Kedatuan yang dimpimpin oleh Datuk LaksamanaMangku Diraja berpusat di Kecamatan Pangkalan Kuras.,Kedatuan yang dipimpin oleh Datuk Engku Raja Lela Putera

19

berpusat di Kecamatan Langgam, Kedatuan yang dipimpin olehDatuk Kampar Samar Diraja berpusat di Kecamatan PangkalanBunut, dan Kedatuan yang dipimpin oleh Datuk Seri BandarSetia Diraja berpusat di Kecamatan Kuala Kampar (Dugang2011:52). 8

Keempat Datuk ini, kecuali Datuk Engku Raja Lela Putera(mantan penguasa Pelalawan-Johor terakhir), adalah orang-orang bangsawan Pelalawan-Siak. Masing-masing mereka adalahkepala dalam setiap wilayah Kedatuan, iaitu kedudukan politikdi bawah Raja Pelalawan-Siak. Setiap Datuk membawahi beberapaBatin yang menjadi penguasa suatu hutan tanah ulayat dan rakyatPetalangan yang hidup dalam wilayah Pebatinan itu. Kerajaantidak berhubungan langsung dengan rakyat Petalangan. Yangmemerintah rakyat Petalangan secara langsung adalah Batin-batin yang dibantu oleh Ketiapan-ketiapan (ketua suku ataumatrilineal clan). Rakyat Orang Petalangan tetap hidup denganberpandu kepada adat tradisional yang telah mereka warisidari nenek moyang mereka, iaitu adat perpatih (persukuanmatrilineal), yang disebut adat yang teradat. Di tigaKedatuan yang mempunyai banyak Batin, diangkat seorang Batin-koordinator yang diberi gelar kebangsawan tersendiri. DiKedatuan Bandar Setia Diraja yang hanya terdiri dari 3kebatinan tidak ada Batin koordinator. 9 Dalam Jadual 2 dibawah ini diperlihatkan Batin-batin yang ada di bawah kuasamasing-masing Datuk.

Jadual 2.KEDATUAN DAN PERBATINAN

DALAM KERAJAAN PELALAWAN-SIAK

KEDATUAN BATIN

1 Datuk Laksaman MangkuDirajaBerkedudukan di PangkalanPasir Desa Kesuma,

1. Batin Batang Nilo (DatukMonti Raja)

2. Batin Muncak Rantau3. Batin Hitam Sungai Medang

8 Semua nama Kedatuan di atas terdapat dalam peta Effendy 1997: 23. DatukEngku Raja Lela Putera adalah raja Pelalawan yang dikalahkan oleh Siak.9 Catatan terakhir mengenai struktur pemerintahan Kedatuan ini dibuat oleh Pak Dugang bersama dengan Penghulu Muda Suku Pelabi, Bapak Kulun, Juni 2014.

20

Kecamatan Pangkalan Kuras. 4. Batin Putih Air Hitam5. Batin Tuo Napuh6. Batin Mudo Genduang7. Batin Pematan8. Batin Sengerih

1.4 Datuk Engku Raja Lela

PutraBerkedudukan di desaLanggam, KecamatanLanggam.

1. Batin Tambak (Datuk RajaBilang Bungsu)

2. Batin Mudo Langkan3. Batin Mudo Penarikan4. Batin Sotul5. Batin Pelabi6. Batin Badaguh7. Penghulu Besar langgam8. Batin Rantau Baru9. Batin Kerinci10. Batin Lalang11. Antan-Antan

3 Datuk Kampar Samar DirajaBerkedudukan di desaBunut, Kecamatan PangkalanBunut.

1. Batin Dayun ( Datuk PatihJambuano)

2. Batin Delik3. Batin Telayap4. Penghulu Sungai Buluh5. Batin Bunut6. Batin Payung7. Penghulu Biduando

4 Datuk Bandar Setia DirajaBerkedudukan di desaSerapung, Kecamatan KualaKampar.

1. Batin Panduk2. Batin Air Suluh di Laut

Teluk Meranti3. Batin Tanah Air Kerumutan

Sumber: Informant Bpk Dugang MSi, Januari 2014. Kebenarantentang nama-nama Batin masih terus diselidiki.

Kalau maklumat yang tercantum dalam Jadual 2 ini adalahsatu kebenaran yang berlaku pada masa kini, maka keadaan ininampaknya tidak sama dengan keadaan yang berlaku pada masatahun 1811 dan tahun 1865. Senarai nama Pebatinan yangberlaku dalam tahun 1811, dan perubahan yang dibuat olehSultan Pelalawan Tengku Sayed Jaafar dalam tahun 1865,

21

tercantum dalam Jadual 3.10 Maklumat dalam Jadual 3 iniadalah berdasarkan atas maklumat yang diperolehi oleh TenasEffendy dari manuskrip-manuskrip yang ditulis oleh TengkuTonel (1925), Tengku Said Umar Muhammad (1930), dan TengkuSaid Dja’afar (1941).

Jadual 3.SENARAI NAMA-NAMA PEBATINAN

DALAM PEBATINAN KURANG OSO TIGO PULOU.

No.

Nama Pebatinan (1811) Perubahan Nama danPemecahan Pebatinan (1865)

1. Pebatinan Kerumutan2. Pebatinan Bunut3. Pebatinan Panduk Pebatinan Panduk, dan

Penghulu Setia DirajaPanduk.

4. Pebatinan Lalang5. Pebatinan Napuh6. Pebatinan Genduang7. Pebatinan Muncak

Rantau8. Pebatinan Sungai

Medang9. Pebatinan Pematan10. Pebatinan Sengerih11. Pebatinan Sialang

KawanPebatinan Monti Rajo Talau

12. Pebatinan Tanah Air13. Pebatinan Payung14. Pebatinan Putih15. Pebatinan Bedaguh Pebatinan Bedaguh, dan

Pebatinan Bakung, dan

10 Tahun 1865 ini agak diragukan, kerana dalam buku yang lain (Effendy 2005) dikatakan bahawa Sultan Tengku Sayed Jaafar memerintah di Pelalawandalam masa 1866-1872.

22

16. Pebatinan Telayap17. Pebatinan Penarikan Pebatinan Penarikan, dan

Pebatinan Muda Manahan18. Pebatinan Delik19. Pebatinan Dayun20. Pebatinan Patih

JambuanoPebatinan Kerinci

21. Pebatinan Sibokol-bokol

22. Pebatinan Pelabi23. Pebatinan Merbau24. Pebatinan Geringging Pebatinan Geringging

Pebatinan Siganggang25. Pebatinan Sungai Buluh Pebatinan Sungai Buluh,

dan Pebatinan Pebadar26. Pebatinan Kiap27. Pebatinan Langkang

Sikilap28. Pebatinan Rajo Bilang

BongsuPenghulu Besar Langgam

29. Pebatinan GondaiSumber: Effendy n.d. hal. 18.

Selain daripada mengubah nama beberapa Pebatinan danmengubah jumlah Pebatinan dari 29 menjadi 34, SultanPelalawan Tengku Sayed Jaafar juga telah membentuk 12Kepenghuluan baru, iaitu:1. Kepenghuluan Bandar Tolam (sebelumnya masuk wilayah Batin

Bunut)2. Kepenghuluan Setia Diraja Sotol (sebelumnya masuk wilayah

Rajo Bilang Bongsu)3. Kepenghuluan Lubuk Mas4. Kepenghuluan Lubuk Keranji5. Kepenghuluan Petodak6. Kepenghuluan Telawa Kandis7. Kepenghuluan Siakung8. Kepenghuluan Serapung9. Kepenghuluan Mendul10. Kepenghuluan Kuala Panduk11. Kepenghuluan Teluk Meranti12. Kepenghuluan Lubuk Terap (Effendy n.d. hal 20).

23

Dalam perubahan ini, tidak ada maklumat yang menjelaskanperbezaan antara sebuah kesatuan wilayah yang dipimpin olehseorang Batin (Pebatinan) dengan yang dipimpin oleh seorangPenghulu (Kepenghuluan). Satu maklumat yang diperolehi dariinformant Bpk Dugang dalam penyelidikan lapangan Januari2014, dikatakan bahawa dalam hal kaitannya dengan hutan tanahulayat, kedudukan Batin adalah sama dengan Penghulu. SetiapBatin dan Penghulu mempunyai satu kawasan hutan tanah ulayatyang dikuasainya. Jika maklumat ini dapat dipercayai, makaertinya sejak tahun 1865 ada 34 Kebatinan dan 12Kepenghuluan, atau 46 kesatuan wilayah dan pemerintahan yangdapat disamakan dengan Pebatinan dalam kalangan masyarakatPetalangan. Keadaan ini masih perlu diselidiki kebenaranya.

Seterusnya, kerana maklumat dalam Jadual 3 dan maklumattentang tambahan 12 Kepenghuluan adalah bersumber darikeputusan dan catatan yang dibuat oleh pihak KerajaanPelalawan, maka sepatutnya maklumat-maklumat ini adalah lebihdapat dipercayai daripada maklumat yang ada dalam Jadual 2.Namun demikian, terdapat satu maklumat yang berharga dalamJadual 2 yang perlu diambil kira, iaitu seluruh Pebatinan danKepenghuluan tersebut (tidak kesah sama ada berjumlah 29mahupun 46) mengelompok ke dalam 4 Kedatuan. Pembahagian kedalam Kedatuan ini adalah sangat penting, kerana setelahwilayah kerajaan Pelalawan itu diserahkan kepada PemerintahRepublik Indonesia tahun 1946, wilayah itu secara pentadbirandibagi ke dalam 4 Kecamatan selaras dengan wilayah Kedatuanpada masa lampau.

Selain dari pembinaan sistem pemerintahan kerajaanyang lebih kemas dan teratur, Kerajaan Pelalawan Siaknampaknya tidak mengusik sistem pemerintahan lokaltradisional Pebatinan dan Pesukuan. Oleh Raja dinyatakan:“Hak milikilah harta, punyailah seperti biasa sediakala,kami hanya memerintah di atas dari tuan-tuan” (Dja’afar1959: 3). Hutan tanah ulayat tetap dikuasai oleh Batin-batin menurut asalnya masing-masing. Begitu juga, kerajaantidak campur tangan dalam hal-ehwal sistem kekerabatanpersukuan asli Petalangan.

Bagaimanapun, sebagai menghormati kekuasaan Raja, “…segala yang tinggal di atas tanah ulayat Batin-batin ituhendaklah menyembahkan padi poti tiap-tiap kelamin 10

24

gantang dan ayam satu ekor setahun. Sedangkan hasil lilin,manisan dan pancung alas diambil oleh Batin-batin sendiri”(Dja’afar 1959: 3). Manakala Orang-orang besar kerajaanjuga memiliki tanah kekuasaan yang dapat mereka ambilupetinya, yakni tanah darat yang terletak 250 meter disebelah kiri dan kanan Sungai Kampar. Jika masyarakatmembuka ladang di tanah kekuasaan orang-orang besar itu,maka masyarakat harus membayar upeti kepada Orang Besartersebut, bukan kepada Batin. Dan jika masyarakat menjumpaibarang-barang berharga di atas tanah tersebut maka harusmenyerahkannya kepada pihak yang berkuasa.

KUASA POLITIK REPUBLIK INDONESIA: KABUPATEN PELALAWAN.Setelah merdeka pada tahun 1946, Raja Pelalawan

terakhir, Tengku Sayed Harun menyerahkan kerajaannya kepadapemerintah Republik Indonesia. Oleh pemerintah RepublikIndonesia, wilayah kerajaan Pelalawan-Siak ini diubah menjadiwilayah Kewedanaan Pelalawan, yang bersama dengan Kewedanaan-kewedanaan Rokan Hulu, Rokan Hilir, dan Kampar, berada dibawah lingkup pentadbiran Kabupaten Kampar.

Dalam pada itu, Kedatuan diubah menjadi Kecamatan danpara Datuk menjadi Camat. Kedatuan yang dipimpin oleh DatukLaksamana Mangku Diraja berubah menjadi Kecamatan PangkalanKuras yang mulanya berpusat di Pangkalan Pasir, kemudianpindah ke desa Sorek Satu, Kedatuan Datuk Engku Raja LelaPutera menjadi Kecamatan Langgam yang berpusat di desaLanggam, Kedatuan Datuk Kampar Samar Diraja menjadi KecamatanBunut yang berpusat di desa Bunut, Kedatuan Datuk Seri BandarSetia Diraja menjadi Kecamatan Kuala Kampar berpusat di TelukMeranti. Manakala wilayah 29 Pebatinan diubah menjadi 29kampung, dan para Batin menjadi Kepala Kampung denganpanggilan Pak Wali.

Pada tahun 1999, berdasarkan Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 53 Tahun 1999, Kewedanaan Pelalawan diubahmenjadi Kabupaten Pelalawan di bawah Propinsi Riau. Kecamatandalam lingkungan Pelalawan pun dipecah-pecah. KecamatanPangkalan Kuras dipecah tiga menjadi Kecamatan PangkalanKuras, Kecamatan Ukui dan Kecamatan Pangkalan Lesung;Kecamatan Bunut dipecah tiga menjadi Kecamatan Bunut,

25

Kecamatan Bandar Petalangan dan Kecamatan Pelalawan;Kecamatan Langgam dipecah tiga menjadi Kecamatan Langgam,Kecamatan Pengakalan Kerinci dan Kecamatan Bandar Sikijang;Terakhir Kecamatan Kuala Kampar dipecah tiga menjadiKecamatan Kuala Kampar, KecamatanTeluk Meranti dan KecamatanKerumutan. Manakala kampung diubah menjadi desa, dan KepalaKampung menjadi Kepala Desa, namun tetap dipanggil Pak Wali.Pada waktu penyelidikan ini dilakukan (2014) KabupatenPelalawan terdiri dari 12 Kecamatan, yang terpecah lagi kedalam 106 desa dan 12 Kelurahan (BPS Kabupaten Pelalawan,2010). Kelurahan adalah desa pusat Kecamatan.

Jadual 4.PENDUDUK KECAMATAN PANGKALAN KURAS (2013)

No Desa/Kelurahan

LuasKm²

RT RW KepalaKel’ga

PendudukLelaki

P’puan

Jumlah

DESA ASLI1 Sorek Satu 8.00 29 9 2713 6060 5173 112332 Sorek Dua 115.00 11 5 617 12

11965 2176

3 Dundangan 81.60 12 6 652 1882 1678 35604 Terantang

manuk105.53 13 5 689 1221 1088 2309

5 Palas 95.00 9 4 365 875 802 16596 Kemang 95.00 12 4 547 1115 1062 21777 Betung 50.00 8 3 282 693 665 13588 Kesuma 100.00 26 4 1125 3120 2632 57529 Talau 83.00 6 3 224 1012 887 189910 Tanjung

beringin17.00 7 2 332 615 562 1177

DESA EX-TRANSMIGRASI11 Surya

indah11.97 18 4 465 904 821 1725

12 Beringinindah

12.50 20 4 350 802 714 1516

13 Sialangindah

17.63 18 6 609 1126 1066 2192

14 Meranti 10.46 14 4 370 696 575 127115 Harapan 13.52 16 4 327 620 601 1221

26

jaya16 Batang

kulim16.80 19 6 818 1566 1524 3090

17 Sido mukti 6.78 14 4 356 792 762 1554JUMLAH 847.37 25

277 1084

124290

21575 45865

Sumber: Laporan Kependudukan, Kecamatan Pangkalan Kuras, Agustus2013.

Daftar Bacaan.A. Samad Ahmad (2013). Sulalatus Salatin. Kuala Lumpur: DewanBahasa dan Pustaka.

Ali Akbar Dt. Pangeran (2006). Islam dan Adat Andiko 44 MelayuRiau. Pekanbaru: Alaf Riau.

Dugang (2011). Sistem Kepercayaan dalam Pengobatan Tradisional (StudiKasus pada Orang Petalangan di Kabupaten Pelalawan). Skripsi JurusanSosiologi, Universitas Riau, Pekanbaru.

Dugang (2013). Konflik Masyarakat Pada Kawasan Taman Nasional TessoNilo. Tesis S2, Program Pascasarjana Sosiologi, UniversitasRiau, Pekanbaru.

Dja’afar M., T.S. (1959). Sedjarah Hutan Tanah (naskah ketikyang difotokopi oleh Monti Ajo A. Munir BS), Kuala Napuh.

Gullick, J. M. (1978). Sistem Politik Bumiputera Tanah Melayu Barat.Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.

Johnson, Allen W; & Timothy Earle (1987). The Evolution of HumanSocieties. Stanford University Press.

Muhammad Yusoff Hashim (1989). Kesultanan Melayu Melaka. KualaLumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Tenas Effendy (n.d). Nyanyi Panjang. Sastra Lisan Orang Petalangan,Riau. Naskah ketik, tidak diterbitkan, tersimpan di AkademiPengajian Melayu, Universiti Malaya.

27

Tenas Effendy (1997). Bujang Tan Domang; Sastra Lisan OrangPetalangan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, EcoleFranĉaise d’Extreme-Orient, & The Toyota Foundation.

Tenas Effendy (2005). Banjir Darah di Mempusun. KabupatenPelalawan: Lembaga Adat Melayu.

28