bab ii tinjauan pustaka a....

Download BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensidigilib.unimus.ac.id/files/disk1/153/jtptunimus-gdl-muthiahabi... · hiperaldosteronisme esensial, sindrom cushing, sindrom adrenogenital, dan

If you can't read please download the document

Upload: dodang

Post on 08-Feb-2018

237 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Hipertensi

    1. Pengertian Hipertensi

    Tekanan darah adalah gaya (dorongan) darah ke dinding arteri saat

    darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh (Palmer & Williams,

    2007). Tekanan darah tinggi (hipertensi) didefenisikan sebagai tekanan

    darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih

    dari 90 mmHg (Ignatavicius & Workman, 2009).

    Hipertensi adalah suatu penekanan darah sistolik dan diastolik yang

    tidak normal. Garis batas dari hipertensi umumnya tekanan sistolik yang

    berkisar antara 140-190 mmHg dan tekanan diastolik antara 90-95 mmHg

    (Riyadi, 2011). Sementara itu dianggap tekanan darah normal jika tekanan

    diastolik lebih kecil dari 85 mmHg, normal tinggi jika tekanan diastolik

    85-89 mmHg, hipertensi ringan 90-104 mmHg, hipertensi sedang 105-114

    mmHg, dan tekanan darah tinggi lebih dari 115 mmHg (Wiryowidagto,

    2003). Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) mendefinisikan

    hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di

    atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.

    Remaja dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik (TDS) = 140

    mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) = 90 mmHg (Saing, 2005).

    Remaja (usia 13-15 tahun) dikatakan hipertensi signifikan jika TDS 136

    mmHg dan TDD 86 mmHg dan hipertensi berat jika TDS 144 mmHg

    dan TDD 92 mmHg. Sedangkan remaja (usia 16-18 tahun) dikatakan

    hipertensi signifikan jika TDS 142 mmHg dan TDD 92 mmHg dan

    hipertensi berat jika TDS 150 mmHg dan TDD 98 mmHg.

  • 2. Klasifikasi Hipertensi

    Menurut Ignatavicius & Workman (2009) hipertensi dapat

    diklasifikasikan dalam beberapa kategori berdasarkan pada JNC VII (The

    Seventh Joint National Commitee on Prevention Detection, Evaluation,

    and Treatment of High Pressure) yaitu:

    Tabel 2.1

    Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VIII

    Kategori Tekanan Sistolik

    (mmHg)

    Tekanan Diastolik

    (mmHg)

    Normal < 120 < 80

    Pre hipertensi 120-139 80-89

    Hipertensi

    Tingkat 1 140-159 90-99

    Tingkat 2 160 100

    Menurut Gauthier (1982, dalam Saing, 2005) hipertensi pada remaja

    dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori yaitu:

    Tabel 2.2

    Klasifikasi Hipertensi Menurut Gauthier

    (1982, dalam Saing, 2005).

    Kategori Hipertensi Tekanan Sistolik

    (mmHg)

    Tekanan Diastolik

    (mmHg)

    Hipertensi ringan 140-149 90-99

    Hipertensi sedang 150-159 100-109

    Hipertensi berat 160 110

    3. Penyebab Hipertensi

    Penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan/genetik,

    ciri dari perseorangan (umur, jenis kelamin dan ras) serta kebiasaan

    hidup/gaya hidup seseorang (seperti konsumsi garam tinggi, kegemukan

    atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa, kebiasaan merokok,

    minum alkohol dan obat-obatan) (Gunawan, 2001).

  • 4. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi

    a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

    1) Umur

    Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih

    besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup

    tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di atas umur

    60 tahun (Nurkhalida, 2003). Sedangkan remaja dengan usia 13-18

    tahun yang mempunyai riwayat hipertensi esensial, parenkim

    ginjal, Koarktasio aorta, dan gangguan endokrin seperti

    hiperaldosteronisme esensial, sindrom cushing, sindrom

    adrenogenital, dan hyperplasia adrenal kongenital dapat berisiko

    terkena hipertensi di usia remaja yang dapat berlanjut hingga usia

    dewasa (Saing, 2005).

    2) Jenis kelamin

    Ditinjau dari perbandingan antara pria dan wanita, para ahli

    berpendapat bahwa pria lebih banyak menderita hipertensi

    dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk

    peningkatan darah sistolik (Nurkhalida, 2003). Tekanan darah

    remaja laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Sinaiko dkk

    (1989) dalam Saing (2005) melakukan penelitiannya terhadap

    murid SLTP di Minnesota dan Minneapolis menemukan secara

    signifikan tekanan darah remaja laki-laki lebih tinggi dibanding

    perempuan.

    3) Riwayat keluarga

    Remaja yang berasal dari keluarga dengan riwayat hipertensi,

    mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi

    dibanding dengan keluarga tanpa riwayat hipertensi. Jika kedua

    orangtua hipertensi, maka angka kejadian hipertensi pada

    keturunannya meningkat 4 sampai 15 kali di banding bila kedua

    orangtua adalah normotensi. Bila kedua orangtua menderita

    hipertensi esensial, maka 44,8% anaknya akan menderita

  • hipertensi. Jika hanya salah satu orangtua hipertensi maka 12,8%

    keturunannya akan mengalami hipertensi (Saing, 2005).

    b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

    1) Kebiasaan merokok

    Merokok merupakan salah satu penyebab terjadinya

    hipertensi. Zat yang terkandung di dalam rokok seperti nikotin dan

    karbon monoksida dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah

    arteri sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis dan hipertensi

    (Nurkhalida, 2003).

    2) Konsumsi natrium/garam

    Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam

    terjadinya hipertensi, barangkali karena ketidakmampuan

    mengeluarkan natrium secara efisien baik yang diturunkan atau

    didapat. Ada yang berpendapat bahwa terdapat hormon natriuretik

    yang menghambat aktivitas sel pompa natrium (ATPase natrium-

    kalium) dan mempunyai efek penekanan. Berdasarkan studi

    populasi, seperti studi INTERSALT (1988) diperoleh korelasi

    antara asupan natrium rerata dengan tekanan darah, dan penurunan

    tekanan darah dapat diperoleh dengan mengkonsumsi garam (Gray,

    2005).

    3) Konsumsi lemak jenuh

    Makan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh

    seperti daging dan produk susu tidak secara langsung berkaitan

    dengan peningkatan tekanan darah, namun tetap merupakan faktor

    risiko penyakit kardiovaskuler karena hal tersebut berkaitan

    dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah dan dapat

    meningkatkan berat badan (Palmer & Williams, 2007).

    4) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol

    Konsumsi alkohol terlalu banyak dapat meningkatkan

    tekanan darah dan risiko komplikasi kardiovaskuler. Panduan

    terbaru di Inggris menyarankan agar pria dengan tekanan darah

  • tinggi membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 21 unit per

    minggu (sekitar 10 pint bir berkadar alkohol sedang atau ringan per

    minggu) dan wanita tidak lebih dari 14 unit per minggu (Palmer &

    Williams, 2007).

    5) Obesitas

    Berkaitan dengan tekanan darah, secara umum semakin

    tinggi berat badan semakin tinggi pula tekanan darah. Obesitas atau

    kegemukan yang dihitung berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)

    > 25 kg/m2 juga merupakan salah satu faktor risiko timbulnya

    hipertensi (Palmer & Williams, 2007).

    6) Olahraga

    Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan

    terhadap tekanan darah tinggi. Olahraga juga dikaitkan dengan

    peran obesitas pada hipertensi. Tidak melakukan olahraga atau

    aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan berat badan dan

    dapat menyebabkan obesitas sehingga dapat menaikkan tekanan

    darah (Palmer &Williams, 2007).

    7) Stres

    Stres atau ketegangan jiwa seperti marah, nyeri, ketakutan,

    keingintahuan berlebihan, kegembiraan, dan rasa malu dapat

    menyebabkan peningkatan tekanan darah karena dapat merangsang

    kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormon adrenalin dan

    memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat sehingga

    tekanan darah akan meningkat (National Heart Lung & Blood

    Insitute, 2003).

    5. Tanda dan Gejala Hipertensi

    Tanda dan gejala hipertensi menurut Riyadi (2011) yaitu:

    a. Sakit kepala

    b. Perdarahan hidung

    c. Vertigo

    d. Mual muntah

  • e. Perubahan penglihatan

    f. Kesemutan pada kaki

    g. Sesak napas

    h. Kejang atau koma

    i. Nyeri dada

    6. Komplikasi Hipertensi

    a. Stroke

    Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke. Baik

    sistolik maupun diastolik terbukti berpengaruh terhadap stroke.

    Ditemukan bahwa penderita dengan tekanan diastolik di atas 95

    mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya infark

    otak dibandingkan dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg.

    Sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg memiliki tiga kali

    terserang stroke iskemik dibandingkan dengan mereka yang

    bertekanan darah kurang 140 mmHg, akan tetapi pada penderita usia

    lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1.5 kali dari pada normotensi

    (Bustan, 2000).

    b. Kerusakan pada ginjal

    Hipertensi merupakan tanda dan gejala awal dari gagal ginjal

    kronik. Mekanisme prosedur terjadinya gagal ginjal kronik dan

    hipertensi karena banyak faktor seperti penurunan volume pembuluh

    darah, menurunnya tingkat renal vasodilator prostaglandins,

    peningkatan resistensi pembuluh darah periperal, dan menurunnya

    aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (Porth, 2011).

    c. Penyakit jantung koroner dan arteri

    Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh

    akan semakin keras terutama di jantung, otak dan ginjal (Sustrani,

    2006). Tekanan darah tinggi adalah faktor utama yang menyebabkan

    pembuluh darah menjadi kaku. Tekanan darah tinggi juga mengubah

    aliran darah di arteri menjadi lebih turbulen (Palmer & Williams,

    2007).

  • d. Gangguan pada mata

    Hipertensi dapat mempersempit dan menyumbat arteri di mata,

    sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (Palmer & Williams,

    2007). Hipertensi juga dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah

    di mata, sehingga menyebabkan mata menjadi kabur dan buta

    (Sustrani, 2006).

    7. Pengobatan Hipertensi

    a. Non Farmakologis

    Menurut Palmer & Williams (2007), pengobatan hipertensi

    secara nonfarmakologis yaitu:

    1) Mengurangi kelebihan berat badan

    Secara umum, semakin tinggi berat badan seseorang semakin

    tinggi pula tekanan darah. Kelebihan berat badan seseorang dapat

    dicegah dengan menerapkan gaya hidup sehat dengan olahraga

    teratur dan pola makan seimbang.

    2) Meningkatkan aktifitas fisik

    Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi.

    Cara untuk meningkatkan aktivitas fisik seperti melakukan

    olahraga aerobik seperti: bersepeda, berenang, berlari dan berjalan

    cepat secara teratur setidaknya 30 menit sehari selama 3 kali

    seminggu.

    3) Mengurangi asupan natrium/ garam

    Cara untuk mengurangi asupan garam yaitu jangan

    menambahkan garam meja pada makanan, jangan menambahkan

    garam saat memasak, gunakan bumbu lain selain garam untuk

    menambah rasa makanan, perhatikan berapa banyak garam yang

    terkandung dalam saus dan makanan yang di proses dan kurangi

    makanan tersebut, hindari makanan yang berkadar natrium tinggi

    seperti kripik, kacang olahan yang diasinkan, daging olahan dan

    keju.

    4) Membatasi konsumsi alkohol

  • Konsumsi alkohol dalam jumlah sedang sebagai bagian dari

    pola makan yang sehat dan bervariasi tidak merusak kesehatan.

    Wanita sebaiknya membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 14

    unit per minggu dan laki-laki tidak melebihi 21 unit per minggu.

    b. Farmakologis

    Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan

    oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau

    aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau

    calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI),

    Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker

    (ARB) (Yogiantoro, 2006).

    B. Pencegahan Hipertensi

    Menurut Riyadi (2011) terdapat dua cara pencegahan hipertensi, yakni:

    1. Pencegahan primer

    Faktor risiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata,

    adanya riwayat hipertensi pada anamnese keluarga, ras (negro), takikardi,

    obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:

    a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar

    tidak terjadi hiperkolesterol, diabetes melitus dan sebagainya.

    b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.

    c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan tidak konsumsi garam

    berlebihan. Asupan garam dibatasi sampai kurang dari 2,4 gr sehari

    yang setara dengan 6 gr garam yaitu sekitar 1 sendok teh per hari.

    d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.

    2. Pencegahan sekunder

  • Pencegahan sekunder dilakukan bila penderita telah diketahui

    menderita hipertensi karena faktor tertentu, tindakan yang bisa dilakukan

    berupa:

    a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat

    maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.

    b. Harus dijaga supaya darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan

    stabil mungkin.

    c. Faktor-faktor penyakit jantung iskemia yang lain harus dikontrol.

    d. Batasi aktivitas.

    Menurut Bustan (2007) Pencegahan hipertensi jika dipandang dari

    epidemiologi dapat dibedakan menjadi 3 tahap yaitu:

    1. Tahap prepathogenesis

    Level pencegahan dapat berupa primordial, promotif (promosi

    kesehatan), proteksi spesifik (kurangi garam sebagai salah satu faktor

    risiko) dengan intervensi pencegahan: meningkatkan derajat kesehatan gizi

    dan perilaku hidup sehat, pertahankan keseimbangan terbias epidemiologi,

    serta turunkan atau hindari faktor risiko.

    2. Tahap Pathogenesis

    Dalam tahap ini dibagi dalam 2 level pencegahan yaitu diagnosa

    awal dan pengobatan yang tepat. Pengobatan yang tepat artinya segera

    mendapat pengobatan komprehensif dan kausal pada awal keluhan.

    Intervensi pencegahan pathogenesis meliputi pemeriksaan fisik periodik

    tekanan darah dan hindari lingkungan yang stres.

    3. Tahap postpathogenesis

    Level pencegahan dengan upaya rehabilitasi yaitu perbaikan dampak

    lanjutan yang tidak bisa diobati.

    C. Pengetahuan

  • 1. Pengertian Pengetahuan

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui panca

    indera seseorang (penginderaan) terhadap suatu objek tertentu, yaitu

    melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

    Oleh karena itu pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

    untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

    Pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu

    objek tertentu. Khasanah kekayaan mental yang secara langsung maupun

    tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita dan merupakan sumber

    jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan kita

    (Sugiarti, 2010).

    Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang terdiri dari

    sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat

    memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengalaman merupakan sumber

    pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

    Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh

    pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

    dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu

    (Notoatmodjo, 2005).

    2. Tingkat Pengetahuan

    Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) yaitu:

    a. Tahu (know)

    Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu

    yang spesifik dari keseluruhan bahan yang telah dipelajari atau

    rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan

    tingkat pengetahuan yang paling rendah.

    b. Memahami (comprehension)

  • Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

    dan tepat tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan

    materi tersebut secara benar.

    c. Aplikasi (application)

    Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

    yang telah di pelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya (real)

    misalnya penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam

    konteks atau situasi yang lain.

    d. Analisa (analysis)

    Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

    objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu

    struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

    e. Sintesis (Synthesis)

    Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

    atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

    keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

    kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi

    yang lain.

    f. Evaluasi (Evaluation)

    Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

    justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi berdasarkan

    suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang

    sudah ada.

    3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

    Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat

    dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

    a. Pengalaman

    Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun

    orang lain. Pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain yang

    meninggalkan kesan yang paling dalam akan menambah pengetahuan

    seseorang.

  • b. Tingkat Pendidikan

    Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan

    seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dia

    akan lebih mudah untuk menerima hal-hal baru.

    c. Keyakinan

    Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa

    adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini biasa

    mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya

    positif maupun negatif.

    d. Fasilitas

    Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat

    mempengaruhi pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi,

    majalah, koran, dan buku.

    e. Penghasilan

    Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

    seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka

    dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas

    sumber informasi.

    f. Sosial Budaya

    Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

    mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

    sesuatu.

    4. Tingkat pengetahuan

    Menurut Arikunto (2006) tingkat pengetahuan dibagi menjadi tiga

    yaitu:

    a. Tingkat pengetahuan baik

    Tingkat pengetahuan baik adalah tingkat pengetahuan dimana

    seseorang mampu mengetahui, memahami, mengaplikasi,

    menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan

    dikatakan baik jika seseorang mempunyai 76%-100% pengetahuan.

    b. Tingkat pengetahuan cukup

  • Tingkat pengetahuan cukup adalah tingkat pengetahuan dimana

    seseorang mengetahui, memahami, tetapi kurang mengaplikasi,

    menganalisis, mengintesis dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan

    dapat dikatakan cukup jika seseorang mempunyai 56% - < 76%

    pengetahuan.

    c. Tingkat pengetahuan kurang

    Tingkat pengetahuan kurang adalah tingkat pengetahuan dimana

    seseorang kurang mampu mengetahui, memahami, mengaplikasi,

    menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Tingkat pengetahuan

    dapat dikatakan kurang jika seseorang mempunyai

  • a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

    b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

    c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

    Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

    utuh (total attitude). Dalam membentuk sikap yang utuh ini pengetahuan,

    pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

    3. Berbagai Tingkatan Sikap

    Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan

    antara lain:

    a. Menerima (receiving)

    Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

    memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

    b. Merespon (responding)

    Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

    menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

    Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

    mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari apakah benar atau

    salah, berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

    c. Menghargai (valuing)

    Mengajak orang lain untuk menghargai atau mendiskusikan suatu

    masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seseorang ibu

    yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan

    sebagainya) untuk mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti

    bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi

    anak.

    d. Bertanggung jawab (responsible)

    Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

    dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

    4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

    Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Azwar (2001)

    antara lain:

  • a. Pengalaman pribadi

    Segala sesuatu yang sedang kita alami akan ikut membentuk dan

    mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

    b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

    Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara

    komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang

    dianggap penting atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan

    mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Contoh:

    orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.

    c. Pengaruh kebudayaan

    Kebudayaan di mana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

    pengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang.

    d. Media massa

    Berbagai bentuk media massa seperti: televisi, radio, surat kabar,

    majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan

    opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai

    sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap

    terhadap hal tersebut.

    e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

    Lembaga pendidikan serta lembaga agama mempunyai pengaruh

    dalam menentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar

    pengertian dan konsep moral dalam arti individu.

    f. Pengaruh faktor emosional

    Sikap tidak hanya dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan

    pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang sesuatu bentuk sikap

    merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi

    sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

    pertahanan ego.

    5. Pengukuran Sikap

    Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

    langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau

  • pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat

    dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan

    pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003).

    Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

    seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan

    sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap

    mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap

    yaitu kalimat bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap.

    Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya

    pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap

    yang bersikap tidak mendukung maupun kontra terhadap objek sikap

    (Azwar 2010).

    E. Praktik

    1. Pengertian Praktik

    Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

    behaviour). Terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

    faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain

    adalah fasilitas. Disamping itu diperlukan faktor dukungan (support) dari

    pihak lain seperti dari anggota keluarga (Notoatmodjo, 2007).

    Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,

    kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang

    diketahui, proses selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan atau

    mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah

    yang disebut praktik (praktice) kesehatan atau perilaku kesehatan (overt

    behaviour) (Notoatmodjo, 2007).

    2. Tingkatan Praktik

    Menurut Notoatmodjo (2007) praktik dikategorikan menjadi

    beberapa tingkatan yaitu:

  • a. Persepsi (perception)

    Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

    tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

    b. Respon terpimpin (guided response)

    Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan

    sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

    c. Mekanisme (mecanism)

    Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

    secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan sesuatu kebiasaan maka ia

    sudah mencapai praktik tingkat tiga.

    d. Adopsi (adoption)

    Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

    berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah

    dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

    3. Indikator Praktik Kesehatan

    Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua

    kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan

    (Notoatmodjo, 2005).

    Menurut Notoatmodjo (2007) indikator praktik kesehatan mencakup

    hal-hal sebagai berikut:

    a. Praktik (tindakan) sehubungan dengan penyakit

    Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: pencegahan

    penyakit dan penyembuhan penyakit.

    b. Praktik (tindakan) pemeliharan dan peningkatan kesehatan

    Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: mengkonsumsi

    makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur,

    tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman keras dan narkoba, dan

    sebagainya.

    c. Praktik (tindakan) kesehatan lingkungan

  • Perilaku ini antara lain mencakup: membuang air besar di jamban

    (WC), membuang sampah di tempat sampah, cuci, masak, dan

    sebagainya.

    4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

    Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007)

    perilaku ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yakni:

    a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

    Merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi

    terjadinya perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, tradisi dan

    kepercayaan, sistem nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.

    b. Faktor pendukung (enabling factors)

    Merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi

    terjadinya perilaku. Faktor ini meliputi ketersediaan sarana dan

    prasarana atau fasilitas kesehatan.

    c. Faktor pendorong (reinforcing factors)

    Merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya

    perubahan perilaku yang meliputi sikap dan perilaku petugas

    kesehatan maupun tokoh masyarakat. Perilaku ini sangat kompleks dan

    mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.

    F. Perilaku Pencegahan

    Perilaku pencegahan adalah mengambil tindakan terlebih dahulu

    sebelum kejadian (Noor, 2008). Pada dasarnya ada empat tingkatan

    pencegahan penyakit secara umum, yakni:

    1. Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention)

    Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha

    mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah

    dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini

    meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau pola

    hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah

    meningkatnya risiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola atau

  • kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat

    risiko terhadap penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara

    umum (Noor, 2008).

    Upaya pencegahan ini sangat kompleks dan tidak hanya merupakan

    upaya dari pihak kesehatan saja. Prakondisi harus diciptakan dengan

    multimitra, misalnya menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa

    bahwa rokok itu suatu kebiasaan yang kurang baik dan masyarakat mampu

    bersikap positif terhadap bukan perokok (Bustan, 2000). Sasaran

    pencegaahn tingkat dasar ini terutama kelompok masyarakat usia muda

    dan remaja, dengan tidak mengabaikan orang dewasa dan kelompok

    manula (Noor, 2008).

    2. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)

    Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) merupakan suatu

    usaha pencegahan penyakit melalui usaha mengatasi atau mengontrol

    faktor-faktor risiko dengan sasaran utamanya orang sehat melalui usaha

    peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta

    usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu. Pencegahan tingkat

    pertama ini didasarkan pada hubungan interaksi antara penjamu (host),

    penyebab (agent/pemapar), lingkungan dan proses kejadian penyakit

    (Noor, 2008).

    Sasaran pencegahan tingkat pertama ini ditujukan kepada faktor

    penjamu seperti perbaikan gizi, pemberian imunisasi, peningkatan

    kehidupan sosial dan psikologis individu dan masyarakat serta

    peningkatan ketahanan fisik individu (Noor, 2008).

    3. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)

    Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang

    terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini serta

    pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama pencegahan

    tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah meluasnya

    penyakit/terjadinya wabah pada penyakit menular dan untuk

  • menghentikan proses penyakit lebih lanjut serta mencegah komplikasi

    (Noor, 2008).

    Salah satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adalah menemukan

    penderita secara aktif pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan

    berkala pada kelompok populasi tertentu, melakukan penyaringan

    (screening) untuk mencari penderita secara dini, surveilans epidemiologi

    untuk mendapatkan keterangan tentang proses penyakit yang ada dalam

    masyarakat (Noor, 2008).

    4. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

    Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan

    pencegahan dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu,

    dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah

    terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah

    mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti pengobatan dan perawatan

    khusus penderita kencing manis, tekanan darah tinggi, gangguan saraf dan

    lain-lain serta mencegah terjadinya cacat maupun kematian karena

    penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi (Noor, 2008).

  • G. Kerangka Teori

    Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Skema 2.1 Kerangka Teori

    Sumber: Green dalam Notoatmodjo (2007), Nurkhalida (2003), Palmer &

    Williams (2007), Saing (2005)

    Faktor yang mempengaruhi

    hipertensi

    1. Umur

    2. Jenis kelamin

    3. Riwayat keluarga

    4. Genetik

    5. Kebiasaan merokok

    6. Mengkonsumsi

    natrium/garam

    7. Konsumi lemak jenuh

    8. Kebiasaan konsumsi

    minuman alkohol

    9. Obesitas

    10. Olahraga

    11. Stres

    Praktik pencegahan hipertensi

    Faktor yang mempengaruhi

    perilaku

    1. Faktor predisposisi

    (predisposing factors):

    a. Pengetahuan

    b. Sikap

    c. Tradisi dan kepercayaan

    d. Sistem nilai

    e. Tingkat pendidikan

    f. Tingkat sosial ekonomi

    2. Faktor pendukung (enabling

    factors):

    Ketersediaan sarana dan

    prasarana atau fasilitas

    kesehatan.

    3. Faktor pendorong (reinforcing

    factors):

    Sikap dan perilaku petugas

    kesehatan maupun tokoh

    masyarakat.

  • H. Kerangka Konsep

    Variabel bebas Variabel terikat

    Skema 2.2 Kerangka Konsep

    I. Variael Penelitian

    Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori, yaitu:

    1. Variabel bebas (independent variabel)

    Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah

    pengetahuan dan sikap.

    2. Variabel terikat (dependent variabel)

    Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah praktik

    pencegahan hipertensi

    J. Hipotesis

    Berdasarkan landasan teori yang telah dibuat, maka hipotesis yang dapat

    dirumuskan adalah:

    1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik pencegahan hipertensi

    pada remaja di SMAN 15 Semarang

    2. Ada hubungan antara sikap dengan praktik pencegahan hipertensi pada

    remaja di SMAN 15 Semarang.

    Pengetahuan

    Sikap

    Praktik pencegahan

    hipertensi