makalah ekologi hewan tentang respon & adaptasi hewan

62
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekologi berasal dari bahasa Yunani; Oikos = rumah , Logos = ilmu. Secara umum Ekologi sebagai salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi atau hubungan pengaruh mempengaruhi dan saling ketergantungan antara organisme dengan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan makhluk hidup itu. Lingkungan tersebut artinya segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup yaitu lingkungan biotik maupun abiotik. Ekologi hewan adalah cabang biologi yang khusus mempelajari interaksi antara hewan dengan lingkungannya yang menentukan sebaran (distribusi) dan kemelimpahan hewan-hewan tersebut. Perubahan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap hewan. Hewan mengadakan respon terhadap perubahan kondisi lingkungannya tersebut. Respon hewan terhadap kondisi dan perubahan lingkungannya denyatakan sebagai respon hewan terhadap lingkungannya. Respon tersebut berupa perubahan fisik, fisiologis, dan tingkah laku. Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan. Tujuan akhir dari respon adalah untuk mempertahankan hidupnya. Apabila kondisi

Upload: tadulakouniversity

Post on 28-Mar-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekologi berasal dari bahasa Yunani; Oikos =

rumah , Logos = ilmu. Secara umum Ekologi sebagai salah

satu cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi

atau hubungan pengaruh mempengaruhi dan saling

ketergantungan antara organisme dengan lingkungannya

baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap

kehidupan makhluk hidup itu. Lingkungan tersebut

artinya segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk

hidup yaitu lingkungan biotik maupun abiotik.

Ekologi hewan adalah cabang biologi yang khusus

mempelajari interaksi antara hewan dengan lingkungannya

yang menentukan sebaran (distribusi) dan kemelimpahan

hewan-hewan tersebut.

Perubahan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap

hewan. Hewan mengadakan respon terhadap perubahan

kondisi lingkungannya tersebut. Respon hewan terhadap

kondisi dan perubahan lingkungannya denyatakan sebagai

respon hewan terhadap lingkungannya. Respon tersebut

berupa perubahan fisik, fisiologis, dan tingkah laku.

Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu

ciri utama kehidupan. Tujuan akhir dari respon adalah

untuk mempertahankan hidupnya. Apabila kondisi

lingkungan menjadi sangat tidak baik, maka yang terjadi

adalah pertama : hewan meninggalkan tempat itu dan

mencari tempat dengan kondisi yang lebih baik. Kedua :

hewan memberikan respon tertentu yang mampu mengatasi

efek negative perubahan tersebut. Ketiga : hewan itu

akan mati.

Adaptasi umumnya diartikan sebagai penyesuaian

makhluk hidup terhadap lingkungannya. Respon dan

Adaptasi Perilaku hewan merupakan aktivitas terarah

berupa respon terhadap kondisi dan sumber daya

lingkungan. Terjadinya suatu perilaku melibatkan

peranan reseptor dan efektor serta koordinasi saraf dan

hormon.

Berdasarkan hal tersebut, sehingga

melatarbelakangi kami dalam pembuatan makalah ini,

dengan judul makalah “ Respon dan Adaptasi “.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana

yang telah dikemukakan, rumusan masalah penulisan

makalah ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep respon dan adaptasi ?

2. Apa saja jenis-jenis respon pada hewan ?

3. Bagaimana mekanisme terjadinya adaptasi ?

4. Apa prinsip-prinsip adaptasi ?

5. Apa saja bentuk-bentuk adaptasi ?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konsep respon dan adaptasi

2. Untuk mengetahui jenis-jenis respon pada hewan

3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya adaptasi

4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip adaptasi

5. Untuk mengetahui bentuk-bentuk adaptasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Respon dan Adaptasi

1. Pengertian Respon

Interaksi hewan dan lingkunganya menunjukan adanya

hubungan timbal balik antara hewan dengan

lingkungannya. Dalam hubungan itu kondisi dan perubahan

kondisi lingkungan yang berpengaruh pada hewan, dan

hewan mengadakan reaksi terhadap kondisi atau perubahan

kondisi lingkunganya.

Respon dan Adaptasi Perilaku hewan merupakan

aktivitas terarah berupa respon terhadap kondisi dan

sumber daya lingkungan. Terjadinya suatu perilaku

melibatkan peranan reseptor dan efektor serta

koordinasi saraf dan hormon. Jenis efektor yang paling

berperan adalah otot-otot tubuh. Perilaku pada hewan

rendah seluruhnya ditentukan secara genetic, bersifat

khas,terjadi secara otomatis. Pada hewan tinggi banyak

mengandung komponen yang tidak bersifat herediter,

melainkan proses belajar yang dipengaruhi faktor

lingkungan.

Reaksi hewan terhadap kondisi dan perubahan

lingkunganya dinyatakan sebagai respons hewan terhadap

lingkunganya. Respons hewan terhadap linkungan dapat

berupa perubahan fisik, fisiologis dan tingkah laku.

Respons hewan terhadap kondisi dan perubahan linkungan

ada yang bersifat reaktif, artinya respons itu

terbentuk dan berlaku pada saat pengaruh kondisi dan

perubahan lingkungan berlaku. Missalnya, ayam mencari

tempat yang teduh ketika hujan turun. Respons-respons

seperti itu merupakan respons yang tuntuk semua anggota

spesies.respons itu merupakan perubahan pada hewan yang

bersifat reaktif terhadap lingkunganya.

Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu

ciri utama kehidupan. Tujuan akhir dari respon adalah

untuk mempertahankan hidupnya. Respon heawan terhadap

lingkungannya bervariasi tergantung dari jenis dan

intensitas stimulus, jenis spesies, stadium

perkembangan, umur, kondisi fisiologis dan kisaran

toleransi terhadap lingkungannya.

Apabila kondisi lingkungan menjadi sangat tidak

baik, maka yang terjadi adalah pertama, hewan

meninggalkan tempat itu dan mencari tempat dengan

kondisi yang lebihbaik. Kedua, hewan memberikan respon

tertentu yang mampu mengatasi efek negative perubahan

tersebut. Ketiga, hewan itu akan mati.

2. Respon Dasar Hewan

Selama periode ontogeny pada hewan dikenal tiga

macam respon dasar yaitu respon pengaturan, respon

penyesuaian, dan respon perkembangan. Mekanisme ketiga

respon itu berdasarkan sistem umpan balik negatif. Agar

mekanisme itu berhasil maka respon yang dihasilkan

harus sesuai besarnya, waktu tepat dan berlangsung

cukup cepat.

1) Respon Reversibel

Tipe respon dasar hewan yang reversible dan paling

sederhana adalah respon pengaturan (regulatori). Respon

fisiologi terjadi sangat cepat (refleks). Contoh:

perubahan pupil mata terhadap intensitas cahaya. Tipe

respon lain yang bersifat reversible adalah respon

penyesuaian (aklimatori), berlangsung lebih lama dari

respon regulatori karena proses yang fisiologi yang

melandasinya melibatkan perubahan struktur dan

morfologi hewan. Contoh: di lingkuan bertekanan parsial

oksigen rendah, terjadi proliferasi dan pengingkatkan

jumlah eritrosit, tubuh terdedah pada kondisi kemarau

terik, kulit mengalami peningkatan pigmentasi. Respon

aklimatori umum terdapat pada hewan berumur panjang,

yang menghadapi perubahan kondisi musiman.

Reversibilitas respon penting sekali karena tiap tahun

kondisi khas musimana selalu berulang.

2) Respon Tak-reversibel

Tipe respon tak-reversibel selama ontogeny adalah

respon perkembangan. Respon berlangsung lama karena

melibatkan banyak proses yang menghasilkan perkembangan

beraneka ragam macam struktur tubuh. Hasilnya bersifat

permanen dantak reversible. Contoh : perubahan jumlah

mata facet pada Drosophila yang dipelihara pada suhu

tinggi, atau terbentuknya keturunan cacat akibat respon

perkembangan embrio terhadap senyawa teratogenik

dalam lingkungannya.

3. Pengertian Adaptasi

Adaptasi umumnya diartikan sebagai penyesuaian

makhluk hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi

menunjukkan kesesuaian organisme dengan lingkungannya

yang merupakan produk masa lalu. Organisme yang ada

kini dapat hidup pada lingkungannya karena kondisi

lingkungan itu secara kebetulan sama dengan kondisi

lingkungan nenek moyangnya.

2.2. Mekanisme Adaptasi

Sifat yang similiki oleh suatu populasi yang ada

sekarang merupakan sifat yang di turunkan dari generasi

ke generasi. Nenek moyang dari populasi yang

bersangkutan telah berhasil mempertahankan hidup dan

berkembang biak karena memiliki sifat tersebut. Dengan

kata lain, populasi yang ada sekarang merupakan

populasi yang lolos dari seleksi alam. Penjelasan ini

merupakan ringkasan dari seleksi alam yang di kemukakan

oleh Darwin.

Dalam organisme terkumpul dalam kelompok-kelompok

populasi yang diantara anggotanya terjadi hubungan

kawin. Setiap kelompok di sebut deme. Kelompok besar

yang terbentuk dari banyak deme disebut organisme.

Deme-deme dari setiap organisme ada yang menempati

daerah-daerah geografis yang berbeda, misalnya banteng

yang saat ini masih ada di P jawa ada yang hidup di

Taman Nasional Baluran (jawa timur) dan Taman Nasional

Ujung Kulon (jawa barat). Daerah-daerah geografis itu

dapat merupakan lingkungan hidup yang sempit dan

bersifat khas dibandingkan dengan daerah penyebaran

jenis organisme. Deme yang menempati daerah geografis

khusus itu biasa mempunyai sifat genetic yang berbeda

dengan deme yang menempati daerah lain. Jika diantara

deme-deme itu terjadi isolasi geografis sehingga antar

deme tidak dapat terjadi pertukaran imformasi

genetik . kelompok yang terisolasi itu di sebut klin

(cline), dan merupakan sub jenis organisme atau

subpopulasi. Perbedaan sifat genetic dari suatu klin

dengan klin yang lain terbentuk dari perbedaan

perubahan lingkungan dalam suatu rentang tertantu, yang

disebut dengan gredien ekologis (ecological gradients).

Variasi sifat individu pada landaian ekologis yang

berbeda di sebut ekotif. Perbedaan sifat itu dapat

dalam hal bentuk, warna dan lain-lain. Contoh yang

terkenal adalah fenomena melanisme industrial. Kupu

Biston betulana yang hidup dihutan yang jauh dari daerah

industri berwarna abu-abu keputihan sesuai dengan warna

batang pohong yang mempunyai substratnya, tetapi kupu-

kupu yang hidup di daerah industri di bratania raya

mempunyai warna di daerah industri gelap. Di daerah

industri, pohon- pohonan menjadi warna hitam karena

tertutup oleh asap dan jelaga pabrik . kupu-kupu yang

terang menjadi mangsa buruan yang mudah dilihat oleh

burung predator, tetapi kupu-kupu yang berwarna hitam

lebih selamat dari serangan predator. Kejadian inilah

yang disebut fenomena melanisme industrial.

Kesesuaian antara sifat-sifat organisme dengan

lingkunganya sehingga menimbulkan sifat yang bervariasi

antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Baik

jenis organisme sama maupun berbeda telah

digeneralisasikan dalam berapa hukum , antara lain :

Hukum Bergman, Hukum Allen, dan Hukum Gloger. Hukum

Bregman menyatakan bahwa hewan-hewan yang hidup

didaerah panas mempunyai tubuh kecil, sedangkan yang

hidup didaerah dingin bertubuh besar. Rasionalnya

adalah untuk bertahan pada suhu dingin tubuh yang besar

tidak cepat kehilangan panas , sedangkan untuk bertahan

pada lingkungan panas hewan yan g bertubuh kecil lebih

cepat memancarkan panas . hewan homeoterm, yaitu burung

dan mamalia yang hidup didaerah dingin mempunyai tubuh

yang lebih besar dari pada yang hidup didaerah panas.

Namun hewan-hewan poikiloterm didaerah dingin cenderung

bertubuh kecil.

Hukum Allen menyatakan bahwa bagian tubuh (ekor,

telinga, tangan kaki dan lain-lain) yang hidup didaerah

yang beriklim dingin lebih pendek dari pada hewan yang

tinggal di daerah yang briklim panas. Contohnya, tikus

yang hidup di lingkungan yang bertemperatur 31-33,5oC

berekor lebih panjang daripada strain yang hidup

ditemperatur 15,5-20oC (Anathan kristah,1976).

Hukum gloger berbunyi : pada lingkungan yang panas

dan lembab hewan mempunyai pigmen lebih gelap dari pada

hewan yang hidup didaerah beriklim dingin dan kering.

Di daerah arid (beriklim kering) pigmen yang muncul

kebanyakan merah dan kuning kecoklatan. Contoh ;

belalang kayu carausius menjadi berwarna hitam pada

temperature 15oC dan berwarna coklat pada temperature

25oC.

Hukum – hukum yang menanyakan hubungan antara

lingkungan dengan sifat hewan antara lain berbunyi :

burung yang hidup di daerah yang beriklim dingin

mempunyai kemampuan bermigrasi lebih besar, rentangan

sayap lebih lebar, bertelur lebih banyak, dan saluran

pencemaran makan dapat menyerap sari makanan lebih

banyak dari pada burung yang hidup di daerah yang

beriklim panas.katak Hyla dan kecebong bertanduk

phrynosoma bermakna makin gelap jika temperatur

lingkungan turun ( Anathakrishnan,1976).

Deme-deme sering kali terisolasi secara geografis,

menyebabkan kelompok-kelompok populasi tidak dapat

terbaur lagi untuk melakukan hubungan perkawinan.

Isolasi itu disebut isolasi geografis. Jika isolasi itu

bersifat tetap maka populasi yang terpisah dari

populasi yang hidup di habitat asli dapat berubah

menjadi jenis organism baru. Isolasi geografis dapat

terjadi pada jenis organism yang bermigrasi. Isolasi

habitat itu disebut isolasi ekologis.

Populasi dapat terisolasi di tempat yang berbeda

tetapi masih dalam kawasan habitat yang sama , tetapi

tidak dapat melakukan hubungan perkawinan dengan

populasi lain . isolasi itu disebut isolasi spatial

.jenis organisme yang menduduki daerah yang geografis

yang berbeda disebut jenis organism allopatrik, sedangka

yang hidup di tempat secara biologis terpisah dari yang

lain disebut jenis organism simpatrik .contoh terkenal

tentang isolasi-isolasi tersebut adalah kelompok-

kelompok burung Finch Darwin yang tersebar secara

terpisah-pisah dipulau-pulau yang berbeda. Burung-

burung itu menentukan habitat-habitat yang berbeda

ketika bermigrasi dari daratan Amerika ke kepulauan

Galapagos. Itu merupakan contoh allopatrik yang arahnya

ditentukan oleh terjadinya perubahan frekuensi gen

sebagai akibat dari seleksi alam dan pemisah genetik.

Begitu organisme terisolasi ketika pindah ke daerah

baru yang kondisi lingkungannya berbeda jenis organisme

itu akan merubah menjadi jenis organisme baru seiring

dengan perjalanan waktu. Hal ini yang mengisyaratkan

bahwa jenis organisme merupakan ekspresi dari kombinasi

dari beberapa factor lingkungan. Kejadian itu

merupakan proses adaptasi yang mengarah pada pengisian

nisia yang kosong dan mengarah pada pemanfaatan

lingkungan secara efesien dan lengkap.

2.3. Prinsip-Prinsip Adaptasi

Sifat adaptasi penting bagi hewan dan organisme

lain untuk bertahan hidup pada lingkungan baru atau

jika ada perubahan dilingkungan di habitatnya. Namun

kemampuan hewan untuk adaptasi dengan lingkungannya

berbeda-beda.

Kemampuan hewan dan kahluk hidup lain untuk

beradaptasi di pengaruhi oleh beberapa faktor.

1. Adaptasi ditentukan oleh sifat genetik. Di atas

telah disebut bahwa organisme yang sekarang hidup

dan teradaptasi dengaan lingkungan habitatnya adalah

jenis organism yang sifat-sifatnya diwarisi dari

nenek moyangnya. Ciri-ciri habitat itu secara

kebutulan sama dengan ciri-ciri habitat di

lingkungan yang dihuni oleh nenek moyang. Sifat yang

diturunkan itu adalah sifat genetik. Sifat-sifat

genetik itu memancarkan fenotip yang sesuai dengan

kondisi factor-faktor lingkunganya. Kupu Biston

bitularia yang saat ini hidup di daerah industry adalah

kelompok yang mempunyai variasi gen yang memancarkan

warna hitam pada tubuhnya, dan sifat ini menurun

sehingga keturunanya tetap berwarna hitam, meskipun

kerabatnya yang hidup diluar daerah industry

berwarna terang.

2. Kemampuan adaptasi di pengaruhi oleh kemampuan

berkembang biak populasi yang anggotanya mampu

menghasilkan keturunan dalam jumlah banyak lebih

mampu bertahan hidup. Banyaknya anak memunculkan

banyak variasi sifat yang di timbulkan dari

perkawinan antara anggota populasi.

2.4. Adaptasi Struktural

Adaptasi struktural adalah sifat adaptasi yang

muncul dalam wujud sifat-sifat morfologi tubuh,

meliputi bentuk dan susunan alat-alat tubuh, ukuran

tubuh, serta warna tubuh (kulit dan bulu).

1. Bentuk Dan Ukuran Tubuh

Bentuk tubuh yang dimaksud disini adalah pola

tubuh yang menyangkut perbandingan antara lebar dan

panjang tubuh. Hewan-hewan yang hidup di daerah dinggin

mempunyai bentuk bulat dan besar sedangkan yang hidup

di daerah panas tubuhnya lebih kecil dan ramping. Pada

hewan yang hidup di daerah dingin perbandingan antara

lebar dan panjang tubuh kecil, sehingga tubuhnya

cenderung berbentuk bulat. Bentuk tubuh seperti ini

tidak mudah melepaskan panas, atau lebih bersifat

menyimpan panas jika suhu berubah menjadi lebih dingin.

Pada tubuh yang bulat dan berukuran besar proporsi luas

permukaan tubuh yang berhubungan dengan udara luar

kecil. Prinsip ini dapat dijelaskan dengan gambar 3.1.

pada gambar 3.1A seluh permukaan tubuh berhubungan

dengan udara luar. Pada gambar 3.1B tidak semua

permukaan pada ke empat kubus yang menyusun bentuk

tersebut berhubungan dengan udara luar. Jika ada banyak

kubus kecil seukuran kubus pada Gambar 3.1A disusun

menjadi bentuk kubus yang lebih besar, maka kubus yang

berada ditengah tidak berhubungan dengan lingkungan

luar, dan yang berhubungan dengan dunia luar hanya

kubus yang berada di bagian tepi.

Gambar 3.1. perbandinga antara volume dan luas

permukaan tubuh yang berhubungan dengan udara luar.

Bentuk tubuh lain yang ada kaitannya dengan

penyusaian diri dengan lingkungan adalah bentuk

( A ( B)

streamline pada ikan. Bentuk seperti itu memudahkan gerak

air, karena bentuk tubuh yang pipih serta meruncing di

depan dan di belakang menguranggi tahanan air.

2. Bagian-Bagian Tubuh

Dalam hal ukuran dari bagian-bagian tubuh telah di

uraikan sesuai dengan hokum Allen. Hewan yang hidup di

daerah panas mempunyai bagian-bagian tubuh yang lebih

panjang dari pada hewan yang hidup di daerah dingin.

Aspek lain pada bagian- bagian tubh hewan yang

mempunyai kesesuaian dengan lingkungan adalah bentuk-

bentuk bagain-bagian tubuh yang bersifat homolog dan

analog, sifat homolog dapat diamati pada anggota tubuh

hewan-hewan vertebrata. Pada dasarnya semua hewan

vertebrata mempunyai dua pasang anggota tubuh belakang.

Pada hewan mamalia kedua pasang anggota tubuh berfungsi

sebagai kaki. Pada burung anggota tubun depan berubah

bentuk menjadi sayap. Pada bebrapa jenis reptil

misalnya kadal dan biawak kedua pasang anggota tubuh

berfungsi sebagai kaki, sedangkan bagi reptil yang lain

kedua pasang anggota tubuh berfungsi sebagai alat

renang (kura-kura dan penyu). Pada fenomena lain,

burung dan belalang mempunyai sayap untuk bergerak di

udara, tetapi kedua alat gerak itu berasal dari

jaringan embrional yang berbeda. Keadaan itu disebut

analog.

Adaptasi alat-alat gerak pada hewan darat sesuai

dengan sifat-sifat substrat yang ada di habitatnya.

Anggota gerak depan hewan-hewan mamalia yang tergolong

ordo primata kebanyakan dapat digunakan untuk memegang.

Hewan-hewan yang tergolong primata hampir semua dapat

memanjat pohon.

Adaptasi struktural juga terjadi pada mulut dari

hewan-hewan vertebrata dan avertebrata. Bentuk mulut

mamalia pada umumnya hampir sama. Perbedaanya terutama

terdapat pada bentuk dan susunan gigi. Hewan pemakan

daging, seperti harimau mempunyai taring yang tajam dan

kuat untuk mencabik daging hewan yang dimangsa. Hewan-

hewan pengerat (Rodentia) kebanyakan mempunyai gigi

seri panjang dan runcing. Hewan-hewan pemakan rumput

dan pemekan segala mempunyai geraham yang bentuknya

cocok untuk mengunyah makanan sampai halus.

3. Penutup tubuh (kulit dan bulu)

Penutup tubuh pada hewan berbeda-beda. Sebagian

besar hewan-hewan arthropoda mempunyai kulit tebal yang

tersusun oleh khitin. Kulit seperti itu sangat beguna

untuk menahan hilangnya air dari dalam tubuh, karena

hewan-hewan arthropoda itu kebanyakan hidup di

lingkungan udara yang kelembabannya lebih rendah dari

pada lingkungan hidup lain yaitu di dalam tanah dan

air. Kulit yang tebal juga dimiliki oleh beberapa jenis

organisme hewan yang tergolong Moluska, misalnya:

siput, siput bahkan dapat menutup seluruh permukaan

tuubuhnya jika lingkungan hidupnya sangat kering. Siput

air biasanya mempunyai tutup cangkang yang dapat

dibuka dan ditutup. Siput kebun tidak mempunyai tutup

cangkang seperti itu, tetapi pada musim kering hewan

itu membentuk epifragma untuk menutup lubang

cangkangnya selama musim kering. Epifragma itu adalah

selaput yang terbuat dari cairan yang disekresikan oleh

tubuh siput.

Beberapa jenis organisme hewan vertebrata juga

mempunyai kulit yang tebal, terutama hewan-hewan yang

tergolong pada Reptilia. Kulit hewan-hewan Reptilia

pada umumnya tebal dan tersusun oleh lapisan tanduk.

Kulit semacam itu sangat berguna untuk menahan

penguapan pada saat hewan itu berada di lingkungan

kering. Hewan yang tergolong Amfibia tidak mempunyai

kulit yang tebal, tetapi jaringan di bawah kulit selalu

mengeluarkan cairan sehingga permukaan kulitnya selalu

basah. Burung mempunyai penutup tubuh berupa bulu. Bulu

itu berfungsi sebagai isolator suhu, sehingga perubahan

suhu ingkungan tidak terlalu banyak mempengaruhi suhu

di dalam tubuh. Hewan-hewan mamalia kulitnya dilengkapi

dengan pori-pori dan kelenjar keringat. Kelenjar

keringat dan pori-pori tubuh itu berguna untuk mengatur

keluarnya air dari dalam tubuh baik dalam rangka

pengaturan tekanan osmotik maupun temperature tubuh.

Kulit hewan-hewan mamalia dilengkapi denga rambut.

Rambut itu berfungsi sebagai isolator suhu. Hewan-hewan

yang hidup di daerah dingin mempunyai rambut lebih

tebal dari pada hewan yang hidup di daerah panas.

4. Warna tubuh

Selain warna hitam dan putih, hewan-hewan ada yang

mempunyai warna merah, hijau dan lain-lain, bahkan ada

yang mempunyai beberapa macam warna sekaligus dalam

permukaan tubuhnya. Munculnya warna pada permukaan

tubuh hewan disebabkan oleh: 1) pigmen-pigmen khusus

yang menyerap panjang gelombang tertentu dan

memantulkan panjang gelombang yang lain, 2) srtuktur

permukaan tubuh yang menyebabkan sinar terserap atau

direfraksikan, 3) kombinasi dari pengaruh-pengaruh

absorbtif, reflektif atau difraktif (Pearse, 1926:

297). Kenyataan bahwa warna hewan mempunyai hubungan

dengan sifat adaptasi terhadap kondisi lingkungannya

dapat dijelaskan dengan Hukum Gloger dan fenomena

melanisme industrial, seperti yang telah diuraikan di

atas. Kesesuaian antara warna dengan kondisi lingkungan

sebagai yang diuraikan dalam Hukum Gloger dan fenomena

melanisme industrial berkaitan dengan keberhasilan

hewan dalam menghadapi seleksi alam. Warna hewan

tampaknya mempunyai manfaat atau fungsi-fungsi khusus

untuk menghadapi lingkungannya.

5. Mimikri

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa warna-warna

hewan mempunyai manfaat tertentu bagi dirinya. Sesuai

dengan manfaatnya warna-warna itu dapat dibedakan

dengan klasifikasi (Poulton, 1926):

1. Warna apatetik, sama dengan semua atau beberapa bagian

dari warna lingkungannya:

a. Warna kriptik yaitu warna yang sama dengan

lingkungan, untuk bersembunyi, yang dibedakan

menjadi: 1) warna prokriptik: kesamaan warna untuk

berlindung, 2) warna antikripik: kesamaan warna

untuk menyerang.

b. Warna pseudosematik, yaitu warna untuk peringatan

atau tanda yang ironik, yang dibedakan atas: 1)

warna pseudosematik: mimikri yang bersifat

protektif, dan 2) warna pseudepisematik: mimikri

yang bersifat agresif dan warna yang bersifat

erotik.

2. Warna semtik, warna untuk memberi peringatan dan

sinyal.

a. Warna aposematic: warna untuk peringatan

b. Warna episematik: warna untuk memberi sinyal.

3. Warna epigamik, warna yang ditampilkan untuk kawin.

Kesamaan warna hewan dengan benda-benda lain yang

ada di lingkungannya dikenal dengan istilah mimikri.

Contoh mimikri yang sering ditunjukkan adalah perubahan

warna pada Bunglon. Pada saat Bunglon hinggap di tempat

yang dasarnya berwarna cokelat kulitnya berwarna

cokelat, dan ketika hinggap di daun yang berwarna hijau

kulitnya berubah menjadi hijau. Warna hewan yang

bersifat tetap juga ada yang sama atau mirip dengan

lingkungannya. Sifat-sifat mimikri ini banyak dijumpai

pada hewan-hewan yang tergolong pada serangga, baik

yang masih berupa larva (ulat) maupun sudah dewasa

(kupu dan belalang). Misalnya: belalang dan ulat yang

hidup di daunbanyak yang berwarna hijau, sedangkan

belalang dan ulat yang biasa hinggap di batang pohon

atau substrat lain yang berwarna cokelat mempunyai

sayap dan tubuh berwarna cokelat. Kesamaan warna itu

bukan hanya warna dasar, melainkan warna permukaan

tubuh hewan itu ada yang bermacam-macam dan polanya

juga mirip dengan pola warna substrata tau benda lain

yang ada di sekitarnya.

Kejadian mimikri itu juga dapat berupa kemiripan

bentuk hewan dengan benda-benda yang ada di

lingkungannya. Bentuk tubuh belalang kayu (walking sticks)

bersama dengan kakinya mirip dengan cabang dengan

ranting-rantingnya. Ada ulat yang jika menempel di

suatu cabang atau batang membentuk posisi tubuh

sedemikian rupa sehingga menyerupai cabang atau ranting

batang yang ditempeli. Karena warnanya mirip dengan

kulit kayu.

Kesamaan warna dan bentuk hewan yang telah

disebutkan di atas merupakan contoh warna prokriptik,

yaitu kesamaan atau kemiripan warna yang menyebabkan

hewan tersembunyi atau tidak mudah dilihat oleh

musuhnya. Disamping itu ada ulat yang bentuk kepalanya

mirip dengan bentuk kepala ular, matanya menonjol dan

berwarna menyolok sehingga menunjukkan kesan bahwa

hewan itu garang dan sedang menyerang. Itu merupakan

contoh dari pseudepisematik.

Kesamaan bentuk, warna dan tingkah laku antara

satu jenis organisme hewan dengan jenis organisme hewan

lain juga terjadi di alam. Hewan yang bentuk, warna dan

tingkah lakunya “meniru” disebut mimik, sedang hewan

yang bentuk, warna dan tingkah lakunya “ditiru” disebut

model. Kejadian mimikri terhadap bentuk, warna dan

tingkah laku itu banyak dijumpai pada serangga. Sifat

mmikri mempunyia manfaat untuk terhindar dari serangan

preadator. Ada dua macam bentuk mimikri sehubungan

dengan kepentingannya untuk mengurangi kemungkinan

dapat diserang oleh predator, yaiut mimikri Batesian

dan mimikri Mullerian. Pada mimikri Mullerian kedua

jenis macam organisme mempunyai pola warna yang sama

dan keduanya tidak disukai oleh predator karena rasanya

tidak enak, bahkan dapat menyebabkan rasa sakit di

lambung. Pada mimikri Batesian hewan mimik mempunyai

rasa enak dan disukai oleh predator, tetapi modelnya

tidak disukai oleh predator karena rasanya tidak enak

dan bersifat racun. Contoh yang terkenal untuk mimikri

Batesian adalah antara kupu viceroy (mimik) dan kupu

monarch (model). Dengan demikian sifat mimikri itu kupu

viceroy dapat mengurangi serangan dari burung predator

yang menyukainya, karena ketika melihat burung predator

menghubungkan pola warnanya dengan rasa tidak enak

ketika memangsa kupu monarch. Namun mimikri Batesian

itu masih mengandung resiko. Bagaimanapun dalam

kejadian mimikri itu warna mimik dengan model tidak

sepenuhnya sama. Berdasarkan pengalamannya, burung

predator suatu ketika dapat membedakan mangsa yang

rasanya enak (mimik) dengan mangsa yang rasanya tidak

enak (model), sehingga burung predator dapat memilih

mangsa yang rasanya enak. Mimikri ini merupakan contoh

untuk pseudaposemetik.

6. Bau

Hewan-hewan tertentu mempunyai bau yang khas. Bau

yang khas itu merupakan tanda bagi hewan lain yang

sejenis, misalnya serangga-serangga tertentu mempunyai

hormon yang mempunyai nama feromon yang dapat digunakan

untuk menarik lawan jenisnya pada musim kawin. Namun,

hewan-hewan lain ada yang mempunyai bau yang tidak

disukai oleh hewan lain. Bau seperti itu menyebabkan

hewan predator menjauhinya. Contoh yang mudah diamati

adalah bau pada walang sangit.

3.5. Adaptasi Fisiologis

Adaptasi fisiologis adalah adaptasi yang

menyangkut kesesuaian proses-proses fisiologis hewan

dengan kondisi lingkungan dan sumber daya yang ada di

habitatnya. Diantara ciri-ciri fisiologi hewan yang

teradaptasi ada yang berkaitan dengan adaptasi

struktural, terutama pada bagian-bagian dalam tubuh.

Adanya keterkaitan antara ciri fisiologis dengan ciri

struktural mungkin ada yang tampak jelas jika dilihat

dari garis evolusi yang terbentang dari organisme

sederhana sampai ke organisme tingkat tinggi. Untuk

memberikan gambaran tentang adanya ciri-ciri fisiologis

yang teradaptasi pada lingkungan berikut ini hanya akan

disajikan beberapa contoh fisiologis yang dapat dengan

mudah dilihat hubungannya dengan ciri habitat.

1. Respirasi

Secara umun, respirasi atau pernapasan dapat

didefinisikan sebagai proses pengambilan oksigen dan

pengeluaran karbondioksida. Lebih khusus respirasi

dapat berarti pembongkaran makanan untuk mengambil

energy kimia yang tersimpan di dalamnya. Sistem

respirasi dan proses fisiologi respirasi berbeda antara

hewan satu dengan yang lain berbeda. Secara ekologis

perbedaan tersebut disebabkan oleh factor luar terutama

konsentrasi oksigen yang ada di habitat. Perbedaan

sistem dan proses respirasi juga ada hubungannya denga

tingkat kerumitan anotomi tubuh hewan. Hubungan faktor

ekologis dan kerumitan anatomi tubuh dengan adaptasi

fisiologis respirasi adalah sebagi berikut: “hewan-

hewan air yang mengambil oksigen dari gas yang terlarut

di dalam air yang berkonsentrasi rendah, hewan dapat

mengambil oksigen melalui permukaan tubuh, tetapi hewan

besar memerlukan alat khusus untuk mengisap oksigen”.

Organisme bersel satu pada umumnya hidup

dilingkungan berair diantaranya ada yang tinggal di

tempat yang dalam, da nada yang tinggal di dekat

permukaan air. Hewan-hewan yang tinggal di air dalam,

banyak yang bersifat anaerobic. Perbedaan itu mungkin

ada hubungannya dengan perbedaan konsentrasi larutan

oksigen didalam air. Kandungan oksigen di tempat yang

dalam sangat kecil. Hewan anaerobic mengadaptasikan

diri terhadap lingkungan yang kekeurangan oksigen

dengan bernafas tanpa menggunakan oksigen.Pada

pernafasan anaerobic karbohidrat dibongkar untuk

mengeluarkan energy dengan produk sampingan berupa asam

cuka dan alcohol. Hewan-hewan yang hidup didaerah

permukaan air berada di lingkungan kaya oksigen.

Kondisi itu menyebabkan hewan lebih beradaptasi dengan

pernafasan aerobic, yaitu membongkar makanan untuk

mengeluarkan energy dengan menggunakan oksigen, dengan

produk sampingan berupa karbodioksida dan air. Karena

tubuhnya hanya satu sel, oksigen itu diserap langsung

melalui seluruh permukaan dinding sel. Hewan-hewan

multiselular yang bernafas secara anaerobic antara lain

hewan-hewan parasite usus, hewan yang hidup didalam

lumpur, dan kerang yang cangkoknya sedang tertutup

dalam waktu lama.

Pada organisme tingkat tinggi juga dapat terjadi

pernafasan anaerobic, terutama jika pemasukan oksigen

dari udara luar tidak mencukupi untuk kebutuhan

respirasi. Contoh yang muda diamati adalah yang terjadi

pada manusia. Pada saat orang melakukan kerja otot

melebihi kapisitas paru-paru untuk menghirup oksigen,

pembongkaran bahan bakar karbohidrat ditingkatkan

dengan respirasi anaerobic. Adanya reespirasi anaerobic

dapat ditandai dengan terbentuknya asam laktat yang

tersimpan didalam jaringan otot yang melakukan kerja

berat. Timbunan asam laktat itu menyebabkan rasa sakit

pada otot yang bersangkutan. Asam laktat itu terbawa

oleh aliran darah, dan sampai di hati diubah menjadi

glikogen dan disimpan dalam hati.

Alat pernafasan khusus menjadi mutlak pada hewan-

hewan yang berukuran lebih besar dan permukaan tubuhnya

tertutupi oleh kulit yang tidak dapat diresapi oleh

gas. Meskipun demikian, ada hewan yang mempunyai alat

pernafasan khusus tetapi juga memasukkan oksigen

melalui permukaan tubuh, misalnya katak. Permukaan alat

pernafasan pada hewan tentunya ada yang melekuk keluar

atau mengalami evaginasi, misalnya insang. Alat

pernafasan seperti itu kebanyakan dimiliki hewan

air.Meskipun insang ikan terletak dirongga mulut, tidak

berarti insang merupakan pelekukan permukaan ke arah

dalam.Paru-paru pada hewan yang hidup di darat

merupakan pelekukan ke dalam dari permukaan tubuh. Alat

pernafasan yang terbentuk dalam proses ini disebut

paru-paru. Paru-paru yang sederhana terdapat pada siput

tanah.Paru-paru yang kompleks terdapat pada vertebrata

tingkat tinggi. Serangga merupakan hewan yang mempunyai

kemampuan paling besar untuk hidup ditempat yang sangat

kering. Untuk mengurangi hilangnya air dalam tubuh-

tubuhnya tertutup oleh kulit tebal yang terbentuk oleh

lapisan khitin. Maka dari itu difusi oksigen melalui

permukaan tubuh tidak dapat berlangsung, sehingga

serangga memerlukan pernafasan khusus berupa

trakhea.Trakhea juga berfungsi sebagai alat

transportasi juga pernafasan.

Hewan yang bernafas dengan insang ada yang

menjulurkan insangnya keluar tubuh agar dapat menangkap

oksigen lebih banyak, misalnya larva serangga mayfly

dari genus Ephemeridae, dan salamandee air dari

kelompok reptile. Meskipun insang merupakan alat

pernafasan yang cocok untuk pernafasan di dalam air,

beberapa jenis ikan mengambil oksigen dari udara.Ikan-

ikan itu naik ke permukaan air untuk mengeluarkan

moncongnya di atas air.Kejadian ini dapat diamati pada

iakn mujair, ikan mas, dan lain-lain.Ketam darat

menggunakan insangnya untuk mengambil oksigen dari

udara, misalnya ketam pemanjat pohon (Bergus latro) dan

ketam-ketam dari genus Cardisoma. Hewan lain yang

insangnya dapat digunakan untuk bernafas diatmosfer

adalah hewan-hewan dari golongan isopoda darat (S

chmidt-Nielsen.1990:26)

Hewan yang hidup di darat sebenarnya mengalami

kesulitan untuk menghadapi pertentangan antara kondisi

untuk pengambilan oksigen dengan kondisi untuk memenuhi

kebutuhan air. Kondisi lingkungan yang baik untuk

pengambilan oksigen ternyata merupakan kondisi yang

mempercepat hilangnya air dalam tubuh. Organisme yang

paling berhasil mengadaptasikan diri pada lingkungan

darat adalah serangga.Serangga berkulit keras tidak

dapat ditembus oleh air. Pernafasannya tidak dapat

berlangsung secara difusi melalui permukaan tubuh, maka

serangga mempunyai alat pernafasan khusus yaitu

trachea. Trakhea adalah system saluran yang bermula

dari lubang yang ada dipermukaan tubuh. Lubang itu

disebut spikarel. Spikarel yang mempunyai penutup yang

dapat menongkrol pertukaran udara antara bagian dalam

trachea dengan udara luar. Lubang itu dilanjutkan oleh

saluran-saluran ke arah dalam tubuh, dan saluran itu

bercabang-cabang di seluruh jaringan tubuh saluran

trachea yang terkecil disebut trakheola. Ujung

trakheola berhubung langsung dengan setiap sel tubuh.

System trakhea mengambil oksigen dari atmosfer dan

mengeluarkan karbondioksida dari dalam tubuh ke

atmosfer. Karena itu trachea berhubungan langsung

dengan setiap sel tubuh, maka serangga tidak memerlukan

system transport untuk mengedarkan udara pernafasan.

Spikarel pada serangga itu berjumlah sedikit,

misalnya: larva nyamuk dan kepik air hanya mempunyai

satu spirakel, yang terletak dibagian belakang tubuh.

Pada waktu mengambil napas, larva nyamuk dan kepik air

menungging dan menggantungkan tubuh dipermukaan air,

sehingga spikarel berhubungan langsung dengan udara di

atas permukaan air. Spikarel itu berhubungan dengan

satu ruangan yang dapat menyimpan gas pernafasan.Gas

itu digunakan waktu serangga itu masuk ke dalam

air.Serangga yang hidup di darat mempunyai spikarel

yang terdapat di kedua sisi tubuhnya.

2. Sistem sirkulasi

Hewan yang tubuhnya besar tidak mungkin mengangkut

zat-zat yang ada dalam tubuhnya dengan cara difusi,

karena memerlukan waktu lama. Hewan-hewan itu

memerlukan sirkulasi untuk mengangkat gas, zat makanan,

sisa makanan dan zat-zat lain dari satu bagian tubuh ke

bagian tubuh yang lain. Pengangkutan zat di dalam

system sirkulasi menggunakan cairan yang disebut darah.

Mengalirnya darah di saluran pengangkut memerlukan

alat khusus berupa pompa. Pompa darah ada yang berupa

peristaltic dan pompa yang berbentuk kantong. Pompa

peristaltic terdapat pada hewan-hewan avertebrata, dan

karena berbentuk pembuluh sering pompa itu disebut

jantung pembuluh. Jantung pembuluh itu bergerak secara

peristaltic. Gerakan mengkerut (kontraksi) menekan

darah keluar dari jantung pembuluh, dan gerakan

mengendor (relaksasi) menyebabkan darah dari arah lain

masuk ke dalam jantung. Jantung kantong (misalnya:

jantung manusia) mempunyai dinding yang tersusun oleh

jaringan otot. Kontraksi otot jangtung menyebebkan

jantung mengkerut untuk memompa darah keluar dari

jantung. Pembuluh darah hewan-hewan yang berjantung

kantong memiliki kelep, sehingga darah tidak dapat

berbalik arah jika tekanan jantung menjadi kecil.

Jantung kantong dimiliki oleh vertebrata.

3. Makanan dan Pencernaan Makanan

Makanan di perlukan hewan untuk memenuhi kebutuhan

1) energy 2) bahan untuk membangun sel, jaringan, dan

organ tubuh, 3) bahan untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakan. Makanan yang dibutuhkan diperoleh

dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain. Ada hewan

yang memakan tumbuhan saja (herbifora) dan memakan

hewan lain (karnifora), memakan tumbuhan da hewan lain

(omnivore). Ada yang memakan tumbuhan dan atau hewan

yang masih hidup (predator, parasit, parasitoid), dan

ada yang memakan bagian tubuh tumbuhan atau hewan yang

sudah mati (scavenger, detrifitor, saprobe), hewan –

hewan tertentu memakan makanan yang berukuran kecil,dan

hewan lain memakan makanan yan berukuran besar.

Perbedaan jenis dan ukuran makanan pada hewan

memerlukan cara yang berbeda untuk menagmbil makanan

(memasukan kedalam mulut), menelan, dan mencerna

makanan.

a. Pengambilan Makanan

Protozoa memakan alga, bakteri, dan bahan yang

berukuran mikroskopis. Makanan dimasukan langsung ke

dalam sel yaitu kedalam vakuola makanan yang berfungsi

sebagai alat mencerna makanan. Sari makanan yang

diserap ke dalam sitoplasma, sisa makanan dikeluarkan

melalui dinding sel.

Hewan- hewan multiseluler bahkan yang berukuran

sangat besar, juga ada memakan makanan kecil. Hewan-

hewan itu mempunyai cara tertentu untuk mengambil dan

memasukan makanan kedalam mulut. Hewa yang tergolong

porifera menggerakan silia unyuk menggalirkan air

melalui saluran pori-pori tubuh. Makanan yang terbawa

oleh air diserap oleh sel-sel yan menghadap kesaluran

pori. Hewan-hewan berongga (coelenterate) memasukan

makanan kedalam rongga tubuh dengan cara mengerakan

tentatel yang ada disekeliling lubang rongga tubuh.

Hewan-hewan avertebrata yang lebih tinggi memakan

makanan yang berukuran kecil dengan cara menyaring

makanan yan berada dalam lumpur. Lumpur dimasukan

kedalam mulut dengan kaki capit. Pada waktu makan ketam

memasukan air sebanyak-banyaknya kedalam rongga mulut.

Dengan adanya air butir-butir makanan yang kecil

terapung, dan butir-butir lumpur yang berukuran besar

menghadap. Makanan yang terapung ditelan. Butir-butir

lumpur besar tersangkut pada insang kemudian

dikeluarkan dari mulut dengan cara menyemburkan airyang

ada dalam rongga mulut. Selain memkan makanan dalam

bentuk lumpur, ketam darat juga memakan makanan yang

berukuran besar, misalnya bangkai siput, buah-buahan

busuk. Hewan-hewan vertebrata juga ada yang memakan

dengan cara menyaring. Ikan ait tawar menyaring

plankton terutama crustacean kecil. Ikan hiu menyaring

plankton masuk kemulut bersama air. Paus yang berukuran

sangat besar juga memakan plankton dengan cara

menyaring. Alat penyaring pada paus berupa sederatan

tulang pipih yang melekat pada rahang atas dan

menggantung kedalam mulut melalui celah-celah tulan

pipih tersebut. Dan plaktonnya terperangkap pada tepi

tulang yang berupa serabut. Paus biru yang beratnya

lebih dari seratus ton juga memakan plankton dengan

cara menyaring seperti itu. Itu merupakan keajaiban,

hewan yang besar memakan plankton kecil.

Hewan-hewan selain yang disebutkan di atas memakan

makanan yang berukuran besar. Makanan harus dihancurkan

dulu sebelum dicerna atau ditelan secara enzimatik.

Belalan memotong dan mengunyah makanan dengan maksila

dan mandibula. Ketam darat parathelphusa bogorensi mencabik

makanan yang berupa daging hewan sebelum dimasukan

kedalam mulut. Daging yang ditemukan dipegang dengan

“gigi” kemudian ditarik kaki sapit sampai putus.

Serpihan daging yan tertiggal di gigi ditelan. Hewan-

hewan mamalia kebanyaka mempunyai gigi yang dapat

digunakan untuk memotong. Mencabik, dan mengunyah

makanan. Makanan yang berukuran sangat besar dipotong

denan gigi seri atau dicabik dengan gigi taring,

setelah menjadi kecil-kecil dimasukan kedalam mulut

dikunyah sebelum ditelan.

Beberapa spesies hewan vertebrata yang tidak

mempunyai gigi menelan seluruh makanan yang di

dapatkan, tanpa di potong atau dikunya lebih dulu.

Misalnya ikan, amfibi, reptile dan burung. Hewan-hewan

itu mempunyai cara tertentu untuk menghancurkan

makanan. Burung mempunyai lambung penggunya (gizzard).

Makanan yang ditelan dilumatkan secara mekanik didalam

lambung penggunya. Disamping itu burung mempunyai

tembolog yang terletak dibagian atas lambung. Makanan

yang disimpan dalam tombolog sebelum dimasukan kedalam

lambung untuk dilinakkan.ular sering menelan makanan

yang berukuran sangat besar, misalnya menelan seluruh

tubuh kambing yang dapat di tangkapnya. Makanan itu

dicerna sedikit demi sedikit di dalam saluran

pencernaan makanan, sehingga dapat digunakan lama.

b. Pencernaan Makanan

Makanan yang berasal dari tumbuhan atau hewan

menggandung beberapa zat organic yang molekulnya

berukuran besar, misalnya: karbohidrat, lemak, dan

protein. Makanan yang masuk kedalam saluran pencernaan

kebanyakan masih dalam bentuk molekul yang berukuran

besar, sehingga tidak dapat diserap oleh dinding usus.

Molekul yang masih besar perlu diuraikan menjadi

molekul yang lebih kecil dengan enzim yang disekresikan

oleh kelenjar-kelenjar pencernaan. Karbohidrat

diuraikan oleh enzim-enzim yang tergolong karbohidrase,

misalnya amylase, sukrase, dan maltase. Lemak diuraikan

oleh enzim-enzim lipase. Protein dicerna oleh enzim-

enzim yang tergolong peptidase.: pepsin dan tripsin.

Karbohidrat ( polisakarida) diuraikan menjadi glukosa

(monosakarida), lemak diuraian menjadi asam lemak dan

gliserol, protein ( polipeptida) diuraikan menjadi asam

amino (monopeptida).

Hewan-hewan tertentu mempunyai masalah dalam

mencerna bahan-bahan organic. Senyawa lemak ada yang

berbentuk lilin. Lilin tidak dapat dihidrolisis oleh

lipase yang dimiliki oleh kebanyakan hewan. Maka dari

itu lilin tidak memiliki nilai sebagai makanan bagi

hewan. Namun, ada beberapa hewan yang dapat

memanfaatkan lilin. Misalnya larva kupu malam (wax

moth) yang menjadi parasit dirumah. Lebah madu dapat

mencerna lilin lebah madu. Diafrika selatan ada sejenis

burung yang sering disebut pemandu pencari madu

(shcmidt-nielsen, 1990). Para pencari madu dapat

menemukan sarang lebah madu atas bantuan burung-burung

tersebut. Burung itu dapat mencerna lilin atas bantuan

bakteri yang hidup sebagai simbion didalam pencernaan

makanan. Bakteri itulah yang mencerna lilin.

Lilin sangat penting bagi kehidupan organisme di

ekosistem laut. Dilaut terdapat banyak organisme yang

tubuhnya menggandung lilin, misalnya dari golongan

mollusca cephalopoda, crustacean, anemone laut, hewan

karang,dan ikan penghasil lilin yang utama adalah

hewan-hewan copepoda. Tubuh dari beberapa hewan copepod

menggandung 70% lilin. Ikan haring dan ikan sarden yang

memakan hewan copepoda mempunyai enzim lipase yang

dapat mencerna lilin (sergeant dan gatten 1976 dalam

Schmidt- Nielsen 1990): burung laut, misalnya burung

petrel dan auk memaka dan memberi makan anaknya brupa

plankton crustacea yang menggandung lilin. Burung-

burung itu memetabolismekan lilin secara langsung atau

menggubahnya menjadi trigliserida untuk ditimbun.

Hewan-hewan herbifora menghadapi kesukaran dalam

mencerna selulosa yang terkandung dalam makanannya.

Selulosa hanya dapat dicerna oleh enzim selulase. Enzim

itu tidak dipunyai oleh hewan herbivore. Namun beberapa

jenis hewan dapat dimanfaatkan selulase atas bantuan

mikroorganisme yang hidup sebagai simbion di dalam

saluran pencernaan makanan. Hewan-hewan itu antara

lain: siput kebun ( helix pomatia ),cacing teredo, kutu

buku (ctenolepisme lineate). Dan anai-anai (termopsis).

Mikroorganisme yang dapat dicerna selulosa anatara lain

flagelata trichomonas termosidis, yang hidup didalam usus

anai-anai.

Manusia hebifora mempunyai keistimewaan saluran

pencernaan sehubungan dengan pencernaan selulosa.

Keistimewaan saluran pencernaani itu dibantu juga oleh

pencernaan mikroorganisme yang dapat mencerna selulosa.

Hewan-hewan itu antara lain tergolong hewan memamabiak

(ruminansia) misalnya sapi, dan domba. Keistimewaan

saluran pencernaan hewan ruminansia ada pada

lambungnya. Lambungnya terdiri dari beberapa bagian

yaitu rumen, reticulum, omasum, abomasums. Rumen

merupakan kantong besar untuk memfermentasikan makanan.

Gambar 3.3 lambung hewan ruminansia

Makanan dicampur dengan air liur didalam rumen

sehingga dapat terjadi fermentasi secara besar-besaran.

Air liur itu berfungsi sebagai zat penahan (buffer).

Fermentasi didalam rumen dilakukan oleh bakteri dan

protozoa (ciliate) yang hidup didalamnya. Hasil

pencernaan sebagian besar berupa asam asetat, asam

butiran dan asam propionate, karbondioksida dan metana.

Asam asetat asam butiran dan metana dikeluarkan alat

tubuh. Bahan-bahan yang belum tercerna secara sempurna

dikembalikan kemulut untuk dikunya lagi. Makanan yang

masuk lagi ke rumen dicerna lagi oleh mikroorganisme.

Makanan yang sudah tercerna dirumrn disalurkan ke

reticulum, omasum, dan abomasums. Ketiga kantong yang

terakhir itu mengandung enzim pencernaan seperti yang

terdapat pada vertebrata lain.

Mamalia verbivora yang tidak tergolong ruminansia

juga mempunyai lambung yang terdiri dari beberapa

bagian, dan proses pencernaan yang terdiri dilambung

sama dengan yang terjadi di dalam lambung ruminansia.

Hewan-hewan mamalia lain yang memperoleh bantuan dari

mikroorganisme untuk mencerna selulosa adalah kera

longer, penyu hijau (chelonia midas) dan iguana (iguana-

iguina) penjelaskan lebih banyak tentang pencernaan

selulosa pada jenis-jenis hewan tersebut dapat

diperoleh dari Schmidt-nielsen, 1990).

4. Temperatur

Adaptasi fisiologis hewan terhadap temperature

lingkungan meliputi tiga hal: 1) adaptasi untuk hidup

di lingkungan temperature rendah, 2) adaptasi untuk

hidup di lingkungan temperature tingkat tinggi 3)

adaptasi untuk mengatasi perubahan temperature tubuh

sebagai akibat perubahan temperature lingkungan.

Berdasarkan responya terhadap perubahan

temperature lingkungan, hewan dikelompokan menjadi

hewan homoitermi dan poikilotermi. Hewan homoitermi

bersifat homoitermik adalah mamalia dan burung. Hewan

poikilotermi adalah hewan yang temperature tubuhnya

berubah-ubah jika temperature lingkungan berubah. Hewan

yang bersifat poikilotermik adalah reptile, amfibi,

iakan, dan hewan-hewan avertebrata sebagai contoh:

temperature tubuh ikan sama dengan temperature air

dimana ikan itu berenang, dan temperature.

Hewan yang masih aktif kebanyakan hanya dapat

hidup pada rentangan temperatur yang sempit, yaitu

antara beberapa derajat di bawah titik beku sampai

kira-kira 50’c. rentangan temperatur itu lebih

tertuju pada suhu tubuh daripada suhu lingkungan.

Artinya hewan menghadapi kematian apabila jika suhu

tubuhnya turun sampai di bawah titik beku dan naik di

atas suhu 500C. Suhu lingkungan di alam pada umumnya

tidak melebihi 50oC, tetapi suhu udara lingkungan

daratan dapat turun jauh di bawah 0oC. Rentangan ssuhu

lingkungan di air lebih sempit dari daratan. Di

perairan perairan tropis temperatur air jarang melebihi

30oC, dan di daerah kutub suhu terendah hanya 1-2o di

bawah titik nol.

Ketahanan hewan untuk hidup dalam rentangan suhu

lingkungan seperti yang di ebutkan di atas berbeda-

beda. Ada hewan yang mempunyai toleransi lebar terhadap

perubahan suhu lingkungan (euritermal) dan ada yang

bertolerani sempit (stenotermal). Diantara hewan yang

bertoleransi sempit ada yang hanya tahan hidup pada

suhu rendah, sementara yang lain bertahan hidup pada

temperatur tinggi.

Hewan-hewan yang dalam keadaan aktif hampir tidak

ada yang dapat bertahan hidup pada suhu di atas 50oC.

Hewan-hewan yang tahan pada suhu di atas 50oC antara

lain adalah larva lalat Polypodium. Dalam keadaan tubuh

yang terdehidrasi larva tresebut dapat bertahan pada

temperatur 102oC selama satu menit. Setelah itu lalat

tumbuh mengalami metamorfosis dengan sempurna.

Hewan yang hidup di daerah yang sedang dan dingin

sering menghadapi temperatur lingkungan yang amat

rendah pada musim dingin. Pada musim dingin suhu udara

sering mencapai jauh dibawah titik beku air. Hewan-

hewan yang hidup di daerah yang sedang dan dimgin itu

mempuntai cara-cara yang berbeda menghadapi suhu

dingin. Ada hewan yang toleran terhadap pembekuan

cairan tubuh (frezze-yolerant), hewan lain tidak toleran

jika air di dalam tubuhnya membeku (frezze-intolerant).

Hewan yang tidak toleran terhadap pembekuan cairan

tubuhnya akan mati jika air tubuhnya membeku. Untuk

mencegah pembekuan pada air tubuhnya, hewan –hewan

tersebut harus dapat mecegah pembekuan pembekuan di

dalam tubuh jika temperatur lingkunga turun sangat

rendah, isalnya sampai -40oC. Suhu udara -40oC atau

lebih rendah sering terjadi di daerah beriklim dingin.

Bebrapa spesies hewan yang hidup di lingkungan dingin

itu mempunyai zat anti beku, mialnya gliserol. Hewan

yang tubuhnya mengandung banyak gliserol antara lain

lalat Rhabdophaga strobilliroides, yang hidup di alaska.

5. Air

Masalah yang di hadapi hewan sehubungan dengan ada

atau tidaknya air di lingkungan hidup adalah

mempertahankan kandungan air tubuh dan konsentrasi

larutan garam atautekanan osmotik cairan tubuh. Hewan

air menghadapi perubahan atau perbedaan konsntrasi

garam di dalam air. Hewan darat lebih menghadapi

ancaman kehilangan air dari dalam tubuh karena adanya

perubahan kelmbaban udara.

Hewan laut menghadapi air laut yang banyak

mengandung banyak garam. Keaadaan garam air laut rata-

rat 3,5%. Di beberapa tempat keadaan air laut lebih

tinggi misalnya 4% di daerah Mediterania, di daerah

tepi pantai kadar garam lebih rendah daripada di tengah

laut. Hewan-hewan laut rata-rata mempunytai tekanan

osmotik sama dengan tekan osmotik air laut. Dengan kata

lain hewan laut bersifat isoosmotik atau isosmotik

terhadap mediumnya. Hewan-hewan laut tidak pernah

mengatur tekanan osmotik tubuhnya karena sama dengan

lingkungannya. Sifat itu di sebut isokonfonmer. Hewan

laut yang sering pergi ke air payau, atau ke air tawar

harus mengatur tekanan osmotik tubuhnya lebih tinggi

daripada tekanan osmotik air. Hewan itu perlu melakukan

osmoregulator. Osmoregulasi juga di alami oleh ikan

aslmon yang sering pergi ke hulu sungai untuk bertelur.

Hewan yang mempunyai toleransi lebih leabar terhadap

perubahan kadar air garam di sebut eurihalin, sedang

hewan mempunyai tolerandi rendah terhadap kadar garam

disebut stenohalin.

Hewan darat menghadapi masalah kekurangan air

tubuh jika lingkungan nya kering. Faktor yang

berpengaruh adalah kelembaban udara dan temperatur. Air

dalam tubuh menguap jika lingkungan menjadi kering dan

suhu udara meningkat. Secara umum hewan mengatur

keseimbangan air di dalam tubuhnya dengan mengeluarkan

atau memasukkan air. Pengeluaran air dari dalam tubuh

dilakukan dengan cara penguapan melalui permukaan tubuh

dan alat pernafasan, melalui fees dan urin. Pemasukan

air ke dalam tubuh di lakukuan dengan cara minum,

menghisap air yang ada dalam makanan, menghisap air

melalui permukaan tubuh, atau memanfaatkan air yang

terbentuk pada metabolisme karbohidrat.

Siput mempunyai permukaan kulit yang terlalu

tebal, dan tingkat penguapan air yang tinggi. Maka dari

itu siput telanjang aktif pada musim penghujan atau

malam hari ketika kelembaban tinggi. Siput darat yang

mempunyai cangkakng dapat mengurangi penguapan air

berlebih. Namun pada musim kering siput darat mengalami

estivasi. Tubuhnya dimasukkan ke dalam cangkang,

kemudian lubang cangkang ditutupi selaput, selaput

tersebut dibentuk dari lendir tubuhnya dicampur oleh

kristal kalsium karbonat.dengan begitu kehilangan air

tubuh dapat dicegah.

Serangga merupakan kelompok hewan yang berhasil

mengadaptasikan diri pada lingkungan di muka bumi.

Tidak adanya air dan rendahnya kelebaban udara tidak

menjadi penghalang bagi serangga untuk bertahan hidup.

Pencegahan penguapan air terjadi karena kulitnya yang

tebal dan berlapis lilin.

Katak dewasa mempunyai kulit yang tipis dan selalu

lembab. Pada lingkungan udara yang kering kulit tidak

mampu mencegah penguapan air tubuh. Maka dari itu katak

selalui mencari tempat yang dekat dengan air atau

tempat yang lembab. Kalau masuk ke air, air dari luar

masuk kedalam tubuh dengan cara difusi dan garam keluar

dari dalam tubuh, sehingga konsentrasi garam dalam

tubuh menjadi encer. Untuk mempertahankan tekanan

osmotik dalam tubuh katak menggunakan cara seperti

hewan air tawar, yaitu mengeluarkan urin encer dan

menghirup garam. Pada musim kering yang panjang katak

melakukan estivasi dengan mengubur diri dalam tanah.

Bila hujan katak keluar ke permukaan tanah. Pada saat

itu katak dapat menimpan air di kandungan kencing dalam

jumlah yang banyak. Timbunan iar di kandungan ini di

gunakan sebagai cadangan air ketika melakukan estivasi

pada musim berikutnya. Air kencing yang tersimpan di

dalam kandungan kencing itu sangat encer, banyaknya 30%

dari berat tubuh.

Reptil mempunyai kulit tebal berbentuk sisik.

Meskipun demikian air tubuh banyak yang hilang,

sebagian besar di sebabkan oleh penguapan melalui

kulit, sebagian kecil melalui pernafasan. Hilangnya air

dalam tubuh reptil diimbangi dengan pamasukan air

melalui minuman, makanan dan air metabolik.

Tabel 3.1. Hilangnya air dari tubuh reptil melalui

penguapan di kulit dan melalui pernafasan

Jenis Hewan Penguapan per

hari

(gram/100gram

berat tubuh)

Penguapan

melaui

kulit (%)

Penguapan

melalui

pernafasan

(%)Ular air 2,9 88 22Ular gapher 0,9 64 36Iguana 0,8 72 28Chuchawalla 66 34Kura kotak 0,9 76 24

Kura padang

pasir0,9 76 24

Burung dan mamalia mengatur keseimbangan air tidak

hanya mempertahankan air dalam tubuh, tetapi

mempertahankan suhu tubuh. Keistimewaan pengendalian

air pada hewan mamalia dijumpai pada hewan yang hidup

di padang pasir. Padang pasir merupakan tempat yang

tidak banyak mengandung sumber air, suhunya tinggi,

kelembabnnya rendah. Hewan-hewan yang hidup di tempat

tersebut harus dapat mempertahankan agar air tubuh

tidak habis karena penguapan dan tidak minum untuk

mengganti air yang hilang. Hewan-hewan padang pasir

pada umumnya memperoleh air dari makanan yaitu daun

yang masih segar, batang, buah, akar dan umbu. Hewan

predator memperoleh air dari cairan tubuh mangsa.

Onta dapat megatur kelembaban udara pernafasan

untuk mengatur pengeluaran dan pemasukan air tubuh.

Pada siang hari rongga hidung didinginkan, sehingga

udara pernafasan menjadi lembab. Pada malam hari udara

pernafasan sangat kering, bisa turun 75% daripada siang

hari. Pendinginan dan pelembaban udara pernafasan pada

rongga hidung onta dapat mengurangi hilangnya air tubuh

sebanyak 60% (Schmid-Nielsen, 1990). Pengaturan

kelembaban udara pernafasan pada hidung onta itu

tergantung pada sifat higroskopis dari dinding rongga

hidung. Jika tubuh onta mengalami dehidrasi (kekurangan

cairan tubuh) selaput hidung menjadi kering, dan

tertutup oleh lapisan mukosa kering, sisa sel mati dan

garam. Dinding rongga hidung seperti itu mengeluarkan

uap air ketika hewan menghembuskan nafas pada udara

yang kering, dan menghisap uap air pada saat menarik

nafas. Uap air yang tersisa pada saat menarik nafas

diuapkan lagi pada saat menghembuskan nafas berikutnya,

sehingga menyebabkan rongga hidung menjadoi lembab dan

uap air itu terhisap kembali pada waktu menarik nafas.

Dengan cara ini onta dapat mengurangi hilangnya air

dari dalam tubuh terutama pada saat udara kering.

3.6. Adaptasi Tingkah Laku

Adaptasi tingkah laku adalah respon-respon hewan

terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan

tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya

muncul dalam bentuk gerakan untuk menanggapi ransangan

yang mengenai dirinya. Ransangan itu dapat berasal dari

lingkungan luar dan dalam tubuhnya sendiri. Diantaranya

macam-macam tingkah laku hewan yang biasa muncul

sebagai tanggapan terhadap ransangan yang berasal dari

lingkungan luar sudah diuraikan pada bab terdahulu,

misalnya hibemasi dan estivasi.

1. Hibernasi

Hibernasi adalah tingkah laku hewan untuk

mengurangi metabolisme tubuh pada musim dingin. Tingkah

laku ini kebanyakan dimiliki oleh hewan-hewan yang

hidup di daerah beriklim dingin. Aspek tingkahlaku

hibernasi adalah perubahan intensitas gerakan dari

gerakan aktif untuk mencari makan menjadi tidak aktif

atau istrahat (dormansi). Salah satu hewan yang

melakukan hibernasi adalah beruang kutub. Pada musim

dingin beruang kutub pada umumnya pergi ketempat-tempat

yang terlindung, misalnya goa untuk berlindung dari

serangan cuaca dingin.beruang itu berada di dalam goa

selama musim dingin, dan tidak melakukan kegiatan

apapun. Tingkah laku “bertapa” itu dilakukan untuk

menghemat energi tubuh yang diperlukan untuk

termoregulasi atau mempertahankan suhu tubuh.

Penghematan suhu tubuh itu perlu dilakukan agar ada

kesimbangan antara energi yang tersimpan di dalam tubuh

dengan pengeluaran untuk respirasi dalam rangka menahan

penurunan temperatur tubuh. Jika pada musim dingin itu

hewan harus aktif untuk mencari makan, selain udara

diluar sangat dingin, makanan yang dicari juga tidak

mudah ditemukan. Dalam keadaan itu energi yang

diperlukan sangat tidak seimbang denga energi yang

diperoleh. Sebaliknya pada musim panas hewan-hewan di

daerah dingin mencari makan sebanyak-banyaknya sebagai

cadangan makanan di musim dingin.

2. Aestivasi

Aestivasi merupakan tingkah laku untuk melakukan

dormansi pada kondisi temperatur yang tinggi. Tingkah

laku ini pada umumnya terjadi pada hewan yang hidup di

daerah yang tinggi. Hewan-hewan yang melakukan

aestivasi antara lain belut dan siput air. Di indonesia

belut dan siput air banyak di jumpai pada rawa atau

swah dataran rendah. Aestivasi terjadi bukan hanya

berkaitan dengan tingginya temperatur lingkungan,

melainkan juga berhubungan dengan rendahnya kelembaban

udara. Tingginya temperatur dan rendahnya kelembaban

mempercepat hilangnya air dari dalam tubuh. Maka dari

itu, belut dan siput yang hidup di indonesia melkaukan

aestivasi pada musim kemarau.

Pada musim penghujan swah hampir setiap saat

tergenang air. Dalam keadan seperti belut dan siput air

setiap hari aktif pada malam hari, dan masuk kedalam

tanah pada siang hari. Namun jika temperatur udara

tidak terlalu tinggi, pada siang hari sering dijumpai

belut dan siput berkeliaran dipermukaan tanah. Pada

musim kemarau, selain temperatur tinggi, sawah pada

umumnya berada dalam keadaan kering. Dalam keadaan itu,

belut dan siput air tidak hanya berada di dalam panah

pada malam hari, tetapi boleh dikata selama musim

kemarau.

Siput banyak dijumpai di pekarangan atau kebun

juga melakukan aestivasi pada musim kemarau. Untuk

menghindari udara yang panas dan kering siput masuk ke

batu-batuan atau timbunan sampah, dan berada di situ

selama musim kemarau. Seringkali dapat dijumpai siput

yang tinggal dibawah semak-semak. Siput ini biasanya

membentuk epifragma untuk menutup cangkangnya. Siput

darat pada umumnya tidak mempunyai penutup cangkang

seperti yang dimiliki siput air. Penutup cangkang pada

siput air terbentuk dari zat kapur, keras dan permanen,

dapat dibuka dan di tutup setiap saat. Epifragma

merupakan lapisan tipis yang terbentuk dari lendir yang

diekskresikan oleh tubuh menutup cangkang tanpa dapat

dibuka dan ditutup.

3. Diurnal dan Nokturnal

Kebanyakan hewan aktif pada siang hari, dan

sebagian kecil ada yang aktif pada malam hari. Hewan

yang aktif pada siang hari dinamakan diurnal, dan yang

aktif pada malam hari disebut nokturnal. Hewan-hewan

yang bersifat nokturnal antara lain burung hantu.

Burung hantu melakukan aktivitas mencari makan dan

aktivitas lainnya hanya pada malam hari. Salah satu

keistimewaan dari burung hantu adalah ketajaman mata,

yang terlihat pada intensitas cahaya yang sangat

rendah. Hewan-hewan dari kelompok mamalia yang bersifat

nokturnal antara lain kukang (Primata), musang, dan

kelelawar. Kalau hewan-hewan lain seperti burung hantu,

kukang dan musang mempunyai mata yang tajam, hewan-

hewan yang segolongan dengan kelelawar mempunyai mata

yang tidak terlalu tajam, bahkan dapat dikatakan buta.

Namun kelelawar mempunyai alat yang bersifat radar yang

terdapat pada sayap. Radar itu dapat menangkap getaran

benda-benda yang ada di depannya dan getaran itu

dikirim ketelinga untuk dianalisis, sehingga kelelawar

dapat mengetahui adanya benda-benda yang ada

disekitarnya. Untuk komunikasi dengan sesama jenisnya,

kelelawar selalu bersuara. Hewan dari kelompok serangga

juga banyak yang bersifat nokturnal, antara lain walang

sangit.

4. Orientasi Terhadap Lingkungan

Hampir semua hewan mempunyai kemampuan untuk

berorientasi terhadap lingkungannya sehingga dapat

mengetahui posisi dan dapat menentukan arah gerakannya.

Orientasi itu dilakukan dengan menggunakan alat-alat

indera. Pada hewan bersel satu orientasi terhadap

lingkungan dilakukan dengan indera yang berupa

kemosensori. Kemosensori Paramecium terletak dibagian

belakang tubuhnya. Jika pada waktu bergerak tubuh

bagian belakang menyentuh suatu benda, ransangan, itu

diterima oleh kemosensori dan paramecium bergerak

kearah yang berlawanan membelok kekanan.

Pada hewan-hewan yang bersel banyak orientasinya

dapat dilakukan dengan beberapa macam indera, antara

lain peraba, pembau, pendengar, penglihat. Respon yang

paling sederhana yang dilakukan hewan karena adanya

ransangan-ransangan yang menyentuh indranya adalah

denga gerakan taksis. Taksis adalah gerakan yang

dilakukan untuk medekati atau menjauhi ransangan.

Gerakan mendekati ransangan disebut taksis positif dan

yang menjauhi ransangan disebut taksis negatif.

Beberapa contoh tentang taksis adalah sebagai berikut.

Cacing tanah bergerak menghindar jika tubuhnya

menyentuh garam. Larva lalat bergerak menjauhi sinar

yang dapat dari satu arah tertentu. Pada waktu berjalan

menjauhi sinar,larva lalat itu tidak berjalan lurus,

tetapi bergerak membelok kekiri dan kekanan secara

bergantian. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya

keseimbangan antara kedua “mata” yang ada di kedua sisi

kepalanya. Pada waktu kepalanya menghadap kekiri mata

kiri terkena cahaya, cacing membelokkan kepalanya

kearah kanan. Pada waktu kepalanya menghadap kekanan,

mata kanan terkena cahaya, cacing membelokkan kepalanya

ke kiri.

5. Ototomi

Ototomi adalah tingkah laku memutus bagian-bagian

tubuh. Ketam darat memutuskan kakinya jika kakinya

berada dalam bahaya, misalnya dipatuk oleh burung

bangau. Cecak memutuskan ekornya (ototomi) jika

diserang oleh hewan lain. Ekor cecak yang terputus

dapat tumbuh kembali. Tumbuhnya kembali bagian tubuh

yang telah putus, seperti pada ekor cecak itu disebut

regenerasi. Hewan lain yang mempunyai kemampuan ototomi

dan regenarasi adalah planaria.

6. Adaptasi mutual

Adaptasi mutual adalah adaptasi untuk hidup

bersama atau hidup berdampingan dengan individu atau

spesies lain. Hidup bersama atau hidup berdampingan itu

ada yang berbentuk kooperasi, simbiosis dan lain-lain.

7. Tingkah laku sosial

Hewan-hewan ada yang hidup secara soliter dan ada

yang berkelompok. Hewan yang bersifat soliter hidup

sendiri-sendiri terpisah antara satu individu dengan

individu yang lain. Hewan yang berkelompok ada yang

jumlahnya sedikit, dan ada yang jumlahnya banyak pada

setiap kelompok. Kelompok yang jumlahnya paling sedikit

adalah kelompok yang hanya terdiri dari induk dan

jantan, betina dan anak. Kelompok yang demikian ada

kalanya tidak permanen, karena ananknya memisahkan diri

setelah dewasa. Kelompok demikian terbentuk dalam

rangka pemeliharaan anak. Contoh dari kelompok yang

anggota terdiri dari anggota keluarga adalah banteng.

Beberapa jenis burung juga berkelompok dalam rangka

pemeliharaan dan menjaga keselamatan induk betina dan

anaknya. Induk betina mengerami telur dan menghangatkan

tubuh anaknya pada saat udara dingin.

Kelompok sosial yang anggotanya banyak antara lain

adalah kerbau liar. Dalam satu kelompok terdiri dari

kurang lebih 25 ekor. Di dalam kelompok itu individu

yang paling besar biasanya menjadi pemimpin kelompok.

Jika pembaca sempat mengunjungi Taman Nasional Baluran

Mungkin dapat mengamati beberapa aspek tingkah laku

kelompok pada kerbau liar. Pengamatan itu mudah

dilakukan. Pada musim kemarau kerbau liar, juga hewan-

hewan mamalia lain pergi ke tempat-tempat genangan air

di sekitar hutan. Jika pengamat dating ke tempat itu

sebelum kerbau datang, biasanya sekitar pukul 21.00

mungkin dapat mengamati seekor kerbau yang kesekitar

sumber air. Keebau itu berputar-putar disekitar sumber

air beberapa saat kemudian pergi lagi. Beberapa saat

kemudian datanglah segerombolan kerbau ke sumber air,

dan masing-masing individu minum disumber. Dalam hal

itu tampaknya kerbau yang menjadi pemimpin

bertanggungjawab atas keselamatan kelompok dengan

mengadakan orientasi lebih dahulu terhadap kondisi di

sekitar sumber air yang akan dikunjungi. Pada musim

kemarau, biasanya semua jenis hewan yang hidup di

lingkungan yang sama seperti di Taman Nasional Balura

itu menggunakan sumber air yang sama untuk minum,

karena pada musim kemarau jumlah sumber air amat

terbatas. Aspek tingkahlaku lain dapat diamati ketika

kerbau sedang merumput di padang rumput. Jika kelompok

kerbau didekati, kelompok itu merapat, hewan-hewan

dewasa berada di tepi menunjukkan sikap mempertahankan

diri.

Kelompok sosial juga ada pada hewan-hewan

serangga, misalnya lebah dan anai-anai. Kelompok social

pada kedua jenis serangga itu terorganisasi lebih

sistematik. Diantara anggota kelompok, ada satu hewan

yang menjadi ratu yang tugasnya hanya bertelur. Anggota

yang lain berperan sebagai tentara yang bertugas

menjaga keamanan kelompok, dan anggota lainnya lagi

mempunya peran untuk mencari makan bagi seluruh anggota

kelompok.

8. Tingkah laku perkembangbiakan

Tingkahl aku kawin dapat dipandang sebagai suatu

bentuk adaptasi, karena hewan-hewan tertentu hanya

berkembang biak pada waktu-waktu tertentu. Misalnya,

beberapa jenis burung yang hidup di belahan bumi utara

di daerah beriklim dingin bertelur dan memelihara anak

dimusim panas di belahan bumi selatan. Burung-burung

itu bermigrasi ke selatan pada saat di utara mengalami

musim dingin. Jika kegiatan bertelur dan memelihara

anak dilakukan di habitat aslinya, maka induk-induk

burung kesulitan untuk mencari makanan untuk anaknya

karena pada musim dingin tumbuh-tumbuhan menggurkan

daunnya. Tingkahlaku perkembangbiakan seperti itu

sangat penting untuk kelestarian anak-anak yang

dilahirkan. Hewan-hewan lain yang melakukan

perkembangbiakan di tempat lain dari habitatnya antara

lain ikan salmon dan ketam air tawar, ikan salmon hidup

di laut tetapi melakukan perkawinan dan bertelur di

hulu sungai. Sedangakn ketam pergi ke laut untuk

bertelur.

9. Tingkah laku bekelahi

Tingkah laku berkelahi merupakan adaptasi hewan

untuk mempertahankan hidupnya dari serangan hewan lain.

Serangan hewan lain dapat berasal dari individu sesame

spesies dan individu dari spesies lain. Tingkah laku

berkelahi ada yang menyerang dan ada yang

mempertahankan diri. Tingkah laku menyerang umumnya

dilakukan oleh hewan predator dan tingkahlaku

mempertahankan diri dilakukan oleh hewan mangsa.

Diantara sesame spesies perkelahian dapat terjadi

karena terjadi persaingan, misalnya untuk memperebutkan

makanan, territorial, pasangan kawin. Tingkah laku

perkelahian dinyatakan sebagai adaptasi karena pola-

pola tingkah laku perkelahian sangat khas pada satu

jenis hewan yaitu dalam cara menyerang, cara

mempertahankan diri. Misalnya: burung elang menyerang

dengan cara menyambar, harimau menyerang dengan cara

menerkam, banteng dengan cara menanduk. Sifat adaptasi

tingkah laku berkelahi itu lebih nyata jika dihubungkan

dengan alat-alat yang dimiliki hewan untuk berkelahi,

misalnya kerbau bertanduk, ayam bertaji, ular berbisa.

10. Mekanisme terjadinya tingkah laku

Tinbergen (1969) menjelaskan bahwa tingkah laku

adalah reaksi terhadap keadaan tertentu yang faktor

penyebabnya dapat berasal dari luar dan dari dalam

tubuh. Faktor dari dalam tubuh dinyatakan sebagai

faktor motivasional yang menetukan arah intensitas dari

penampilan tingkah laku.

Reaksi dari suatu hewan ditentukan oleh kemampuan

potensial indera. Potensi alat indera itu menyangkut

beberapa aspek: 1) kepekaan, 2) diskriminasi, dan 3)

lokalisasi. Kepekaan adalah kekuatan untuk menangkap

rangsangan, misalnya penglihatan burung hantu sangat

peka karena dapat melihat pada cahaya yang tidak

terang., sedangkan penglihatan kelelawar tidak peka

karena tidak dapat melihat meskipun pada siang hari

yang terang. Deskriminasi adalah kemampuan untuk

membedakan rangsangan, baik kekuatan maupun macamnya.

Kemampuan untuk membedakan kekuatan ransangan penting

untuk menentukan perlu atau tidaknya respons dan tinggi

rendahnya respons. Ransangan yang mengenai hewan dalam

satu waktu lebih satu macam. Dengan kemampuan

deskriminasi hewan dapat menentukan rangsangan mana

yang perlu direspons lebih dulu, dan ransangan mana

yang tidak perlu direspons atau direspons kemudian.

Lokalisasi adalah kemampuan untuk

menempatkan/menentukan sumber rangsang dalam ruang.

Lokalisasi meliputi aspek arah dan jarak. Dalam aspek

arah, hewan dapat menentukan asal ransangan yang

mengenai dirinya. Aspek jarak menentuka kekuatan

ransangan, misalnya seekor kijang mendengar auman

harimau, dengan mengadahkan kepalanya kijang tersebut

dapat memperkirakan arah dabn jarak harimau terhadap

dirinya, sehingga dapapat mempersiapkan diri untuk

menghindari datangnya harimau tersebut.

11. Tingkah laku refleks

Tingkah laku hewan dapat dibedakan menjadi tingkah

laku refleks, tingkah laku insting, dan tingkah laku

belajar. Pavlov membedakan tingkah laku reflex dengan

tingkah laku insting. Sebagai gamabaran kecenderungan

manusia untuk mengumpulkan uang adalah suatu insting

bukan reflex. Gerakan taksis pada hewan-hewan

invertebrate pada umumnya merupakan gerakan repleks.

Tingkah laku reflex tampak pada gerakan-gerakan tubuh

yang tidak dikendalikan oleh system saraf sadar.

Gerakan terjadi secara spontan sebagai tanggapan

terhadap rangsangan yang mengenai tubuh.

12. Tingkah laku insting

Gerakan insting adalah gerakan-gerakan yang tidak

memerlukan pengalaman khusus. Gerakan itu pada umumnya

bersifat bawaan, dan pola gerakannya sama pada semua

individu dalam satu spesies. Permunculan gerakan itu

terkendali oleh kekuatan dari dalam tubuh, atau

dikendalikan oleh system saraf pusat. Contoh :

1. Anak bebek baru menetas mengikuti hewan apa yang

dijumpai pertama kali.

2. Burung Robin menyerang benda-benda yang berbentuk

burung. Tingkah laku seperti itu di sebut tingkah

laku stereotip, artinya hewan berekasi terhadap cirri-

ciri khusus organism lain atau lingkungannya.

3. Burung camar haring yang diberi dua macam rangsangan

berupa benda berbentuk telur dan benda berwarna

merah akan mengambil benda berwarna merah dan

tubuhnya mengambil posisi duduk mengerami benda

berbentuk telur. Tingkah laku seperti ini dikenal

dengan tingkah laku ambivalen, artinya tingkahlaku

yang memunculkan dua macam stimulus yang berbeda.

13. Tingkah laku belajar

Belajar adalah modifikasi tingkah laku yang

relative permanen dan terbentuk melalui latihan dan

pengalaman (Drickamer, 1982). Tinbergen (1969)

menyatakan bahwa belajar merupakan proses di dalam

system saraf pusat yang menyebabkan terjadinya

perubahan mekanisme tingkah laku insting sebagai

tanggapan terhadap ransangan dari luar. Sementara W.H

Thorpe (1963) berpendapat bahwa belajar merupakan

manifestasi perubahan tingkah laku yang bersifat

adaptif sebagai akibat adanya pengalaman pengalaman.

Pola tingkah laku belajar dikendalikan oleh faktor

internal disebut motivasi. Tingkah laku belajar dapat

dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu habituasi,

trial-and error, pemahaman dan belajar laten.

Habituasi adalah suatu penurunan amplitude dan

probabilitas suatu respons secara gradual sebagai

akibat dari hadirnya stimulus tertentu-secara berulang-

ulang. Penurunan respons itu bersifat persisten dan

tidak diikuti oleh berbagai macam penguatan. Tingkah

laku yang bersifat habituasi antara lain adalah tingkah

laku melarikan diri, menyerang, seksual, dan frekuensi

ejakulasi.

Trial-and-Error adalah tingkah laku yang tampak

bila seekor hewan menampilkan tingkah laku appetitive

atau searching yang sering kali diperkuat oleh

kejadian-kejadian yang muncul secara tidak terencana.

Belajar pemahaman adalah tingkah laku yang

terbentuk melalui asosiasi kejadian-kejadian atau

kegiatan-kegiatan yang telah dipelajari sebelumnya.

Tingkah laku yang terbentuk adalah tingkah laku yang

dapat memecah masalah baru yang sedang dihadapi.

Misalnya seekor sinpanse dimasukkan kedalam suatu

ruang. Di dalam ruang itu digantungkan sebuah pisang

pada langit-langit , dan disediakan sebatang tongkat.

Sinpanse tidak dapat mengambil pisang dengan

menggunakan tangannya, maka ketika melihat ada sebuah

tongkat yang ada di dekatnya, sinpanse tersebut

mengambil dan menggunakannya untuk menjolok pisang.

Berdasarkan fakta tersebut diambil kesimpulan bahwa

simpanse dapat mengasosiasikan panjang tongkat dengfan

tinggi pisang. Berdasarkan asosiasinya simpanse

menampilkan tingkah laku untuk memecahkan kesulitan

untuk mengambil pisang.

Belajar laten yaitu pembuatan asosiasi tanpa

adanyan penguatan atau tanpa adanya bukti dari

perbuatan yang terbentuk pada saat kegiatan belajar

berlangsung. Kegiatan belajar itu muncul sebagai akibat

dari dorongan atau motivasi dari dalam, sehingga tidak

perlu ada penguatan yang berasal dari akibat hasil

kegiatan belajar yang pernah dialami. Sifat belajar

seperti ini mungkin lebih banyak terjadi pada manusia.

Manusia mempunyai semua sifat belajar yang disebutkan

diata, yaitu reflex, insting, trial-and-error,

pemahaman, selain belajar laten.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam makalah ini ialah:

1. Respon adalah reaksi yang dilakukan hewan terhadap

adanya perubahan kondisi lingkungan sehingga hewan

tersebut akan melakukan adaptasi untuk menyesuaikan

diri dari pengaruh lingkungannya.

2. Jenis-jenis respon hewan terhadap lingkungannya ada

dua macam, yaitu respon yang Reversibel dan respon

yang tidak-refersibel

3. Mekanisme adaptasi berawal dari nenek moyang

populasi hewan yang hidup pada saat ini serta

memiliki struktur tubuh yang sesuai dengan

lingkungannya sehingga dapat bertahan hidup dan

menurusnkan sifat-sifat unggul yang dimiliki hewan

tersebut dari generasi kegenerasi.

4. Ada dua factor yang mendukung suatu sehingga mahluk

hidup dapat bertahan hidup hingga kini, yaitu

adaptasi ditentukan oleh sifat genetik. Serta

memiliki kemampuan untuk menghasilkanketurunan yang

banyak.

5. Bentuk-bentuk adaptasi terdiri dari adaptasi

structural, adaptasi fisiologis, serta adaptasi

tingkah laku.

B. Saran

Makalah ini membahas tentang teori-teori tentang

terjadinya peristiwa adaptasi pada hewan yang disertai

dengan contoh-contohnya. Maka dari itu,

penulismenyarankan agar dilakukan pengamatan langsung

dilapangan agar semua teori yang terdapat dalam makalah

ini dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang

ada sekarang ini.