bab ii tinjauan pustaka a....
TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah adalah gaya (dorongan) darah ke dinding arteri saat
darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh (Palmer & Williams,
2007). Tekanan darah tinggi (hipertensi) didefenisikan sebagai tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih
dari 90 mmHg (Ignatavicius & Workman, 2009).
Hipertensi adalah suatu penekanan darah sistolik dan diastolik yang
tidak normal. Garis batas dari hipertensi umumnya tekanan sistolik yang
berkisar antara 140-190 mmHg dan tekanan diastolik antara 90-95 mmHg
(Riyadi, 2011). Sementara itu dianggap tekanan darah normal jika tekanan
diastolik lebih kecil dari 85 mmHg, normal tinggi jika tekanan diastolik
85-89 mmHg, hipertensi ringan 90-104 mmHg, hipertensi sedang 105-114
mmHg, dan tekanan darah tinggi lebih dari 115 mmHg (Wiryowidagto,
2003). Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) mendefinisikan
hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.
Remaja dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik (TDS) = 140
mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) = 90 mmHg (Saing, 2005).
Remaja (usia 13-15 tahun) dikatakan hipertensi signifikan jika TDS 136
mmHg dan TDD 86 mmHg dan hipertensi berat jika TDS 144 mmHg
dan TDD 92 mmHg. Sedangkan remaja (usia 16-18 tahun) dikatakan
hipertensi signifikan jika TDS 142 mmHg dan TDD 92 mmHg dan
hipertensi berat jika TDS 150 mmHg dan TDD 98 mmHg.
-
2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut Ignatavicius & Workman (2009) hipertensi dapat
diklasifikasikan dalam beberapa kategori berdasarkan pada JNC VII (The
Seventh Joint National Commitee on Prevention Detection, Evaluation,
and Treatment of High Pressure) yaitu:
Tabel 2.1
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VIII
Kategori Tekanan Sistolik
(mmHg)
Tekanan Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Tingkat 1 140-159 90-99
Tingkat 2 160 100
Menurut Gauthier (1982, dalam Saing, 2005) hipertensi pada remaja
dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori yaitu:
Tabel 2.2
Klasifikasi Hipertensi Menurut Gauthier
(1982, dalam Saing, 2005).
Kategori Hipertensi Tekanan Sistolik
(mmHg)
Tekanan Diastolik
(mmHg)
Hipertensi ringan 140-149 90-99
Hipertensi sedang 150-159 100-109
Hipertensi berat 160 110
3. Penyebab Hipertensi
Penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan/genetik,
ciri dari perseorangan (umur, jenis kelamin dan ras) serta kebiasaan
hidup/gaya hidup seseorang (seperti konsumsi garam tinggi, kegemukan
atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa, kebiasaan merokok,
minum alkohol dan obat-obatan) (Gunawan, 2001).
-
4. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi
a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1) Umur
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup
tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di atas umur
60 tahun (Nurkhalida, 2003). Sedangkan remaja dengan usia 13-18
tahun yang mempunyai riwayat hipertensi esensial, parenkim
ginjal, Koarktasio aorta, dan gangguan endokrin seperti
hiperaldosteronisme esensial, sindrom cushing, sindrom
adrenogenital, dan hyperplasia adrenal kongenital dapat berisiko
terkena hipertensi di usia remaja yang dapat berlanjut hingga usia
dewasa (Saing, 2005).
2) Jenis kelamin
Ditinjau dari perbandingan antara pria dan wanita, para ahli
berpendapat bahwa pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk
peningkatan darah sistolik (Nurkhalida, 2003). Tekanan darah
remaja laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Sinaiko dkk
(1989) dalam Saing (2005) melakukan penelitiannya terhadap
murid SLTP di Minnesota dan Minneapolis menemukan secara
signifikan tekanan darah remaja laki-laki lebih tinggi dibanding
perempuan.
3) Riwayat keluarga
Remaja yang berasal dari keluarga dengan riwayat hipertensi,
mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi
dibanding dengan keluarga tanpa riwayat hipertensi. Jika kedua
orangtua hipertensi, maka angka kejadian hipertensi pada
keturunannya meningkat 4 sampai 15 kali di banding bila kedua
orangtua adalah normotensi. Bila kedua orangtua menderita
hipertensi esensial, maka 44,8% anaknya akan menderita
-
hipertensi. Jika hanya salah satu orangtua hipertensi maka 12,8%
keturunannya akan mengalami hipertensi (Saing, 2005).
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1) Kebiasaan merokok
Merokok merupakan salah satu penyebab terjadinya
hipertensi. Zat yang terkandung di dalam rokok seperti nikotin dan
karbon monoksida dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteri sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis dan hipertensi
(Nurkhalida, 2003).
2) Konsumsi natrium/garam
Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam
terjadinya hipertensi, barangkali karena ketidakmampuan
mengeluarkan natrium secara efisien baik yang diturunkan atau
didapat. Ada yang berpendapat bahwa terdapat hormon natriuretik
yang menghambat aktivitas sel pompa natrium (ATPase natrium-
kalium) dan mempunyai efek penekanan. Berdasarkan studi
populasi, seperti studi INTERSALT (1988) diperoleh korelasi
antara asupan natrium rerata dengan tekanan darah, dan penurunan
tekanan darah dapat diperoleh dengan mengkonsumsi garam (Gray,
2005).
3) Konsumsi lemak jenuh
Makan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh
seperti daging dan produk susu tidak secara langsung berkaitan
dengan peningkatan tekanan darah, namun tetap merupakan faktor
risiko penyakit kardiovaskuler karena hal tersebut berkaitan
dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah dan dapat
meningkatkan berat badan (Palmer & Williams, 2007).
4) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol
Konsumsi alkohol terlalu banyak dapat meningkatkan
tekanan darah dan risiko komplikasi kardiovaskuler. Panduan
terbaru di Inggris menyarankan agar pria dengan tekanan darah
-
tinggi membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 21 unit per
minggu (sekitar 10 pint bir berkadar alkohol sedang atau ringan per
minggu) dan wanita tidak lebih dari 14 unit per minggu (Palmer &
Williams, 2007).
5) Obesitas
Berkaitan dengan tekanan darah, secara umum semakin
tinggi berat badan semakin tinggi pula tekanan darah. Obesitas atau
kegemukan yang dihitung berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)
> 25 kg/m2 juga merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
hipertensi (Palmer & Williams, 2007).
6) Olahraga
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan
terhadap tekanan darah tinggi. Olahraga juga dikaitkan dengan
peran obesitas pada hipertensi. Tidak melakukan olahraga atau
aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan berat badan dan
dapat menyebabkan obesitas sehingga dapat menaikkan tekanan
darah (Palmer &Williams, 2007).
7) Stres
Stres atau ketegangan jiwa seperti marah, nyeri, ketakutan,
keingintahuan berlebihan, kegembiraan, dan rasa malu dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah karena dapat merangsang
kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat sehingga
tekanan darah akan meningkat (National Heart Lung & Blood
Insitute, 2003).
5. Tanda dan Gejala Hipertensi
Tanda dan gejala hipertensi menurut Riyadi (2011) yaitu:
a. Sakit kepala
b. Perdarahan hidung
c. Vertigo
d. Mual muntah
-
e. Perubahan penglihatan
f. Kesemutan pada kaki
g. Sesak napas
h. Kejang atau koma
i. Nyeri dada
6. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke. Baik
sistolik maupun diastolik terbukti berpengaruh terhadap stroke.
Ditemukan bahwa penderita dengan tekanan diastolik di atas 95
mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya infark
otak dibandingkan dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg.
Sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg memiliki tiga kali
terserang stroke iskemik dibandingkan dengan mereka yang
bertekanan darah kurang 140 mmHg, akan tetapi pada penderita usia
lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1.5 kali dari pada normotensi
(Bustan, 2000).
b. Kerusakan pada ginjal
Hipertensi merupakan tanda dan gejala awal dari gagal ginjal
kronik. Mekanisme prosedur terjadinya gagal ginjal kronik dan
hipertensi karena banyak faktor seperti penurunan volume pembuluh
darah, menurunnya tingkat renal vasodilator prostaglandins,
peningkatan resistensi pembuluh darah periperal, dan menurunnya
aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (Porth, 2011).
c. Penyakit jantung koroner dan arteri
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh
akan semakin keras terutama di jantung, otak dan ginjal (Sustrani,
2006). Tekanan darah tinggi adalah faktor utama yang menyebabkan
pembuluh darah menjadi kaku. Tekanan darah tinggi juga mengubah
aliran darah di arteri menjadi lebih turbulen (Palmer & Williams,
2007).
-
d. Gangguan pada mata
Hipertensi dapat mempersempit dan menyumbat arteri di mata,
sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (Palmer & Williams,
2007). Hipertensi juga dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah
di mata, sehingga menyebabkan mata menjadi kabur dan buta
(Sustrani, 2006).
7. Pengobatan Hipertensi
a. Non Farmakologis
Menurut Palmer & Williams (2007), pengobatan hipertensi
secara nonfarmakologis yaitu:
1) Mengurangi kelebihan berat badan
Secara umum, semakin tinggi berat badan seseorang semakin
tinggi pula tekanan darah. Kelebihan berat badan seseorang dapat
dicegah dengan menerapkan gaya hidup sehat dengan olahraga
teratur dan pola makan seimbang.
2) Meningkatkan aktifitas fisik
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi.
Cara untuk meningkatkan aktivitas fisik seperti melakukan
olahraga aerobik seperti: bersepeda, berenang, berlari dan berjalan
cepat secara teratur setidaknya 30 menit sehari selama 3 kali
seminggu.
3) Mengurangi asupan natrium/ garam
Cara untuk mengurangi asupan garam yaitu jangan
menambahkan garam meja pada makanan, jangan menambahkan
garam saat memasak, gunakan bumbu lain selain garam untuk
menambah rasa makanan, perhatikan berapa banyak garam yang
terkandung dalam saus dan makanan yang di proses dan kurangi
makanan tersebut, hindari makanan yang berkadar natrium tinggi
seperti kripik, kacang olahan yang diasinkan, daging olahan dan
keju.
4) Membatasi konsumsi alkohol
-
Konsumsi alkohol dalam jumlah sedang sebagai bagian dari
pola makan yang sehat dan bervariasi tidak merusak kesehatan.
Wanita sebaiknya membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 14
unit per minggu dan laki-laki tidak melebihi 21 unit per minggu.
b. Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan
oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau
aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau
calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI),
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker
(ARB) (Yogiantoro, 2006).
B. Pencegahan Hipertensi
Menurut Riyadi (2011) terdapat dua cara pencegahan hipertensi, yakni:
1. Pencegahan primer
Faktor risiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata,
adanya riwayat hipertensi pada anamnese keluarga, ras (negro), takikardi,
obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar
tidak terjadi hiperkolesterol, diabetes melitus dan sebagainya.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan tidak konsumsi garam
berlebihan. Asupan garam dibatasi sampai kurang dari 2,4 gr sehari
yang setara dengan 6 gr garam yaitu sekitar 1 sendok teh per hari.
d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
2. Pencegahan sekunder
-
Pencegahan sekunder dilakukan bila penderita telah diketahui
menderita hipertensi karena faktor tertentu, tindakan yang bisa dilakukan
berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat
maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan
stabil mungkin.
c. Faktor-faktor penyakit jantung iskemia yang lain harus dikontrol.
d. Batasi aktivitas.
Menurut Bustan (2007) Pencegahan hipertensi jika dipandang dari
epidemiologi dapat dibedakan menjadi 3 tahap yaitu:
1. Tahap prepathogenesis
Level pencegahan dapat berupa primordial, promotif (promosi
kesehatan), proteksi spesifik (kurangi garam sebagai salah satu faktor
risiko) dengan intervensi pencegahan: meningkatkan derajat kesehatan gizi
dan perilaku hidup sehat, pertahankan keseimbangan terbias epidemiologi,
serta turunkan atau hindari faktor risiko.
2. Tahap Pathogenesis
Dalam tahap ini dibagi dalam 2 level pencegahan yaitu diagnosa
awal dan pengobatan yang tepat. Pengobatan yang tepat artinya segera
mendapat pengobatan komprehensif dan kausal pada awal keluhan.
Intervensi pencegahan pathogenesis meliputi pemeriksaan fisik periodik
tekanan darah dan hindari lingkungan yang stres.
3. Tahap postpathogenesis
Level pencegahan dengan upaya rehabilitasi yaitu perbaikan dampak
lanjutan yang tidak bisa diobati.
C. Pengetahuan
-
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui panca
indera seseorang (penginderaan) terhadap suatu objek tertentu, yaitu
melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Oleh karena itu pengetahuan merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu
objek tertentu. Khasanah kekayaan mental yang secara langsung maupun
tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita dan merupakan sumber
jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan kita
(Sugiarti, 2010).
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang terdiri dari
sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu
(Notoatmodjo, 2005).
2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) yaitu:
a. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu
yang spesifik dari keseluruhan bahan yang telah dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
-
Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
dan tepat tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah di pelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya (real)
misalnya penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam
konteks atau situasi yang lain.
d. Analisa (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi
yang lain.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang
sudah ada.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun
orang lain. Pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain yang
meninggalkan kesan yang paling dalam akan menambah pengetahuan
seseorang.
-
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dia
akan lebih mudah untuk menerima hal-hal baru.
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini biasa
mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya
positif maupun negatif.
d. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi,
majalah, koran, dan buku.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan
seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka
dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas
sumber informasi.
f. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap
sesuatu.
4. Tingkat pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) tingkat pengetahuan dibagi menjadi tiga
yaitu:
a. Tingkat pengetahuan baik
Tingkat pengetahuan baik adalah tingkat pengetahuan dimana
seseorang mampu mengetahui, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan
dikatakan baik jika seseorang mempunyai 76%-100% pengetahuan.
b. Tingkat pengetahuan cukup
-
Tingkat pengetahuan cukup adalah tingkat pengetahuan dimana
seseorang mengetahui, memahami, tetapi kurang mengaplikasi,
menganalisis, mengintesis dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan
dapat dikatakan cukup jika seseorang mempunyai 56% - < 76%
pengetahuan.
c. Tingkat pengetahuan kurang
Tingkat pengetahuan kurang adalah tingkat pengetahuan dimana
seseorang kurang mampu mengetahui, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan
dapat dikatakan kurang jika seseorang mempunyai
-
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam membentuk sikap yang utuh ini pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
3. Berbagai Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan
antara lain:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari apakah benar atau
salah, berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk menghargai atau mendiskusikan suatu
masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seseorang ibu
yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan
sebagainya) untuk mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti
bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi
anak.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Azwar (2001)
antara lain:
-
a. Pengalaman pribadi
Segala sesuatu yang sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara
komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang
dianggap penting atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan
mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Contoh:
orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan di mana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang.
d. Media massa
Berbagai bentuk media massa seperti: televisi, radio, surat kabar,
majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap
terhadap hal tersebut.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama mempunyai pengaruh
dalam menentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam arti individu.
f. Pengaruh faktor emosional
Sikap tidak hanya dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang sesuatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi
sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego.
5. Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau
-
pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan
pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap
seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan
sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap
mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap
yaitu kalimat bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap.
Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya
pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap
yang bersikap tidak mendukung maupun kontra terhadap objek sikap
(Azwar 2010).
E. Praktik
1. Pengertian Praktik
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain
adalah fasilitas. Disamping itu diperlukan faktor dukungan (support) dari
pihak lain seperti dari anggota keluarga (Notoatmodjo, 2007).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan atau
mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah
yang disebut praktik (praktice) kesehatan atau perilaku kesehatan (overt
behaviour) (Notoatmodjo, 2007).
2. Tingkatan Praktik
Menurut Notoatmodjo (2007) praktik dikategorikan menjadi
beberapa tingkatan yaitu:
-
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
c. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan sesuatu kebiasaan maka ia
sudah mencapai praktik tingkat tiga.
d. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
3. Indikator Praktik Kesehatan
Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua
kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan
(Notoatmodjo, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2007) indikator praktik kesehatan mencakup
hal-hal sebagai berikut:
a. Praktik (tindakan) sehubungan dengan penyakit
Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: pencegahan
penyakit dan penyembuhan penyakit.
b. Praktik (tindakan) pemeliharan dan peningkatan kesehatan
Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur,
tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman keras dan narkoba, dan
sebagainya.
c. Praktik (tindakan) kesehatan lingkungan
-
Perilaku ini antara lain mencakup: membuang air besar di jamban
(WC), membuang sampah di tempat sampah, cuci, masak, dan
sebagainya.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007)
perilaku ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yakni:
a. Faktor predisposisi (predisposing factors)
Merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, tradisi dan
kepercayaan, sistem nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.
b. Faktor pendukung (enabling factors)
Merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi
terjadinya perilaku. Faktor ini meliputi ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan.
c. Faktor pendorong (reinforcing factors)
Merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perubahan perilaku yang meliputi sikap dan perilaku petugas
kesehatan maupun tokoh masyarakat. Perilaku ini sangat kompleks dan
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.
F. Perilaku Pencegahan
Perilaku pencegahan adalah mengambil tindakan terlebih dahulu
sebelum kejadian (Noor, 2008). Pada dasarnya ada empat tingkatan
pencegahan penyakit secara umum, yakni:
1. Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention)
Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha
mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah
dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini
meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau pola
hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah
meningkatnya risiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola atau
-
kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat
risiko terhadap penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara
umum (Noor, 2008).
Upaya pencegahan ini sangat kompleks dan tidak hanya merupakan
upaya dari pihak kesehatan saja. Prakondisi harus diciptakan dengan
multimitra, misalnya menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa
bahwa rokok itu suatu kebiasaan yang kurang baik dan masyarakat mampu
bersikap positif terhadap bukan perokok (Bustan, 2000). Sasaran
pencegaahn tingkat dasar ini terutama kelompok masyarakat usia muda
dan remaja, dengan tidak mengabaikan orang dewasa dan kelompok
manula (Noor, 2008).
2. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)
Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) merupakan suatu
usaha pencegahan penyakit melalui usaha mengatasi atau mengontrol
faktor-faktor risiko dengan sasaran utamanya orang sehat melalui usaha
peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta
usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu. Pencegahan tingkat
pertama ini didasarkan pada hubungan interaksi antara penjamu (host),
penyebab (agent/pemapar), lingkungan dan proses kejadian penyakit
(Noor, 2008).
Sasaran pencegahan tingkat pertama ini ditujukan kepada faktor
penjamu seperti perbaikan gizi, pemberian imunisasi, peningkatan
kehidupan sosial dan psikologis individu dan masyarakat serta
peningkatan ketahanan fisik individu (Noor, 2008).
3. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang
terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini serta
pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama pencegahan
tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah meluasnya
penyakit/terjadinya wabah pada penyakit menular dan untuk
-
menghentikan proses penyakit lebih lanjut serta mencegah komplikasi
(Noor, 2008).
Salah satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adalah menemukan
penderita secara aktif pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan
berkala pada kelompok populasi tertentu, melakukan penyaringan
(screening) untuk mencari penderita secara dini, surveilans epidemiologi
untuk mendapatkan keterangan tentang proses penyakit yang ada dalam
masyarakat (Noor, 2008).
4. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)
Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan
pencegahan dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu,
dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah
terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah
mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti pengobatan dan perawatan
khusus penderita kencing manis, tekanan darah tinggi, gangguan saraf dan
lain-lain serta mencegah terjadinya cacat maupun kematian karena
penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi (Noor, 2008).
-
G. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Skema 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Green dalam Notoatmodjo (2007), Nurkhalida (2003), Palmer &
Williams (2007), Saing (2005)
Faktor yang mempengaruhi
hipertensi
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga
4. Genetik
5. Kebiasaan merokok
6. Mengkonsumsi
natrium/garam
7. Konsumi lemak jenuh
8. Kebiasaan konsumsi
minuman alkohol
9. Obesitas
10. Olahraga
11. Stres
Praktik pencegahan hipertensi
Faktor yang mempengaruhi
perilaku
1. Faktor predisposisi
(predisposing factors):
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Tradisi dan kepercayaan
d. Sistem nilai
e. Tingkat pendidikan
f. Tingkat sosial ekonomi
2. Faktor pendukung (enabling
factors):
Ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas
kesehatan.
3. Faktor pendorong (reinforcing
factors):
Sikap dan perilaku petugas
kesehatan maupun tokoh
masyarakat.
-
H. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Skema 2.2 Kerangka Konsep
I. Variael Penelitian
Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori, yaitu:
1. Variabel bebas (independent variabel)
Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah
pengetahuan dan sikap.
2. Variabel terikat (dependent variabel)
Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah praktik
pencegahan hipertensi
J. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang telah dibuat, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah:
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik pencegahan hipertensi
pada remaja di SMAN 15 Semarang
2. Ada hubungan antara sikap dengan praktik pencegahan hipertensi pada
remaja di SMAN 15 Semarang.
Pengetahuan
Sikap
Praktik pencegahan
hipertensi