makalah ekologi hewan tentang respon & adaptasi hewan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekologi berasal dari bahasa Yunani; Oikos =
rumah , Logos = ilmu. Secara umum Ekologi sebagai salah
satu cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi
atau hubungan pengaruh mempengaruhi dan saling
ketergantungan antara organisme dengan lingkungannya
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
kehidupan makhluk hidup itu. Lingkungan tersebut
artinya segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk
hidup yaitu lingkungan biotik maupun abiotik.
Ekologi hewan adalah cabang biologi yang khusus
mempelajari interaksi antara hewan dengan lingkungannya
yang menentukan sebaran (distribusi) dan kemelimpahan
hewan-hewan tersebut.
Perubahan kondisi lingkungan berpengaruh terhadap
hewan. Hewan mengadakan respon terhadap perubahan
kondisi lingkungannya tersebut. Respon hewan terhadap
kondisi dan perubahan lingkungannya denyatakan sebagai
respon hewan terhadap lingkungannya. Respon tersebut
berupa perubahan fisik, fisiologis, dan tingkah laku.
Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu
ciri utama kehidupan. Tujuan akhir dari respon adalah
untuk mempertahankan hidupnya. Apabila kondisi
lingkungan menjadi sangat tidak baik, maka yang terjadi
adalah pertama : hewan meninggalkan tempat itu dan
mencari tempat dengan kondisi yang lebih baik. Kedua :
hewan memberikan respon tertentu yang mampu mengatasi
efek negative perubahan tersebut. Ketiga : hewan itu
akan mati.
Adaptasi umumnya diartikan sebagai penyesuaian
makhluk hidup terhadap lingkungannya. Respon dan
Adaptasi Perilaku hewan merupakan aktivitas terarah
berupa respon terhadap kondisi dan sumber daya
lingkungan. Terjadinya suatu perilaku melibatkan
peranan reseptor dan efektor serta koordinasi saraf dan
hormon.
Berdasarkan hal tersebut, sehingga
melatarbelakangi kami dalam pembuatan makalah ini,
dengan judul makalah “ Respon dan Adaptasi “.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana
yang telah dikemukakan, rumusan masalah penulisan
makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep respon dan adaptasi ?
2. Apa saja jenis-jenis respon pada hewan ?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya adaptasi ?
4. Apa prinsip-prinsip adaptasi ?
5. Apa saja bentuk-bentuk adaptasi ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep respon dan adaptasi
2. Untuk mengetahui jenis-jenis respon pada hewan
3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya adaptasi
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip adaptasi
5. Untuk mengetahui bentuk-bentuk adaptasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Respon dan Adaptasi
1. Pengertian Respon
Interaksi hewan dan lingkunganya menunjukan adanya
hubungan timbal balik antara hewan dengan
lingkungannya. Dalam hubungan itu kondisi dan perubahan
kondisi lingkungan yang berpengaruh pada hewan, dan
hewan mengadakan reaksi terhadap kondisi atau perubahan
kondisi lingkunganya.
Respon dan Adaptasi Perilaku hewan merupakan
aktivitas terarah berupa respon terhadap kondisi dan
sumber daya lingkungan. Terjadinya suatu perilaku
melibatkan peranan reseptor dan efektor serta
koordinasi saraf dan hormon. Jenis efektor yang paling
berperan adalah otot-otot tubuh. Perilaku pada hewan
rendah seluruhnya ditentukan secara genetic, bersifat
khas,terjadi secara otomatis. Pada hewan tinggi banyak
mengandung komponen yang tidak bersifat herediter,
melainkan proses belajar yang dipengaruhi faktor
lingkungan.
Reaksi hewan terhadap kondisi dan perubahan
lingkunganya dinyatakan sebagai respons hewan terhadap
lingkunganya. Respons hewan terhadap linkungan dapat
berupa perubahan fisik, fisiologis dan tingkah laku.
Respons hewan terhadap kondisi dan perubahan linkungan
ada yang bersifat reaktif, artinya respons itu
terbentuk dan berlaku pada saat pengaruh kondisi dan
perubahan lingkungan berlaku. Missalnya, ayam mencari
tempat yang teduh ketika hujan turun. Respons-respons
seperti itu merupakan respons yang tuntuk semua anggota
spesies.respons itu merupakan perubahan pada hewan yang
bersifat reaktif terhadap lingkunganya.
Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu
ciri utama kehidupan. Tujuan akhir dari respon adalah
untuk mempertahankan hidupnya. Respon heawan terhadap
lingkungannya bervariasi tergantung dari jenis dan
intensitas stimulus, jenis spesies, stadium
perkembangan, umur, kondisi fisiologis dan kisaran
toleransi terhadap lingkungannya.
Apabila kondisi lingkungan menjadi sangat tidak
baik, maka yang terjadi adalah pertama, hewan
meninggalkan tempat itu dan mencari tempat dengan
kondisi yang lebihbaik. Kedua, hewan memberikan respon
tertentu yang mampu mengatasi efek negative perubahan
tersebut. Ketiga, hewan itu akan mati.
2. Respon Dasar Hewan
Selama periode ontogeny pada hewan dikenal tiga
macam respon dasar yaitu respon pengaturan, respon
penyesuaian, dan respon perkembangan. Mekanisme ketiga
respon itu berdasarkan sistem umpan balik negatif. Agar
mekanisme itu berhasil maka respon yang dihasilkan
harus sesuai besarnya, waktu tepat dan berlangsung
cukup cepat.
1) Respon Reversibel
Tipe respon dasar hewan yang reversible dan paling
sederhana adalah respon pengaturan (regulatori). Respon
fisiologi terjadi sangat cepat (refleks). Contoh:
perubahan pupil mata terhadap intensitas cahaya. Tipe
respon lain yang bersifat reversible adalah respon
penyesuaian (aklimatori), berlangsung lebih lama dari
respon regulatori karena proses yang fisiologi yang
melandasinya melibatkan perubahan struktur dan
morfologi hewan. Contoh: di lingkuan bertekanan parsial
oksigen rendah, terjadi proliferasi dan pengingkatkan
jumlah eritrosit, tubuh terdedah pada kondisi kemarau
terik, kulit mengalami peningkatan pigmentasi. Respon
aklimatori umum terdapat pada hewan berumur panjang,
yang menghadapi perubahan kondisi musiman.
Reversibilitas respon penting sekali karena tiap tahun
kondisi khas musimana selalu berulang.
2) Respon Tak-reversibel
Tipe respon tak-reversibel selama ontogeny adalah
respon perkembangan. Respon berlangsung lama karena
melibatkan banyak proses yang menghasilkan perkembangan
beraneka ragam macam struktur tubuh. Hasilnya bersifat
permanen dantak reversible. Contoh : perubahan jumlah
mata facet pada Drosophila yang dipelihara pada suhu
tinggi, atau terbentuknya keturunan cacat akibat respon
perkembangan embrio terhadap senyawa teratogenik
dalam lingkungannya.
3. Pengertian Adaptasi
Adaptasi umumnya diartikan sebagai penyesuaian
makhluk hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi
menunjukkan kesesuaian organisme dengan lingkungannya
yang merupakan produk masa lalu. Organisme yang ada
kini dapat hidup pada lingkungannya karena kondisi
lingkungan itu secara kebetulan sama dengan kondisi
lingkungan nenek moyangnya.
2.2. Mekanisme Adaptasi
Sifat yang similiki oleh suatu populasi yang ada
sekarang merupakan sifat yang di turunkan dari generasi
ke generasi. Nenek moyang dari populasi yang
bersangkutan telah berhasil mempertahankan hidup dan
berkembang biak karena memiliki sifat tersebut. Dengan
kata lain, populasi yang ada sekarang merupakan
populasi yang lolos dari seleksi alam. Penjelasan ini
merupakan ringkasan dari seleksi alam yang di kemukakan
oleh Darwin.
Dalam organisme terkumpul dalam kelompok-kelompok
populasi yang diantara anggotanya terjadi hubungan
kawin. Setiap kelompok di sebut deme. Kelompok besar
yang terbentuk dari banyak deme disebut organisme.
Deme-deme dari setiap organisme ada yang menempati
daerah-daerah geografis yang berbeda, misalnya banteng
yang saat ini masih ada di P jawa ada yang hidup di
Taman Nasional Baluran (jawa timur) dan Taman Nasional
Ujung Kulon (jawa barat). Daerah-daerah geografis itu
dapat merupakan lingkungan hidup yang sempit dan
bersifat khas dibandingkan dengan daerah penyebaran
jenis organisme. Deme yang menempati daerah geografis
khusus itu biasa mempunyai sifat genetic yang berbeda
dengan deme yang menempati daerah lain. Jika diantara
deme-deme itu terjadi isolasi geografis sehingga antar
deme tidak dapat terjadi pertukaran imformasi
genetik . kelompok yang terisolasi itu di sebut klin
(cline), dan merupakan sub jenis organisme atau
subpopulasi. Perbedaan sifat genetic dari suatu klin
dengan klin yang lain terbentuk dari perbedaan
perubahan lingkungan dalam suatu rentang tertantu, yang
disebut dengan gredien ekologis (ecological gradients).
Variasi sifat individu pada landaian ekologis yang
berbeda di sebut ekotif. Perbedaan sifat itu dapat
dalam hal bentuk, warna dan lain-lain. Contoh yang
terkenal adalah fenomena melanisme industrial. Kupu
Biston betulana yang hidup dihutan yang jauh dari daerah
industri berwarna abu-abu keputihan sesuai dengan warna
batang pohong yang mempunyai substratnya, tetapi kupu-
kupu yang hidup di daerah industri di bratania raya
mempunyai warna di daerah industri gelap. Di daerah
industri, pohon- pohonan menjadi warna hitam karena
tertutup oleh asap dan jelaga pabrik . kupu-kupu yang
terang menjadi mangsa buruan yang mudah dilihat oleh
burung predator, tetapi kupu-kupu yang berwarna hitam
lebih selamat dari serangan predator. Kejadian inilah
yang disebut fenomena melanisme industrial.
Kesesuaian antara sifat-sifat organisme dengan
lingkunganya sehingga menimbulkan sifat yang bervariasi
antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Baik
jenis organisme sama maupun berbeda telah
digeneralisasikan dalam berapa hukum , antara lain :
Hukum Bergman, Hukum Allen, dan Hukum Gloger. Hukum
Bregman menyatakan bahwa hewan-hewan yang hidup
didaerah panas mempunyai tubuh kecil, sedangkan yang
hidup didaerah dingin bertubuh besar. Rasionalnya
adalah untuk bertahan pada suhu dingin tubuh yang besar
tidak cepat kehilangan panas , sedangkan untuk bertahan
pada lingkungan panas hewan yan g bertubuh kecil lebih
cepat memancarkan panas . hewan homeoterm, yaitu burung
dan mamalia yang hidup didaerah dingin mempunyai tubuh
yang lebih besar dari pada yang hidup didaerah panas.
Namun hewan-hewan poikiloterm didaerah dingin cenderung
bertubuh kecil.
Hukum Allen menyatakan bahwa bagian tubuh (ekor,
telinga, tangan kaki dan lain-lain) yang hidup didaerah
yang beriklim dingin lebih pendek dari pada hewan yang
tinggal di daerah yang briklim panas. Contohnya, tikus
yang hidup di lingkungan yang bertemperatur 31-33,5oC
berekor lebih panjang daripada strain yang hidup
ditemperatur 15,5-20oC (Anathan kristah,1976).
Hukum gloger berbunyi : pada lingkungan yang panas
dan lembab hewan mempunyai pigmen lebih gelap dari pada
hewan yang hidup didaerah beriklim dingin dan kering.
Di daerah arid (beriklim kering) pigmen yang muncul
kebanyakan merah dan kuning kecoklatan. Contoh ;
belalang kayu carausius menjadi berwarna hitam pada
temperature 15oC dan berwarna coklat pada temperature
25oC.
Hukum – hukum yang menanyakan hubungan antara
lingkungan dengan sifat hewan antara lain berbunyi :
burung yang hidup di daerah yang beriklim dingin
mempunyai kemampuan bermigrasi lebih besar, rentangan
sayap lebih lebar, bertelur lebih banyak, dan saluran
pencemaran makan dapat menyerap sari makanan lebih
banyak dari pada burung yang hidup di daerah yang
beriklim panas.katak Hyla dan kecebong bertanduk
phrynosoma bermakna makin gelap jika temperatur
lingkungan turun ( Anathakrishnan,1976).
Deme-deme sering kali terisolasi secara geografis,
menyebabkan kelompok-kelompok populasi tidak dapat
terbaur lagi untuk melakukan hubungan perkawinan.
Isolasi itu disebut isolasi geografis. Jika isolasi itu
bersifat tetap maka populasi yang terpisah dari
populasi yang hidup di habitat asli dapat berubah
menjadi jenis organism baru. Isolasi geografis dapat
terjadi pada jenis organism yang bermigrasi. Isolasi
habitat itu disebut isolasi ekologis.
Populasi dapat terisolasi di tempat yang berbeda
tetapi masih dalam kawasan habitat yang sama , tetapi
tidak dapat melakukan hubungan perkawinan dengan
populasi lain . isolasi itu disebut isolasi spatial
.jenis organisme yang menduduki daerah yang geografis
yang berbeda disebut jenis organism allopatrik, sedangka
yang hidup di tempat secara biologis terpisah dari yang
lain disebut jenis organism simpatrik .contoh terkenal
tentang isolasi-isolasi tersebut adalah kelompok-
kelompok burung Finch Darwin yang tersebar secara
terpisah-pisah dipulau-pulau yang berbeda. Burung-
burung itu menentukan habitat-habitat yang berbeda
ketika bermigrasi dari daratan Amerika ke kepulauan
Galapagos. Itu merupakan contoh allopatrik yang arahnya
ditentukan oleh terjadinya perubahan frekuensi gen
sebagai akibat dari seleksi alam dan pemisah genetik.
Begitu organisme terisolasi ketika pindah ke daerah
baru yang kondisi lingkungannya berbeda jenis organisme
itu akan merubah menjadi jenis organisme baru seiring
dengan perjalanan waktu. Hal ini yang mengisyaratkan
bahwa jenis organisme merupakan ekspresi dari kombinasi
dari beberapa factor lingkungan. Kejadian itu
merupakan proses adaptasi yang mengarah pada pengisian
nisia yang kosong dan mengarah pada pemanfaatan
lingkungan secara efesien dan lengkap.
2.3. Prinsip-Prinsip Adaptasi
Sifat adaptasi penting bagi hewan dan organisme
lain untuk bertahan hidup pada lingkungan baru atau
jika ada perubahan dilingkungan di habitatnya. Namun
kemampuan hewan untuk adaptasi dengan lingkungannya
berbeda-beda.
Kemampuan hewan dan kahluk hidup lain untuk
beradaptasi di pengaruhi oleh beberapa faktor.
1. Adaptasi ditentukan oleh sifat genetik. Di atas
telah disebut bahwa organisme yang sekarang hidup
dan teradaptasi dengaan lingkungan habitatnya adalah
jenis organism yang sifat-sifatnya diwarisi dari
nenek moyangnya. Ciri-ciri habitat itu secara
kebutulan sama dengan ciri-ciri habitat di
lingkungan yang dihuni oleh nenek moyang. Sifat yang
diturunkan itu adalah sifat genetik. Sifat-sifat
genetik itu memancarkan fenotip yang sesuai dengan
kondisi factor-faktor lingkunganya. Kupu Biston
bitularia yang saat ini hidup di daerah industry adalah
kelompok yang mempunyai variasi gen yang memancarkan
warna hitam pada tubuhnya, dan sifat ini menurun
sehingga keturunanya tetap berwarna hitam, meskipun
kerabatnya yang hidup diluar daerah industry
berwarna terang.
2. Kemampuan adaptasi di pengaruhi oleh kemampuan
berkembang biak populasi yang anggotanya mampu
menghasilkan keturunan dalam jumlah banyak lebih
mampu bertahan hidup. Banyaknya anak memunculkan
banyak variasi sifat yang di timbulkan dari
perkawinan antara anggota populasi.
2.4. Adaptasi Struktural
Adaptasi struktural adalah sifat adaptasi yang
muncul dalam wujud sifat-sifat morfologi tubuh,
meliputi bentuk dan susunan alat-alat tubuh, ukuran
tubuh, serta warna tubuh (kulit dan bulu).
1. Bentuk Dan Ukuran Tubuh
Bentuk tubuh yang dimaksud disini adalah pola
tubuh yang menyangkut perbandingan antara lebar dan
panjang tubuh. Hewan-hewan yang hidup di daerah dinggin
mempunyai bentuk bulat dan besar sedangkan yang hidup
di daerah panas tubuhnya lebih kecil dan ramping. Pada
hewan yang hidup di daerah dingin perbandingan antara
lebar dan panjang tubuh kecil, sehingga tubuhnya
cenderung berbentuk bulat. Bentuk tubuh seperti ini
tidak mudah melepaskan panas, atau lebih bersifat
menyimpan panas jika suhu berubah menjadi lebih dingin.
Pada tubuh yang bulat dan berukuran besar proporsi luas
permukaan tubuh yang berhubungan dengan udara luar
kecil. Prinsip ini dapat dijelaskan dengan gambar 3.1.
pada gambar 3.1A seluh permukaan tubuh berhubungan
dengan udara luar. Pada gambar 3.1B tidak semua
permukaan pada ke empat kubus yang menyusun bentuk
tersebut berhubungan dengan udara luar. Jika ada banyak
kubus kecil seukuran kubus pada Gambar 3.1A disusun
menjadi bentuk kubus yang lebih besar, maka kubus yang
berada ditengah tidak berhubungan dengan lingkungan
luar, dan yang berhubungan dengan dunia luar hanya
kubus yang berada di bagian tepi.
Gambar 3.1. perbandinga antara volume dan luas
permukaan tubuh yang berhubungan dengan udara luar.
Bentuk tubuh lain yang ada kaitannya dengan
penyusaian diri dengan lingkungan adalah bentuk
( A ( B)
streamline pada ikan. Bentuk seperti itu memudahkan gerak
air, karena bentuk tubuh yang pipih serta meruncing di
depan dan di belakang menguranggi tahanan air.
2. Bagian-Bagian Tubuh
Dalam hal ukuran dari bagian-bagian tubuh telah di
uraikan sesuai dengan hokum Allen. Hewan yang hidup di
daerah panas mempunyai bagian-bagian tubuh yang lebih
panjang dari pada hewan yang hidup di daerah dingin.
Aspek lain pada bagian- bagian tubh hewan yang
mempunyai kesesuaian dengan lingkungan adalah bentuk-
bentuk bagain-bagian tubuh yang bersifat homolog dan
analog, sifat homolog dapat diamati pada anggota tubuh
hewan-hewan vertebrata. Pada dasarnya semua hewan
vertebrata mempunyai dua pasang anggota tubuh belakang.
Pada hewan mamalia kedua pasang anggota tubuh berfungsi
sebagai kaki. Pada burung anggota tubun depan berubah
bentuk menjadi sayap. Pada bebrapa jenis reptil
misalnya kadal dan biawak kedua pasang anggota tubuh
berfungsi sebagai kaki, sedangkan bagi reptil yang lain
kedua pasang anggota tubuh berfungsi sebagai alat
renang (kura-kura dan penyu). Pada fenomena lain,
burung dan belalang mempunyai sayap untuk bergerak di
udara, tetapi kedua alat gerak itu berasal dari
jaringan embrional yang berbeda. Keadaan itu disebut
analog.
Adaptasi alat-alat gerak pada hewan darat sesuai
dengan sifat-sifat substrat yang ada di habitatnya.
Anggota gerak depan hewan-hewan mamalia yang tergolong
ordo primata kebanyakan dapat digunakan untuk memegang.
Hewan-hewan yang tergolong primata hampir semua dapat
memanjat pohon.
Adaptasi struktural juga terjadi pada mulut dari
hewan-hewan vertebrata dan avertebrata. Bentuk mulut
mamalia pada umumnya hampir sama. Perbedaanya terutama
terdapat pada bentuk dan susunan gigi. Hewan pemakan
daging, seperti harimau mempunyai taring yang tajam dan
kuat untuk mencabik daging hewan yang dimangsa. Hewan-
hewan pengerat (Rodentia) kebanyakan mempunyai gigi
seri panjang dan runcing. Hewan-hewan pemakan rumput
dan pemekan segala mempunyai geraham yang bentuknya
cocok untuk mengunyah makanan sampai halus.
3. Penutup tubuh (kulit dan bulu)
Penutup tubuh pada hewan berbeda-beda. Sebagian
besar hewan-hewan arthropoda mempunyai kulit tebal yang
tersusun oleh khitin. Kulit seperti itu sangat beguna
untuk menahan hilangnya air dari dalam tubuh, karena
hewan-hewan arthropoda itu kebanyakan hidup di
lingkungan udara yang kelembabannya lebih rendah dari
pada lingkungan hidup lain yaitu di dalam tanah dan
air. Kulit yang tebal juga dimiliki oleh beberapa jenis
organisme hewan yang tergolong Moluska, misalnya:
siput, siput bahkan dapat menutup seluruh permukaan
tuubuhnya jika lingkungan hidupnya sangat kering. Siput
air biasanya mempunyai tutup cangkang yang dapat
dibuka dan ditutup. Siput kebun tidak mempunyai tutup
cangkang seperti itu, tetapi pada musim kering hewan
itu membentuk epifragma untuk menutup lubang
cangkangnya selama musim kering. Epifragma itu adalah
selaput yang terbuat dari cairan yang disekresikan oleh
tubuh siput.
Beberapa jenis organisme hewan vertebrata juga
mempunyai kulit yang tebal, terutama hewan-hewan yang
tergolong pada Reptilia. Kulit hewan-hewan Reptilia
pada umumnya tebal dan tersusun oleh lapisan tanduk.
Kulit semacam itu sangat berguna untuk menahan
penguapan pada saat hewan itu berada di lingkungan
kering. Hewan yang tergolong Amfibia tidak mempunyai
kulit yang tebal, tetapi jaringan di bawah kulit selalu
mengeluarkan cairan sehingga permukaan kulitnya selalu
basah. Burung mempunyai penutup tubuh berupa bulu. Bulu
itu berfungsi sebagai isolator suhu, sehingga perubahan
suhu ingkungan tidak terlalu banyak mempengaruhi suhu
di dalam tubuh. Hewan-hewan mamalia kulitnya dilengkapi
dengan pori-pori dan kelenjar keringat. Kelenjar
keringat dan pori-pori tubuh itu berguna untuk mengatur
keluarnya air dari dalam tubuh baik dalam rangka
pengaturan tekanan osmotik maupun temperature tubuh.
Kulit hewan-hewan mamalia dilengkapi denga rambut.
Rambut itu berfungsi sebagai isolator suhu. Hewan-hewan
yang hidup di daerah dingin mempunyai rambut lebih
tebal dari pada hewan yang hidup di daerah panas.
4. Warna tubuh
Selain warna hitam dan putih, hewan-hewan ada yang
mempunyai warna merah, hijau dan lain-lain, bahkan ada
yang mempunyai beberapa macam warna sekaligus dalam
permukaan tubuhnya. Munculnya warna pada permukaan
tubuh hewan disebabkan oleh: 1) pigmen-pigmen khusus
yang menyerap panjang gelombang tertentu dan
memantulkan panjang gelombang yang lain, 2) srtuktur
permukaan tubuh yang menyebabkan sinar terserap atau
direfraksikan, 3) kombinasi dari pengaruh-pengaruh
absorbtif, reflektif atau difraktif (Pearse, 1926:
297). Kenyataan bahwa warna hewan mempunyai hubungan
dengan sifat adaptasi terhadap kondisi lingkungannya
dapat dijelaskan dengan Hukum Gloger dan fenomena
melanisme industrial, seperti yang telah diuraikan di
atas. Kesesuaian antara warna dengan kondisi lingkungan
sebagai yang diuraikan dalam Hukum Gloger dan fenomena
melanisme industrial berkaitan dengan keberhasilan
hewan dalam menghadapi seleksi alam. Warna hewan
tampaknya mempunyai manfaat atau fungsi-fungsi khusus
untuk menghadapi lingkungannya.
5. Mimikri
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa warna-warna
hewan mempunyai manfaat tertentu bagi dirinya. Sesuai
dengan manfaatnya warna-warna itu dapat dibedakan
dengan klasifikasi (Poulton, 1926):
1. Warna apatetik, sama dengan semua atau beberapa bagian
dari warna lingkungannya:
a. Warna kriptik yaitu warna yang sama dengan
lingkungan, untuk bersembunyi, yang dibedakan
menjadi: 1) warna prokriptik: kesamaan warna untuk
berlindung, 2) warna antikripik: kesamaan warna
untuk menyerang.
b. Warna pseudosematik, yaitu warna untuk peringatan
atau tanda yang ironik, yang dibedakan atas: 1)
warna pseudosematik: mimikri yang bersifat
protektif, dan 2) warna pseudepisematik: mimikri
yang bersifat agresif dan warna yang bersifat
erotik.
2. Warna semtik, warna untuk memberi peringatan dan
sinyal.
a. Warna aposematic: warna untuk peringatan
b. Warna episematik: warna untuk memberi sinyal.
3. Warna epigamik, warna yang ditampilkan untuk kawin.
Kesamaan warna hewan dengan benda-benda lain yang
ada di lingkungannya dikenal dengan istilah mimikri.
Contoh mimikri yang sering ditunjukkan adalah perubahan
warna pada Bunglon. Pada saat Bunglon hinggap di tempat
yang dasarnya berwarna cokelat kulitnya berwarna
cokelat, dan ketika hinggap di daun yang berwarna hijau
kulitnya berubah menjadi hijau. Warna hewan yang
bersifat tetap juga ada yang sama atau mirip dengan
lingkungannya. Sifat-sifat mimikri ini banyak dijumpai
pada hewan-hewan yang tergolong pada serangga, baik
yang masih berupa larva (ulat) maupun sudah dewasa
(kupu dan belalang). Misalnya: belalang dan ulat yang
hidup di daunbanyak yang berwarna hijau, sedangkan
belalang dan ulat yang biasa hinggap di batang pohon
atau substrat lain yang berwarna cokelat mempunyai
sayap dan tubuh berwarna cokelat. Kesamaan warna itu
bukan hanya warna dasar, melainkan warna permukaan
tubuh hewan itu ada yang bermacam-macam dan polanya
juga mirip dengan pola warna substrata tau benda lain
yang ada di sekitarnya.
Kejadian mimikri itu juga dapat berupa kemiripan
bentuk hewan dengan benda-benda yang ada di
lingkungannya. Bentuk tubuh belalang kayu (walking sticks)
bersama dengan kakinya mirip dengan cabang dengan
ranting-rantingnya. Ada ulat yang jika menempel di
suatu cabang atau batang membentuk posisi tubuh
sedemikian rupa sehingga menyerupai cabang atau ranting
batang yang ditempeli. Karena warnanya mirip dengan
kulit kayu.
Kesamaan warna dan bentuk hewan yang telah
disebutkan di atas merupakan contoh warna prokriptik,
yaitu kesamaan atau kemiripan warna yang menyebabkan
hewan tersembunyi atau tidak mudah dilihat oleh
musuhnya. Disamping itu ada ulat yang bentuk kepalanya
mirip dengan bentuk kepala ular, matanya menonjol dan
berwarna menyolok sehingga menunjukkan kesan bahwa
hewan itu garang dan sedang menyerang. Itu merupakan
contoh dari pseudepisematik.
Kesamaan bentuk, warna dan tingkah laku antara
satu jenis organisme hewan dengan jenis organisme hewan
lain juga terjadi di alam. Hewan yang bentuk, warna dan
tingkah lakunya “meniru” disebut mimik, sedang hewan
yang bentuk, warna dan tingkah lakunya “ditiru” disebut
model. Kejadian mimikri terhadap bentuk, warna dan
tingkah laku itu banyak dijumpai pada serangga. Sifat
mmikri mempunyia manfaat untuk terhindar dari serangan
preadator. Ada dua macam bentuk mimikri sehubungan
dengan kepentingannya untuk mengurangi kemungkinan
dapat diserang oleh predator, yaiut mimikri Batesian
dan mimikri Mullerian. Pada mimikri Mullerian kedua
jenis macam organisme mempunyai pola warna yang sama
dan keduanya tidak disukai oleh predator karena rasanya
tidak enak, bahkan dapat menyebabkan rasa sakit di
lambung. Pada mimikri Batesian hewan mimik mempunyai
rasa enak dan disukai oleh predator, tetapi modelnya
tidak disukai oleh predator karena rasanya tidak enak
dan bersifat racun. Contoh yang terkenal untuk mimikri
Batesian adalah antara kupu viceroy (mimik) dan kupu
monarch (model). Dengan demikian sifat mimikri itu kupu
viceroy dapat mengurangi serangan dari burung predator
yang menyukainya, karena ketika melihat burung predator
menghubungkan pola warnanya dengan rasa tidak enak
ketika memangsa kupu monarch. Namun mimikri Batesian
itu masih mengandung resiko. Bagaimanapun dalam
kejadian mimikri itu warna mimik dengan model tidak
sepenuhnya sama. Berdasarkan pengalamannya, burung
predator suatu ketika dapat membedakan mangsa yang
rasanya enak (mimik) dengan mangsa yang rasanya tidak
enak (model), sehingga burung predator dapat memilih
mangsa yang rasanya enak. Mimikri ini merupakan contoh
untuk pseudaposemetik.
6. Bau
Hewan-hewan tertentu mempunyai bau yang khas. Bau
yang khas itu merupakan tanda bagi hewan lain yang
sejenis, misalnya serangga-serangga tertentu mempunyai
hormon yang mempunyai nama feromon yang dapat digunakan
untuk menarik lawan jenisnya pada musim kawin. Namun,
hewan-hewan lain ada yang mempunyai bau yang tidak
disukai oleh hewan lain. Bau seperti itu menyebabkan
hewan predator menjauhinya. Contoh yang mudah diamati
adalah bau pada walang sangit.
3.5. Adaptasi Fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah adaptasi yang
menyangkut kesesuaian proses-proses fisiologis hewan
dengan kondisi lingkungan dan sumber daya yang ada di
habitatnya. Diantara ciri-ciri fisiologi hewan yang
teradaptasi ada yang berkaitan dengan adaptasi
struktural, terutama pada bagian-bagian dalam tubuh.
Adanya keterkaitan antara ciri fisiologis dengan ciri
struktural mungkin ada yang tampak jelas jika dilihat
dari garis evolusi yang terbentang dari organisme
sederhana sampai ke organisme tingkat tinggi. Untuk
memberikan gambaran tentang adanya ciri-ciri fisiologis
yang teradaptasi pada lingkungan berikut ini hanya akan
disajikan beberapa contoh fisiologis yang dapat dengan
mudah dilihat hubungannya dengan ciri habitat.
1. Respirasi
Secara umun, respirasi atau pernapasan dapat
didefinisikan sebagai proses pengambilan oksigen dan
pengeluaran karbondioksida. Lebih khusus respirasi
dapat berarti pembongkaran makanan untuk mengambil
energy kimia yang tersimpan di dalamnya. Sistem
respirasi dan proses fisiologi respirasi berbeda antara
hewan satu dengan yang lain berbeda. Secara ekologis
perbedaan tersebut disebabkan oleh factor luar terutama
konsentrasi oksigen yang ada di habitat. Perbedaan
sistem dan proses respirasi juga ada hubungannya denga
tingkat kerumitan anotomi tubuh hewan. Hubungan faktor
ekologis dan kerumitan anatomi tubuh dengan adaptasi
fisiologis respirasi adalah sebagi berikut: “hewan-
hewan air yang mengambil oksigen dari gas yang terlarut
di dalam air yang berkonsentrasi rendah, hewan dapat
mengambil oksigen melalui permukaan tubuh, tetapi hewan
besar memerlukan alat khusus untuk mengisap oksigen”.
Organisme bersel satu pada umumnya hidup
dilingkungan berair diantaranya ada yang tinggal di
tempat yang dalam, da nada yang tinggal di dekat
permukaan air. Hewan-hewan yang tinggal di air dalam,
banyak yang bersifat anaerobic. Perbedaan itu mungkin
ada hubungannya dengan perbedaan konsentrasi larutan
oksigen didalam air. Kandungan oksigen di tempat yang
dalam sangat kecil. Hewan anaerobic mengadaptasikan
diri terhadap lingkungan yang kekeurangan oksigen
dengan bernafas tanpa menggunakan oksigen.Pada
pernafasan anaerobic karbohidrat dibongkar untuk
mengeluarkan energy dengan produk sampingan berupa asam
cuka dan alcohol. Hewan-hewan yang hidup didaerah
permukaan air berada di lingkungan kaya oksigen.
Kondisi itu menyebabkan hewan lebih beradaptasi dengan
pernafasan aerobic, yaitu membongkar makanan untuk
mengeluarkan energy dengan menggunakan oksigen, dengan
produk sampingan berupa karbodioksida dan air. Karena
tubuhnya hanya satu sel, oksigen itu diserap langsung
melalui seluruh permukaan dinding sel. Hewan-hewan
multiselular yang bernafas secara anaerobic antara lain
hewan-hewan parasite usus, hewan yang hidup didalam
lumpur, dan kerang yang cangkoknya sedang tertutup
dalam waktu lama.
Pada organisme tingkat tinggi juga dapat terjadi
pernafasan anaerobic, terutama jika pemasukan oksigen
dari udara luar tidak mencukupi untuk kebutuhan
respirasi. Contoh yang muda diamati adalah yang terjadi
pada manusia. Pada saat orang melakukan kerja otot
melebihi kapisitas paru-paru untuk menghirup oksigen,
pembongkaran bahan bakar karbohidrat ditingkatkan
dengan respirasi anaerobic. Adanya reespirasi anaerobic
dapat ditandai dengan terbentuknya asam laktat yang
tersimpan didalam jaringan otot yang melakukan kerja
berat. Timbunan asam laktat itu menyebabkan rasa sakit
pada otot yang bersangkutan. Asam laktat itu terbawa
oleh aliran darah, dan sampai di hati diubah menjadi
glikogen dan disimpan dalam hati.
Alat pernafasan khusus menjadi mutlak pada hewan-
hewan yang berukuran lebih besar dan permukaan tubuhnya
tertutupi oleh kulit yang tidak dapat diresapi oleh
gas. Meskipun demikian, ada hewan yang mempunyai alat
pernafasan khusus tetapi juga memasukkan oksigen
melalui permukaan tubuh, misalnya katak. Permukaan alat
pernafasan pada hewan tentunya ada yang melekuk keluar
atau mengalami evaginasi, misalnya insang. Alat
pernafasan seperti itu kebanyakan dimiliki hewan
air.Meskipun insang ikan terletak dirongga mulut, tidak
berarti insang merupakan pelekukan permukaan ke arah
dalam.Paru-paru pada hewan yang hidup di darat
merupakan pelekukan ke dalam dari permukaan tubuh. Alat
pernafasan yang terbentuk dalam proses ini disebut
paru-paru. Paru-paru yang sederhana terdapat pada siput
tanah.Paru-paru yang kompleks terdapat pada vertebrata
tingkat tinggi. Serangga merupakan hewan yang mempunyai
kemampuan paling besar untuk hidup ditempat yang sangat
kering. Untuk mengurangi hilangnya air dalam tubuh-
tubuhnya tertutup oleh kulit tebal yang terbentuk oleh
lapisan khitin. Maka dari itu difusi oksigen melalui
permukaan tubuh tidak dapat berlangsung, sehingga
serangga memerlukan pernafasan khusus berupa
trakhea.Trakhea juga berfungsi sebagai alat
transportasi juga pernafasan.
Hewan yang bernafas dengan insang ada yang
menjulurkan insangnya keluar tubuh agar dapat menangkap
oksigen lebih banyak, misalnya larva serangga mayfly
dari genus Ephemeridae, dan salamandee air dari
kelompok reptile. Meskipun insang merupakan alat
pernafasan yang cocok untuk pernafasan di dalam air,
beberapa jenis ikan mengambil oksigen dari udara.Ikan-
ikan itu naik ke permukaan air untuk mengeluarkan
moncongnya di atas air.Kejadian ini dapat diamati pada
iakn mujair, ikan mas, dan lain-lain.Ketam darat
menggunakan insangnya untuk mengambil oksigen dari
udara, misalnya ketam pemanjat pohon (Bergus latro) dan
ketam-ketam dari genus Cardisoma. Hewan lain yang
insangnya dapat digunakan untuk bernafas diatmosfer
adalah hewan-hewan dari golongan isopoda darat (S
chmidt-Nielsen.1990:26)
Hewan yang hidup di darat sebenarnya mengalami
kesulitan untuk menghadapi pertentangan antara kondisi
untuk pengambilan oksigen dengan kondisi untuk memenuhi
kebutuhan air. Kondisi lingkungan yang baik untuk
pengambilan oksigen ternyata merupakan kondisi yang
mempercepat hilangnya air dalam tubuh. Organisme yang
paling berhasil mengadaptasikan diri pada lingkungan
darat adalah serangga.Serangga berkulit keras tidak
dapat ditembus oleh air. Pernafasannya tidak dapat
berlangsung secara difusi melalui permukaan tubuh, maka
serangga mempunyai alat pernafasan khusus yaitu
trachea. Trakhea adalah system saluran yang bermula
dari lubang yang ada dipermukaan tubuh. Lubang itu
disebut spikarel. Spikarel yang mempunyai penutup yang
dapat menongkrol pertukaran udara antara bagian dalam
trachea dengan udara luar. Lubang itu dilanjutkan oleh
saluran-saluran ke arah dalam tubuh, dan saluran itu
bercabang-cabang di seluruh jaringan tubuh saluran
trachea yang terkecil disebut trakheola. Ujung
trakheola berhubung langsung dengan setiap sel tubuh.
System trakhea mengambil oksigen dari atmosfer dan
mengeluarkan karbondioksida dari dalam tubuh ke
atmosfer. Karena itu trachea berhubungan langsung
dengan setiap sel tubuh, maka serangga tidak memerlukan
system transport untuk mengedarkan udara pernafasan.
Spikarel pada serangga itu berjumlah sedikit,
misalnya: larva nyamuk dan kepik air hanya mempunyai
satu spirakel, yang terletak dibagian belakang tubuh.
Pada waktu mengambil napas, larva nyamuk dan kepik air
menungging dan menggantungkan tubuh dipermukaan air,
sehingga spikarel berhubungan langsung dengan udara di
atas permukaan air. Spikarel itu berhubungan dengan
satu ruangan yang dapat menyimpan gas pernafasan.Gas
itu digunakan waktu serangga itu masuk ke dalam
air.Serangga yang hidup di darat mempunyai spikarel
yang terdapat di kedua sisi tubuhnya.
2. Sistem sirkulasi
Hewan yang tubuhnya besar tidak mungkin mengangkut
zat-zat yang ada dalam tubuhnya dengan cara difusi,
karena memerlukan waktu lama. Hewan-hewan itu
memerlukan sirkulasi untuk mengangkat gas, zat makanan,
sisa makanan dan zat-zat lain dari satu bagian tubuh ke
bagian tubuh yang lain. Pengangkutan zat di dalam
system sirkulasi menggunakan cairan yang disebut darah.
Mengalirnya darah di saluran pengangkut memerlukan
alat khusus berupa pompa. Pompa darah ada yang berupa
peristaltic dan pompa yang berbentuk kantong. Pompa
peristaltic terdapat pada hewan-hewan avertebrata, dan
karena berbentuk pembuluh sering pompa itu disebut
jantung pembuluh. Jantung pembuluh itu bergerak secara
peristaltic. Gerakan mengkerut (kontraksi) menekan
darah keluar dari jantung pembuluh, dan gerakan
mengendor (relaksasi) menyebabkan darah dari arah lain
masuk ke dalam jantung. Jantung kantong (misalnya:
jantung manusia) mempunyai dinding yang tersusun oleh
jaringan otot. Kontraksi otot jangtung menyebebkan
jantung mengkerut untuk memompa darah keluar dari
jantung. Pembuluh darah hewan-hewan yang berjantung
kantong memiliki kelep, sehingga darah tidak dapat
berbalik arah jika tekanan jantung menjadi kecil.
Jantung kantong dimiliki oleh vertebrata.
3. Makanan dan Pencernaan Makanan
Makanan di perlukan hewan untuk memenuhi kebutuhan
1) energy 2) bahan untuk membangun sel, jaringan, dan
organ tubuh, 3) bahan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan. Makanan yang dibutuhkan diperoleh
dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain. Ada hewan
yang memakan tumbuhan saja (herbifora) dan memakan
hewan lain (karnifora), memakan tumbuhan da hewan lain
(omnivore). Ada yang memakan tumbuhan dan atau hewan
yang masih hidup (predator, parasit, parasitoid), dan
ada yang memakan bagian tubuh tumbuhan atau hewan yang
sudah mati (scavenger, detrifitor, saprobe), hewan –
hewan tertentu memakan makanan yang berukuran kecil,dan
hewan lain memakan makanan yan berukuran besar.
Perbedaan jenis dan ukuran makanan pada hewan
memerlukan cara yang berbeda untuk menagmbil makanan
(memasukan kedalam mulut), menelan, dan mencerna
makanan.
a. Pengambilan Makanan
Protozoa memakan alga, bakteri, dan bahan yang
berukuran mikroskopis. Makanan dimasukan langsung ke
dalam sel yaitu kedalam vakuola makanan yang berfungsi
sebagai alat mencerna makanan. Sari makanan yang
diserap ke dalam sitoplasma, sisa makanan dikeluarkan
melalui dinding sel.
Hewan- hewan multiseluler bahkan yang berukuran
sangat besar, juga ada memakan makanan kecil. Hewan-
hewan itu mempunyai cara tertentu untuk mengambil dan
memasukan makanan kedalam mulut. Hewa yang tergolong
porifera menggerakan silia unyuk menggalirkan air
melalui saluran pori-pori tubuh. Makanan yang terbawa
oleh air diserap oleh sel-sel yan menghadap kesaluran
pori. Hewan-hewan berongga (coelenterate) memasukan
makanan kedalam rongga tubuh dengan cara mengerakan
tentatel yang ada disekeliling lubang rongga tubuh.
Hewan-hewan avertebrata yang lebih tinggi memakan
makanan yang berukuran kecil dengan cara menyaring
makanan yan berada dalam lumpur. Lumpur dimasukan
kedalam mulut dengan kaki capit. Pada waktu makan ketam
memasukan air sebanyak-banyaknya kedalam rongga mulut.
Dengan adanya air butir-butir makanan yang kecil
terapung, dan butir-butir lumpur yang berukuran besar
menghadap. Makanan yang terapung ditelan. Butir-butir
lumpur besar tersangkut pada insang kemudian
dikeluarkan dari mulut dengan cara menyemburkan airyang
ada dalam rongga mulut. Selain memkan makanan dalam
bentuk lumpur, ketam darat juga memakan makanan yang
berukuran besar, misalnya bangkai siput, buah-buahan
busuk. Hewan-hewan vertebrata juga ada yang memakan
dengan cara menyaring. Ikan ait tawar menyaring
plankton terutama crustacean kecil. Ikan hiu menyaring
plankton masuk kemulut bersama air. Paus yang berukuran
sangat besar juga memakan plankton dengan cara
menyaring. Alat penyaring pada paus berupa sederatan
tulang pipih yang melekat pada rahang atas dan
menggantung kedalam mulut melalui celah-celah tulan
pipih tersebut. Dan plaktonnya terperangkap pada tepi
tulang yang berupa serabut. Paus biru yang beratnya
lebih dari seratus ton juga memakan plankton dengan
cara menyaring seperti itu. Itu merupakan keajaiban,
hewan yang besar memakan plankton kecil.
Hewan-hewan selain yang disebutkan di atas memakan
makanan yang berukuran besar. Makanan harus dihancurkan
dulu sebelum dicerna atau ditelan secara enzimatik.
Belalan memotong dan mengunyah makanan dengan maksila
dan mandibula. Ketam darat parathelphusa bogorensi mencabik
makanan yang berupa daging hewan sebelum dimasukan
kedalam mulut. Daging yang ditemukan dipegang dengan
“gigi” kemudian ditarik kaki sapit sampai putus.
Serpihan daging yan tertiggal di gigi ditelan. Hewan-
hewan mamalia kebanyaka mempunyai gigi yang dapat
digunakan untuk memotong. Mencabik, dan mengunyah
makanan. Makanan yang berukuran sangat besar dipotong
denan gigi seri atau dicabik dengan gigi taring,
setelah menjadi kecil-kecil dimasukan kedalam mulut
dikunyah sebelum ditelan.
Beberapa spesies hewan vertebrata yang tidak
mempunyai gigi menelan seluruh makanan yang di
dapatkan, tanpa di potong atau dikunya lebih dulu.
Misalnya ikan, amfibi, reptile dan burung. Hewan-hewan
itu mempunyai cara tertentu untuk menghancurkan
makanan. Burung mempunyai lambung penggunya (gizzard).
Makanan yang ditelan dilumatkan secara mekanik didalam
lambung penggunya. Disamping itu burung mempunyai
tembolog yang terletak dibagian atas lambung. Makanan
yang disimpan dalam tombolog sebelum dimasukan kedalam
lambung untuk dilinakkan.ular sering menelan makanan
yang berukuran sangat besar, misalnya menelan seluruh
tubuh kambing yang dapat di tangkapnya. Makanan itu
dicerna sedikit demi sedikit di dalam saluran
pencernaan makanan, sehingga dapat digunakan lama.
b. Pencernaan Makanan
Makanan yang berasal dari tumbuhan atau hewan
menggandung beberapa zat organic yang molekulnya
berukuran besar, misalnya: karbohidrat, lemak, dan
protein. Makanan yang masuk kedalam saluran pencernaan
kebanyakan masih dalam bentuk molekul yang berukuran
besar, sehingga tidak dapat diserap oleh dinding usus.
Molekul yang masih besar perlu diuraikan menjadi
molekul yang lebih kecil dengan enzim yang disekresikan
oleh kelenjar-kelenjar pencernaan. Karbohidrat
diuraikan oleh enzim-enzim yang tergolong karbohidrase,
misalnya amylase, sukrase, dan maltase. Lemak diuraikan
oleh enzim-enzim lipase. Protein dicerna oleh enzim-
enzim yang tergolong peptidase.: pepsin dan tripsin.
Karbohidrat ( polisakarida) diuraikan menjadi glukosa
(monosakarida), lemak diuraian menjadi asam lemak dan
gliserol, protein ( polipeptida) diuraikan menjadi asam
amino (monopeptida).
Hewan-hewan tertentu mempunyai masalah dalam
mencerna bahan-bahan organic. Senyawa lemak ada yang
berbentuk lilin. Lilin tidak dapat dihidrolisis oleh
lipase yang dimiliki oleh kebanyakan hewan. Maka dari
itu lilin tidak memiliki nilai sebagai makanan bagi
hewan. Namun, ada beberapa hewan yang dapat
memanfaatkan lilin. Misalnya larva kupu malam (wax
moth) yang menjadi parasit dirumah. Lebah madu dapat
mencerna lilin lebah madu. Diafrika selatan ada sejenis
burung yang sering disebut pemandu pencari madu
(shcmidt-nielsen, 1990). Para pencari madu dapat
menemukan sarang lebah madu atas bantuan burung-burung
tersebut. Burung itu dapat mencerna lilin atas bantuan
bakteri yang hidup sebagai simbion didalam pencernaan
makanan. Bakteri itulah yang mencerna lilin.
Lilin sangat penting bagi kehidupan organisme di
ekosistem laut. Dilaut terdapat banyak organisme yang
tubuhnya menggandung lilin, misalnya dari golongan
mollusca cephalopoda, crustacean, anemone laut, hewan
karang,dan ikan penghasil lilin yang utama adalah
hewan-hewan copepoda. Tubuh dari beberapa hewan copepod
menggandung 70% lilin. Ikan haring dan ikan sarden yang
memakan hewan copepoda mempunyai enzim lipase yang
dapat mencerna lilin (sergeant dan gatten 1976 dalam
Schmidt- Nielsen 1990): burung laut, misalnya burung
petrel dan auk memaka dan memberi makan anaknya brupa
plankton crustacea yang menggandung lilin. Burung-
burung itu memetabolismekan lilin secara langsung atau
menggubahnya menjadi trigliserida untuk ditimbun.
Hewan-hewan herbifora menghadapi kesukaran dalam
mencerna selulosa yang terkandung dalam makanannya.
Selulosa hanya dapat dicerna oleh enzim selulase. Enzim
itu tidak dipunyai oleh hewan herbivore. Namun beberapa
jenis hewan dapat dimanfaatkan selulase atas bantuan
mikroorganisme yang hidup sebagai simbion di dalam
saluran pencernaan makanan. Hewan-hewan itu antara
lain: siput kebun ( helix pomatia ),cacing teredo, kutu
buku (ctenolepisme lineate). Dan anai-anai (termopsis).
Mikroorganisme yang dapat dicerna selulosa anatara lain
flagelata trichomonas termosidis, yang hidup didalam usus
anai-anai.
Manusia hebifora mempunyai keistimewaan saluran
pencernaan sehubungan dengan pencernaan selulosa.
Keistimewaan saluran pencernaani itu dibantu juga oleh
pencernaan mikroorganisme yang dapat mencerna selulosa.
Hewan-hewan itu antara lain tergolong hewan memamabiak
(ruminansia) misalnya sapi, dan domba. Keistimewaan
saluran pencernaan hewan ruminansia ada pada
lambungnya. Lambungnya terdiri dari beberapa bagian
yaitu rumen, reticulum, omasum, abomasums. Rumen
merupakan kantong besar untuk memfermentasikan makanan.
Gambar 3.3 lambung hewan ruminansia
Makanan dicampur dengan air liur didalam rumen
sehingga dapat terjadi fermentasi secara besar-besaran.
Air liur itu berfungsi sebagai zat penahan (buffer).
Fermentasi didalam rumen dilakukan oleh bakteri dan
protozoa (ciliate) yang hidup didalamnya. Hasil
pencernaan sebagian besar berupa asam asetat, asam
butiran dan asam propionate, karbondioksida dan metana.
Asam asetat asam butiran dan metana dikeluarkan alat
tubuh. Bahan-bahan yang belum tercerna secara sempurna
dikembalikan kemulut untuk dikunya lagi. Makanan yang
masuk lagi ke rumen dicerna lagi oleh mikroorganisme.
Makanan yang sudah tercerna dirumrn disalurkan ke
reticulum, omasum, dan abomasums. Ketiga kantong yang
terakhir itu mengandung enzim pencernaan seperti yang
terdapat pada vertebrata lain.
Mamalia verbivora yang tidak tergolong ruminansia
juga mempunyai lambung yang terdiri dari beberapa
bagian, dan proses pencernaan yang terdiri dilambung
sama dengan yang terjadi di dalam lambung ruminansia.
Hewan-hewan mamalia lain yang memperoleh bantuan dari
mikroorganisme untuk mencerna selulosa adalah kera
longer, penyu hijau (chelonia midas) dan iguana (iguana-
iguina) penjelaskan lebih banyak tentang pencernaan
selulosa pada jenis-jenis hewan tersebut dapat
diperoleh dari Schmidt-nielsen, 1990).
4. Temperatur
Adaptasi fisiologis hewan terhadap temperature
lingkungan meliputi tiga hal: 1) adaptasi untuk hidup
di lingkungan temperature rendah, 2) adaptasi untuk
hidup di lingkungan temperature tingkat tinggi 3)
adaptasi untuk mengatasi perubahan temperature tubuh
sebagai akibat perubahan temperature lingkungan.
Berdasarkan responya terhadap perubahan
temperature lingkungan, hewan dikelompokan menjadi
hewan homoitermi dan poikilotermi. Hewan homoitermi
bersifat homoitermik adalah mamalia dan burung. Hewan
poikilotermi adalah hewan yang temperature tubuhnya
berubah-ubah jika temperature lingkungan berubah. Hewan
yang bersifat poikilotermik adalah reptile, amfibi,
iakan, dan hewan-hewan avertebrata sebagai contoh:
temperature tubuh ikan sama dengan temperature air
dimana ikan itu berenang, dan temperature.
Hewan yang masih aktif kebanyakan hanya dapat
hidup pada rentangan temperatur yang sempit, yaitu
antara beberapa derajat di bawah titik beku sampai
kira-kira 50’c. rentangan temperatur itu lebih
tertuju pada suhu tubuh daripada suhu lingkungan.
Artinya hewan menghadapi kematian apabila jika suhu
tubuhnya turun sampai di bawah titik beku dan naik di
atas suhu 500C. Suhu lingkungan di alam pada umumnya
tidak melebihi 50oC, tetapi suhu udara lingkungan
daratan dapat turun jauh di bawah 0oC. Rentangan ssuhu
lingkungan di air lebih sempit dari daratan. Di
perairan perairan tropis temperatur air jarang melebihi
30oC, dan di daerah kutub suhu terendah hanya 1-2o di
bawah titik nol.
Ketahanan hewan untuk hidup dalam rentangan suhu
lingkungan seperti yang di ebutkan di atas berbeda-
beda. Ada hewan yang mempunyai toleransi lebar terhadap
perubahan suhu lingkungan (euritermal) dan ada yang
bertolerani sempit (stenotermal). Diantara hewan yang
bertoleransi sempit ada yang hanya tahan hidup pada
suhu rendah, sementara yang lain bertahan hidup pada
temperatur tinggi.
Hewan-hewan yang dalam keadaan aktif hampir tidak
ada yang dapat bertahan hidup pada suhu di atas 50oC.
Hewan-hewan yang tahan pada suhu di atas 50oC antara
lain adalah larva lalat Polypodium. Dalam keadaan tubuh
yang terdehidrasi larva tresebut dapat bertahan pada
temperatur 102oC selama satu menit. Setelah itu lalat
tumbuh mengalami metamorfosis dengan sempurna.
Hewan yang hidup di daerah yang sedang dan dingin
sering menghadapi temperatur lingkungan yang amat
rendah pada musim dingin. Pada musim dingin suhu udara
sering mencapai jauh dibawah titik beku air. Hewan-
hewan yang hidup di daerah yang sedang dan dimgin itu
mempuntai cara-cara yang berbeda menghadapi suhu
dingin. Ada hewan yang toleran terhadap pembekuan
cairan tubuh (frezze-yolerant), hewan lain tidak toleran
jika air di dalam tubuhnya membeku (frezze-intolerant).
Hewan yang tidak toleran terhadap pembekuan cairan
tubuhnya akan mati jika air tubuhnya membeku. Untuk
mencegah pembekuan pada air tubuhnya, hewan –hewan
tersebut harus dapat mecegah pembekuan pembekuan di
dalam tubuh jika temperatur lingkunga turun sangat
rendah, isalnya sampai -40oC. Suhu udara -40oC atau
lebih rendah sering terjadi di daerah beriklim dingin.
Bebrapa spesies hewan yang hidup di lingkungan dingin
itu mempunyai zat anti beku, mialnya gliserol. Hewan
yang tubuhnya mengandung banyak gliserol antara lain
lalat Rhabdophaga strobilliroides, yang hidup di alaska.
5. Air
Masalah yang di hadapi hewan sehubungan dengan ada
atau tidaknya air di lingkungan hidup adalah
mempertahankan kandungan air tubuh dan konsentrasi
larutan garam atautekanan osmotik cairan tubuh. Hewan
air menghadapi perubahan atau perbedaan konsntrasi
garam di dalam air. Hewan darat lebih menghadapi
ancaman kehilangan air dari dalam tubuh karena adanya
perubahan kelmbaban udara.
Hewan laut menghadapi air laut yang banyak
mengandung banyak garam. Keaadaan garam air laut rata-
rat 3,5%. Di beberapa tempat keadaan air laut lebih
tinggi misalnya 4% di daerah Mediterania, di daerah
tepi pantai kadar garam lebih rendah daripada di tengah
laut. Hewan-hewan laut rata-rata mempunytai tekanan
osmotik sama dengan tekan osmotik air laut. Dengan kata
lain hewan laut bersifat isoosmotik atau isosmotik
terhadap mediumnya. Hewan-hewan laut tidak pernah
mengatur tekanan osmotik tubuhnya karena sama dengan
lingkungannya. Sifat itu di sebut isokonfonmer. Hewan
laut yang sering pergi ke air payau, atau ke air tawar
harus mengatur tekanan osmotik tubuhnya lebih tinggi
daripada tekanan osmotik air. Hewan itu perlu melakukan
osmoregulator. Osmoregulasi juga di alami oleh ikan
aslmon yang sering pergi ke hulu sungai untuk bertelur.
Hewan yang mempunyai toleransi lebih leabar terhadap
perubahan kadar air garam di sebut eurihalin, sedang
hewan mempunyai tolerandi rendah terhadap kadar garam
disebut stenohalin.
Hewan darat menghadapi masalah kekurangan air
tubuh jika lingkungan nya kering. Faktor yang
berpengaruh adalah kelembaban udara dan temperatur. Air
dalam tubuh menguap jika lingkungan menjadi kering dan
suhu udara meningkat. Secara umum hewan mengatur
keseimbangan air di dalam tubuhnya dengan mengeluarkan
atau memasukkan air. Pengeluaran air dari dalam tubuh
dilakukan dengan cara penguapan melalui permukaan tubuh
dan alat pernafasan, melalui fees dan urin. Pemasukan
air ke dalam tubuh di lakukuan dengan cara minum,
menghisap air yang ada dalam makanan, menghisap air
melalui permukaan tubuh, atau memanfaatkan air yang
terbentuk pada metabolisme karbohidrat.
Siput mempunyai permukaan kulit yang terlalu
tebal, dan tingkat penguapan air yang tinggi. Maka dari
itu siput telanjang aktif pada musim penghujan atau
malam hari ketika kelembaban tinggi. Siput darat yang
mempunyai cangkakng dapat mengurangi penguapan air
berlebih. Namun pada musim kering siput darat mengalami
estivasi. Tubuhnya dimasukkan ke dalam cangkang,
kemudian lubang cangkang ditutupi selaput, selaput
tersebut dibentuk dari lendir tubuhnya dicampur oleh
kristal kalsium karbonat.dengan begitu kehilangan air
tubuh dapat dicegah.
Serangga merupakan kelompok hewan yang berhasil
mengadaptasikan diri pada lingkungan di muka bumi.
Tidak adanya air dan rendahnya kelebaban udara tidak
menjadi penghalang bagi serangga untuk bertahan hidup.
Pencegahan penguapan air terjadi karena kulitnya yang
tebal dan berlapis lilin.
Katak dewasa mempunyai kulit yang tipis dan selalu
lembab. Pada lingkungan udara yang kering kulit tidak
mampu mencegah penguapan air tubuh. Maka dari itu katak
selalui mencari tempat yang dekat dengan air atau
tempat yang lembab. Kalau masuk ke air, air dari luar
masuk kedalam tubuh dengan cara difusi dan garam keluar
dari dalam tubuh, sehingga konsentrasi garam dalam
tubuh menjadi encer. Untuk mempertahankan tekanan
osmotik dalam tubuh katak menggunakan cara seperti
hewan air tawar, yaitu mengeluarkan urin encer dan
menghirup garam. Pada musim kering yang panjang katak
melakukan estivasi dengan mengubur diri dalam tanah.
Bila hujan katak keluar ke permukaan tanah. Pada saat
itu katak dapat menimpan air di kandungan kencing dalam
jumlah yang banyak. Timbunan iar di kandungan ini di
gunakan sebagai cadangan air ketika melakukan estivasi
pada musim berikutnya. Air kencing yang tersimpan di
dalam kandungan kencing itu sangat encer, banyaknya 30%
dari berat tubuh.
Reptil mempunyai kulit tebal berbentuk sisik.
Meskipun demikian air tubuh banyak yang hilang,
sebagian besar di sebabkan oleh penguapan melalui
kulit, sebagian kecil melalui pernafasan. Hilangnya air
dalam tubuh reptil diimbangi dengan pamasukan air
melalui minuman, makanan dan air metabolik.
Tabel 3.1. Hilangnya air dari tubuh reptil melalui
penguapan di kulit dan melalui pernafasan
Jenis Hewan Penguapan per
hari
(gram/100gram
berat tubuh)
Penguapan
melaui
kulit (%)
Penguapan
melalui
pernafasan
(%)Ular air 2,9 88 22Ular gapher 0,9 64 36Iguana 0,8 72 28Chuchawalla 66 34Kura kotak 0,9 76 24
Kura padang
pasir0,9 76 24
Burung dan mamalia mengatur keseimbangan air tidak
hanya mempertahankan air dalam tubuh, tetapi
mempertahankan suhu tubuh. Keistimewaan pengendalian
air pada hewan mamalia dijumpai pada hewan yang hidup
di padang pasir. Padang pasir merupakan tempat yang
tidak banyak mengandung sumber air, suhunya tinggi,
kelembabnnya rendah. Hewan-hewan yang hidup di tempat
tersebut harus dapat mempertahankan agar air tubuh
tidak habis karena penguapan dan tidak minum untuk
mengganti air yang hilang. Hewan-hewan padang pasir
pada umumnya memperoleh air dari makanan yaitu daun
yang masih segar, batang, buah, akar dan umbu. Hewan
predator memperoleh air dari cairan tubuh mangsa.
Onta dapat megatur kelembaban udara pernafasan
untuk mengatur pengeluaran dan pemasukan air tubuh.
Pada siang hari rongga hidung didinginkan, sehingga
udara pernafasan menjadi lembab. Pada malam hari udara
pernafasan sangat kering, bisa turun 75% daripada siang
hari. Pendinginan dan pelembaban udara pernafasan pada
rongga hidung onta dapat mengurangi hilangnya air tubuh
sebanyak 60% (Schmid-Nielsen, 1990). Pengaturan
kelembaban udara pernafasan pada hidung onta itu
tergantung pada sifat higroskopis dari dinding rongga
hidung. Jika tubuh onta mengalami dehidrasi (kekurangan
cairan tubuh) selaput hidung menjadi kering, dan
tertutup oleh lapisan mukosa kering, sisa sel mati dan
garam. Dinding rongga hidung seperti itu mengeluarkan
uap air ketika hewan menghembuskan nafas pada udara
yang kering, dan menghisap uap air pada saat menarik
nafas. Uap air yang tersisa pada saat menarik nafas
diuapkan lagi pada saat menghembuskan nafas berikutnya,
sehingga menyebabkan rongga hidung menjadoi lembab dan
uap air itu terhisap kembali pada waktu menarik nafas.
Dengan cara ini onta dapat mengurangi hilangnya air
dari dalam tubuh terutama pada saat udara kering.
3.6. Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah respon-respon hewan
terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan
tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya
muncul dalam bentuk gerakan untuk menanggapi ransangan
yang mengenai dirinya. Ransangan itu dapat berasal dari
lingkungan luar dan dalam tubuhnya sendiri. Diantaranya
macam-macam tingkah laku hewan yang biasa muncul
sebagai tanggapan terhadap ransangan yang berasal dari
lingkungan luar sudah diuraikan pada bab terdahulu,
misalnya hibemasi dan estivasi.
1. Hibernasi
Hibernasi adalah tingkah laku hewan untuk
mengurangi metabolisme tubuh pada musim dingin. Tingkah
laku ini kebanyakan dimiliki oleh hewan-hewan yang
hidup di daerah beriklim dingin. Aspek tingkahlaku
hibernasi adalah perubahan intensitas gerakan dari
gerakan aktif untuk mencari makan menjadi tidak aktif
atau istrahat (dormansi). Salah satu hewan yang
melakukan hibernasi adalah beruang kutub. Pada musim
dingin beruang kutub pada umumnya pergi ketempat-tempat
yang terlindung, misalnya goa untuk berlindung dari
serangan cuaca dingin.beruang itu berada di dalam goa
selama musim dingin, dan tidak melakukan kegiatan
apapun. Tingkah laku “bertapa” itu dilakukan untuk
menghemat energi tubuh yang diperlukan untuk
termoregulasi atau mempertahankan suhu tubuh.
Penghematan suhu tubuh itu perlu dilakukan agar ada
kesimbangan antara energi yang tersimpan di dalam tubuh
dengan pengeluaran untuk respirasi dalam rangka menahan
penurunan temperatur tubuh. Jika pada musim dingin itu
hewan harus aktif untuk mencari makan, selain udara
diluar sangat dingin, makanan yang dicari juga tidak
mudah ditemukan. Dalam keadaan itu energi yang
diperlukan sangat tidak seimbang denga energi yang
diperoleh. Sebaliknya pada musim panas hewan-hewan di
daerah dingin mencari makan sebanyak-banyaknya sebagai
cadangan makanan di musim dingin.
2. Aestivasi
Aestivasi merupakan tingkah laku untuk melakukan
dormansi pada kondisi temperatur yang tinggi. Tingkah
laku ini pada umumnya terjadi pada hewan yang hidup di
daerah yang tinggi. Hewan-hewan yang melakukan
aestivasi antara lain belut dan siput air. Di indonesia
belut dan siput air banyak di jumpai pada rawa atau
swah dataran rendah. Aestivasi terjadi bukan hanya
berkaitan dengan tingginya temperatur lingkungan,
melainkan juga berhubungan dengan rendahnya kelembaban
udara. Tingginya temperatur dan rendahnya kelembaban
mempercepat hilangnya air dari dalam tubuh. Maka dari
itu, belut dan siput yang hidup di indonesia melkaukan
aestivasi pada musim kemarau.
Pada musim penghujan swah hampir setiap saat
tergenang air. Dalam keadan seperti belut dan siput air
setiap hari aktif pada malam hari, dan masuk kedalam
tanah pada siang hari. Namun jika temperatur udara
tidak terlalu tinggi, pada siang hari sering dijumpai
belut dan siput berkeliaran dipermukaan tanah. Pada
musim kemarau, selain temperatur tinggi, sawah pada
umumnya berada dalam keadaan kering. Dalam keadaan itu,
belut dan siput air tidak hanya berada di dalam panah
pada malam hari, tetapi boleh dikata selama musim
kemarau.
Siput banyak dijumpai di pekarangan atau kebun
juga melakukan aestivasi pada musim kemarau. Untuk
menghindari udara yang panas dan kering siput masuk ke
batu-batuan atau timbunan sampah, dan berada di situ
selama musim kemarau. Seringkali dapat dijumpai siput
yang tinggal dibawah semak-semak. Siput ini biasanya
membentuk epifragma untuk menutup cangkangnya. Siput
darat pada umumnya tidak mempunyai penutup cangkang
seperti yang dimiliki siput air. Penutup cangkang pada
siput air terbentuk dari zat kapur, keras dan permanen,
dapat dibuka dan di tutup setiap saat. Epifragma
merupakan lapisan tipis yang terbentuk dari lendir yang
diekskresikan oleh tubuh menutup cangkang tanpa dapat
dibuka dan ditutup.
3. Diurnal dan Nokturnal
Kebanyakan hewan aktif pada siang hari, dan
sebagian kecil ada yang aktif pada malam hari. Hewan
yang aktif pada siang hari dinamakan diurnal, dan yang
aktif pada malam hari disebut nokturnal. Hewan-hewan
yang bersifat nokturnal antara lain burung hantu.
Burung hantu melakukan aktivitas mencari makan dan
aktivitas lainnya hanya pada malam hari. Salah satu
keistimewaan dari burung hantu adalah ketajaman mata,
yang terlihat pada intensitas cahaya yang sangat
rendah. Hewan-hewan dari kelompok mamalia yang bersifat
nokturnal antara lain kukang (Primata), musang, dan
kelelawar. Kalau hewan-hewan lain seperti burung hantu,
kukang dan musang mempunyai mata yang tajam, hewan-
hewan yang segolongan dengan kelelawar mempunyai mata
yang tidak terlalu tajam, bahkan dapat dikatakan buta.
Namun kelelawar mempunyai alat yang bersifat radar yang
terdapat pada sayap. Radar itu dapat menangkap getaran
benda-benda yang ada di depannya dan getaran itu
dikirim ketelinga untuk dianalisis, sehingga kelelawar
dapat mengetahui adanya benda-benda yang ada
disekitarnya. Untuk komunikasi dengan sesama jenisnya,
kelelawar selalu bersuara. Hewan dari kelompok serangga
juga banyak yang bersifat nokturnal, antara lain walang
sangit.
4. Orientasi Terhadap Lingkungan
Hampir semua hewan mempunyai kemampuan untuk
berorientasi terhadap lingkungannya sehingga dapat
mengetahui posisi dan dapat menentukan arah gerakannya.
Orientasi itu dilakukan dengan menggunakan alat-alat
indera. Pada hewan bersel satu orientasi terhadap
lingkungan dilakukan dengan indera yang berupa
kemosensori. Kemosensori Paramecium terletak dibagian
belakang tubuhnya. Jika pada waktu bergerak tubuh
bagian belakang menyentuh suatu benda, ransangan, itu
diterima oleh kemosensori dan paramecium bergerak
kearah yang berlawanan membelok kekanan.
Pada hewan-hewan yang bersel banyak orientasinya
dapat dilakukan dengan beberapa macam indera, antara
lain peraba, pembau, pendengar, penglihat. Respon yang
paling sederhana yang dilakukan hewan karena adanya
ransangan-ransangan yang menyentuh indranya adalah
denga gerakan taksis. Taksis adalah gerakan yang
dilakukan untuk medekati atau menjauhi ransangan.
Gerakan mendekati ransangan disebut taksis positif dan
yang menjauhi ransangan disebut taksis negatif.
Beberapa contoh tentang taksis adalah sebagai berikut.
Cacing tanah bergerak menghindar jika tubuhnya
menyentuh garam. Larva lalat bergerak menjauhi sinar
yang dapat dari satu arah tertentu. Pada waktu berjalan
menjauhi sinar,larva lalat itu tidak berjalan lurus,
tetapi bergerak membelok kekiri dan kekanan secara
bergantian. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
keseimbangan antara kedua “mata” yang ada di kedua sisi
kepalanya. Pada waktu kepalanya menghadap kekiri mata
kiri terkena cahaya, cacing membelokkan kepalanya
kearah kanan. Pada waktu kepalanya menghadap kekanan,
mata kanan terkena cahaya, cacing membelokkan kepalanya
ke kiri.
5. Ototomi
Ototomi adalah tingkah laku memutus bagian-bagian
tubuh. Ketam darat memutuskan kakinya jika kakinya
berada dalam bahaya, misalnya dipatuk oleh burung
bangau. Cecak memutuskan ekornya (ototomi) jika
diserang oleh hewan lain. Ekor cecak yang terputus
dapat tumbuh kembali. Tumbuhnya kembali bagian tubuh
yang telah putus, seperti pada ekor cecak itu disebut
regenerasi. Hewan lain yang mempunyai kemampuan ototomi
dan regenarasi adalah planaria.
6. Adaptasi mutual
Adaptasi mutual adalah adaptasi untuk hidup
bersama atau hidup berdampingan dengan individu atau
spesies lain. Hidup bersama atau hidup berdampingan itu
ada yang berbentuk kooperasi, simbiosis dan lain-lain.
7. Tingkah laku sosial
Hewan-hewan ada yang hidup secara soliter dan ada
yang berkelompok. Hewan yang bersifat soliter hidup
sendiri-sendiri terpisah antara satu individu dengan
individu yang lain. Hewan yang berkelompok ada yang
jumlahnya sedikit, dan ada yang jumlahnya banyak pada
setiap kelompok. Kelompok yang jumlahnya paling sedikit
adalah kelompok yang hanya terdiri dari induk dan
jantan, betina dan anak. Kelompok yang demikian ada
kalanya tidak permanen, karena ananknya memisahkan diri
setelah dewasa. Kelompok demikian terbentuk dalam
rangka pemeliharaan anak. Contoh dari kelompok yang
anggota terdiri dari anggota keluarga adalah banteng.
Beberapa jenis burung juga berkelompok dalam rangka
pemeliharaan dan menjaga keselamatan induk betina dan
anaknya. Induk betina mengerami telur dan menghangatkan
tubuh anaknya pada saat udara dingin.
Kelompok sosial yang anggotanya banyak antara lain
adalah kerbau liar. Dalam satu kelompok terdiri dari
kurang lebih 25 ekor. Di dalam kelompok itu individu
yang paling besar biasanya menjadi pemimpin kelompok.
Jika pembaca sempat mengunjungi Taman Nasional Baluran
Mungkin dapat mengamati beberapa aspek tingkah laku
kelompok pada kerbau liar. Pengamatan itu mudah
dilakukan. Pada musim kemarau kerbau liar, juga hewan-
hewan mamalia lain pergi ke tempat-tempat genangan air
di sekitar hutan. Jika pengamat dating ke tempat itu
sebelum kerbau datang, biasanya sekitar pukul 21.00
mungkin dapat mengamati seekor kerbau yang kesekitar
sumber air. Keebau itu berputar-putar disekitar sumber
air beberapa saat kemudian pergi lagi. Beberapa saat
kemudian datanglah segerombolan kerbau ke sumber air,
dan masing-masing individu minum disumber. Dalam hal
itu tampaknya kerbau yang menjadi pemimpin
bertanggungjawab atas keselamatan kelompok dengan
mengadakan orientasi lebih dahulu terhadap kondisi di
sekitar sumber air yang akan dikunjungi. Pada musim
kemarau, biasanya semua jenis hewan yang hidup di
lingkungan yang sama seperti di Taman Nasional Balura
itu menggunakan sumber air yang sama untuk minum,
karena pada musim kemarau jumlah sumber air amat
terbatas. Aspek tingkahlaku lain dapat diamati ketika
kerbau sedang merumput di padang rumput. Jika kelompok
kerbau didekati, kelompok itu merapat, hewan-hewan
dewasa berada di tepi menunjukkan sikap mempertahankan
diri.
Kelompok sosial juga ada pada hewan-hewan
serangga, misalnya lebah dan anai-anai. Kelompok social
pada kedua jenis serangga itu terorganisasi lebih
sistematik. Diantara anggota kelompok, ada satu hewan
yang menjadi ratu yang tugasnya hanya bertelur. Anggota
yang lain berperan sebagai tentara yang bertugas
menjaga keamanan kelompok, dan anggota lainnya lagi
mempunya peran untuk mencari makan bagi seluruh anggota
kelompok.
8. Tingkah laku perkembangbiakan
Tingkahl aku kawin dapat dipandang sebagai suatu
bentuk adaptasi, karena hewan-hewan tertentu hanya
berkembang biak pada waktu-waktu tertentu. Misalnya,
beberapa jenis burung yang hidup di belahan bumi utara
di daerah beriklim dingin bertelur dan memelihara anak
dimusim panas di belahan bumi selatan. Burung-burung
itu bermigrasi ke selatan pada saat di utara mengalami
musim dingin. Jika kegiatan bertelur dan memelihara
anak dilakukan di habitat aslinya, maka induk-induk
burung kesulitan untuk mencari makanan untuk anaknya
karena pada musim dingin tumbuh-tumbuhan menggurkan
daunnya. Tingkahlaku perkembangbiakan seperti itu
sangat penting untuk kelestarian anak-anak yang
dilahirkan. Hewan-hewan lain yang melakukan
perkembangbiakan di tempat lain dari habitatnya antara
lain ikan salmon dan ketam air tawar, ikan salmon hidup
di laut tetapi melakukan perkawinan dan bertelur di
hulu sungai. Sedangakn ketam pergi ke laut untuk
bertelur.
9. Tingkah laku bekelahi
Tingkah laku berkelahi merupakan adaptasi hewan
untuk mempertahankan hidupnya dari serangan hewan lain.
Serangan hewan lain dapat berasal dari individu sesame
spesies dan individu dari spesies lain. Tingkah laku
berkelahi ada yang menyerang dan ada yang
mempertahankan diri. Tingkah laku menyerang umumnya
dilakukan oleh hewan predator dan tingkahlaku
mempertahankan diri dilakukan oleh hewan mangsa.
Diantara sesame spesies perkelahian dapat terjadi
karena terjadi persaingan, misalnya untuk memperebutkan
makanan, territorial, pasangan kawin. Tingkah laku
perkelahian dinyatakan sebagai adaptasi karena pola-
pola tingkah laku perkelahian sangat khas pada satu
jenis hewan yaitu dalam cara menyerang, cara
mempertahankan diri. Misalnya: burung elang menyerang
dengan cara menyambar, harimau menyerang dengan cara
menerkam, banteng dengan cara menanduk. Sifat adaptasi
tingkah laku berkelahi itu lebih nyata jika dihubungkan
dengan alat-alat yang dimiliki hewan untuk berkelahi,
misalnya kerbau bertanduk, ayam bertaji, ular berbisa.
10. Mekanisme terjadinya tingkah laku
Tinbergen (1969) menjelaskan bahwa tingkah laku
adalah reaksi terhadap keadaan tertentu yang faktor
penyebabnya dapat berasal dari luar dan dari dalam
tubuh. Faktor dari dalam tubuh dinyatakan sebagai
faktor motivasional yang menetukan arah intensitas dari
penampilan tingkah laku.
Reaksi dari suatu hewan ditentukan oleh kemampuan
potensial indera. Potensi alat indera itu menyangkut
beberapa aspek: 1) kepekaan, 2) diskriminasi, dan 3)
lokalisasi. Kepekaan adalah kekuatan untuk menangkap
rangsangan, misalnya penglihatan burung hantu sangat
peka karena dapat melihat pada cahaya yang tidak
terang., sedangkan penglihatan kelelawar tidak peka
karena tidak dapat melihat meskipun pada siang hari
yang terang. Deskriminasi adalah kemampuan untuk
membedakan rangsangan, baik kekuatan maupun macamnya.
Kemampuan untuk membedakan kekuatan ransangan penting
untuk menentukan perlu atau tidaknya respons dan tinggi
rendahnya respons. Ransangan yang mengenai hewan dalam
satu waktu lebih satu macam. Dengan kemampuan
deskriminasi hewan dapat menentukan rangsangan mana
yang perlu direspons lebih dulu, dan ransangan mana
yang tidak perlu direspons atau direspons kemudian.
Lokalisasi adalah kemampuan untuk
menempatkan/menentukan sumber rangsang dalam ruang.
Lokalisasi meliputi aspek arah dan jarak. Dalam aspek
arah, hewan dapat menentukan asal ransangan yang
mengenai dirinya. Aspek jarak menentuka kekuatan
ransangan, misalnya seekor kijang mendengar auman
harimau, dengan mengadahkan kepalanya kijang tersebut
dapat memperkirakan arah dabn jarak harimau terhadap
dirinya, sehingga dapapat mempersiapkan diri untuk
menghindari datangnya harimau tersebut.
11. Tingkah laku refleks
Tingkah laku hewan dapat dibedakan menjadi tingkah
laku refleks, tingkah laku insting, dan tingkah laku
belajar. Pavlov membedakan tingkah laku reflex dengan
tingkah laku insting. Sebagai gamabaran kecenderungan
manusia untuk mengumpulkan uang adalah suatu insting
bukan reflex. Gerakan taksis pada hewan-hewan
invertebrate pada umumnya merupakan gerakan repleks.
Tingkah laku reflex tampak pada gerakan-gerakan tubuh
yang tidak dikendalikan oleh system saraf sadar.
Gerakan terjadi secara spontan sebagai tanggapan
terhadap rangsangan yang mengenai tubuh.
12. Tingkah laku insting
Gerakan insting adalah gerakan-gerakan yang tidak
memerlukan pengalaman khusus. Gerakan itu pada umumnya
bersifat bawaan, dan pola gerakannya sama pada semua
individu dalam satu spesies. Permunculan gerakan itu
terkendali oleh kekuatan dari dalam tubuh, atau
dikendalikan oleh system saraf pusat. Contoh :
1. Anak bebek baru menetas mengikuti hewan apa yang
dijumpai pertama kali.
2. Burung Robin menyerang benda-benda yang berbentuk
burung. Tingkah laku seperti itu di sebut tingkah
laku stereotip, artinya hewan berekasi terhadap cirri-
ciri khusus organism lain atau lingkungannya.
3. Burung camar haring yang diberi dua macam rangsangan
berupa benda berbentuk telur dan benda berwarna
merah akan mengambil benda berwarna merah dan
tubuhnya mengambil posisi duduk mengerami benda
berbentuk telur. Tingkah laku seperti ini dikenal
dengan tingkah laku ambivalen, artinya tingkahlaku
yang memunculkan dua macam stimulus yang berbeda.
13. Tingkah laku belajar
Belajar adalah modifikasi tingkah laku yang
relative permanen dan terbentuk melalui latihan dan
pengalaman (Drickamer, 1982). Tinbergen (1969)
menyatakan bahwa belajar merupakan proses di dalam
system saraf pusat yang menyebabkan terjadinya
perubahan mekanisme tingkah laku insting sebagai
tanggapan terhadap ransangan dari luar. Sementara W.H
Thorpe (1963) berpendapat bahwa belajar merupakan
manifestasi perubahan tingkah laku yang bersifat
adaptif sebagai akibat adanya pengalaman pengalaman.
Pola tingkah laku belajar dikendalikan oleh faktor
internal disebut motivasi. Tingkah laku belajar dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu habituasi,
trial-and error, pemahaman dan belajar laten.
Habituasi adalah suatu penurunan amplitude dan
probabilitas suatu respons secara gradual sebagai
akibat dari hadirnya stimulus tertentu-secara berulang-
ulang. Penurunan respons itu bersifat persisten dan
tidak diikuti oleh berbagai macam penguatan. Tingkah
laku yang bersifat habituasi antara lain adalah tingkah
laku melarikan diri, menyerang, seksual, dan frekuensi
ejakulasi.
Trial-and-Error adalah tingkah laku yang tampak
bila seekor hewan menampilkan tingkah laku appetitive
atau searching yang sering kali diperkuat oleh
kejadian-kejadian yang muncul secara tidak terencana.
Belajar pemahaman adalah tingkah laku yang
terbentuk melalui asosiasi kejadian-kejadian atau
kegiatan-kegiatan yang telah dipelajari sebelumnya.
Tingkah laku yang terbentuk adalah tingkah laku yang
dapat memecah masalah baru yang sedang dihadapi.
Misalnya seekor sinpanse dimasukkan kedalam suatu
ruang. Di dalam ruang itu digantungkan sebuah pisang
pada langit-langit , dan disediakan sebatang tongkat.
Sinpanse tidak dapat mengambil pisang dengan
menggunakan tangannya, maka ketika melihat ada sebuah
tongkat yang ada di dekatnya, sinpanse tersebut
mengambil dan menggunakannya untuk menjolok pisang.
Berdasarkan fakta tersebut diambil kesimpulan bahwa
simpanse dapat mengasosiasikan panjang tongkat dengfan
tinggi pisang. Berdasarkan asosiasinya simpanse
menampilkan tingkah laku untuk memecahkan kesulitan
untuk mengambil pisang.
Belajar laten yaitu pembuatan asosiasi tanpa
adanyan penguatan atau tanpa adanya bukti dari
perbuatan yang terbentuk pada saat kegiatan belajar
berlangsung. Kegiatan belajar itu muncul sebagai akibat
dari dorongan atau motivasi dari dalam, sehingga tidak
perlu ada penguatan yang berasal dari akibat hasil
kegiatan belajar yang pernah dialami. Sifat belajar
seperti ini mungkin lebih banyak terjadi pada manusia.
Manusia mempunyai semua sifat belajar yang disebutkan
diata, yaitu reflex, insting, trial-and-error,
pemahaman, selain belajar laten.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini ialah:
1. Respon adalah reaksi yang dilakukan hewan terhadap
adanya perubahan kondisi lingkungan sehingga hewan
tersebut akan melakukan adaptasi untuk menyesuaikan
diri dari pengaruh lingkungannya.
2. Jenis-jenis respon hewan terhadap lingkungannya ada
dua macam, yaitu respon yang Reversibel dan respon
yang tidak-refersibel
3. Mekanisme adaptasi berawal dari nenek moyang
populasi hewan yang hidup pada saat ini serta
memiliki struktur tubuh yang sesuai dengan
lingkungannya sehingga dapat bertahan hidup dan
menurusnkan sifat-sifat unggul yang dimiliki hewan
tersebut dari generasi kegenerasi.
4. Ada dua factor yang mendukung suatu sehingga mahluk
hidup dapat bertahan hidup hingga kini, yaitu
adaptasi ditentukan oleh sifat genetik. Serta
memiliki kemampuan untuk menghasilkanketurunan yang
banyak.
5. Bentuk-bentuk adaptasi terdiri dari adaptasi
structural, adaptasi fisiologis, serta adaptasi
tingkah laku.
B. Saran
Makalah ini membahas tentang teori-teori tentang
terjadinya peristiwa adaptasi pada hewan yang disertai
dengan contoh-contohnya. Maka dari itu,
penulismenyarankan agar dilakukan pengamatan langsung
dilapangan agar semua teori yang terdapat dalam makalah
ini dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang
ada sekarang ini.