bab 2 tinjauan teoritis 2.1 tinjauan teoritis gagal

33
7 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal Jantung (Heart Failure) 2.1.1 Anatomi Fisiologi Gambar 2.1. Anatomi Jantung Sumber: Syaifudin (2011, hal.78) Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskuler, berotot dan berongga, terletak di rongga toraks bagian mediastinum, diantara dua paru-paru. Bentuk jantung seperti kerucut tumpul, pada bagian bawah disebut apeks, letaknya lebih kekiri dari garis medial, bagian tepinya pada ruang intercosta V kiri atau kira-kira 9 cm dari kiri linea medioclavicularis, sedangkan bagian atasnya disebut basis terletak agak kekanan tepatnya pada costa ke III, 1 cm dari tepi lateral sternum. Ukuran jantung kira-kira panjangnya 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebalnya 6 cm. Beratnya sekitar 200 sampai 425 gram, pada laki-laki sekitar 310 gram, pada perempuan sekitar 225 gram.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

7

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis Gagal Jantung (Heart Failure)

2.1.1 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1. Anatomi Jantung

Sumber: Syaifudin (2011, hal.78)

Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskuler, berotot dan

berongga, terletak di rongga toraks bagian mediastinum, diantara dua

paru-paru. Bentuk jantung seperti kerucut tumpul, pada bagian bawah

disebut apeks, letaknya lebih kekiri dari garis medial, bagian tepinya

pada ruang intercosta V kiri atau kira-kira 9 cm dari kiri linea

medioclavicularis, sedangkan bagian atasnya disebut basis terletak

agak kekanan tepatnya pada costa ke III, 1 cm dari tepi lateral sternum.

Ukuran jantung kira-kira panjangnya 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebalnya

6 cm. Beratnya sekitar 200 sampai 425 gram, pada laki-laki sekitar

310 gram, pada perempuan sekitar 225 gram.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

8

Otot jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu: lapisan bagian luar disebut

epikardium, lapisan tengah disebut miokardium, lapisan ini lebih tebal,

tersusun atas otot lurik dan mampu berkontraksi dengan kuat.

Sedangkan lapisan bagian dalam disebut endokardium, lapisan ini

terdiri dari jaringan endotelia yang juga melapisi ruang jantung dan

katup-katup jantung.

Jantung terbagi atas dua belahan yaitu belahan kanan dan belahan kiri,

kedua belahan tersebut dipisahkan oleh otot pemisah yang disebut

septum. Setiap belahan terdiri atas dua ruang yaitu ruang pengumpul

yang disebut atrium dan ruang pemompa yang disebut ventrikel.

Dengan demikian jantung mempunyai empat ruangan yaitu atrium

kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan ventrikel kiri. Atrium kanan

menerima darah yang kurang oksigen dari seluruh tubuh melalui vena

cava superior (dari tubuh bagian atas) dan vena cava inferior (dari tubuh

bagian bawah) kemudian darah mengalir masuk ke ventrikel kanan

untuk selanjutnya dipompakan keparu-paru melalui arteri pulmonalis

untuk dioksigenasi. Darah yang kaya oksigen dari paru-paru melalui

empat vena pulmonalis masuk keatrium kiri dan selanjutnya dari atrium

kiri darah mengalir ke ventrikel kiri untuk dipompakan keseluruh tubuh

melalui aorta.

Jantung memiliki dua tipe katup yaitu katup antrioventrikuler dan katup

semilunar. Katup jantung tersusun oleh endothelium yang dilapisi oleh

jaringan fibrosa, sehingga katup dapat menutup dan membuka karena

sifatnya yang fleksibel. Fungsi katup jantung adalah mengalirkan darah

pada saat terbuka dan menahan aliran darah, mencegah refluk aliran

darah pada saat menutup.

Katup antrioventrikular terletak diantara atrium dan ventrikel. Katup ini

terdiri dari katup trikuspidalis yang menghubungkan antara atrium dan

ventrikel kanan dan bikuspidalis atau mitral yang menghubungkan

Page 3: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

9

antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup trikuspidalis mempunyai

tiga daun katup sedangkan bikuspidalis mempunyai dua daun katup.

Posisi katup antrioventrikuler sangat kuat karena disokong oleh filamen

fibrosa yang disebut chordatendineae dan otot papilari yang melekat

pada dinding ventrikel. katup antrioventrikuler menutup pada saat

ventrikel jantung berkontraksi atau pada saat systole untuk mencegah

aliran balik darah ke atrium dan akan membuka pada saat jantung

relaksasi atau diastole untuk mengalirkan darah dari atrium dan mengisi

kembali ruang ventrikel.

Katup semilunar terdiri atas katup pulmonal dan katup aorta. Katup ini

mempunyai tiga daun katup. Katup polmunal terletak diantara ventrikel

kanan dan arteri pulmonalis. Sedangkan katup aorta terletak diantara

ventrikel kiri dengan aorta. Pada saat terjadi diastole katup semilunar

menutup dan membuka saat systole. Menutupnya katup jantung

menimbulkan bunyi jantung.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

10

2.1.2 Definisi

Nurarif & Hardhi (2015, hal.19) menyatakan bahwa “Gagal jantung

adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh

sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang

disebabakan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung

dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya

pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) atau

kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik)”.

Aspiani (2014, hal.151) meyatakan bahwa “Gagal jantung adalah suatu

kondisi yang terjadi ketika jantung tidak dapat lagi berespons secara

adequat terhadap stres untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.

Pada kondisi ini jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai

pompa dan akibatnya gagal jantung”.

Hurst (2015, hal.161) menyatakan bahwa “Gagal Jantung adalah

kondisi yang terjadi kerika fungsi jantung sangat terganggu sehingga

pompa jantung tidak bisa lagi membuat darah bergerak melalui jantung.

Jantung tidak dapat lagi menanggung beban kerja dan kegagalan

menghasilkan tekanan yang lebih tinggi dari normal di dalam ruang

jantung, peregangan berlebihan pada dinding otot, dan melemahnya

kemampuan jantung untuk berkontraksi”.

Menurut Lewis et al. (2011, hal.797) menyatakan bahwa “Heart failure

(HF) is an abnormal clinical syndrome involving impaired cardiac

pumping and filling, HF formerly congestive HF, is the terminology

preferred today since not all patient will have pulmonary congestion

or volume overload. HF is assosiated with numerous type of

cardiovaskular diseases, particulary long-standing, hypertension,

coronary artery disease (CAD), and miocardial infarktion (MI)”.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

11

Sedangkan Menurut Bender et al. (2007, hal.212) menyatakan bahwa

“Heart failure is a progressive condition with several stages as outlined

by the task force ACC / AHA / heart failure can be defined as a clinical

syndrome caused by structural abnormalities or heart function so that

the impulse of left ventricular ability to fill with or to release blood”.

Definisi menurut penulis gagal jantung adalah keadaan dimana otot

jantung melemah dan jantung tidak dapat memompa cukup darah

dengan maksimal sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan

tidak dapat terpenuhi.

2.1.3 Etiologi

Hariyanto & Rini (2015, hal.59) menjelaskan tentang etiologi gagal

jantung adalah:

a. Kelainan otot jantung

b. Aterosklerosis Koroner

c. Hipertensi Sistemik

d. Infeksi atau perdangan pada miokardium

e. Faktor sistemik (kejadian asidosi respiratorik ataupun metabolik)

Menurut Morton, P.Gonce et al. (2011, hal.507) penyebab kegagalan

jantung yaitu:

a. Disritmia, seperti: brakikardi,takikardi dan kontraksi premature

yang sering dapat menurunkan curah jantung.

b. Malfungsi katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh

kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari

pompa ruang, seperti stenosis katub aortik atau stenosis pulmonal),

atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukkan

peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

12

c. Abnormalitas Otot Jantung: Menyebabkan kegagalan ventrikel

meliputi infark miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas

(biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama),

fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati),

atau hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta atau

hipertensi sistemik.

d. Ruptur Miokard: terjadi sebagai awitan dramatik dan sering

membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan

mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari pertama setelah

infark.

Menurut Bender et al. (2007, hal.214) menjelaskan tentang etiologi

gagal jantung (Heart Failure) adalah:

a. Ischemic heart disease (most common cause in developed world)

b. Dilated Cardiomyopathy

c. Post viral

d. Alcohol

e. Hypothyroidism

f. Hipertension

g. Hemachromatosis

h. Familial

i. Infiltration (Amiloid/sarcoid)

j. Valve disease

k. Post partum

l. Chemotherapy

m. Radiotherapy

n. Infections (Change Disease)

o. Nutritional (beriberi)

Page 7: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

13

2.1.4 Manifestasi Klinis

Hariyanto & Rini (2015, hal.61) menyatakan manifestasi gagal jantung

adalah:

1. Gagal Jantung Kiri

a. Dispnea

Timbul sesak pada jantung kiri karena diakibatkan

penimbunan cairan dalam alveoli yang menyebabkan

terganggunya pertukaran gas. Bahkan, terkadang sampai

menjadi ortopnoe (sesak jika digunakan berbaring atau tidur).

b. Paroxismal Noktural Dispnea

Paroxismal Noktural Dispnea (sesak karena perubahan posisi)

juga bisa terjadi dikarenakan ventrikel kiri tidak mampu

melakukan pengosongan darah secara adequat yang

meningkatkan peningkatan tekanan sirkulasi paru sehingga

cairan berpindah ke alveoli.

c. Batuk

Terjadinya batuk disebabkan gangguan pada alveoli sehingga

terkadang pasien mengalami batuk kering atau basah disertai

sputum berbusa serta disertai bercak darah.

d. Mudah lelah

Kelelahan terjadi akibat curah jantung yang tidak adekuat

untuk mensirkulasi oksigen dan penurunan fungsi jantung

untuk membuang sisa metabolisme.

e. Kegelisahan dan kecemasan

Kecemasan pada pasien gagal jantung terjadi akibat gangguan

oksigenasi dan terganggunya pernafasan (sesak) menjadikan

lingkaran setan dalam kejadian sesak dengan kecemasan.

f. Takikardia

Kompensasi jantung sebagai usaha untuk memenuhi

oksigenasi jaringan bekerja lebih kuat.

2. Gagal Jantung Kanan

Page 8: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

14

a. Edema

Edema pada jaringan perifer yang terjadi akibat anggota

ekstremitas bawah yang paling sering pada tungkai seperti

(Petting odem) odem jika ditekan pada ekstremitas tetap

cekung/lama kembali. Edema terjadi akibat kegagalan jantung

bagian kanan memompa sirkulasi darah menuju vena.

b. Hepatomegali

Pembesaran hepar tejadi akibat peningkatan atrium kanan dan

tekanan aorta menurun.

c. Anoreksia

Hilangnya selera makan disertai mual diakibatkan pembesaran

vena dan stasis pada rongga abdomen.

d. Nokturia

Rasa ingin kencing pada malam hari dikarenakan penurunan

perfusi renal dan juga didukung karena pasien istirahat yang

dapat memperbaiki curah jantung.

Aspiani (2014, hal.156) menyatakan bahwa manifestasi klinis gagal

Jantung adalah:

1. Gagal Jantung Kiri

Keluhan berupa perasaan badan lemah, cepat lelah, berdebar-

debar, sesak nafas, batuk, anoreksia, dan keringat dingin, batuk

atau batuk berdarah, funsi ginjal menurun. Tanda Gejala

kegagalan ventrikel kiri:

a. Kongesti vaskuler pulmonal

b. Dispnea, nyeri dada dan syok

c. Ortopnea, Dispnea noktural paroksismal.

d. Batuk iritaso, edema pulmonal akut.

e. Penurunan curah janung

f. Gallop atrial- s4, gallop ventrikel S1

g. Crackles paru

h. Disritmia pulsus alterans

Page 9: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

15

i. Peningkatan berat badan

j. Peningkatan berat badan.

k. Pernafasan chyne stokes

l. Bukti radiografi tentang kongesti vaskuler pulmonal.

2. Gagal jantung kanan

Edema, anoreksia, mual, asites, sakit daerah perut. Tanda dan

gejala kegagalan ventrikel kanan:

a. Curah jantung rendah

b. Distensi vena jugularis.

c. Edema

d. Disritmia

e. S3 dan S4 ventrikel kanan.

f. Hipersonor pada perkusi.

g. Imobilisasi diafragma rendah.

h. Peningkatan diameter pada antero posterial.

Sedangkan Lewis et al. (2011, hal.802) menyatakan manifestasi klinis

gagal jantung adalah:

1. Right-sided heart failure

Causes a backup of blood into the right atrium and venous

circulation. The primary cause of RSHF is left sided HF.

Signs:

RV heaves, murmurs, jugular venous distention, edema (pedal,

scrotum, sacrum), weight gain, increased heart rate, ascites,

anasarca (massive generalized body edema), hepatomegaly (liver

enlargement.

Symptoms:

Fatigue, anxiety, depression, dependent bilateral edema, RUQ

pain (hepatomegaly), anorexia and GI bloating, nausea

2. Left-sided heart failure

Results from left ventricular dysfunction. prevents normal,

forward blood flow and causes blood to backup into the left

atrium and pulmonary veins. The increased pulmonary pressure

Page 10: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

16

causes fluid leakage from the pulmonary capillary bed into the

interstitum and then the alveoli. Most common form of HF.

Signs:

LV heaves, pulsus alternans (alternating pulses: strong, weak),

increased heart rate, left ventricular hypertrophy, hypoxia,

crackles (pulmonary edema), S3 and S4 heart sounds, pleural

effusion, changes in mental status (blood not perfusing the brain),

restlessness, confusion.

Symptoms:

Weakness, fatigue, anxiety, depression, dyspnea, shallow

respirations up to 32-40/min, paroxysmal nocturnal dyspnea

(waking up at night SOB), orthopnea (SOB while supine, dry

hacking cough, nocturia, frothy pink tinged sputum (advanced

pulmonary edema)

Page 11: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

17

2.1.5 Patway

Gangguan aliran

darah ke otot

jantung

Arteriosklerosis

koroner

Faktor sistemik

(hipoksia,anemia

)

Penyakit jantung

(stenosis katup

AV, stenosis

katup temponade

perikardium,

perikarditis

konstruktif) Disfungsi

miokardium

Beban volume

berlebihan

Pasokan Oksigen

ke jantung

menurun

Kontraktilitas

menurun

Beban sistole

meningkat

Beban

tekanan

berlebihan

Beban sistolik

berlebihan

Hambatan

pengosongan

ventrikel

Peningkatan

kebutuhan

metabolisme

COP

menurun

Kelainan otot

jantung

Hipertensi

sistemik

pulmonal

Preload

meningkat

Beban jantung

meningkat Atrofi

serabut otot

Gagal

Jantung

Kontraktilita

s menurun

Disfungsi

miokard (AMI)

miokarditis

Peradangan

dan penyakit

miokardium

Serabut otot

jantung rusak

Gagal pompa

ventrikel kiri Back Failure LVED

naik

Forward

failure

Gagal pompa

ventrikel kanan

Renal flow

menurun RAA

meningka

t

Penyempitan

lumen ventrikel

kanan

Suplai darah

kejaringan

menurun

Suplai O2

ke otak

menurun

Aldosteron

meningkat

Hipertrofi

ventrikel kanan

Metabolisme

anaerob Sinkop ADH

meningka

t

Page 12: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

18

Sumber: Nurarif & Hardhi (2015, hal.29)

Asidosis

metabolik

Resiko penurunan

perfusi jaringan

jantung

Retensi Na

+ H2O

Tekanana vena

pulmonalis

meningkat

ATP

meningkat

Fatigue

Intoleransi

Aktivitas

Kelebihan

volume cairan Beban kapiler

paru meningkat

Gangguan

Pertukaran

Gas

Edema

Paru

Beban

Ventrikel

Pitting

Edema

Kerusakan

Integritas

Kulit

Ronki

Basah

Iritasi mukosa

paru

Retensi cairan pada

ekstremitas bawah Bersihan jalan

nafas tidak efektif

Penumpukan

sekret

Refleks batuk

menurun

Tidak dapat

mengakomodasi semua

darah secara normal

kembali dari sirkulasi vena

Bendungan

vena sistemik

Bendungan

atrium kanan

Tekanan diastole

meningkat

Pembesaran vena

di abdomen

Lien Hepar

Splenomegali Hepatomegali Nyeri

Anoreksia

dan mual

Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Mendesak

diafragma

ATP

meningkat

Sesak

nafas

Ansietas

Peningkatan

tekanan

pembuluh portal

Ketidakefektifan

pola nafas

Deficit perawatan

diri

Cairan terdorong

kerongga

abdomen /asites

Ansietas

Page 13: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

19

2.1.7 Komplikasi

Aspiani (2014, hal.160) menjelaskan bahwa komplikasi pada pasien

gagal jantung adalah:

a. Asites

b. Hepatomegali

c. Edema Paru

d. Hidrothorax

Austaryani (2012, hal.6) komplikasi dari gagal adalah:

a. Edema pulmoner akut

b. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diit berlebih.

c. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

d. Hipertensi akibat retensi cairan da natrium serta malfungsi sistem

renin-angiotensin-aldosteron.

e. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia

sel darah merah.

Menurut Lewis et al. (2011, hal.802) menjelaskan bahwa komplikasi

yang terjadi pada pasien gagal jantung (Heart Failure) yaitu:

a. Pleural Effusion

Pleural effusion results from increasing pressure in the pleural

capillaries. A transudation of fluid occurs from these capillaries

into the pleural space

b. Dysrhythmias.

Chronic HF causes enlargement of the chambers of the heart.

This enlargement (stretching of the atrial and ventricular walls)

can cause changes in the normal electrical pathways. When

numerous sites in the atria fire spontaneously and rapidly (atrial

fibrillation), the organized atrial depolarization (contraction) no

longer occurs. Atrial fibrillation also promotes thrombus

formation within the atria. Thrombi may break loose and form

Page 14: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

20

emboli. This places patients with atrial fibrillation at risk for

stroke. They require treatment with cardioversion,

antidysrhythmics, and/or anticoagulants.

Patients with HF are also at risk for ventricular dysrhythmias

(e.g., ventricular tachycardia [VT], ventricular fibrillation [VF]).

VT and VF can lead to SCD.

c. Left Ventricular Thrombus.

With ADHF or chronic HF, the enlarged LV and decreased CO

combine to increase the chance of thrombus formation in the LV.

Once a thrombus has formed, it may also decrease left ventricular

contractility, decrease CO, and worsen the patient’s perfusion.

The development of emboli from the thrombus also places the

patient at risk for stroke.

d. Hepatomegaly.

HF can lead to severe hepatomegaly, especially with RV failure.

The liver becomes congested with venous blood. The hepatic

congestion leads to impaired liver function. Eventually liver cells

die, fibrosis occurs, and cirrhosis can develop.

e. Renal Failure.

The decreased CO that accompanies chronic HF results in

decreased perfusion to the kidneys and can lead to renal

insufficiency or failure

2.1.6 Klasifikasi

Menurut New York Heart Association (NHYA), didalam buku Loscalzo

(2015, hal.169) mengemukakan klasifikasi gagal jantung, terbagi dalam

4 kelas yaitu:

1. Kelas I

Pasien-pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa keterbatasan

kativitas fisik. Aktivitas fisik biasanya tidak menyebabkan

kelelahan, palpitasi, dispneu atau nyeri angina.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

21

2. Kelas II

Pasien-pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan

keterbatasan ringan aktivitas fisik. Pasien tersebut merasa nyaman

jika berisitirahat. Aktivitas fisik biasanya juga menyebabkan

kelelahan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina.

3. Kelas III

Pasien-pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan

keterbatasan aktivitas fisik yang nyata. Pasien tersebut merasa

nyaman jika beristirahat. Aktivitas yang lebih ringan daripada

aktivitas biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispneu atau

nyeri angina.

4. Kelas IV

Pasien-pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa

rasa tidak nyaman. Gejala-gejala gagal jantung atau sindrom

angina dapat terjadi meskipun pada saat istirahat. Jika pasien

melakukan suatu aktivitas fisik apapun, rasa tidak nayamn akan

meningkat.

Menurut Lewis et al. (2011, hal.803) menyatakan bahwa tahapan gagal

jantung menurut America Heart Association terbagi 4 yaitu:

1. Tahap A

Pasien dengan risiko tinggi untuk HF (misalnya, pasien dengan

hipertensi, diabetes, sindrom metabolik) namun tanpa penyakit

jantung struktural atau gejala HF.

2. Tahap B

Pasien dengan penyakit jantung struktural (misalnya, pasien

dengan riwayat MI, penyakit katup) namun tidak pernah

menunjukkan tanda atau gejala HF.

3. Tahap C

Pasien dengan gejala HF sebelumnya atau saat ini terkait dengan

penyakit jantung struktural yang diketahui.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

22

4. Tahap D

Pasien dengan HF refraktori (resisten terhadap pengobatan),

(misalnya, pasien dengan gejala parah saat istirahat meskipun

mendapat terapi medis maksimal) yang memerlukan intervensi

khusus.

2.1.7 Prognosis

Localzo (2015, hal.168) menjelaskan terjadinya heart failure

simtomatis masih membawa prognosis yang buruk. Studi berbasis

komunitas menunjukkan bahwa 30-40% pasien meninggal dalam

waktu 1 tahun setelah didiagnosis dan 60-70% meninggal dalam waktu

5 tahun, terutama akibat perburukan heart failure atau serangan

mendadak (kemungkinan akibat aritmia ventrikel). Meskipun sulit

memprediksi prognosis pada setiap pasien, secara umum pasien-pasien

dengan gejala yang muncul pada saat istirahat (New York Heart

Association {NHYA} kelas IV) memiliki angka mortalitas tahunan

sebesar 30-7-%, sedangkan pasien-pasien dengan gejala yang muncul

pada saat aktivias sedang (NHYA kelas II) memiliki angka mortalitas

tahunan sebesar 5-10%. Karena itu, status fungsional merupakan

penilaian yang penting untuk memprediksi prognosis pasien.

Medikasi dapat membantu jantung memompa lebih efesien. Beberapa

medikasi digunakan untuk manajemen sakit; lainnya digunakan untuk

mengontrol gejala. Memonitor diet sodium dan cairan dapat pula

membantu mengontrol gejala. Gagal jantung adalah komplikasi utama

penyakit jantung, disebabkan abnormalitas fungsi pemompaan. Jantung

tidak mampu membawa darah secara efektif untuk memenuhi

kebutuhan metabolik. Masalah-masalah yang ditimbulkan mencakup

disfungsi akut bilik jantung kiri biasanya karena aritmia dan infarktus

otot jantung, dan kegagalan kronis karena kelebihan cairan, biasanya

pada penyakit jantung valvular. Gagal jantung membahayakan hal-hal

Page 17: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

23

berikut: Kontraktilitas otot, denyut jantung. ventricular preload,

ventrcular afterload (Digiulio et al., 2007, hal.34).

Sekalipun kebanyakan jantung dapat mentoleransi beberapa perubahan

diatas, kebanyakan penyakit jantung yang sudah berlangsung lama

tidak dapat melakukannya; akibatnya adalah gagal jantung. Hasil

tindakan pada penyakit awal biasanya baik. Prognosis jangka panjang

dapat bervariasi bergantung pada keparahan penyakit dan kondisi-

kondisi terkait (Digiulio et al., 2007, hal.34).

Bender et al. (2007, hal.212) menjelaskan The development of new

therapeutic innovations for coronary artery disease coupled with an

aging population has led to an increase in the prevalence of heart

failure. There are currently over 5 million cases in the United States

and an estimated 23 million people with heart failure worldwide.

Nearly one million new cases are diagnosed annually worldwide. The

lifetime risk of developing heart failure for all comers over the age of

40 is 20%. The prevalence increases with age, with the mean age of the

heart failure population being in their mid-70s. Despite improvement

in prognosis in coronary artery disease, the prognosis in heart failure

remains poor with over 50% of all patients hospitalized for the first time

with heart failure dying within 5 years. Patients with heart failure can

die suddenly (as the result of ventricular tachyarrhythmias) or with

worsening heart failure symptoms and fluid overload.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Nurarif & Hardhi (2015, hal.20) menyatakan pemeriksaan yang dapat

dilakukan pada pasien dengan gagal jantung adalah:

2.1.8.1 Elektrokardiogram (EKG)

Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia,

disritmia, takikardi, fibrilasi atrial.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

24

2.1.8.2 Uji Stress

Merupakan pemeriksaan non invasif yang bertujuan untuk

menentukan kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi

sebelumnya.

2.1.8.3 Ekokardiografi

Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang

menjadi penyebab gagal jantung.

2.1.8.4 Kateterisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan

stenosis katup atau insufisiensi.

2.1.8.5 Radiografi dada

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan

mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik, atau perubahan

dalam pembuluh darah normal.

2.1.8.6 Elektrolit

Mungkin berubah karena pemindahan cairan/ penurunan

fungsi ginjal, terapi diuretik.

2.1.8.7 Oksimetri Nadi

Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung

kongestif akut.

2.1.8.8 Analisa Gas Darah

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori

ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2

(akhir).

2.1.8.9 Blood Ureum Nitrogen (BUN)

Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal.

Kenaikan BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

2.1.8.10 Pemeriksaan Tiroid

Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid

sebagai pre pencetus gagal ginjal.

Page 19: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

25

2.1.9 Penatalaksanaan

Menurut Aspiani (2014, hal.159) mengemukakan bahwa

penatalaksanaan gagal jantung bertujuan untuk menurunkan kerja

jantung, meningkatkan curah jantung kontraktilitas miokard dan

menurunkan retensi garam di air. Penatalaksanaannya meliputi:

a. Tirah Baring

Untuk gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.

b. Pemberian Diuretik

Akan menurunkan preload dan kerja jantung.

c. Pemberian Morfin

Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer,

menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan

ansietas karena dipsnea berat.

d. Reduksi volume darah sirkulasi

Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat

pada pasien dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini

dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral,

menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian serta

sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.

e. Terapi Nitrit

Untuk vasodilatasi perifer guna menurunkan afterload.

f. Terapi digitalis

Obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik),

memperlambat frekuensi ventrikel, peningkatan efesiensi jantung.

g. Inotropik positif

1. Dopamin

Pada dosis kecil 2,5-5 mg/kg akan merangsang alfa-adrenergik

beta-adrenergik. Reseptor dopamin ini mengakibatkan

keluarnya katekolamin dari sisi penyimpanan saraf.

Memperbaiki kontraktilitas curah jantung isi sekuncup.

Dilatasi ginjal serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis

maksimal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokontriksi

dan mengakibatkan beban kerja jantung.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

26

2. Dobutamin

Merangsang hanya beta-adrenergik. Dosis mirip dopamin

memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit

vasokontriksi dan takikardia.

Menurut Ardiyansyah (2012, hal.33) mengemukakan penatalaksanaan

medis gagal jantung adalah:

a. Pemberian Oksigen

Pemberian oksigen sangat dibutuhkan, terutama pada pasien gagal

jantung yang disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan

mengurangi kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi

oksigen tubuh.

b. Penatalaksanaan diet

Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau

mengurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.

Menurut Setyaningsih (2015, hal.13) penatalaksanaan berdasarkan

klasifikasi New York Heart Association (NYHA) adalah :

a. Kelasi I

Non farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi cairan,

menurunkan berat badan, menghindari alkohol dan rokok, aktifitas

fisik, management stres.

b. Kelas II dan II

Terapi pengobatan meliputi, diuretik, vasodilator, AC inhibitor,

digitalis, dopamineroid dan oksigen.

c. Kelas IV

Kombinasi diuretik, digitalis dan AC inhibitor seumur hidup.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

27

2.2 Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Penyakit Gagal Jantung (Heart

Failure)

2.2.1 Pengkajian

Menurut Muttaqin (2011, hal.170) Pengkajian keperawatan adalah

tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang

sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

2.2.1.1 Pengkajian Anamnesa

a. Keluhan Utama

Keluhan utama dapat menanyakan tentang gangguan

terpenting yang dirasakan klien sampai perlu pertolongan.

Keluhan utama pada klien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler secara umum adalah : sesak nafas, batuk,

nyeri dada, pingsan, berdenar-debar, cepat leleh, edema

ektremitas dan sebagainya.

b. Riwayat Kesehatan saat Ini

Pengkajian RPS sistem kardiovaskuler seperti

menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan

hingga klien meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan

keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan

dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut

terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana

pertama kali keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan

ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat

dan memperingan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi

keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau

tidakkah usaha tersebut.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami

sebelumnya Misalnya; tanyakan apakah klien pernah

dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, pernahkah

mengalami sakit yang berat.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

28

d. Riwayat Keluarga

Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami

keluarga, serta bila ada naggota keluarga yang meninggal

maka penyebab kematiannya juga ditanyakan. Banyak

penyakit menurun dalam keluarga. Mislanya : penyakit

jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia

muda merupakan faktor risiko utama untuk penyakit

jantung iskemik pada keturunannya.

e. Pengkajian Psikososialspiritual

Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi

yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi

yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku

klien. Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal klien

tentang kapsitas fisik dan intelektual saat ini yang

menentukan tingkat perlunya pengkajian

psikososialspiritual.

2.2.1.2 Pengkajian Fisik

a) Keadaan Umum

Keadaan umum pada klien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler dapat dilakukan selintas pandangan

dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh klien dan

dinilai secara umum kesadaran klien.

b) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan umum terhadap pasien gagal jantung,

biasanya pasien memiliki kesadaran baik (compos

mentis). Namun, kesadaran ini akan berubah seiring

dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem

syaraf pusat.

1) B1 (Breathing)

Pengkajian yang didapatkan dengan adanya tanda-

kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea,

batuk, dan edema pulmonal akut. Crakles adalh suara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

29

basah halus, yang secara umum terdengar pada dasar

posterior paru saar penderita bernafas. Gajala ini

dikenal sebagai bukti gagal jantung kiri. Sebelum

crakles dianggap sebagai suatu kegagalan pompa,

pasien harus di intruksikan untuk batuk guna untuk

membuka alveoli basilaris yang mungkin dikompresi

dari bawah diafragma.

2) B2 (Bleeding)

a) Inspeksi

Amati bentuk prekordium pada umumnya pada

kedua belah dada adalah simetris, Amati denyut

jantung apeks (ictus cordis) pada intercostal V

midclavicula sinistra.

b) Palpasi

Pemeriksaan ictus cordis (Intercostsl V

midclaviculs kiri) yang dinilai apakah teraba atau

tidaknya ictus dan apabila teraba dinilai kuat

angkat atau tidak. Pemeriksaan getaran atau trhill

yaitu dapat mengetahui apakah ada kelainan

katub bawaan atau penyakit jantung congenital

dengan cara memperhatikan lokasi dari getaran,

terjadinya getaran : systol atau diastole, getaran

yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila

orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena

frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih

cepat, Dengan terabanya getaran maka pada

auskultasi nantinya akan terdengar bising

jantung.

c) Perkusi

Lakukan perkusi batas-batas jantung: batas

jantung sebelah kanan pada parasternalis

intercosta II dan parasternalis intercosta IV, batas

jantung kiri pada parasternalis intercosta II dan

Page 24: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

30

midclavicula intercosta V. Batas jantung

mengalami pergeseran, dimana hal ini

menandakan adanya hipertrofi (kardiomegali).

d) Auskultasi

Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan

ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah

dengan dua cara. Pertama, bunyi jantung ke tiga

dan keempat (S3,S4) serta bunyi crakles pada

paru-paru. S4 atau gallop atrium mengikuti

kontraksi atrium dan terdengar paling baik

dengan menggunakan bel stetoskop yang

ditempelkan tepat pada apeks jantung. Kedua, S1

tidak selalu tanda pasti kegagalan kongestif,

tetapi dapat menurunkan komplain (peningkatan

kekakuan) miokard.

3) B3 (Brain)

Kesadaran penderita iasanya agak terganggu apabila

terjadi gangguan perfusi jaringan dalam skala berat.

Pengkajian objektif terhadap pasien ditandai dengan

wajah pasien yabg terlihat menangis, meringis atau

merintih.

4) B4 (Bladder)

Pengukuran volume keluara urine berhubungan

dengan asupan cairan, karena itu perawat perlu

memantau adanya oliguria sebagai tanda awal dari

tejadinya shock kardiogenik. Adanya edema

ekstremitas menandakan terjadinya retensi cairan

yang parah.

5) B5 (Bowel)

Pasien biasanya merasakan mual dan muntah,

penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena dan

stasis vena didalam rongga abdomen, serat penurunan

berat badan.

Page 25: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

31

6) B6 (Bone)

Hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada saat

pengkajian adalah sebagai berikut; kulit dingin dan

mudah lelah.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Manurung (2011, hal.96) Menyatakan diagnosa keperawatan

adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang nasalah pasien

serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan

keperawatan.

2.2.2.1 Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

penumpukan sekret.

2.2.2.2 Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan

otot-otot pernafasan, disfungsi neuromuscular, sindrom

hipoventilasi

2.2.2.3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membran alveolar-kapiler.

2.2.2.4 Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

2.2.2.5 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan

asupan cairan, gangguan mekanisme regulasi.

2.2.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan atau

dispnue akibat turunnya curah jantung.

2.2.2.7 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan Anoreksia.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

2.2.3.1 Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

penumpukan sekret.

Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif

Kriteria Hasil : Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-

20x/mnt).

Irama pernapasan normal.

Page 26: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

32

Kedalaman pernapasan normal.

Klien mampu mengeluarkan sputum secara

efektif.

Tidak ada akumulasi sputum.

Intervensi Rasional

a. Kaji rate, irama, kedalaman, dan

usaha respirasi

a. Mengetahui tingkat gangguan yang

terjadi dan membantu dalam

menetukan intervensi yang akan

diberikan.

b. Monitor suara napas tambahan b. Suara napas tambahan dapat

menjadi indikator gangguan

kepatenan jalan napas yang

tentunya akan berpengaruh

terhadap kecukupan pertukaran

udara.

c. Monitor pola napas c. Mengetahui permasalahan jalan

napas yang dialami dan keefektifan

pola napas klien untuk memenuhi

kebutuhan oksigen tubuh.

d. Berikan posisi yang nyaman untuk

mengurangi dispnea.

d. Posisi memaksimalkan ekspansi

paru dan menurunkan upaya

pernapasan. Ventilasi maksimal

membuka area atelektasis dan

meningkatkan gerakan sekret ke

jalan nafas besar untuk

dikeluarkan.

e. Ajarkan batuk efektif e. Fisioterapi dada/ back massage

dapat membantu menjatuhkan

secret yang ada dijalan nafas.

f. Bersihkan sekret dari mulut dan

trakea; lakukan penghisapan

sesuai keperluan.

f. Mencegah obstruksi atau aspirasi.

Penghisapan dapat diperlukan bia

klien tak mampu mengeluarkan

sekret sendiri.

g. Kolaborasi pemberian oksigen g. Meringankan kerja paru untuk

memenuhi kebutuhan oksigen serta

memenuhi kebutuhan oksigen

dalam tubuh.

Page 27: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

33

h. Kolaborasi pemberian

broncodilator sesuai indikasi.

h. Broncodilator meningkatkan

ukuran lumen percabangan

trakeobronkial sehingga

menurunkan tahanan terhadap

aliran udara.

2.2.3.2 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan

otot-otot pernafasan, disfungsi neuromuscular, sindrom

hipoventilasi.

Tujuan : Menunjukkan keefektifan pola nafas

Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan

dalam batas normal.

Tidak menggunakan otot-otot bantu

pernapasan

Intervensi Rasional

a. Kaji tanda-tanda vital a. Untuk mengetahui keadaan umum

klien.

b. Monitor kecepatan, ritme,

kedalaman dan usaha pasien saat

bernafas

b. Monitor keadekuatan pernapasan

c. Monitor suara nafas c. Mengetahui adanya sumbatan pada

jalan napas

d. Monitor pola nafas d. Memonitor keadaan pernapasan

klien

e. Auskultasi suara nafas e. Memonitor kepatenan jalan napas

f. Posisikan pasien semi fowler f. Untuk memaksimalkan potensial

ventilasi

g. Kolaborasi dalam pemberian

oksigen terapi

g. Meningkatkan ventilasi dan asupan

oksigen

2.2.3.3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membran alveolar-kapiler.

Tujuan : Kerusakan pertukaran gas teratasi.

Kriteria Hasil : RR klien normal 16-20 x/menit

Page 28: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

34

Irama pernapasan teratur

Kedalaman inspirasi normal

Oksigenasi pasien adekuat

AGD dalam batas normal skala 5

Intervensi Rasional

a. Kaji tekanan darah, nadi,

temperature, dan status respirasi.

a. Mendeteksi adanya gangguan

respirasi dan kardiovaskuler

b. Monitor respiration rate dan ritme

(kedalaman dan simetris)

b. Mengecek adanya gangguan

pernapasan

c. Monitor suara paru c. Mendeteksi adanya keabnormalan

suara paru

d. Monitor adanya sianosis pada

central dan perifer

d. Sianosis kuku merupakan

vasokintriksi atau respon tubuh

terhadap demam/mengiggil

e. Catat dan monitor pelan, dalamnya

pernapasan dan batuk

e. Mengetahui factor penyebab batuk

dan gangguan pernapasan

f. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi udara

f. Melancarkan pernapasan klien

g. Keluarkan secret dengan

melakukan batuk efektif atau

dengan melakukan suctioning

g. Mengeluarkan secret yang

menghambat jalan pernapasan

h. Pantau gas darah arteri (AGD),

serum dan tingkat elektrolit urine.

h. Untuk mengetahui tekanan gas

darah (O2 dan CO2) sehingga

kondisi pasien tetap dapat dipantau.

i. Kolaborasi pemberian treatment

aerosol, sesuai kebutuhan

i. Untuk memperlancar jalan nafas

klien.

j. Kolaborasi pemberian terapi

oksigen sesuai kebutuhan.

j. Untuk mempelancar pernafasan

klien dan memenuhi kebutuhan

oksigen klien.

2.2.3.4 Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

Tujuan : Dapat menunjukkan penurunan rasa nyeri.

Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Klien melaporkan nyeri berkurang.

Klien dapat menggunakan teknik non

farmakologis.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

35

Ekspresi wajah klien tidak menunjukkan

nyeri.

Skala nyeri 0 (0-10).

Intervensi Rasional

a. kaji karakteristik dan lokasi nyeri. a. Untuk mengetahui berapa berat

nyeri yang dialami klien.

b. Monitor tanda-tanda vital b. Hasil tanda-tanda vital mungkin

meningkat saat terjadi nyeri.

c. Anjurkan pada klien melaporkan

segera jika terjadi nyeri dada.

c. Nyeri berat dapat menyebabkan

syok kardiogenik yang berdampak

pada kematian mendadak.

d. Anjurkan Klien Mengatur posisi

senyaman mungkin sesuai dengan

keinginan klien.

d. Posisi yang nyaman akan

membantu memberikan kesempatan

pada otot untuk relaksasi seoptimal

mungkin.

e. Ciptakan suasana lingkungan

yang aman dan nyaman.

e. Rangsangan yang berlebihan dari

lingkungan akan memperberat rasa

nyeri.

f. Ajarkan dan anjurkan pada klien

melakukan teknik distraksi dan

relaksasi

f. Teknik distraksi dan relaksasi dapat

mengurangi rasa nyeri yang

dirasakan klien.

g. Kolaborasi dalam pemberian

oksigen.

g. Meningkatkan jumlah oksigen

yang ada untuk pemakaian

miokardium sekaligus mengurangi

ketidaknyamanan sampai dengan

iskemia.

h. Kolaborasi dokter dalam

pemberian obat (Beta Blocker,

Anti angina, Analgesic)

h. Untuk mengurangi nyeri yang

dirasakan klien.

2.2.3.5 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan

asupan cairan, gangguan mekanisme regulasi.

Tujuan : Kelebihan volume cairan dapat berkurang

Kriteria Hasil : Saturasi oksigen dalam rentang yang

diharapkan (90-100%).

RR dalam batas yang diharapkan (20-

30x/mnt).

Page 30: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

36

Tidak terjadi dispnea saat beristirahat.

Serum kreatinin kembali ke rentang yang

diharapkan (0.7 – 7.2 mg/dL).

Nilai BUN kembali ke rentang yang

diharapkan (8.00-50.00 mg/dl).

Intervensi Rasional

a. Pantau tekanan darah, nadi, irama

jantung, suhu dan suara nafas.

a. Perubahan parameter dapat

menindikasi perubahan status

cairan atau elektrolit.

b. Pantau asupan, haluaran dan berat

jenis urine.

b. Asupan yang melebihi haluaran

dan peningkatan berat jenis urine

dapat mengindikasikan retensi atau

kelebihan beban cairan.

c. Pantau BUN, kreatinin, kadar

elektrolit, kadar hemoglobin dan

hematokrit.

c. BUN dan kreatinin mengindikasi

fungsi ginjal ; kadar elektrolit,

kadar hemoglobin dan hematokrit

mengindikasikan status cairan.

d. Ukur berat bada pasien setiap hari

sebelum sarapan,sesuai program.

d. Untuk memberikan pembacaan

yang konsisten.

e. Berikan cairan sesuai

instruksi.Pantau kecepatan aliran

IV secara cermat.

e. Kelebihan cairan IV dapat

memperburuk kondisi pasien.

f. Kolaboarasi pemberian obat

diuretik

f. Diuretik berfungsi dalam

menurunkan penumpukan cairan

sehingga mengurangi edema

2.2.3.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan atau

dispnue akibat turunnya curah jantung.

Tujuan : Diharapkan kondisi stabil saat beristirahat.

Kriteria Hasil : Tidak nampak kelelahan.

Tidak nampak lesu.

Kualitas tidur dan istirahat dalam batas

normal.

Page 31: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

37

Intervensi Rasional

a. Kaji penyebab kelelahan

(perawatan, nyeri, pengobatan)

a. Mengetahui etiologi kelelahan,

apakah mungkin efek samping obat

atau tidak.

b. Bantu klien memilih aktivitas yang

sesuai dengan kondisi.

b. Aktivitas yang teralau berat dan

tidak sesuai dengan kondisi klian

dapat memperburuk toleransi

terhadap latihan.

c. Anjurkan klien dan keluarga untuk

mengenali tanda dan gejala

kelelahan saat aktivitas

c. Menyamakan persepsi perawat-

klien mengenai tanda-tanda

kelelahan dan menentukan kapan

aktivitas klien dihentikan.

d. Anjurkan klien untuk membatasi

aktivitas yang cukup berat seperti

berjalan jauh, berlari, mengangkat

beban berat, dll.

d. Mencegah timbulnya sesak akibat

aktivitas fisik yang terlalu berat.

e. Batasi stimuli lingkungan untuk

relaksasi klien.

e. Menciptakan lingkungan yang

kondusif untuk klien beristirahat.

f. Batasi jumlah pengunjung.

f. Memfasilitasi waktu istirahat klien

untuk memperbaiki kondisi klien.

2.2.3.6 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan Anoreksia.

Tujuan : Pemenuhan kebutuhan pasien tercukupi

Kriteria Hasil : Intake nutrisi tercukupi.

Asupan makanan dan cairan tercukupi

Peningkatan nafsu makan

Pasien mengalami peningkatan berat badan

Intervensi Rasional

a. Kaji status nutrisi pasien

a. Pengkajian penting dilakukan untuk

mengetahui status nutrisi pasien

sehingga dapat menentukan intervensi

yang diberikan.

Page 32: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal

38

b. Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk

selalu melalukan oral hygiene.

b. Mulut yang bersih dapat meningkatkan

nafsu makan

c. Berikan informasi yang tepat terhadap

pasien tentang kebutuhan nutrisi yang

tepat dan sesuai.

c. Informasi yang diberikan dapat

memotivasi pasien untuk

meningkatkan intake nutrisi.

d. Anjurkan pasien makan sedikit demi

sedikit tapi sering.

d. Makan sedikit demi sedikit dapat

meningkatkn intake nutrisi.

e. Anjurkan pasien untuk makan selagi

hangat

e. Makanan dalam kondisi hangat dapat

menurunkan rasa mual sehingga intake

nutrisi dapat ditingkatkan.

f. Delegatif pemberian terapi antiemetik

f. Antiemetik dapat digunakan sebagai

terapi farmakologis dalam manajemen

mual dengan menghamabat sekres

asam lambung.

g. Kolaborasi ahli gizi dalam pemberian

diet makanan.

g. Untuk memantau dan mencukupi gizi

pasien.

Page 33: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Gagal