turp sindrom

28
BAB I PENDAHULUAN Pembedahan prostat transuretral (TURP) masih merupakan salah satu terapi standar dari Hipertropi Prostat Benigna (BPH) yang menimbulkan obstruksi uretra. Operasi ini sudah dikerjakan mulai beberapa puluh tahun yang lalu di luar negeri dan berkembang terus dengan makin majunya peralatan yang dipakai. Terapi ini semakin populer karena trauma operasi pada TURP jauh lebih rendah dibandingkan dengan prostatektomi secara terbuka. TURP adalah operasi kedua terbanyak yang dilakukan oleh ahli bedah setelah operasi katarak pada pria dengan umur lebih dari 65 tahun Karena seringnya tindakan ini dilakuan maka komplikasi tindakan serta pencegahan komplikasi semakin banyak diketahui. Salah satu komplikasi yang penting dari TURP adalah intoksikasi air dan hiponatremi dilusional yang disebut Sindrom TURP yang bisa berakhir dengan kematian. Sindrom TURP adalah suatu komplikasi yang paling sering dan paling menakutkan dalam pembedahan urologi endoskopik. Di tangan para ahli yang berpengalamanpun, Sindrom TUR dapat terjadi pada 2% kasus dengan mortalitas yang masih tinggi. Suatu penelitian yang dilakukan di Filipina menunjukkan angka kekerapan sebesar 6%. Penelitian yang lain menunjukkan frekuensi Sindom TURP sampai 10%. Hampir 5-10% pasien yang menjalani operasi TUR mengalami 1

Upload: santri-dwizamzami-nasution

Post on 31-Jul-2015

415 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: turp sindrom

BAB I

PENDAHULUAN

Pembedahan prostat transuretral (TURP) masih merupakan salah satu terapi standar dari

Hipertropi Prostat Benigna (BPH) yang menimbulkan obstruksi uretra. Operasi ini sudah

dikerjakan mulai beberapa puluh tahun yang lalu di luar negeri dan berkembang terus dengan

makin majunya peralatan yang dipakai. Terapi ini semakin populer karena trauma operasi pada

TURP jauh lebih rendah dibandingkan dengan prostatektomi secara terbuka. TURP adalah

operasi kedua terbanyak yang dilakukan oleh ahli bedah setelah operasi katarak pada pria

dengan umur lebih dari 65 tahun Karena seringnya tindakan ini dilakuan maka komplikasi

tindakan serta pencegahan komplikasi semakin banyak diketahui. Salah satu komplikasi yang

penting dari TURP adalah intoksikasi air dan hiponatremi dilusional yang disebut Sindrom

TURP yang bisa berakhir dengan kematian.

Sindrom TURP adalah suatu komplikasi yang paling sering dan paling menakutkan

dalam pembedahan urologi endoskopik. Di tangan para ahli yang berpengalamanpun, Sindrom

TUR dapat terjadi pada 2% kasus dengan mortalitas yang masih tinggi. Suatu penelitian yang

dilakukan di Filipina menunjukkan angka kekerapan sebesar 6%. Penelitian yang lain

menunjukkan frekuensi Sindom TURP sampai 10%. Hampir 5-10% pasien yang menjalani

operasi TUR mengalami absorbsi sejumlah kecil (1-2 liter) cairan. Maka dari itu

penting bagi seorang anestesiolog mengetahui manifestasi dari sindrom ini untuk dapat

mengambil suatu keputusan yang dapat menyelamatkan pasien dari efek samping yang

berbahaya

1

Page 2: turp sindrom

BAB II

TURP

II.1 Definisi

TURP (Transurethral Resection of the Prostate) adalah suatu tindakan endoskopis

pengurangan masa prostat (prostatektomi) dengan tujuan agar urin dapat mengalir lancar.

Pada operasi ini dilakukan dengan alat endoskopi yang dimasukkan kedalam uretra.

Pengerokan jaringan prostat dilakukan dengan bantuan elektrokauter.1

II.2 Indikasi

Secara umum indikasi TURP adalah pasien dengan gejala sumbatan yang

menetap, progresif akibat pembesaran prostat, atau tidak dapat diobati dengan terapi obat

lagi. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang

dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi Operasi ini dilakukan pada

prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram. 2

Menurut Agency for Health Care Policy and Research guidelines, indikasi absolut

pembedahan pada BPH adalah sebagai berikut3 :

1. Retensi urine yang berulang.

2. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat.

3. Gross hematuria berulang.

4. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli.

5. Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli.

6. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu

akibat pembesaran prostat.

2

Page 3: turp sindrom

III.3 Kontraindikasi

TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasikan pada pasien

tertentu. Hampir semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan

kondisi komorbid pasien dan kemampuan pasien dalam menjalani prosedur bedah dan

anestesi.  Kontraindikasi relatif antara lain adalah status kardipulmoner yang tidak stabil

atau adanya riwayat kelainan perdarahan yang tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru

mengalami infark miokard dan dipasang stent arteri koroner sebaiknya ditunda sampai 3

bulan bila akan dilakukan TURP.4

Pasien dengan disfungsi spingter  uretra eksterna seperti pada penderita miastenia

gravis, multiple sklerosis, atau Parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak boleh

dilakukan TURP karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi. Demikian pula

pada pasien yang mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerusakan sfingter

uretra eksterna. TURP akan menyebabkan hilangnya sfingter uretra internal sehingga

pasien secara total akan tergantung pada fungsi otot sfingter eksternal untuk tetap

kontinen. Jika sfingter eksternal rusak, trauma, atau mengalami disfungsi, pasien akan

mengalami inkontinesia.4

Kontrandikasi yang lain adalah pasien kanker prostat yang baru menjalani

radioterapi terutama brachyterapi atau krioterapi dan infeksi saluran kencing yang aktif.4

III.5 Komplikasi

Komplikasi dari dilakukannya TURP adalah :

Komplikasi Intraoperatif

1. Perdarahan

2. Perforasi

3. Sindrom TURP

4. Trauma sfingter uretra externa

Komplikasi Postoperatif

1. Ejakulasi retrograde

3

Page 4: turp sindrom

2. Infeksi saluran kemih

3. Inkontinensia uri

4. Striktur uretra

5. Myocard infark

4

Page 5: turp sindrom

BAB III

SINDROM TURP

III.1 Definisi

Sindrom TURP adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan

gejala akibat gangguan neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan oleh

diserapnya cairan irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada kapsul prostat

yang terjadi selama operasi. Hiponatremia, hipovolemia, dan kadang hiperamonemia

mungkin terjadi.5

III.2 Etiologi

Sindrom TURP disebabkan oleh absorbsi masif dari cairan irigasi. Absorbsi masif

tersebut tergantung oleh6 :

- Proses TURP yang lama : absorbsi meningkat jika reseksi dilakukan lebih dari

90 menit.

- Tekanan intravaskuler meningkat, karena tinggi bagian irigasi lebih dari 60

cm di atas lokasi pembedahan.

- Banyak sinus prostat yang terbuka. Semakin besar prostat yang direseksi,

semakin banyak sinus prostat yang terbuka.

- Jenis cairan irigan yang digunakan.

Cairan irigasi

Reseksi kelenjar prostate transuretra dilakukan dengan mempergunakan cairan

irigasi agar daerah yang di irigasi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan

elektrolit / ionik tida k bisa digunakan untuk irigasi saat TURP karena cairan tersebut

mendispersi aliran elektrokauter dan menyebabkan hantaran saat operasi. Syarat cairan

yang dapat digunakan untuk TURP adalah : isotonik, non-hemolitik, electrically inert,

non-toksik, transparan, mudah untuk disterilisasi dan tidak mahal. Akan tetapi sayangnya

cairan yang memenuhi syarat seperti di atas belum ditemukan.6

5

Page 6: turp sindrom

Untuk TURP biasanya menggunakan cairan nonelektrolit hipotonik sebagai cairan

irigasi seperti air steril, Glisin 1,5% (230 mOsm/L), atau campuran Sorbitol 2,7% dengan

Mannitol 0,54% (230 Osm/L). Cairan yang boleh juga dipakai tapi jarang digunakan

adalah Sorbitol 3,3%, Mannitol 3%, Dekstrosa 2,5-4% dan Urea 1%.6

a. Air steril / akuades (H2O)

Walaupun air steril memiliki banyak kualitas yang diperlukan sebagai cairan

irigasi yang ideal, kerugian dalam penggunaannya adalah air dapat menyebabkan

hipotonisitas yang ekstrim, hemolisis, hiponatremia delusional dan gagal ginjal serta

syok. Air / Akuades (H20) menunjukkan visibilitas yang bagus karena air dengan sifat

hipotonisnya melisis sel darah merah, tetapi absorbsi yang signifikan bisa menghasilkan

acute water intoxication. Penggunaan air sebagai cairan irigasi dilarang hanya pada

reseksi transurethral tumor bladder.6

b. Glycine 1.2%, 1.5%. 2.2%:

Glycine, asam amino endogen dianjurkan sebagai cairan irigasi yang sesuai,

mengingat beberapa keuntungannya yaitu : harganya murah walaupun tidak semurah air

steril, isotonik dengan plasma hanya pada konsentrasi 2,2% namun efek samping glisin

pada konsentrasi ini lebih banyak. Osmolaritas glisin dengan konsentrasi 1,5% adalah

230 mOsm/liter bila dibandingkan dengan osmolalitas serum 290 mOsm/liter sehingga

toksisitas ginjal dan kardiovaskular dapat terjadi. Penurunan konsentrasi glisin dapat

menyebabkan komplikasi yang lebih banyak akibat hipotonisitasnya sehingga tidak dapat

lagi digunakan sebagai cairan irigasi. Keuntungan glisin 1,5% bila dibandingkan dengan

air steril adalah tendensitasnya menyebabkan gagal ginjal dan hemolisis yang lebih

rendah.6

c. Mannitol 3%

6

Page 7: turp sindrom

Mannitol dianggap tidak memiliki toksisitas yang disebabkan glisin, namun dapat

mendorong air keluar dari sel sehingga dapat menyebabkan overload dari sirkulasi.

Disamping itu harganya lebih mahal dibandingkan glisin. Ekskresinya melalui ginjal

sehingga akan menurun pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.6

d. Dekstrosa 2.5% - 4%

Tidak digunakan lagi secara luas karena dapat menyebabkan membakar jaringan

yang direseksi dan berkaitan dengan hiperglikemia apabila diabsorbsi ke dalam sirkulasi.

Juga tidak disukai karena membuat lengket instrumen dan sarung tangan ahli bedah saat

operasi. 6

e. Cytal

Cytal adalah campuran dari Sorbitol 2.7% dan Mannitol 0.54% banyak digunakan

di Amerika Serikat sebagai cairan irigasi, namun tidak popular di India karena harganya

yang mahal dan tidak tersedia secara luas. Didalam tubuh, Sorbitol dimetabolisme

menjadi fruktosa, yang dapat menimbulkan masalah baru pada pasien yang hipersensitif

terhadap fruktosa. 6

f. Urea 1%

Urea dapat menyebabkan kristalisasi pada intrumen selama reseksi maka dari itu

tidak dipilih untuk cairan irigasi. Berdasarkan keuntungan dan kerugian tersebut diatas

maka glisin 1,5% dan air steril yang paling sering digunakan sebagai cairan irigasi pada

operasi urologi endoskopi. 6

III.3 Faktor Risiko

7

Page 8: turp sindrom

Marrero menunjukkan frekuensi Sindrom TURP meningkat bila7:

Prostat yang ukurannya lebih dari 45 gr

Operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit

Pasien yang mengalami hiponatremi relative

Cairan irigasi 30 liter atau lebih

Oleh karena itu TURP hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa operasi

pasti dapat diselesaikan tidak lebih dari 90 menit. Tetapi menurut penelitian ternyata

Sindrom TURP dapat terjadi pada operasi yang berlangsung 30 menit.

Sebaliknya risiko Sindrom TURP akan menurun bila7:

Dipakai cairan irigasi yang tidak menimbulkan hemolisis (isotonik)

Tekanan cairan irigasi yang masuk (in flow) dijaga serendah mungkin

III.4 Patofisiologi dan Gejala Klinis

Sindrom TURP ini muncul intraoperatif maupun postoperatif dengan gejala sakit

kepala, kelelahan terus menerus, confusion, sianosis, dispnea, aritmia, hipotensi dan

seizure. Selain itu bisa berakibat lebih parah yaitu bisa bermanifestasi overload sirkulasi

cairan, toksisitas dari cairan yang digunakan sebagai cairan irigasi.

Sindrom TURP bisa terjadi setiap saat dan telah diobservasi awal setelah

pembedahan dimulai dan beberapa jam setelah pembedahan selesai Jumlah cairan yang

dapat memasuki daerah vaskularisasi dipengaruhi beberapa faktor yaitu : tekanan

hidrostatik dari cairan irigasi, jumlah venous sinus yang terbuka, lama reseksi / paparan

dan perdarahan vena yang terjadi. Tekanan hidrostatis cairan irigasi yang rendah,

semakin banyaknya vena yang terbuka saat reseksi dan semakin lama waktu reseksi

meningkatkan absorbsi air ke dalam sistem sirkulasi

1. Overload Sirkulasi

8

Page 9: turp sindrom

Uptake dari sejumlah kecil cairan irigasi dapat ditunjukkan pada setiap operasi

TURP melalui venous netwok of prostatic bed  Absorbsi cairan diteliti dengan cara

memeriksa udara ekspirasi dari etanol setelah penambahan etanol sampai dengan

konsentrasi lebih dari 1% ke dalam cairan irigasi. Uptake dari 1 liter cairan dalam satu

jam yang berkaitan dengan penurunan akut dari konsentrasi natrium serum 5-8 mmol/liter

adalah jumlah volume yang secara statistik meningkatkan resiko gejala terkait absorpsi

(absorption related symptoms).5

Reseksi biasanya berlangsung 45-60 menit dan rata-rata 20mL/menit dari cairan

irigasi diserap / diabsorbsi selama operasi TURP. Karena volume sirkulasi yang

meningkat, volume darah akan meningkat, tekanan sistolik dan diastolik meningkat dan

dapat menyebabkan gagal jantung. Absorbsi cairan mendilusi protein serum dan

menurunkan tekanan onkotik darah. Hal ini bersamaan dengan peningkatan tekanan

darah mendorong cairan dari vaskular menuju ke kompartmen interstisial, menyebabkan

edema paru dan serebri. 5

Ditemukan pada absorbsi langsung ke dalam sirkulasi, hampir lebih dari 70%

cairan irigasi terakumulasi dalam ruanginterstisiil (periprostatik, retroperitoneal ). Untuk

setiap 100 ml cairan yang memasuki ruangan interstisial 10-15 mEq Na ikut masuk ke

dalamnya. Durasi operasi berpengaruh pada jumlah absorbsi dan overload sirkulasi.

Morbiditas dan mortalitas ditemukan lebih tinggi pada operasi dengan waktu lebih dari

90 menit. Absorbsi intravaskular dipengaruhi ukuran prostat sedangkan absorbsi

interstisial dipengaruhi integritas kapsul prostat. Overload sirkulasi terjadi apabila berat

dari prostat lebih dari 45 gr. Faktor penting lainnya adalah tekanan hidrostatik dari

prostatic bed . Tekanan ini dipengaruhi ketinggian kolom cairan irigasi dan tekanan

dalam kandung kemih saat pembedahan. Tinggi yang ideal dari cairan adalah 60 cm

sehingga kira-kira 300 ml cairan dapat dihasilkan per menit untuk mendapatkan

penglihatan yang baik. 5

2. Water Intoxication

9

Page 10: turp sindrom

Beberapa pasien dengan sindrom TURP menunjukkan gejala intoksikasi air dan

kelainan neurologis disebabkan karena peningkatan jumlah air dalam otaknya. Pasien

awalnya menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah. Kejang dapat berkembang menjadi

koma dalam posisi deserebrasi. Terdapat klonus dan respon Babinski positif. Papiledema,

yaitu pupil yang terdilatasi dan bereaksi lambat dapat terjadi. EEG menunjukkan

tegangan rendah bilateral. Gejala ini muncul apabila level Natrium turun sampai di

bawah 15-20 mEq / liter di bawah level normal. 5

3. Hyponatremia – Hiperosmolaritas

Kehilangan natrium klorida dari cairan ekstraseluler atau penambahan air yang

berlebihan pada cairan ekstra seluler akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium

plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik

dan berhubungan dengan volume cairan ekstraseluler. Natrium penting dalam fungsinya

untuk eksitasi sel, terutama pada jantung dan otak. Hiponatremia dapat terjadi pasien

yang mengalami TURP melalui berbagai mekanisme5 :

1. Dilusi serum Na akibat kelebihan absorbsi cairan irigasi

2. Hilangnya Na menuju aliran cairan irigasi pada tempat reseksi prostat

3. Hilangnya Na menuju ruangan interstisial pada periprostat dan retroperitoneal

4. Jumlah besar glisin menstimulasi pelepasan atrial natriuretik peptida pada

kelebihan volume cairan menyebabkan natriuresis..

Gejala hiponatremia adalah gelisah, kebingungan, inkoheren, koma dan kejang.

Ketika Na serum turun sampai di bawah 120 mEq / liter, hipotensi dan penurunan

kontraktilitas miokardial terjadi. Dibawah 115 mEq / l, bradikardi dan perluasan dari

kompleks QRS pada EKG dapat terjadi, ektopik ventrikuler dan inversi gelombang T

dapat terjadi. Di bawah 100 mEq / liter maka kejang umum, koma, henti nafas,

Ventricular Tachycardia (VT), Ventricular Fibrillation (VF) dan henti jantung terjadi.

Kebutuhan Na dihitung berdasarkan formula :

Sodium Deficit = Normal serum Na - Estimated serum Na x Volume of body water

10

Page 11: turp sindrom

Namun gangguan fisiologis yang menyebabkan gangguan system saraf pusat

bukanlah hiponatremia tersebut melainkan hipoosmolalitas yang terjadi. Seperti yang kita

tahu bahwa sawar darah otak bersifat impermeabel terhadap natrium namun permeabel

terhadap air. Edema serebri terjadi akibat hipoosmolalitas akut yang terjadi meningkatkan

tekanan intrakranial, menyebabkan bradikardi dan hipertensi (Cushing reflex). 5

4. Glycine Toxicity

Kelebihan glisin yang diabsobrsi ke sirkulasi bersifat toksik pada jantung dan

retina dan dapat menyebabkan hiperammonia. Pada pasien glisin 1,5% berhubungan efek

subakut dari miokardium, muncul sebagai depressi atai inverse gelombang T. pada EKG

24 jam setelah pembedahan. Absorbsi lebih dari 500 ml menunjukkan dua laki resiko

jangka panjang acute myocardial infarction. ini yang menyebabkan jumlah mortalitas

yang lebih tinggi antara operasi transuretra vs open prostatectomy masih diperdebatkan

oleh urologis hingga saat ini. Dilutional hypocalcemia juga dapat menjadi penyebab

gangguan kardiovaskular ketika glisin di absorbsi. Namun kalsium dijaga tetap normal

secara cepat dengan mobilisasi kalsium dari tulang. Glisin adalah asam amino yang

berperan sebagai neurotransmitter utama pada system saraf pusat. Tempat kerja glisin

adalah terutama pada batang otak dan medulla spinalis berbeda dengan neurotransmitter

lainnya yaitu GABA yang bekerja pada area subkortikal dan kortikal area. Mekanisme

kerjanya diakibatkan dari hiperpolarisasi dari membran postsinaps dengan meningkatkan

hantaran klorida. Pada konsentrasi tinggi menyebabkan efek pada sistem saraf pusat dan

gangguan penglihatan. Glycolic acid, formal dan formaldehyde adalah metabolit lain dari

glisin yang juga menyebabkan gangguan penglihatan. Tanda seseorang mengalami

toksisitas glisin adalah mual, muntah, respirasi lambat, kejang, spell apneoea dan

sianosis, hipotensi, oligouria, anuria dan kematian. 5

Nilai normal glisin pada pria adalah 13-17 mg / liter. Glycine toxicity jarang pada

pasien TURP mungkin karena hampir seluruh glisin yang diabsorbsi ditahan pada ruang

periprostatik dan retroperitoneal yang tidak memiliki efek sistemik. 5

5. AmmoniaToxicity

11

Page 12: turp sindrom

Amonia adalah produk mayor dari metabolisme glisin. Konsentrasi ammonia

yang tinggi menekan pelepasan norepinefrin dan dopamine dalam otak. Hal ini

menyebabkan encephalopati TURP syndrome. Namun hal ini jarang terjadi pada

manusia. Karakteristik toksisitas yang terjadi adalah satu jam setelah pembedahan. Pasien

tiba-tiba mual dan muntah dan menjadi koma. Ammonia darah meningkat menjadi 500

mikromol / liter (nilai normal : 11-35 mikromol / liter). Hyperammonemia dapat bertahan

sampai lebih dari 10 jam paska operasi karena glisin secara kontinu diabsorbsi dari ruang

periprostat. 5

Mekanisme mengapa hiperammonia tidak diderita oleh semua pasien yang

mengalami TURP masih belum jelas. Hiperamonia mengimplikasikan bahwa tubuh tidak

dapat memetabolisme glisin secara sempurna melalui glisin cleavage system., citric acid

cycle dan konversi glycolic dan glioxylic acid. 5

Mekanisme lain yang dapat menjelaskan adalah defisiensi arginin. Amonia

normalnya diubah menjdi urea dalam hati melalui ornithine cycle. Arginin adalah produk

intermediet dari siklus ini. Defisiensinya menandakan bahwa ornithine cycle tidak

berlangsung sempurna dan terjadi akumulasi amonia. 5

6. Hipovolemi, Hipotensi

Tanda hemodinamika klasik dari Sindrom TURP, ketika glisin digunakan sebagai

cairan irigasi,terdiri dari transient arterial hipertension, yang bisa tidak muncul jika

pendarahan berlebihan, diikuti dengan perpanjangan hipertensi. Pelepasan substansi

jaringan prostatik dan endotoksin menuju sirkulasi dan asidosis mtabolik yang bisa

berkontribusi terhadap hipotensi. Kehilangan darah saat Sindrom TURP akan

menimbulkan hipovolemia, menyebabkan kehilangan kemampuan mengangkut oksigen

secara signifikan sehingga bisa menuju iskemia myokardial dan infark miokard.

Kehilangan darah berkorelasi dengan ukuran kalenjar prostat yang direseksi, lamanya

pembedahan dan skill dari operator. Rata-rata kehilangan darah saat TURP adalah

10ml/gram dari reseksi prostat. 5

12

Page 13: turp sindrom

7. Gangguan Penglihatan

Salah satu komplikasi dari Sindrom TURP adalah kebutaan sementara, pandangan

berkabut, dan melihat lingkaran disekitar objek. Pupil menjadi dilatasi dan tidak

merespons. Lensa mata normal. Gejala bisa muncul bersamaan dengan gejala lain dari

Sindom TURP atau bisa juga menjadi gejala yang tersembunyi. Penglihatan kembali

normal 8-48 jam setelah pembedahan. Kebutaan TURP disebabkan oleh disfungsi retina

yang kemungkinan karena keracunan glisin. Karena itu persepsi dari cahaya dan refleks

mengedipkan mata dipertahankan dan respon pupil terhdap cahaya dan akomodasi hilang

pada kebutaan TURP, tidak seperti kebutaan yang disebabkan karena disfungsi kortikal

serebri. 5

8. Perforasi

Perforasi dari kandung kemih bisa terjadi saat TURP berkaitan dengan instrumen

pembedahan, pada reseksi yang sukar, distensi berlebihan dari kantung kemih dan letusan

didalam kantung kemih. Perforasi instrumen dari kapsul prostatik telah diestimasi terjadi

pada 1% dari pasien yang melakukan TURP. Tanda awal dari perforasi, yang sering tidak

diperhatikan adalah penurunan kembalinya cairan irigasi dari kantung kemih. Dan diikuti

oleh nyeri abdomen, distensi dan nausea. Bradikardi dan hipotensi arterial juga

ditemukan. Juga ada resiko tinggi kesalahan diurese spontan. Pada perforasi

intraperitoneal, gejalanya berkembang lebih cepat. Nyeri alih bahu yang berkaitan dengan

iritasi pada diafragma merupakan gejala khas Pallor, diaphoresis, rigiditas abdomen,

nausea, muntah dan hipotensi bisa terjadi. Perforasi ekstraperitonial, pergerakan refleks

dari ekstemitas bawah bisa terjadi. 5

Letusan didalam kantung kemih jarang terjadi. Kauter dari jaringan prostat

dipercaya bias membebaskan gas yang mudah terbakar. Secara normal, tidak cukup

oksigen yang terdapat didalam kantung kemih agar bisa terjadi letusan. Tetapi jika udara

masuk bersama dengan cairan irigasi akan bisa berakibat timbulnya ledakan. 5

9. Koagulopati

13

Page 14: turp sindrom

DIC (Disseminated Intravasculer Coagulation) bisa terjadi berkaitan dengan

pelepasan partikel prostat yang kaya akan jaringan thrombopalstin menuju sirkulasi yang

menyebabkan fibrinolisis sekunder. Dilutional trombositopenia bisa memperbusuk

situasi. DIC bisa dideteksi pada darah dengan timbulnya penurunan jumlah platelet, FDP

(Fibrin Degradation Products) yang tinggi (FDP > 150 mg/dl) dan plasma fibrinogen

yang rendah (400 mg/dl). 5

10. Bakteremia, Septisemia dan Toksemia

Sekitar 30% dari semua pasien TURP memiliki urin yang terinfeksi saat

preoperatif. Ketika prostat sinus vena terbuka dan digunakan irigasi dengan tekanan

tinggi, maka bakteri akan masuk menuju sirkualsi. Pada 6% pasien, bakteremia menjadi

septisemia. Absorbsi dari endotoksin bakteri dan produksi toksin dari koagulasi jaringan

akan berakibat keadaan toksik pada pasien postoperatif. Gemetar yang parah, demam,

dilatasi kapiler dan hipertensi bisa terjadi secara temporer pada pasien ini. 5

11. Hipotermia

Hipotermia merupakan observasi yang selalu dilakukan pada pasien yang akan

dilakukan TURP. Penurunan dari suhu tubuh akan mengubah situasi hemodinamika, yang

mengakibatkan pasien menggigil dan peningkatan konsumsi oksigen. Irigasi kandung

kemih merupakan sumber utama dari hilangnya panas dan penggunaan cairan irigasi pada

suhu ruangan menghasilkan penurunan suhu tubuh sekitar 1o C - 2oC. Ini diperburuk oleh

keadaan ruangan operasi yang bersuhu dingin. Pasien geriatri diduga akan mengalami

hipotermia karena disfungsi otonom. Vasokonstriksi dan asidosis bisa berefek pada

jantung dan berkontribusi terhadap manifestasi sistem saraf pusat. Menggigil juga bisa

diperparah oleh pendarahan dari tempat reseksi. 5

Bila pasien mengalami anestesi umum, maka diagnosa dari sindrom TURP

menjadi sulit dan sering terlambat. Salah satu tanda sindromTURP jika pasien sedang

14

Page 15: turp sindrom

mendapatkan anestesi adalah kenaikan dan penurunan tekanan darah yang tidak dapat

diterangkan sebabnya. Perubahan EKG dapat berupa irama nodal, perubahan segmen ST,

munculnya gelombang U, dan komplek QRS yang melebar. Pada pasien yang mengalami

sindrom TURP, pulihnya kembali kesadaran karena anestesi dan khasiat muscle relaxant

dapat terlambat. 5

III.5 Penatalaksanaan

Terapi Sindrom TURP meliputi koreksi berbagai mekanisme patofisiologikal yang

bekerja pada homeostasis tubuh. Idealnya terapi tersebut harus dimulai sebelum tejadi

komplikasi sistem saraf pusat dan jantung yang serius. Ketika Sindrom TURP didiagnosa,

prosedur pembedahan sebaiknya diakhiri secepatnya. Kebanyakan pasien bisa dimanajemen

dengan restriksi cairan dan diuretic loop. 7

Identifikasi gejala awal sindrom TURP dan pencegahan, penting untuk mencegah efek

yang fatal bagi pasien yang mengalami pembedahan endoskopik. Hiponatremia yang terjadi

sebelum operasi harus dikoreksi terutama pada pasien yang menggunakan obat-obatan diuretic

dan diet rendah garam. Antibiotic profilaksis memiliki peran dalam pencegahan bakterimia dan

septisemia. Central Venous Pressure (CVP) monitoring atau kateterisasi arteri pulmonalis

diperlukan untuk pasien dengan penyakit jantung. Tinggi ideal cairan irigasi adalah 60 cm.

Untuk mengurangi timbulnya sindrom TURP operator harus membatasi diri untuk tidak

melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping itu beberapa operator memasang sistotomi

suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke

sistemik. Untuk kasus dengan operasi lebih dari satu jam staging TURP harus dilakukan. Kapsul

prostat harus dijaga dan distensi kandung kemih harus dicegah. Caranya dengan sering

mengosongkan kandung kemih.7

Koreksi hiponatremia sebaiknya dilakukan dengan diuresis dan pemberian salin

hipertonis 3-5% secara lambat dan tidak lebih dari 0,5 meq/per 1 jam atau tidak lebih cepat dari

100 ml/jam. Tepatnya 200 ml salin hipertonis diperlukan untuk mengkoreksi hiponatremia.

Pemberian secara cepat dari salin akan mengakibatkan edema paru dan central pontine

myelinolysis. Dua pertiga dari salin hipertonis mengembalikan serum sodium dan osmolaritas,

sedangkan 1/ 3 meredistribusi air dari sel menuju ruang ekstraseluler, dimana akan diterapi

dengan terapi diuretik menggunakan furosemide. 7

15

Page 16: turp sindrom

Furosemide sebaiknya diberikan dengan dosis 1 mg/kg bb secara intravena. Tetapi,

penggunaan furosemide dalam terapi Sindrom TURP dipertanyakan karena meningkatkan

ekskresi natrium. Oleh sebab itu 15% manitol disarankan sebagai pilihan, dalam kaitan dengan

kerjanya yang bebas dari ekskresi natrium dan kecenderungan untuk meningkatkan osmolaritas

ekstraseluler. Oksigen harus diberikan dengan penggunaan nasal kanul. Edema paru sebaiknya

dimanajemen dengan intubasi dan ventilasi dengan penggunaan 100% oksigen. 7

Gas darah, hemoglobin dan serum sodium dinilai. Kalsium intravena bisa digunakan

untuk merawat gangguan gangguan jantung akut saat pembedahan. Kejang sebaiknya diterapi

dengan diazepam / midazolam / barbiturat / dilantin aau penggunaan pelemas otot tergantung

dari tingkat keparahannya. Gejala hiponatremia yang bisa berakibat seizure bisa dihubungkan

dengan dosis kecil dari midazolam (2-4 mg), diazepam (3-5 mg), thiopental (50-100 mg).

Kehilangan darah diterapi dengan transfusi PRC. Pada kasus dengan DIC, maka fibrinogen 3-4

gram sebaiknya diberikan secara intravena diikuti dengan infus heparin 2000 unit secara bolus

( dan kemudian diberikan 500 unit tiap jam). Fresh Frozen Plasma (FFP) dan platelet juga bias

digunakan tergantung dari jenis koagulasinya.8

Drainase pembedahan dari cairan retroperitoneal pada kasus perforasi bisa menurunkan

morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Arginin dapat diberikan sebagai tambahan infuse

glisin untuk menurunkan efek toksik dari glisin pada jantung. Mekanisme bagaimana arginin

memproteksi jantung belum diketahui. Phenytoin yang diberikan secara intravena (10-20 mg/kg)

juga harus dipertimbangkan untuk memperoleh aktivitas antikonvulsan. Intubasi endotrakeal

secara umum disarankan untuk mencegah aspirasi sampai status mental pasien menjadi normal.

Jumlah dan kadar salin hipertonik (3-5 %) diperlukan untuk mengkoreksi hiponatremia menjadi

batas / level yang aman, yang didasarkan konsentrasi serum sodium pasien. Solusi salin

hipertonis harus tidak diberikan dengan kecepatan tidak lebih dari 100 ml/jam sehingga tidak

menimbulkan eksaserbasi overload dari cairan sirkulasi. Hipotermi dapat dihindari dengan

meningkatkan suhu ruang operasi, penggunaan selimut hangat dan menggunakan cairan irigasi

dan intravena yang telah dihangatkan sampai suhu 370 C.8

Manajemen pasien yang mengalami koma harus meliputi oksigenasi, sirkulasi yang

memadai, penurunan tekanan intrakranial, penghentian kejang, terapi infeksi, menjaga

keseimbangan asam basa dan elektrolit dan suhu tubuh. Pemantauan yang dilakukan glukosa,

elektrolit (Na, K, Ca,. Cl, CO3, PO4), urea kreatinin, osmolaritas, glisin, dan

16

Page 17: turp sindrom

amonia.Pemeriksaan gas darah dapat melihat PH, PO2, PCO2, dan karbonat. Perlu juga

dilakukan EKG untuk memonitor fungsi kardiovaskular. 7

III.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dari sindrom TURP adalah sebagai berikut :

Sianotik

Hipotensi

Cardiac arrest

Gejala neurologi : mula-mula mengalami letargi dan kemudian tidak sadar, pupil

mengalami dilatasi dan dapat terjadi kejang tonik klonik dan dapat berakhir dengan koma

Koagulopati

Pada Sindrom TUR dapat terjadi Disseminated Intravasculer Coagulation (DIC) yang

terjadi akibat lepasnya partikel prostat yang mengandung tromboplastin dalam jumlah

besar ke dalam peredaran darah dan menyebabkan fibrinolisis sekunder. DIC ini dapat

diketahui dari turunnya kadar trombosit dan meningkatnya Fibrin Degradation Product

(FDP) serta kadar fibrinogen yang rendah

Bakteriemia dan Sepsis

Pada 30% penderita yang dilakukan TURP sudah terjadi infeksi sebelum operasi. Bila

sinus vena prostat terbuka sebelum operasi dan dilakukan irigasi dengan tekanan tinggi

maka kuman bisa masuk ke dalam peredaran darah dan terjadi bakteremia. Pada 6%

pasien bakteremia ini menyebabkan sepsis

Hipotermi

Hipotermi sering terjadi pada pasien yang mengalami TURP. Irigasi kandung kencing

merupakan penyebab penting kehilangannya panas tubuh dan hal ini ditambah dengan

suhu kamar operasi yang rendah. Hipotermi sering terjadi pada penderita lanjut usia

karena gangguan saraf otonomik.

BAB IV

KESIMPULAN

17

Page 18: turp sindrom

Dari tulisan di atas adapun kesimpulan sebagai berikut :

1. Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus vena pada prostat

dan memungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi. Absorbsi dari cairan dalam

jumlah yang besar (2 liter atau lebih) menghasilkan konstelasi gejala dan tanda yang

disebut dengan sindrom TURP.

2. Cairan yang tersering digunakan sebagai cairan irigasi adalah air steril dan glisin yang

bersifat hipotonik.

3. Sindrom TURP dipengaruhi beberapa hal diantaranya : terbukanya sinus prostat saat

pembedahan, tekanan irigasi, durasi operasi dan cairan irigasi yang bersifat hipotonik.

4. Manifestasi klinis yang muncul diakibatkan karena peningkatan jumlah air (larutan

hipotonik) yang menyebabkan dilutional hiponatremia, hipoosmolalitas, hiperglisinemia,

hiperammonemia.

5. Sindrom TURP ini muncul intraoperatif maupun postoperatif dengan gejala sakit kepala,

kelelahan terus menerus, confusion, sianosis, dispnea, aritmia, hipotensi dan seizure.

Selain itu bisa berakibat lebih parah yaitu bisa bermanifestasi overload sirkulasi cairan,

toksisitas dari cairan yang digunakan sebagai cairan irigasi.

6. Prinsip penanganan sindrom TURP yang utama adalah pencegahan, restriksi cairan,

diuretic loop, serta terapi intensif untuk pasien yang mengalami koma.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: turp sindrom

1. Transurethral Resection of the Prostate. Available at :

http://www.mayoclinic.com/health/turp/MY00633/. Accessed on : July 1, 2012.

2. Pembesaran prostat jinak. Available at:

http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/12/pembesaran-prostat-jinak.

Accessed on : July 1, 2012.

3. Collins MA. Transurethral Resection of the Prostate. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/449781-overview#a1. Accessed on : July 1, 2012.

4. Marrero AS, Prodigalidad AM, Ambrosio AZ. Prediction and Early Diagnosis of

Transurethral Prostatectomy Syndrome. Available at :

http://members.tripod.com/nktiuro/paper2.htm. Accessed on : July 1, 2012.

5. Moorthy HK, Philip S. TURP Syndrome - Current Consept in Pathology and Physiology.

Indian J Urology 2001; 17 : 97-102.

6. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York :

McGraw- Hill. 2006. p. 838 – 60.

7. Mutlu M, Titiz M. Hyponatremia and Neurological Manifestation of TURP

syndrome.The Internet Journal of Anesthesiology 2007; 12(1): 235 – 70.

8. Hahn RG. Fluid Absobrtion in Endoscopy Surgery. British Journal of Anesthesiology

2006; 96:8-20.

19