bab i, bab ii metlit
DESCRIPTION
vjhhjTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Proses penyembuhan luka telah terbukti dapat dipercepat dengan manipulasi farmakologis.
Namun sampai saat ini umumnya seorang dokter/ ahli bedah berperan pasif dan salah dalam
membantu proses penyembuhan luka dengan memakai bahan-bahan topical yang malah bersifat
sitotoksin seperti merkurokrom, H2O2, asam asetat, dan berbagai bahan pembersih. Konsep
perawatan luka yang dianut saat ini ialah menjamin luka tidak kering dan menciptakan suatu
kondisi yang lembab sehingga proliferasi sel tidak terganggu dan infeksi tidak terjadi.
Berdasarkan hal ini maka pemilihan bahan penutup luka sangat penting dalam menjamin
penyembuhan luka.1,2,5
Saat ini penelitian-penelitian mengenai proses penyembuhan luka dan prinsip penanganannya
telah begitu maju dengan melibatkan hal seperti penggunaan growth factor, debridement secara
kimiawi dan penemuan berbagai jenis bahan penutup luka yang dapat disesuaikan dengan
kondisi luka. Sebuah penelitian eksperimental yang dilakukan oleh Dali dan Noer (2000)
menyimpulkan bahwa proses epitelialisasi pada luka Superficial Partial Thickness lebih cepat
secara bermakna dengan menggunakan amnion dibandingkan tulle. Longaker dan Adzik (1991)
juga membuktikan bahwa amnion memiliki efek terbentuknya jaringan parut yang minimal pada
proses penyembuhan luka. Lembaran amnion ini memiliki beberapa substant biologi akrif yaitu
angiogenetik yang berperan pada pembentukan jaringan granulasi dalam penyembuhan luka,
serta epidermal growth factor (EGF), kerinocyte growth factor (KGF), dan hepatocyt growth
factor (HGF) yang mempercepat proses epitelisasi luka.3,5,7,8,9
Pemilihan penutup luka yang benar pada prinsipnya ialah menjamin proses penyembuhan
luka berlangsung alamiah sehingga proliferasi sel tidak terganggu dan infeksi tidak terjadi.
Kasus-kasus luka yang ditutup kassa NaCL 0,9% di IRDB/ Poliklinik Bedah BLU RSU Prof
R.D. Kandou banyak yang lama sembuh dan meninggalkan parut hipertropik dan keloid yang
kurang baik secara estetis. Hal ini yang mendorong peneliti melakukan penelitian mengenai
sejauh mana efektifitas amnion untuk mencegah parut hipertrofik dibandingkan dengan kassa
1
NaCL 0,9% pada proses penyembuhan luka persekundam pada pasien yang datang ke Poliklinik
/ IRDB RSU. Prof. R.D. Kandou.
Untuk mengetahui keefektifan amnion dibandingkan kassa NaCL 0,9% maka penelitian ini
menggunakan populasi pasien dengan luka per sekundam, status gizi normal, berusia 15-55
tahun, dan tidak ada penyakit metabolik penyerta Penelitian ini akan dilakukan pada para
penderita yang berobat ke RSU. Prof. R. D. Kandou Manado dengan luka terbuka akibat trauma.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Apakah penggunaan Amnion sebagai penutup luka lebih baik dalam mencegah terbentuknya
parut hipertrofik dibandingkan kassa NaCL 0,9% pada proses penyembuhan luka persekundam.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui apakah penggunaan Amnion sebagai penutup luka lebih baik dalam
mencegah terbentuknya parut hipertrofik dibandingkan kassa NaCL 0,9% pada proses
penyembuhan luka persekundam.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan penelitian ini diharapkan penggunaan amnion sebagai bahan topical penutup
luka dapat mulai menjadi pilihan dalam merawat luka dengan penyembuhan persekundam di
BLU RSU Prof Dr. R. D. Kandou maupun di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang lain.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. LUKA DAN PENYEMBUHANNYA
2.1.1. Pengertian
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh (hilangnya kontinuitas jaringan).
Keadaan ini disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. Secara umum luka pada kulit terbagi atas luka
terbuka dan tertutup, dimana luka tertutup dapat terjadi dengan vitalitas kulit yang baik
sedangkan luka terbuka terjadi kerusakan kulit. Luka akan memicu terjadinya reaksi inflamasi
local yang kemudian berkembang menjadi reaksi sistemik dengan dilepasnya zat-zat toksin yang
berhubungan dengan proses imunologik tubuh, berupa complex lipoprotein yang menginduksi
SIRS.1,2,3,5,6,9
Penyembuhan luka adalah proses yang sangat teratur, diawali oleh kerusakan jaringan yang
diakhiri dengan pemulihan integritas dari jaringan. Penyembuhan luka merupakan suatu proses
usaha untuk membetulkan kerusakan yang terjadi agar dapat berfungsi kembali. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang abnormal akibat luka melalui proses penyembuhan. Hasil dari
proses ini adalah pembentukan jaringan fibrosis dengan parut pada semua jaringan kecuali tulang
dan hepar. Saat ini penelitian-penelitian mengenai proses penyembuhan luka dan prinsip
penangannya telah begitu maju dengan melibatkan hal seperti penggunaan growth factor,
debridement secara kimiawi dan penemuan berbagai jenis bahan penutup luka yang dapat
disesuaikan dengan kondisi luka.6,9
Luka dengan penyembuhan persekundam (secondary intention, spontaneous closure,
secondary wound closure) ialah suatu luka yang dibiarkan terbuka kemudian akan sembuh
dengan waktu yang lama, terutama pada fase proliferasi dimana terbentuk dahulu jaringan
granulasi untuk menutup defek luka, kemudian ditutup oleh jaringan epitel. Jika luka setelah
pembersihan dan debridement, dilakukan penutupan luka misalnya dengan jahitan, maka
diharapkan terjadi penyembuhan luka dengan penutupan primer (primary closure). Jika luka pada
keadaan tertentu dikhawatirkan akan mengalami infeksi seperti luka yang kotor, banyak jaringan
3
nekrotik, kontaminasi bakteri cukup bermakna atau luka traumatika lebih dari 6 jam, maka luka
dapat dirawat secara terbuka selama 7 hari. Jika kemudian tidak ada infeksi maka luka dapat
ditutup secara primer. Penyembuhan luka seperti ini disebut penyembuhan primer tertunda
(delayed primary closure).
2.1.2 PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Secara konseptual proses penyembuhan luka terdiri dari : fase inflamasi, fase proliferasi, dan
fase remodeling. Dahulu inflamasi juga disebut “lag phase”. Istilah itu dipublikasikan oleh
beberapa penulis pada beberapa generasi sebelumnya. Sekarang istilah ini tidak dipakai lagi dan
dianggap salah oleh karena proses penyembuhan luka dimulai sejak terjadi trauma dan bersifat
aktif dan dinamis.1,2,9
Selama fase inflamasi terjadi hemostatis dan reaksi inflamasi, dikarakteristik oleh adanya
fibroplasias, granulasi, kontraksi dan epitelisasi. Fase akhir yaitu fase “remodeling”, umumnya
ditandai oleh maturasi jaringan parut.
Fase penyembuhan luka ini tidak berdiri sendiri tapi saling tumpang tindih dalam suatu
keteraturan yang kompleks.7
1) Fase Koagulasi
Pada setiap perlukaan atau trauma pada jaringan terjadi kerusakan pembuluh
darah dan limfe, yang segera diikuti oleh vasokonstriksi oleh karena adanya pelepasan
katekolamin. Dengan adanya kerusakan pada endotel terjadi pemaparan kolagen tipe
protein lain yang merupakan komponen matriks ektraseluler platelet yang berada pada
daerah perdarahan dan terbentuk bekuan darah awal. Bekuan darah awal ini kemudian
diperkuat dengan adanya ikatan fibrinogen pada mebran sel. Proses ini lazim disebut
dengan agregasi platelet.
Agregasi dan aktivasi platelet ini menjadi sangat penting oleh karena merupakan
proses awal dimana dilepaskan berbagai sitokin yang mengatur proses penyembuhan
4
luka. Protein plasma yang mengadakan kontak dengan jaringan mengaktifkan jalur
intrinsic, dengan demikian kaskade koagulasi dimulai dimana protrombin diubah menjadi
thrombin, dan thrombin mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dan terbentuk bekuan
darah yang stabil.
2) Fase Inflamasi
Pada saat yang bersamaan dengan fase koagulasi, dimana terjadi aktivasi kaskade
komplemen juga terjadi aktivasi mast cell jaringan, dimana dilepaskan berbagai bahan
vasoaktif seperti bradikinin, serotonin, dan histamine, sedangkan platelet melepaskan
berbagai sitokin. Berbagai mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
dan proses kemotaksis.
Pada 24 jam pertama terjadi penumpukan sel-sel PMN sedangkan pada 2-3 hari
berikutnya terdiri dari makrofag. Dengan adanya sel radang ini terjadi proses fagositosis
sedangkan system komplemen menyebabkan opsonisasi sehingga luka menjadi bersih
dan bebas bakteri. Makrofag bukan hanya berperan sebagai fagosit tapi juga mensekresi
berbagai sitokin yang merupakan Growth factor (GF). Peptide ini mempengaruhi sel
endotel, fibroblast dan keratinosit dalam penyembuhan luka.
3) Fase Proliferasi, Fibroplast
Fase awalnya terbentuk endapan berlapis-lapis yang terdiri dari fibrin dan fibrinogen
dengan platelet dan makrofag didalamnya. Dengan adanya GF yang disekresi oleh
platelet dan makrofag terjadi aktivasi dari fibroblast, fibroblast berproliferasi dan menjadi
sel utama pada daerah luka pada hari 3-5, keadaan ini terjadi jika proses penyembuhan
luka tidak terganggu.
Disebut fibroplasi karena disini fibroblast sangat menonjol perannya selain berbagai
factor kemotaktik, factor pertumbuhan jaringan granulasi. Pembentukan jaringan
granulasi ini berakhir pada hari ke-4 sampai 21 setelah terjadinya luka. Jaringan granulasi
ini mempunyai ciri-ciri adanya anyaman longgar matriks fibrin, fibronektin, kolagen dan
glikosaminoglikan. Dalam matriks tersebut terdapat sel-sel makrofag dan fibroblast serta
pembuluh darah yang baru tumbuh masuk ke dalam jaringan. Dalam luka yang dalam,
5
jaringan granulasi berfungsi sebagai tempat berlangsungnya pertumbuhan jaringan baru
yang mengganti jaringan yang rusak. Dalam tahap granulasi, luka irisan mulai
mendapatkan kekuatan terhadap tekanan.
Dalam tahap awal setelah terjadi luka, sel-sel fibroplast bermigrasi ke dalam daerah
kerusakan dalam waktu 24 jam. Selama penyembuhan sel-sel fibroblast diaktivasi dan
mengalami letupan proliferasi dan aktivitas produksi. Pada awalnya diproduksi
fibrinolektin dalam jumlah banyak dan kemudian disintesis protein lain yang merupakan
komponen matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler tersebut termasuk kolagen, elastin
dan glikosaminoglikan. Sel-sel fibroblast mengatur dirinya dalam deretan pada sumbu
luka membentuk rangkaian sel yang akan berperan dalam kontraksi luka. Jenis fibroblast
yang muncul dalam luka memiliki khas. Fibroblast berubah menjadi lebih mobil daripada
fibroblast yang tidak aktif.5
Jenis fibroblast ini dapat berkontraksi. Dengan demikian penampilannya berada
diantara fibroblast dan sel-sel otot polos. Maka seringkali jenis fibroblast ini dinamakan
miofibroblast. Pada saat penyembuhan luka selesai sel-sel jenis tersebut menghilang.
Antara fibroblast dan sel miofibroblas dapat dibedakan dengan pengamatan melalui
mikroskopik electron serta ditemukan adanya kandungan vimentin, desmin dan aktin
dalam miofibroblas. Pada percobaan dengan biakan sel, sel-sel otot polos sebaliknya
dapat berubah secara reversible melalui sel miofibroblas sebagai bentuk peralihan.
Sampai kini belum diketahui faktor-faktor yang mengendalikan perubahan tersebut.
Berbagai factor secara rumit berpengaruh terhadap perilaku fibroblast dalam
pembentukan jaringan granulasi. Perilaku migrasi, proliferasi, aktivasi, produksi dan
degradasi dipengaruhi oleh factor yang berbeda.
Migrasi sel-sel fibroblast didorong oleh TGF-β yang dihasilkan oleh trombosit dan
keratinosit, sedangkan proliferasi didorong oleh thrombin dan serotonin yang dihasilkan
oleh trombosit, dan oleh IL-1 yang dihasilkan oleh keratinosit, dan oleh FGF yang
dihasilkan oleh sel-sel makrofag dan oleh EGF (epidermal growth factor) yang
dihasilkan oleh sel epidermis. Produksi kolagen dirangsang oleh IL-1 dan factor XIII, dan
produksi fibronektin dirangsang oleh thrombin, EGF dan TGF-β. Sedang aktivitas
oksidase ditingkatkan oleh serotonin. Untuk mengembalikan struktur jaringan ke bentuk
6
semula, dibutuhkan aktivitas degradasi sel-sel fibroblast oleh enzim kolagenase. Produksi
kolagenase ditingkatkan oleh rangsangan prostaglandin E2.
4. Fase Remodelling
Pada fase ini terjadi regulasi antara sintesis, deposisi dan degradasi dari ECM,
terutama kolagen. Degradasi terjadi akibat adanya matriks metalloproteinases (MMPs)
yaitu, kolagenase, gelatinase, dan stromelysin, sedangkan suatu protein yang disebut
Tissue Inhibitor of Matrix Metalloproteinases (TIMPs), secara spesifik menginaktifkaan
MMPs. Walaupun regulasi ini belum dipahami dengan baik, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa keseimbangan antara MMPs = TIMPs terjadi selama fase
remodeling.
Proses ini berjalan pelan, bisa sampai lebih dari satu tahun. Kolagen tipe 1 ini
berbentuk triple helix yang saling terkait dengan ikatan hydrogen antara aminohidrogen
dari residu glisil pada satu rantai dan asam glutamik pada rantai di sampingnya. Jenis
kolagen ini bisa berubah tergantung jenis molekul yang berkaitan dengan triple helix,
misalnya jika berkaitan dengan glukosa cenderung terbentuk kolagen tipe IV. Struktur ini
menjadi lebih kuat dengan adanya hidroksilasi rantai ini dengan pralin dan lisin.
Hidroksilasi ini memerlukan vitamin C.
Berbeda dengan anak dan orang dewasa, pada fetus penyembuhan luka kurang atau
tidak menimbulkan parut. Pada fetus kolagen yang terbentuk terutama terdiri dari kolagen
tipe IV dengan susunan seperti jala dengan ECM tetap kaya akan asam hialuronik.
Kondisi ini telah diamati pada fetus yang terpaksa dilakukan operasi intrauterine. Proses
ini lebih cocok disebut regenerasi dari proses penyembuhan luka.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :
Endogen : infeksi, koagulopati, gangguan system imun, keganasan, penyakit
kronik, local hipoksia, gizi, neuropati dan keadaan umum.
Eksogen : pasca radiasi, obat-obatan, pengaruh setempat, luka gigitan dan
artificial.
2.1.3. Pembentukan Jaringan Parut
7
Dalam proses penyembuhan luka, berlangsung penutupan luka melalui mekanisme
pengerutan. Proses pengerutan merupakan awal dari proses penutupan luka. Adanya pengerutan
tersebut menyebabkan ke dalam tepi-tepi jaringan yang terluka. Pengerutan luka mulai hari ke-8
sampai hari ke-10 setelah terjadi luka. Proses pengerutan berlangsung karena adanya fibroblast
dan matriks ekstraseluler. Ternyata dalam pengerutan terdapat tekanan sentrifugal yang
berlangsung terus. Besarnya kontraksi tidak tergantung bentuk luka.
Sintesis kolagen memegan peranan penting dalam tahap-tahap awal penyembuhan dan
pembentukan matriks granulasi. Produksi kolagen tetap merupakan proses utama dalam
penyembuhan luka untuk beberapa minggu setelah penutupan luka. Bahkan peran kolagen terus
berlanjut sampai dua tahun atau lebih agar bentuk semula dari struktur jaringan dapat kembali
normal. Kolagen merupakan komponen utama sebagai matriks ekstraseluler dalam kulit. Sekitar
60-80% dari berat kering kulit terdiri dari kolagen.
Sintesis dan degradasi kolagen dalam tubuh yang sehat diatur untuk mempertahankan
jumlah kolagen yang normal. Adanya ketidakseimbangan proses sintesis dan degradasi kolagen
melebihi degradasi, terjadi dalam kondisi penyakit seperti sceloderma atau penyimpangan proses
penyembuhan luka. Kegagalan pengaturan proses sintesis dan degradasi menyebabkan masalah
dalam pembentukan keloid. Sintesis kolagen berlangsung maksimal antara 14-21 hari. Setelah 21
hari kecepatan sintesis dan kepadatan kolagen dalam luka kembali pada tingkat normal.
2.1.4. Perawatan Luka
Perawatan luka dengan penyembuhan primer cukup dijaga tetap steril selama 24-48 jam.
Pada waktu ini biasanya epitelisasi sudah komplet sehingga tidak ada perawatan khusus.
Pada luka terbuka dengan penyembuhan persekundam, semua kotoran harus dikeluarkan dan
jaringan nekrotik harus dieksisi. Proses penyembuhan luka dapat optimal yaitu jika kondisi luka
lembab dan steril. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya secara klinik sterilitas luka
terbuka tidak mungkin tercapai. Dengan demikian penyembuhan luka lebih banyak tergantung
pada cara perawatan luka yang benar dimana lingkungan luka optimal untuk pertumbuhan sel.
8
Prosedur standard perawatan luka sesuai klasifikasinya
A. Penutupan luka secara primer
Luka steril (luka operasi) Primary Closure Primary Healing
Luka terkontaminasi Debridement Delayed Primary
Closure
( baru, < 8 jam ) Wound toilet
B. Penutupan luka secara sekunder
Luka terkontaminasi Debridement More Delayed
Closure
( lama, > 8 jam )
(infeksi)
Luka infeksi Debridement Further Delayed
Secondary Closure
Secondary Healing
(akan terjadi parut luka)
9
C. Penutupan luka secara tersier
Penutupan luka secara tersier bisa dengan usaha Skin Culture maupun Skin Grafting.
Cara perawatan luka yang benar adalah suatu usaha yang menjamin proses penyembuhan
luka berlangsung secara ilmiah tanpa adanya proses pengrusakan jaringan. Cara perawatan luka
demikian adalah suatu konsep perawatan luka yang dianut saat ini, dimana menjamin luka tidak
kering dan menciptakan suatu kondisi yang lembab. Pada keadaan yang lembab ini proliferasi
berbagai sel tidak terganggu termasuk sel-sel radang, sehingga infeksi tidak terjadi. Berdasarkan
hal ini maka pemilihan bahan penutup luka dan kandungannya menjadi sangat penting dalam
menjamin proses penyembuhan luka
2.2. PENUTUP LUKA4
2.2.1. Jenis Penutup Luka
Bahan penutup luka beserta kandungannya yang akan digunakan jangan sampai merugikan
proses penyembuhan luka (additional damage), seperti bahan penutup yang melekat pada luka
dan bahan topical yang bersifat sitotoksik yang langsung diaplikasikan pada luka.
Dalam dasawarsa terakhir, bahan penutup untuk luka yang akut dan kronis telah mengalami
perubahan dramatis. Dengan berkembangnya prinsip-prinsip perawatan luka, kini dapat
diperoleh bermacam-macam jenis bahan penutup luka. Dokter harus mencocokan sifat-sifat dari
bahan penutup ini dengan tipe luka yang dirawatnya.
Berikut ini adalah jenis-jenis penutup luka sesuai dengan bahan yang digunakan :
1. Conventional Dressing
Kassa kering / basah
Tulle grass
Pembebatan
2. Synthetic Dressing
Poly Urethane
Alginate
3. Skin Substitutes
Biological skin substitute (amnion, porcine, human skin)
10
Synthetic skin substitute (biobrane, ivalone, hydron)
4. Skin Cultures
Skin equivalent cultures
Complete skin culture
5. Skin Grafting
6. Skin Flapping (Vascular Reconstruction)
2.2.2. KASSA BASAH
Penutup luka terdiri dari bahan penutupnya (“Dresser”) dan kandungannya. Bahan penutup
luka umumnya sudah mencakup atau terpisah, “kassa basah” berarti bahan penutup luka yang
terdiri dari kassa steril sebagai dressernya dan larutan NaCL 0,9% sebagai kandungannya.
Kassa steril yang dilembabkan dengan NaCL 0,9% dapat dianggap sebagai bahan penutup
luka standard, banyak digunakan terutama di Negara berkembang oleh karena memenuhi syarat
sebagai bahan penutup luka. Cairan NaCL merupakan cairan isotonic, tidak toksik terhadap
jaringan, tidak menghambat proses penyembuhan luka dan tidak menyebabkan reaksi alergi atau
mengubah komposisi flora bakteri pada kulit, juga melembabkan luka dan mudah didapat.
Kerugiannya harus sering diganti, nyeri saat diganti dan sering melekat sehingga merusak
jaringan yang bertumbuh dibawahnya.
2.3.1. PENUTUP LUKA BIOLOGIS
Pada awalnya istilah penutup luka bahan biologis itu adalah benar-benar bahan yang biologis
seperti skin graft, akan tetapi sekarang telah berkembang sehingga bahan-bahan sintesis yang
dapat mempercepat perlekatannya dengan dasar luka serta dapat merangsang proses
penyembuhan luka, akan juga termasuk dalam kategori ini.
Penutup luka bahan biologis yang sering digunakan akhir-akhir ini adalah :
11
Autograft/ Homograft/ Allograft
Heterograft/ Xenograft
Amniotic membrane
Collagen Dressing
Synthetic :
o Biobrane
o Transcyte
o Integra
Suatu survey telah dilakukan terhadap penggunaan penutup luka biologis pada luka bakar
dangkal, luka bakar dalam, setelah tangensial eksisi, pada permukaan pasca luka bakar yang
bergranulasi luas dan kasar, pasca mesh graft dengan luka besar, pada bagian donor site STSG,
dalam hal ini digunakan membrane fetal manusia (selaput amnion) ternyata telah memberikan
hasil yang sangat memuaskan.
Ide untuk mempergunakan penutup biologis pada pengobatan luka bakar yang ekstensif telah
mengikat penggunaanya pada 10-15 tahun terakhir. Penggunaan amnion sebagai biological
dressing pada kasus-kasus luka bakar mulai menjadi perhatian para ahli, misalnya pada luka
bakar superficial (Douglas, 1952; Pigeon, 1960; Bose, 1979, Quinby dkk, 1982; Goebel dan
Schubert, 1990), serta sebagai penutup pada donor skin graft split thickness (Corocho dkk, 1974
dan Roberts, 1976).
Dua alasan utama penggunaanya adalah :
1. Peningkatan jumlah pasien dengan luka bakar ekstensif yang selamat dari fase akut
sehingga memerlukan program pengobatan rekonstruksi plastik yang komprehensif.
2. Pada tangensial eksisi (nekrotomi) pasca luka bakar dengan meninggalkan raw surface
yang luas sehingga dibutuhkan penutupan kulit yang luas dengan penyembuhan post
operatif yang cepat.
Penutup luka biologis haruslah memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
1. Haruslah dapat melekat dan bertumbuh baik pada permukaan luka
12
2. Dapat menurunkan pertumbuhan bakteri atau mencegah kontaminasi bakteri yang terjadi
kemudian pada permukaan luka
3. Menurunkan kehilangan cairan, mikroelemen-mikroelemen dan protein-protein dari
permukaan luka
4. Memiliki permeabilitas cairan atau gas, dari permukaan luka termasuk jaringan sekitar
luka
5. Mudah ditangani, yaitu saat diletakkan pada atau diangkat dari permukaan luka’
6. Dapat menghilangkan nyeri, dan meningkatkan perawatan cedera
7. Mudah ditangani, yaitu saat diletakkan pada atau diangkat dari permukaan luka
8. Dapat menghilangkan nyeri, dan meningkatkan perawatan cedera
9. Dapat menurunkan kemungkinan adanya pembentukan jaringan parut (scar) atau keloid
selama proses penyembuhan
10. Tersedia pada jumlah memadai dan harga yang wajar
11. Mudah didapat dan diolah sifat antigenitas rendah dan relative lebih murah
2.3. AMNION4
2.3.1. PENGERTIAN
Amnion adalah membran tipis transparan yang kuat dan tahan terhadap infeksi, dimana
berfungsi untuk melindungi embrio/ fetus sampai saat sebelum dilahirkan.
Secara anatomis, membran amnion terdiri dari 2 lapisan yang saling berhubungan secara
longgar, bagian yang dalam adalah amnion dan bagian luar adalah korion. Lapisan amnion yang
adalah bagian dalam terdiri dari sel-sel epitel kuboid, gepeng, dan jaringan ikat mesenkim.
Korion yang merupakan bagian luar terdiri dari epitel transisional yang cukup tebal. Amnion
tipis dan mengkilap, yang berlawanan bila dibandingkan dengan chorion, yang kurang homogen
dan tumpul.
Membran amnion dapat dipergunakan in toto ( amnion/chorion ) atau hanya sebagai amnion (
epitel + membrane basalis ).
2.3.2. Macam-macam Membran Amnion
13
Macam-macam membrane amnion :
Jenis Viabilitas Carrier Harga
1. Fresh Amnion Good Some Free
2. Frozen Amnion Minimal to no
viabilitas
Minimal Expensive
3. Lyophilized
Amnion
Non Viabilitas No Medium
Fresh Amnion :
Membran amnion metode “kitchen” : Amnion dibersihkan dengan tap water ( 1000 ml )
kemudian rendam dengan bethadine 2 % atau acetad acid 2 %, kemudian dicuci atau bilas
dengan NaCL 0,9 %. Masukan dalam refrigerator (4°C) kira-kira 24 jam (bila perlu).
Frozen Amnion :
Vacum freeze-drying, dalam refrigerator ( jauh dibawah 0°C ), dapat bertahan sampai
bertahun-tahun.
Lyophilized Amnion :
Dapat bertahan sampai 2 tahun, dengan teknik dehidrasi dan variasi dalam kondisi vakum
pada jaringan amnion yang moisture frozen yang telah dilakukan irradiasi untuk membunuh
virus, jamur, bakteri/ sporanya. Dalam penggunaanya perlu melalui proses rehidrasi.
2.3.3. Sifat-sifat Dasar Membran Amnion
Sifat-sifat dasar dari membrane amnion adalah sebagai berikut :
1. Tidak adanya penolakan imunologis
2. Efek menyembuhkan dari membrane amnion mungkin diakibatkan oleh
o Faktor-faktor anti bakteri
o Faktor-faktor angiogenetik atau biologis lainnya
o Karakteristik biomekanis dari membran amnion.
2.3.4. Keuntungan Membran Amnion
14
1. Mudah tersedia dalam jumlah yang cukup memadai
2. Penggunaanya tidak berhubungan dengan masalah-masalah imunologis
3. Ukuran yang bisa besar
4. Mudah untuk dipersiapkan dan disterilisasi
5. Tidak ada reaksi alergi
6. Menurunkan kehilangan air pada permukaan luka sampai 15%
7. Struktur histologis yang mirip dengan kulit.
Hasil dari studi mengenai efek membrane amnion atau pengobatan dengan memakai mebran
amnion adalah :
- Pada luka bakar membrane amnion dapat membantu debridement luka, menurunkan
infeksi luka dan berkontribusi pada pembentukan jaringan granulasi yang cepat.
- Pada pasien-pasien yang menggunakan mesh skin graft, membrane akan mencegah
timbulnya granulasi hipertrofik pada lubang-lubang skin graft sehingga tidak akan
menghalangi penggabungan epitel, serta akan mempercepat angiogenesis sehingga
penyembuhan luka akan jadi cepat dan sempurna
- Pada donor site membrane amnion akan dapat mengurangi nyeri local. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kekeringan akibat iritasi ujung-ujung saraf.
15
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
16
Populasi
SAMPEL( Yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi )
YFaktor Intrinsik :-Imunitas-Genetik
Faktor Ekstrinsik :-Status gizi-Infeksi
Amnion Kassa Basah
Penyembuhan luka berhasil:-Pemeriksaan histopatologis-Ketebalan Kolagen
3.2. Hipotesis
Ho : Amnion tidak lebih efektif dibandingkan kassa basah sebagai penutup luka pada kasus luka
dengan penyembuhan persekundam pada pasien
H1 : Amnion lebih efektif dibandingkan kassa basah sebagai penutup luka pada kasus luka
dengan penyembuhan persekundam pada pasien
17
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan pretest dan post test
control group design.
01 Amnion 02
P S R 03 Kassa basah 04
05 K 06
P : Populasi
S : Sampel
R : Random
01 : Pasien dengan luka persekundam sebelum ditutup dengan amnion
02 : Pasien dengan luka persekundam setelah ditutup dengan amnion
03 : Pasien dengan luka persekundam sebelum ditutup dengan kassa basah
04 : Pasien dengan luka persekundam sesudah ditutup dengan kassa basah
05 : Pasien dengan luka persekundam sebelum pemberian control
06 : Pasien dengan luka persekundam setelah pemberian control.
18
4.2. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi adalah semua pasien yang masuk rumah sakit dengan luka persekundam.
Sampel adalah semua Pasien yang memenuhi syarat inklusi dan dibagi menjadi 3 kelompok
yaitu kelompok A yang lukanya ditutup amnion, kelompok B yang lukanya ditutup kassa
basah dan kelompok C yang merupakan control.
Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus infinitive (Tendean, 2007), adalah sebagai
berikut :
n = Z2αr2 = (1,97)2 (0,15)2 = 35
d2 (0,05)2
dimana : n : besar sampel
r : varians populasi
Zα: harga standard normal
d : penyimpangan yang ditolerir
Besarnya sampel yang didapat berdasarkan rumus diatas adalah 35 pasien.
4.3. KRITERIA PENELITIAN
Kriteria Inklusi :
Pasien, yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
Sehat
Usia
Jenis kelamin
Kriteria Eksklusi :
Jenis Luka pasien pada saat penelitian berlangsung
4.4. VARIABEL PENELITIAN
19
1. Variabel bebas :
Luka yang dirawat dengan kassa basah (kassa yang dilembabkan dengan larutan normal saline)
dan yang dirawat dengan amnion
2. Variabel tergantung :
Penyembuhan luka (jumlah serat kolagen)
4.5. DEFINISI OPERASIONAL
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh (hilangnya kontinuitas jaringan)
Penyembuhan luka adalah proses biologi yang sangat teratur yang diawali oleh kerusakan
jaringan yang diakhiri dengan pemulihan integritas jaringan dimana melalui fase inflamasi,
proliferasi dan remodeling
Luka yang dirawat dengan kassa basah adalah luka yang ditutup dengan kassa setelah
dilembabkan dengan larutan normal salin sebagai kompleks
Luka dirawat dengan amnion adalah luka yang ditutup dengan Amnion (ALS-R) sebagai
penutup luka
Amnion ALS-R adalah liofilisasi steril-radiasi
Jumlah serat kolagen adalah presentase serat kolagen per lapang pandang yang
dikelompokkan menjadi sedikit, sedang, banyak.
Hari ke-21 dan 28 maksudnya proses penyembuhan luka berada pada fase proliferasi dimana
pada fase ini terjadi pembentukan kolagen.
Kolagen merupakan komponen utama sebagai matriks ekstraseluler kulit produksi kolagen
tetap merupakan proses utama dalam penyembuhan luka sintesis kolagen berlangsung
maksimal 14-21 hari.
Berhasil : jika pada hasil pemeriksaan histopatologis pada hari ke-21 menunjukkan gambaran
ketebalan kolagen yang tipis, serat-serat tersusun lebih halus dan teratur. Ini menunjukkan
keseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen berlangsung baik pada penyembuhan
persekundam.
20
Gagal : jika pada hasil pemeriksaan histopatologis pada hari ke-21 menunjukkan gambaran
ketebalan kolagen yang tebal, serat-serat tersusun lebih kasar dan tidak teratur. Ini
menunjukkan keseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen berlangsung tidak begitu
baik pada penyembuhan persekundam.
4.6 INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen sains :
Keberhasilan penyembuhan luka persekundam ditentukan oleh adanya ketidakseimbangan
proses sintesis dan degradasi kolagen pada fase proliferasi (hari ke 14-21). Adanya
penyimpangan pada proses ini menyebabkan terbentuk skar hipertropik dan keloid.
Instrumen Laboratorium :
Bahan dan obat yang digunakan :
o Alkohol
o Betadine
o Formalin
o Amnion ALS-R
o Sol NaCL
Peralatan yang digunakan :
o Peralatan bedah minor
o Alat suntik
o Sarung tangan steril
o Kain penutup steril
4.7. ANALISA DATA
Analisa data yang digunakan ialah analisa statistic non parametric dengan Chi-square
test.
4.8 PROSEDUR PENELITIAN
Dilakukan randomisasi pada pasien penelitian
Dilakukan pencukuran pada daerah luka,
Desinfeksi dengan betadine
21
Luka ditutup, ada kelompok yang memakai amnion, ada yang memakai kassa basah dan
sisanya hanya control
Luka dirawat tertutup
Pasien diharapkan control ke poli
Diambil sampel PA pada hari ke 21 dan 28 untuk tiap luka dan difiksasi dengan larutan
formalin 10 %
Dikatakan penyembuhan luka baik bila hasil pemeriksaan histopatologis menunjukkan
ketebalan serat kolagen yang lebih tipis, teratur dan halus.
22
BAB V
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
5.1. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Rumah sakit Prof Kandau dibagian IRDB.
5.2. WAKTU PENELITIAN
Waktu pelaksanaan penelitian direncanakan selama 4 bulan dimulai dari tanggal 1 Maret
– 30 Juni 2010, dengan jadwal sebagai berikut :
KEGIATAN MINGGU
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
PERSIAPAN
-Pembuatan ususlan
penelitian
-Pembentukan organisasi
-Pembuatan kuestioner
-Melatih tenaga peneliti
-Uji lapangan
-Pengadaan alat-alat
-Pengurusan surat-surat
* *
*
*
*
*
*
*
*
PELAKSANAAN
PENELITIAN
-Pengumpulan data
-Pengolahan data
-Analisis data
* * * * * * * * *
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
Pengolahan data * *
Diskusi *
Pelaporan * * *
23
BAB VI
PERSONALIA DAN PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
6.1. PERSONALIA PENELITIAN
1. Ketua panitia
2. Konsultan
3. Anggota peneliti
4. Pekerja lapangan
5. Tenaga administrasi
6.2. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
1. Honorarium Konsultan Rp. 3.000.000
2. Bahan dan Peralatan Penelitian Rp. 3.500.000
3. Transportasi Rp. 1.000.000
4. Alat tulis-menulis Rp. 500.000
5. Biaya analisis dan pembuatan laporan penelitian Rp. 1.500.000
6. Biaya lain-lain Rp. 1.000.000
Total biaya Rp.10.500.000
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R. Luka dan Penyembuhan luka. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah,
Sjamsuhidajat R dan Wim de Jong eds. Jakarta : EGC, 1997 : 72-102
2. Marzoeki D. Proses penyembuhan luka, dalam : Luka Perawatannya. Surabaya :
Airlangga University Press. 1991 : 1-2.
3. Noer MS. Wound Healing, dalam : Basic Science of plastic and Reconstructive Surgery.
Pertemuan Ilmiah berkala proyek trigonum plus XV. Surabaya : Laboratorium Ilmu
Bedah FK UNAIR, 2003 : 59-65.
4. Dali R, Noer MS, Martoprawiro SS. Perbandingan pemakaian amnion dan tulle pada
penyembuhan luka Superficial partial thickness, SMF Bedah Plastik Fakultas Kedokteran
Airlangga Surabaya, 2002.
5. Bisono. Penyembuhan Luka, dalam : Ilmu Bedah, Reksoprodjo S et. al. eds, Jakarta.
Binarupa Aksara, 1995 : 415-7.
6. Nikijuluw J, Ngantung JT. Pengaruh Ropivakain terhadap penyembuhan luka. SMF Ilmu
Bedah FK UNSRAT. Manado, 2004.
7. Brown G L, Nanney L B, Griften J, Enchacement of wound healing by topical treatment
with epidermal growth factor, N Engl J Med 1989 Jul 13:32 (2) : 76-9.
8. Perdanakusuma DS. Skin Grafting, Surabaya : Airlangga University Press, 1998 : 7-11
9. Tambajong EH. Radang dan Pemulihan Jaringan. Manado : Badan penerbit FK Unsrat
Manado 1999 : 234-83.
25