bab 2 tinjauan teoritis 2.1 tinjauan teoritis gagal
TRANSCRIPT
7
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis Gagal Jantung (Heart Failure)
2.1.1 Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1. Anatomi Jantung
Sumber: Syaifudin (2011, hal.78)
Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskuler, berotot dan
berongga, terletak di rongga toraks bagian mediastinum, diantara dua
paru-paru. Bentuk jantung seperti kerucut tumpul, pada bagian bawah
disebut apeks, letaknya lebih kekiri dari garis medial, bagian tepinya
pada ruang intercosta V kiri atau kira-kira 9 cm dari kiri linea
medioclavicularis, sedangkan bagian atasnya disebut basis terletak
agak kekanan tepatnya pada costa ke III, 1 cm dari tepi lateral sternum.
Ukuran jantung kira-kira panjangnya 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebalnya
6 cm. Beratnya sekitar 200 sampai 425 gram, pada laki-laki sekitar
310 gram, pada perempuan sekitar 225 gram.
8
Otot jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu: lapisan bagian luar disebut
epikardium, lapisan tengah disebut miokardium, lapisan ini lebih tebal,
tersusun atas otot lurik dan mampu berkontraksi dengan kuat.
Sedangkan lapisan bagian dalam disebut endokardium, lapisan ini
terdiri dari jaringan endotelia yang juga melapisi ruang jantung dan
katup-katup jantung.
Jantung terbagi atas dua belahan yaitu belahan kanan dan belahan kiri,
kedua belahan tersebut dipisahkan oleh otot pemisah yang disebut
septum. Setiap belahan terdiri atas dua ruang yaitu ruang pengumpul
yang disebut atrium dan ruang pemompa yang disebut ventrikel.
Dengan demikian jantung mempunyai empat ruangan yaitu atrium
kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan ventrikel kiri. Atrium kanan
menerima darah yang kurang oksigen dari seluruh tubuh melalui vena
cava superior (dari tubuh bagian atas) dan vena cava inferior (dari tubuh
bagian bawah) kemudian darah mengalir masuk ke ventrikel kanan
untuk selanjutnya dipompakan keparu-paru melalui arteri pulmonalis
untuk dioksigenasi. Darah yang kaya oksigen dari paru-paru melalui
empat vena pulmonalis masuk keatrium kiri dan selanjutnya dari atrium
kiri darah mengalir ke ventrikel kiri untuk dipompakan keseluruh tubuh
melalui aorta.
Jantung memiliki dua tipe katup yaitu katup antrioventrikuler dan katup
semilunar. Katup jantung tersusun oleh endothelium yang dilapisi oleh
jaringan fibrosa, sehingga katup dapat menutup dan membuka karena
sifatnya yang fleksibel. Fungsi katup jantung adalah mengalirkan darah
pada saat terbuka dan menahan aliran darah, mencegah refluk aliran
darah pada saat menutup.
Katup antrioventrikular terletak diantara atrium dan ventrikel. Katup ini
terdiri dari katup trikuspidalis yang menghubungkan antara atrium dan
ventrikel kanan dan bikuspidalis atau mitral yang menghubungkan
9
antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup trikuspidalis mempunyai
tiga daun katup sedangkan bikuspidalis mempunyai dua daun katup.
Posisi katup antrioventrikuler sangat kuat karena disokong oleh filamen
fibrosa yang disebut chordatendineae dan otot papilari yang melekat
pada dinding ventrikel. katup antrioventrikuler menutup pada saat
ventrikel jantung berkontraksi atau pada saat systole untuk mencegah
aliran balik darah ke atrium dan akan membuka pada saat jantung
relaksasi atau diastole untuk mengalirkan darah dari atrium dan mengisi
kembali ruang ventrikel.
Katup semilunar terdiri atas katup pulmonal dan katup aorta. Katup ini
mempunyai tiga daun katup. Katup polmunal terletak diantara ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis. Sedangkan katup aorta terletak diantara
ventrikel kiri dengan aorta. Pada saat terjadi diastole katup semilunar
menutup dan membuka saat systole. Menutupnya katup jantung
menimbulkan bunyi jantung.
10
2.1.2 Definisi
Nurarif & Hardhi (2015, hal.19) menyatakan bahwa “Gagal jantung
adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh
sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabakan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung
dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) atau
kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik)”.
Aspiani (2014, hal.151) meyatakan bahwa “Gagal jantung adalah suatu
kondisi yang terjadi ketika jantung tidak dapat lagi berespons secara
adequat terhadap stres untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Pada kondisi ini jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai
pompa dan akibatnya gagal jantung”.
Hurst (2015, hal.161) menyatakan bahwa “Gagal Jantung adalah
kondisi yang terjadi kerika fungsi jantung sangat terganggu sehingga
pompa jantung tidak bisa lagi membuat darah bergerak melalui jantung.
Jantung tidak dapat lagi menanggung beban kerja dan kegagalan
menghasilkan tekanan yang lebih tinggi dari normal di dalam ruang
jantung, peregangan berlebihan pada dinding otot, dan melemahnya
kemampuan jantung untuk berkontraksi”.
Menurut Lewis et al. (2011, hal.797) menyatakan bahwa “Heart failure
(HF) is an abnormal clinical syndrome involving impaired cardiac
pumping and filling, HF formerly congestive HF, is the terminology
preferred today since not all patient will have pulmonary congestion
or volume overload. HF is assosiated with numerous type of
cardiovaskular diseases, particulary long-standing, hypertension,
coronary artery disease (CAD), and miocardial infarktion (MI)”.
11
Sedangkan Menurut Bender et al. (2007, hal.212) menyatakan bahwa
“Heart failure is a progressive condition with several stages as outlined
by the task force ACC / AHA / heart failure can be defined as a clinical
syndrome caused by structural abnormalities or heart function so that
the impulse of left ventricular ability to fill with or to release blood”.
Definisi menurut penulis gagal jantung adalah keadaan dimana otot
jantung melemah dan jantung tidak dapat memompa cukup darah
dengan maksimal sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan
tidak dapat terpenuhi.
2.1.3 Etiologi
Hariyanto & Rini (2015, hal.59) menjelaskan tentang etiologi gagal
jantung adalah:
a. Kelainan otot jantung
b. Aterosklerosis Koroner
c. Hipertensi Sistemik
d. Infeksi atau perdangan pada miokardium
e. Faktor sistemik (kejadian asidosi respiratorik ataupun metabolik)
Menurut Morton, P.Gonce et al. (2011, hal.507) penyebab kegagalan
jantung yaitu:
a. Disritmia, seperti: brakikardi,takikardi dan kontraksi premature
yang sering dapat menurunkan curah jantung.
b. Malfungsi katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh
kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari
pompa ruang, seperti stenosis katub aortik atau stenosis pulmonal),
atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukkan
peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
12
c. Abnormalitas Otot Jantung: Menyebabkan kegagalan ventrikel
meliputi infark miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas
(biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama),
fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati),
atau hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta atau
hipertensi sistemik.
d. Ruptur Miokard: terjadi sebagai awitan dramatik dan sering
membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan
mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah
infark.
Menurut Bender et al. (2007, hal.214) menjelaskan tentang etiologi
gagal jantung (Heart Failure) adalah:
a. Ischemic heart disease (most common cause in developed world)
b. Dilated Cardiomyopathy
c. Post viral
d. Alcohol
e. Hypothyroidism
f. Hipertension
g. Hemachromatosis
h. Familial
i. Infiltration (Amiloid/sarcoid)
j. Valve disease
k. Post partum
l. Chemotherapy
m. Radiotherapy
n. Infections (Change Disease)
o. Nutritional (beriberi)
13
2.1.4 Manifestasi Klinis
Hariyanto & Rini (2015, hal.61) menyatakan manifestasi gagal jantung
adalah:
1. Gagal Jantung Kiri
a. Dispnea
Timbul sesak pada jantung kiri karena diakibatkan
penimbunan cairan dalam alveoli yang menyebabkan
terganggunya pertukaran gas. Bahkan, terkadang sampai
menjadi ortopnoe (sesak jika digunakan berbaring atau tidur).
b. Paroxismal Noktural Dispnea
Paroxismal Noktural Dispnea (sesak karena perubahan posisi)
juga bisa terjadi dikarenakan ventrikel kiri tidak mampu
melakukan pengosongan darah secara adequat yang
meningkatkan peningkatan tekanan sirkulasi paru sehingga
cairan berpindah ke alveoli.
c. Batuk
Terjadinya batuk disebabkan gangguan pada alveoli sehingga
terkadang pasien mengalami batuk kering atau basah disertai
sputum berbusa serta disertai bercak darah.
d. Mudah lelah
Kelelahan terjadi akibat curah jantung yang tidak adekuat
untuk mensirkulasi oksigen dan penurunan fungsi jantung
untuk membuang sisa metabolisme.
e. Kegelisahan dan kecemasan
Kecemasan pada pasien gagal jantung terjadi akibat gangguan
oksigenasi dan terganggunya pernafasan (sesak) menjadikan
lingkaran setan dalam kejadian sesak dengan kecemasan.
f. Takikardia
Kompensasi jantung sebagai usaha untuk memenuhi
oksigenasi jaringan bekerja lebih kuat.
2. Gagal Jantung Kanan
14
a. Edema
Edema pada jaringan perifer yang terjadi akibat anggota
ekstremitas bawah yang paling sering pada tungkai seperti
(Petting odem) odem jika ditekan pada ekstremitas tetap
cekung/lama kembali. Edema terjadi akibat kegagalan jantung
bagian kanan memompa sirkulasi darah menuju vena.
b. Hepatomegali
Pembesaran hepar tejadi akibat peningkatan atrium kanan dan
tekanan aorta menurun.
c. Anoreksia
Hilangnya selera makan disertai mual diakibatkan pembesaran
vena dan stasis pada rongga abdomen.
d. Nokturia
Rasa ingin kencing pada malam hari dikarenakan penurunan
perfusi renal dan juga didukung karena pasien istirahat yang
dapat memperbaiki curah jantung.
Aspiani (2014, hal.156) menyatakan bahwa manifestasi klinis gagal
Jantung adalah:
1. Gagal Jantung Kiri
Keluhan berupa perasaan badan lemah, cepat lelah, berdebar-
debar, sesak nafas, batuk, anoreksia, dan keringat dingin, batuk
atau batuk berdarah, funsi ginjal menurun. Tanda Gejala
kegagalan ventrikel kiri:
a. Kongesti vaskuler pulmonal
b. Dispnea, nyeri dada dan syok
c. Ortopnea, Dispnea noktural paroksismal.
d. Batuk iritaso, edema pulmonal akut.
e. Penurunan curah janung
f. Gallop atrial- s4, gallop ventrikel S1
g. Crackles paru
h. Disritmia pulsus alterans
15
i. Peningkatan berat badan
j. Peningkatan berat badan.
k. Pernafasan chyne stokes
l. Bukti radiografi tentang kongesti vaskuler pulmonal.
2. Gagal jantung kanan
Edema, anoreksia, mual, asites, sakit daerah perut. Tanda dan
gejala kegagalan ventrikel kanan:
a. Curah jantung rendah
b. Distensi vena jugularis.
c. Edema
d. Disritmia
e. S3 dan S4 ventrikel kanan.
f. Hipersonor pada perkusi.
g. Imobilisasi diafragma rendah.
h. Peningkatan diameter pada antero posterial.
Sedangkan Lewis et al. (2011, hal.802) menyatakan manifestasi klinis
gagal jantung adalah:
1. Right-sided heart failure
Causes a backup of blood into the right atrium and venous
circulation. The primary cause of RSHF is left sided HF.
Signs:
RV heaves, murmurs, jugular venous distention, edema (pedal,
scrotum, sacrum), weight gain, increased heart rate, ascites,
anasarca (massive generalized body edema), hepatomegaly (liver
enlargement.
Symptoms:
Fatigue, anxiety, depression, dependent bilateral edema, RUQ
pain (hepatomegaly), anorexia and GI bloating, nausea
2. Left-sided heart failure
Results from left ventricular dysfunction. prevents normal,
forward blood flow and causes blood to backup into the left
atrium and pulmonary veins. The increased pulmonary pressure
16
causes fluid leakage from the pulmonary capillary bed into the
interstitum and then the alveoli. Most common form of HF.
Signs:
LV heaves, pulsus alternans (alternating pulses: strong, weak),
increased heart rate, left ventricular hypertrophy, hypoxia,
crackles (pulmonary edema), S3 and S4 heart sounds, pleural
effusion, changes in mental status (blood not perfusing the brain),
restlessness, confusion.
Symptoms:
Weakness, fatigue, anxiety, depression, dyspnea, shallow
respirations up to 32-40/min, paroxysmal nocturnal dyspnea
(waking up at night SOB), orthopnea (SOB while supine, dry
hacking cough, nocturia, frothy pink tinged sputum (advanced
pulmonary edema)
17
2.1.5 Patway
Gangguan aliran
darah ke otot
jantung
Arteriosklerosis
koroner
Faktor sistemik
(hipoksia,anemia
)
Penyakit jantung
(stenosis katup
AV, stenosis
katup temponade
perikardium,
perikarditis
konstruktif) Disfungsi
miokardium
Beban volume
berlebihan
Pasokan Oksigen
ke jantung
menurun
Kontraktilitas
menurun
Beban sistole
meningkat
Beban
tekanan
berlebihan
Beban sistolik
berlebihan
Hambatan
pengosongan
ventrikel
Peningkatan
kebutuhan
metabolisme
COP
menurun
Kelainan otot
jantung
Hipertensi
sistemik
pulmonal
Preload
meningkat
Beban jantung
meningkat Atrofi
serabut otot
Gagal
Jantung
Kontraktilita
s menurun
Disfungsi
miokard (AMI)
miokarditis
Peradangan
dan penyakit
miokardium
Serabut otot
jantung rusak
Gagal pompa
ventrikel kiri Back Failure LVED
naik
Forward
failure
Gagal pompa
ventrikel kanan
Renal flow
menurun RAA
meningka
t
Penyempitan
lumen ventrikel
kanan
Suplai darah
kejaringan
menurun
Suplai O2
ke otak
menurun
Aldosteron
meningkat
Hipertrofi
ventrikel kanan
Metabolisme
anaerob Sinkop ADH
meningka
t
18
Sumber: Nurarif & Hardhi (2015, hal.29)
Asidosis
metabolik
Resiko penurunan
perfusi jaringan
jantung
Retensi Na
+ H2O
Tekanana vena
pulmonalis
meningkat
ATP
meningkat
Fatigue
Intoleransi
Aktivitas
Kelebihan
volume cairan Beban kapiler
paru meningkat
Gangguan
Pertukaran
Gas
Edema
Paru
Beban
Ventrikel
Pitting
Edema
Kerusakan
Integritas
Kulit
Ronki
Basah
Iritasi mukosa
paru
Retensi cairan pada
ekstremitas bawah Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Penumpukan
sekret
Refleks batuk
menurun
Tidak dapat
mengakomodasi semua
darah secara normal
kembali dari sirkulasi vena
Bendungan
vena sistemik
Bendungan
atrium kanan
Tekanan diastole
meningkat
Pembesaran vena
di abdomen
Lien Hepar
Splenomegali Hepatomegali Nyeri
Anoreksia
dan mual
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Mendesak
diafragma
ATP
meningkat
Sesak
nafas
Ansietas
Peningkatan
tekanan
pembuluh portal
Ketidakefektifan
pola nafas
Deficit perawatan
diri
Cairan terdorong
kerongga
abdomen /asites
Ansietas
19
2.1.7 Komplikasi
Aspiani (2014, hal.160) menjelaskan bahwa komplikasi pada pasien
gagal jantung adalah:
a. Asites
b. Hepatomegali
c. Edema Paru
d. Hidrothorax
Austaryani (2012, hal.6) komplikasi dari gagal adalah:
a. Edema pulmoner akut
b. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
c. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
d. Hipertensi akibat retensi cairan da natrium serta malfungsi sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
e. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia
sel darah merah.
Menurut Lewis et al. (2011, hal.802) menjelaskan bahwa komplikasi
yang terjadi pada pasien gagal jantung (Heart Failure) yaitu:
a. Pleural Effusion
Pleural effusion results from increasing pressure in the pleural
capillaries. A transudation of fluid occurs from these capillaries
into the pleural space
b. Dysrhythmias.
Chronic HF causes enlargement of the chambers of the heart.
This enlargement (stretching of the atrial and ventricular walls)
can cause changes in the normal electrical pathways. When
numerous sites in the atria fire spontaneously and rapidly (atrial
fibrillation), the organized atrial depolarization (contraction) no
longer occurs. Atrial fibrillation also promotes thrombus
formation within the atria. Thrombi may break loose and form
20
emboli. This places patients with atrial fibrillation at risk for
stroke. They require treatment with cardioversion,
antidysrhythmics, and/or anticoagulants.
Patients with HF are also at risk for ventricular dysrhythmias
(e.g., ventricular tachycardia [VT], ventricular fibrillation [VF]).
VT and VF can lead to SCD.
c. Left Ventricular Thrombus.
With ADHF or chronic HF, the enlarged LV and decreased CO
combine to increase the chance of thrombus formation in the LV.
Once a thrombus has formed, it may also decrease left ventricular
contractility, decrease CO, and worsen the patient’s perfusion.
The development of emboli from the thrombus also places the
patient at risk for stroke.
d. Hepatomegaly.
HF can lead to severe hepatomegaly, especially with RV failure.
The liver becomes congested with venous blood. The hepatic
congestion leads to impaired liver function. Eventually liver cells
die, fibrosis occurs, and cirrhosis can develop.
e. Renal Failure.
The decreased CO that accompanies chronic HF results in
decreased perfusion to the kidneys and can lead to renal
insufficiency or failure
2.1.6 Klasifikasi
Menurut New York Heart Association (NHYA), didalam buku Loscalzo
(2015, hal.169) mengemukakan klasifikasi gagal jantung, terbagi dalam
4 kelas yaitu:
1. Kelas I
Pasien-pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa keterbatasan
kativitas fisik. Aktivitas fisik biasanya tidak menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dispneu atau nyeri angina.
21
2. Kelas II
Pasien-pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan
keterbatasan ringan aktivitas fisik. Pasien tersebut merasa nyaman
jika berisitirahat. Aktivitas fisik biasanya juga menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
3. Kelas III
Pasien-pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan
keterbatasan aktivitas fisik yang nyata. Pasien tersebut merasa
nyaman jika beristirahat. Aktivitas yang lebih ringan daripada
aktivitas biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispneu atau
nyeri angina.
4. Kelas IV
Pasien-pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa
rasa tidak nyaman. Gejala-gejala gagal jantung atau sindrom
angina dapat terjadi meskipun pada saat istirahat. Jika pasien
melakukan suatu aktivitas fisik apapun, rasa tidak nayamn akan
meningkat.
Menurut Lewis et al. (2011, hal.803) menyatakan bahwa tahapan gagal
jantung menurut America Heart Association terbagi 4 yaitu:
1. Tahap A
Pasien dengan risiko tinggi untuk HF (misalnya, pasien dengan
hipertensi, diabetes, sindrom metabolik) namun tanpa penyakit
jantung struktural atau gejala HF.
2. Tahap B
Pasien dengan penyakit jantung struktural (misalnya, pasien
dengan riwayat MI, penyakit katup) namun tidak pernah
menunjukkan tanda atau gejala HF.
3. Tahap C
Pasien dengan gejala HF sebelumnya atau saat ini terkait dengan
penyakit jantung struktural yang diketahui.
22
4. Tahap D
Pasien dengan HF refraktori (resisten terhadap pengobatan),
(misalnya, pasien dengan gejala parah saat istirahat meskipun
mendapat terapi medis maksimal) yang memerlukan intervensi
khusus.
2.1.7 Prognosis
Localzo (2015, hal.168) menjelaskan terjadinya heart failure
simtomatis masih membawa prognosis yang buruk. Studi berbasis
komunitas menunjukkan bahwa 30-40% pasien meninggal dalam
waktu 1 tahun setelah didiagnosis dan 60-70% meninggal dalam waktu
5 tahun, terutama akibat perburukan heart failure atau serangan
mendadak (kemungkinan akibat aritmia ventrikel). Meskipun sulit
memprediksi prognosis pada setiap pasien, secara umum pasien-pasien
dengan gejala yang muncul pada saat istirahat (New York Heart
Association {NHYA} kelas IV) memiliki angka mortalitas tahunan
sebesar 30-7-%, sedangkan pasien-pasien dengan gejala yang muncul
pada saat aktivias sedang (NHYA kelas II) memiliki angka mortalitas
tahunan sebesar 5-10%. Karena itu, status fungsional merupakan
penilaian yang penting untuk memprediksi prognosis pasien.
Medikasi dapat membantu jantung memompa lebih efesien. Beberapa
medikasi digunakan untuk manajemen sakit; lainnya digunakan untuk
mengontrol gejala. Memonitor diet sodium dan cairan dapat pula
membantu mengontrol gejala. Gagal jantung adalah komplikasi utama
penyakit jantung, disebabkan abnormalitas fungsi pemompaan. Jantung
tidak mampu membawa darah secara efektif untuk memenuhi
kebutuhan metabolik. Masalah-masalah yang ditimbulkan mencakup
disfungsi akut bilik jantung kiri biasanya karena aritmia dan infarktus
otot jantung, dan kegagalan kronis karena kelebihan cairan, biasanya
pada penyakit jantung valvular. Gagal jantung membahayakan hal-hal
23
berikut: Kontraktilitas otot, denyut jantung. ventricular preload,
ventrcular afterload (Digiulio et al., 2007, hal.34).
Sekalipun kebanyakan jantung dapat mentoleransi beberapa perubahan
diatas, kebanyakan penyakit jantung yang sudah berlangsung lama
tidak dapat melakukannya; akibatnya adalah gagal jantung. Hasil
tindakan pada penyakit awal biasanya baik. Prognosis jangka panjang
dapat bervariasi bergantung pada keparahan penyakit dan kondisi-
kondisi terkait (Digiulio et al., 2007, hal.34).
Bender et al. (2007, hal.212) menjelaskan The development of new
therapeutic innovations for coronary artery disease coupled with an
aging population has led to an increase in the prevalence of heart
failure. There are currently over 5 million cases in the United States
and an estimated 23 million people with heart failure worldwide.
Nearly one million new cases are diagnosed annually worldwide. The
lifetime risk of developing heart failure for all comers over the age of
40 is 20%. The prevalence increases with age, with the mean age of the
heart failure population being in their mid-70s. Despite improvement
in prognosis in coronary artery disease, the prognosis in heart failure
remains poor with over 50% of all patients hospitalized for the first time
with heart failure dying within 5 years. Patients with heart failure can
die suddenly (as the result of ventricular tachyarrhythmias) or with
worsening heart failure symptoms and fluid overload.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Nurarif & Hardhi (2015, hal.20) menyatakan pemeriksaan yang dapat
dilakukan pada pasien dengan gagal jantung adalah:
2.1.8.1 Elektrokardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia,
disritmia, takikardi, fibrilasi atrial.
24
2.1.8.2 Uji Stress
Merupakan pemeriksaan non invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi
sebelumnya.
2.1.8.3 Ekokardiografi
Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang
menjadi penyebab gagal jantung.
2.1.8.4 Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan
stenosis katup atau insufisiensi.
2.1.8.5 Radiografi dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik, atau perubahan
dalam pembuluh darah normal.
2.1.8.6 Elektrolit
Mungkin berubah karena pemindahan cairan/ penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
2.1.8.7 Oksimetri Nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut.
2.1.8.8 Analisa Gas Darah
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
(akhir).
2.1.8.9 Blood Ureum Nitrogen (BUN)
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
Kenaikan BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
2.1.8.10 Pemeriksaan Tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pre pencetus gagal ginjal.
25
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Aspiani (2014, hal.159) mengemukakan bahwa
penatalaksanaan gagal jantung bertujuan untuk menurunkan kerja
jantung, meningkatkan curah jantung kontraktilitas miokard dan
menurunkan retensi garam di air. Penatalaksanaannya meliputi:
a. Tirah Baring
Untuk gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.
b. Pemberian Diuretik
Akan menurunkan preload dan kerja jantung.
c. Pemberian Morfin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer,
menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan
ansietas karena dipsnea berat.
d. Reduksi volume darah sirkulasi
Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat
pada pasien dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini
dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral,
menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian serta
sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
e. Terapi Nitrit
Untuk vasodilatasi perifer guna menurunkan afterload.
f. Terapi digitalis
Obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik),
memperlambat frekuensi ventrikel, peningkatan efesiensi jantung.
g. Inotropik positif
1. Dopamin
Pada dosis kecil 2,5-5 mg/kg akan merangsang alfa-adrenergik
beta-adrenergik. Reseptor dopamin ini mengakibatkan
keluarnya katekolamin dari sisi penyimpanan saraf.
Memperbaiki kontraktilitas curah jantung isi sekuncup.
Dilatasi ginjal serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis
maksimal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokontriksi
dan mengakibatkan beban kerja jantung.
26
2. Dobutamin
Merangsang hanya beta-adrenergik. Dosis mirip dopamin
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit
vasokontriksi dan takikardia.
Menurut Ardiyansyah (2012, hal.33) mengemukakan penatalaksanaan
medis gagal jantung adalah:
a. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen sangat dibutuhkan, terutama pada pasien gagal
jantung yang disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan
mengurangi kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi
oksigen tubuh.
b. Penatalaksanaan diet
Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau
mengurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
Menurut Setyaningsih (2015, hal.13) penatalaksanaan berdasarkan
klasifikasi New York Heart Association (NYHA) adalah :
a. Kelasi I
Non farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi cairan,
menurunkan berat badan, menghindari alkohol dan rokok, aktifitas
fisik, management stres.
b. Kelas II dan II
Terapi pengobatan meliputi, diuretik, vasodilator, AC inhibitor,
digitalis, dopamineroid dan oksigen.
c. Kelas IV
Kombinasi diuretik, digitalis dan AC inhibitor seumur hidup.
27
2.2 Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Penyakit Gagal Jantung (Heart
Failure)
2.2.1 Pengkajian
Menurut Muttaqin (2011, hal.170) Pengkajian keperawatan adalah
tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
2.2.1.1 Pengkajian Anamnesa
a. Keluhan Utama
Keluhan utama dapat menanyakan tentang gangguan
terpenting yang dirasakan klien sampai perlu pertolongan.
Keluhan utama pada klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler secara umum adalah : sesak nafas, batuk,
nyeri dada, pingsan, berdenar-debar, cepat leleh, edema
ektremitas dan sebagainya.
b. Riwayat Kesehatan saat Ini
Pengkajian RPS sistem kardiovaskuler seperti
menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan
hingga klien meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan
keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan
dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut
terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana
pertama kali keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan
ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat
dan memperingan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi
keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau
tidakkah usaha tersebut.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami
sebelumnya Misalnya; tanyakan apakah klien pernah
dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, pernahkah
mengalami sakit yang berat.
28
d. Riwayat Keluarga
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami
keluarga, serta bila ada naggota keluarga yang meninggal
maka penyebab kematiannya juga ditanyakan. Banyak
penyakit menurun dalam keluarga. Mislanya : penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan faktor risiko utama untuk penyakit
jantung iskemik pada keturunannya.
e. Pengkajian Psikososialspiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi
yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku
klien. Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal klien
tentang kapsitas fisik dan intelektual saat ini yang
menentukan tingkat perlunya pengkajian
psikososialspiritual.
2.2.1.2 Pengkajian Fisik
a) Keadaan Umum
Keadaan umum pada klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler dapat dilakukan selintas pandangan
dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh klien dan
dinilai secara umum kesadaran klien.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan umum terhadap pasien gagal jantung,
biasanya pasien memiliki kesadaran baik (compos
mentis). Namun, kesadaran ini akan berubah seiring
dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
syaraf pusat.
1) B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya tanda-
kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea,
batuk, dan edema pulmonal akut. Crakles adalh suara
29
basah halus, yang secara umum terdengar pada dasar
posterior paru saar penderita bernafas. Gajala ini
dikenal sebagai bukti gagal jantung kiri. Sebelum
crakles dianggap sebagai suatu kegagalan pompa,
pasien harus di intruksikan untuk batuk guna untuk
membuka alveoli basilaris yang mungkin dikompresi
dari bawah diafragma.
2) B2 (Bleeding)
a) Inspeksi
Amati bentuk prekordium pada umumnya pada
kedua belah dada adalah simetris, Amati denyut
jantung apeks (ictus cordis) pada intercostal V
midclavicula sinistra.
b) Palpasi
Pemeriksaan ictus cordis (Intercostsl V
midclaviculs kiri) yang dinilai apakah teraba atau
tidaknya ictus dan apabila teraba dinilai kuat
angkat atau tidak. Pemeriksaan getaran atau trhill
yaitu dapat mengetahui apakah ada kelainan
katub bawaan atau penyakit jantung congenital
dengan cara memperhatikan lokasi dari getaran,
terjadinya getaran : systol atau diastole, getaran
yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila
orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena
frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih
cepat, Dengan terabanya getaran maka pada
auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung.
c) Perkusi
Lakukan perkusi batas-batas jantung: batas
jantung sebelah kanan pada parasternalis
intercosta II dan parasternalis intercosta IV, batas
jantung kiri pada parasternalis intercosta II dan
30
midclavicula intercosta V. Batas jantung
mengalami pergeseran, dimana hal ini
menandakan adanya hipertrofi (kardiomegali).
d) Auskultasi
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan
ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
dengan dua cara. Pertama, bunyi jantung ke tiga
dan keempat (S3,S4) serta bunyi crakles pada
paru-paru. S4 atau gallop atrium mengikuti
kontraksi atrium dan terdengar paling baik
dengan menggunakan bel stetoskop yang
ditempelkan tepat pada apeks jantung. Kedua, S1
tidak selalu tanda pasti kegagalan kongestif,
tetapi dapat menurunkan komplain (peningkatan
kekakuan) miokard.
3) B3 (Brain)
Kesadaran penderita iasanya agak terganggu apabila
terjadi gangguan perfusi jaringan dalam skala berat.
Pengkajian objektif terhadap pasien ditandai dengan
wajah pasien yabg terlihat menangis, meringis atau
merintih.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluara urine berhubungan
dengan asupan cairan, karena itu perawat perlu
memantau adanya oliguria sebagai tanda awal dari
tejadinya shock kardiogenik. Adanya edema
ekstremitas menandakan terjadinya retensi cairan
yang parah.
5) B5 (Bowel)
Pasien biasanya merasakan mual dan muntah,
penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena dan
stasis vena didalam rongga abdomen, serat penurunan
berat badan.
31
6) B6 (Bone)
Hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada saat
pengkajian adalah sebagai berikut; kulit dingin dan
mudah lelah.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Manurung (2011, hal.96) Menyatakan diagnosa keperawatan
adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang nasalah pasien
serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan
keperawatan.
2.2.2.1 Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret.
2.2.2.2 Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan
otot-otot pernafasan, disfungsi neuromuscular, sindrom
hipoventilasi
2.2.2.3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler.
2.2.2.4 Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
2.2.2.5 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan
asupan cairan, gangguan mekanisme regulasi.
2.2.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan atau
dispnue akibat turunnya curah jantung.
2.2.2.7 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan Anoreksia.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
2.2.3.1 Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret.
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil : Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-
20x/mnt).
Irama pernapasan normal.
32
Kedalaman pernapasan normal.
Klien mampu mengeluarkan sputum secara
efektif.
Tidak ada akumulasi sputum.
Intervensi Rasional
a. Kaji rate, irama, kedalaman, dan
usaha respirasi
a. Mengetahui tingkat gangguan yang
terjadi dan membantu dalam
menetukan intervensi yang akan
diberikan.
b. Monitor suara napas tambahan b. Suara napas tambahan dapat
menjadi indikator gangguan
kepatenan jalan napas yang
tentunya akan berpengaruh
terhadap kecukupan pertukaran
udara.
c. Monitor pola napas c. Mengetahui permasalahan jalan
napas yang dialami dan keefektifan
pola napas klien untuk memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
d. Berikan posisi yang nyaman untuk
mengurangi dispnea.
d. Posisi memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal
membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke
jalan nafas besar untuk
dikeluarkan.
e. Ajarkan batuk efektif e. Fisioterapi dada/ back massage
dapat membantu menjatuhkan
secret yang ada dijalan nafas.
f. Bersihkan sekret dari mulut dan
trakea; lakukan penghisapan
sesuai keperluan.
f. Mencegah obstruksi atau aspirasi.
Penghisapan dapat diperlukan bia
klien tak mampu mengeluarkan
sekret sendiri.
g. Kolaborasi pemberian oksigen g. Meringankan kerja paru untuk
memenuhi kebutuhan oksigen serta
memenuhi kebutuhan oksigen
dalam tubuh.
33
h. Kolaborasi pemberian
broncodilator sesuai indikasi.
h. Broncodilator meningkatkan
ukuran lumen percabangan
trakeobronkial sehingga
menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
2.2.3.2 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan
otot-otot pernafasan, disfungsi neuromuscular, sindrom
hipoventilasi.
Tujuan : Menunjukkan keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan
dalam batas normal.
Tidak menggunakan otot-otot bantu
pernapasan
Intervensi Rasional
a. Kaji tanda-tanda vital a. Untuk mengetahui keadaan umum
klien.
b. Monitor kecepatan, ritme,
kedalaman dan usaha pasien saat
bernafas
b. Monitor keadekuatan pernapasan
c. Monitor suara nafas c. Mengetahui adanya sumbatan pada
jalan napas
d. Monitor pola nafas d. Memonitor keadaan pernapasan
klien
e. Auskultasi suara nafas e. Memonitor kepatenan jalan napas
f. Posisikan pasien semi fowler f. Untuk memaksimalkan potensial
ventilasi
g. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen terapi
g. Meningkatkan ventilasi dan asupan
oksigen
2.2.3.3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Kerusakan pertukaran gas teratasi.
Kriteria Hasil : RR klien normal 16-20 x/menit
34
Irama pernapasan teratur
Kedalaman inspirasi normal
Oksigenasi pasien adekuat
AGD dalam batas normal skala 5
Intervensi Rasional
a. Kaji tekanan darah, nadi,
temperature, dan status respirasi.
a. Mendeteksi adanya gangguan
respirasi dan kardiovaskuler
b. Monitor respiration rate dan ritme
(kedalaman dan simetris)
b. Mengecek adanya gangguan
pernapasan
c. Monitor suara paru c. Mendeteksi adanya keabnormalan
suara paru
d. Monitor adanya sianosis pada
central dan perifer
d. Sianosis kuku merupakan
vasokintriksi atau respon tubuh
terhadap demam/mengiggil
e. Catat dan monitor pelan, dalamnya
pernapasan dan batuk
e. Mengetahui factor penyebab batuk
dan gangguan pernapasan
f. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi udara
f. Melancarkan pernapasan klien
g. Keluarkan secret dengan
melakukan batuk efektif atau
dengan melakukan suctioning
g. Mengeluarkan secret yang
menghambat jalan pernapasan
h. Pantau gas darah arteri (AGD),
serum dan tingkat elektrolit urine.
h. Untuk mengetahui tekanan gas
darah (O2 dan CO2) sehingga
kondisi pasien tetap dapat dipantau.
i. Kolaborasi pemberian treatment
aerosol, sesuai kebutuhan
i. Untuk memperlancar jalan nafas
klien.
j. Kolaborasi pemberian terapi
oksigen sesuai kebutuhan.
j. Untuk mempelancar pernafasan
klien dan memenuhi kebutuhan
oksigen klien.
2.2.3.4 Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Tujuan : Dapat menunjukkan penurunan rasa nyeri.
Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Klien melaporkan nyeri berkurang.
Klien dapat menggunakan teknik non
farmakologis.
35
Ekspresi wajah klien tidak menunjukkan
nyeri.
Skala nyeri 0 (0-10).
Intervensi Rasional
a. kaji karakteristik dan lokasi nyeri. a. Untuk mengetahui berapa berat
nyeri yang dialami klien.
b. Monitor tanda-tanda vital b. Hasil tanda-tanda vital mungkin
meningkat saat terjadi nyeri.
c. Anjurkan pada klien melaporkan
segera jika terjadi nyeri dada.
c. Nyeri berat dapat menyebabkan
syok kardiogenik yang berdampak
pada kematian mendadak.
d. Anjurkan Klien Mengatur posisi
senyaman mungkin sesuai dengan
keinginan klien.
d. Posisi yang nyaman akan
membantu memberikan kesempatan
pada otot untuk relaksasi seoptimal
mungkin.
e. Ciptakan suasana lingkungan
yang aman dan nyaman.
e. Rangsangan yang berlebihan dari
lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.
f. Ajarkan dan anjurkan pada klien
melakukan teknik distraksi dan
relaksasi
f. Teknik distraksi dan relaksasi dapat
mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan klien.
g. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen.
g. Meningkatkan jumlah oksigen
yang ada untuk pemakaian
miokardium sekaligus mengurangi
ketidaknyamanan sampai dengan
iskemia.
h. Kolaborasi dokter dalam
pemberian obat (Beta Blocker,
Anti angina, Analgesic)
h. Untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan klien.
2.2.3.5 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan
asupan cairan, gangguan mekanisme regulasi.
Tujuan : Kelebihan volume cairan dapat berkurang
Kriteria Hasil : Saturasi oksigen dalam rentang yang
diharapkan (90-100%).
RR dalam batas yang diharapkan (20-
30x/mnt).
36
Tidak terjadi dispnea saat beristirahat.
Serum kreatinin kembali ke rentang yang
diharapkan (0.7 – 7.2 mg/dL).
Nilai BUN kembali ke rentang yang
diharapkan (8.00-50.00 mg/dl).
Intervensi Rasional
a. Pantau tekanan darah, nadi, irama
jantung, suhu dan suara nafas.
a. Perubahan parameter dapat
menindikasi perubahan status
cairan atau elektrolit.
b. Pantau asupan, haluaran dan berat
jenis urine.
b. Asupan yang melebihi haluaran
dan peningkatan berat jenis urine
dapat mengindikasikan retensi atau
kelebihan beban cairan.
c. Pantau BUN, kreatinin, kadar
elektrolit, kadar hemoglobin dan
hematokrit.
c. BUN dan kreatinin mengindikasi
fungsi ginjal ; kadar elektrolit,
kadar hemoglobin dan hematokrit
mengindikasikan status cairan.
d. Ukur berat bada pasien setiap hari
sebelum sarapan,sesuai program.
d. Untuk memberikan pembacaan
yang konsisten.
e. Berikan cairan sesuai
instruksi.Pantau kecepatan aliran
IV secara cermat.
e. Kelebihan cairan IV dapat
memperburuk kondisi pasien.
f. Kolaboarasi pemberian obat
diuretik
f. Diuretik berfungsi dalam
menurunkan penumpukan cairan
sehingga mengurangi edema
2.2.3.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan atau
dispnue akibat turunnya curah jantung.
Tujuan : Diharapkan kondisi stabil saat beristirahat.
Kriteria Hasil : Tidak nampak kelelahan.
Tidak nampak lesu.
Kualitas tidur dan istirahat dalam batas
normal.
37
Intervensi Rasional
a. Kaji penyebab kelelahan
(perawatan, nyeri, pengobatan)
a. Mengetahui etiologi kelelahan,
apakah mungkin efek samping obat
atau tidak.
b. Bantu klien memilih aktivitas yang
sesuai dengan kondisi.
b. Aktivitas yang teralau berat dan
tidak sesuai dengan kondisi klian
dapat memperburuk toleransi
terhadap latihan.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk
mengenali tanda dan gejala
kelelahan saat aktivitas
c. Menyamakan persepsi perawat-
klien mengenai tanda-tanda
kelelahan dan menentukan kapan
aktivitas klien dihentikan.
d. Anjurkan klien untuk membatasi
aktivitas yang cukup berat seperti
berjalan jauh, berlari, mengangkat
beban berat, dll.
d. Mencegah timbulnya sesak akibat
aktivitas fisik yang terlalu berat.
e. Batasi stimuli lingkungan untuk
relaksasi klien.
e. Menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk klien beristirahat.
f. Batasi jumlah pengunjung.
f. Memfasilitasi waktu istirahat klien
untuk memperbaiki kondisi klien.
2.2.3.6 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan Anoreksia.
Tujuan : Pemenuhan kebutuhan pasien tercukupi
Kriteria Hasil : Intake nutrisi tercukupi.
Asupan makanan dan cairan tercukupi
Peningkatan nafsu makan
Pasien mengalami peningkatan berat badan
Intervensi Rasional
a. Kaji status nutrisi pasien
a. Pengkajian penting dilakukan untuk
mengetahui status nutrisi pasien
sehingga dapat menentukan intervensi
yang diberikan.
38
b. Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk
selalu melalukan oral hygiene.
b. Mulut yang bersih dapat meningkatkan
nafsu makan
c. Berikan informasi yang tepat terhadap
pasien tentang kebutuhan nutrisi yang
tepat dan sesuai.
c. Informasi yang diberikan dapat
memotivasi pasien untuk
meningkatkan intake nutrisi.
d. Anjurkan pasien makan sedikit demi
sedikit tapi sering.
d. Makan sedikit demi sedikit dapat
meningkatkn intake nutrisi.
e. Anjurkan pasien untuk makan selagi
hangat
e. Makanan dalam kondisi hangat dapat
menurunkan rasa mual sehingga intake
nutrisi dapat ditingkatkan.
f. Delegatif pemberian terapi antiemetik
f. Antiemetik dapat digunakan sebagai
terapi farmakologis dalam manajemen
mual dengan menghamabat sekres
asam lambung.
g. Kolaborasi ahli gizi dalam pemberian
diet makanan.
g. Untuk memantau dan mencukupi gizi
pasien.