bab 1 bab 2

27

Click here to load reader

Upload: mohammad-rifqi-wibowo

Post on 24-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangUrtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772, walaupun sebenarnya penyakit telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai dengan onset edema setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa gatal dan terbakar yang disebabkan oleh bermacam-macam sebab. Urtikaria juga kadang dikenal sebagai hives, nettle rash, biduran, kaligata.Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-25% populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik. Urtikaria akut adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien untuk mencari pengobatan di unit gawat darurat (UGD). Bahkan, urtikaria akut adalah penyakit kulit paling umum yang dirawat di UGD. Urtikaria kronik yang terjadi setiap hari selama lebih dari 6 minggu dapat mengganggu kualitas hidup seseorang.

Urtikaria perlu dipelajari oleh perawat agar perawat dapat mengetahui bagaimana paofisologi dan bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan kepada pasien dengan urtikaria ini.

1.2 Rumusan MasalahDari latar belakang tersebut rumusan masalah yang muncul adalah:

1.2.1 Bagaimana anatomi kulit?1.2.2 Bagaimana fisiologi kulit?1.2.3 Apa definisi urtikaria?1.2.4 Bagaimana epidemiologi urtikaria?1.2.5 Apa etiologi urtikaria?1.2.6 Bagaimana patofisiologi urtikaria?1.2.7 Bagaimana manifestasi klinis urtikaria?1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan urtikaria?1.2.9 Bagaimana cara pencegahan urtikaria?1.2.10 Apa komplikasi urtikaria?1.2.11 Bagaimana pathway urtikaria?1.2.12 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien urtikaria?1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana anatomi kulit

1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana fisiologi kulit

1.3.3 Untuk mengetahui apa definisi urtikaria1.3.4 Untuk mengetahui epidemiologi urtikaria1.3.5 Untuk mengetahui apa etiologi urtikaria

1.3.6 Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi urtikaria

1.3.7 Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis urtikaria

1.3.8 Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan urtikaria

1.3.9 Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan urtikaria

1.3.10 Untuk mengetahui apa komplikasi urtikaria

1.3.11 Untuk mengetahui bagaimana pathway urtikaria

1.3.12 Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien urtikaria 1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Perawat

a. Perawat dapat mengetahui konsep dasar urtikaria;b. Perawat dapat mengetahui patofisiologi urtikaria; danc. Perawat dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan pasien dengan urtikaria sesuai respon setiap pasien.

1.4.2 Bagi Pembaca

a. Pembaca dapat mengetahui konsep dasar urtikaria;

b. Pembaca dapat mengerti tanda dan gejala urtikaria; dan

c. Pembaca dapat mengetahui bagaiman penatalaksanaan serta pencegahan urtikaria.BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh. Lapisan luar kulit adalah epidermis dan lapisan dalam kulit adalah dermis atau korium.

Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (stratum germinativum). Fungsi epidermis sebagai proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel langerhans).Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler yang merupakan lapisan tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis berfungsi sebagai struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi. Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak, berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.

2.2 Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi, dan metabolisme.Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.

2.3 Definisi

Urtikaria (hives) menggambarkan infiltrate (pembengkakan kulit akibat kebocoran kapiler) yang memerah (eritematosa) dan gatal (Davey, 2005).

Urtikaria (kaligata) adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi oleh halo eritematosa (Harrison, 1999).

Urtikaria adalah reaksi dari pembuluh darah berupa erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan, dan disertai rasa gatal.

Urtikaria (biduran) merupakan suatu reaksi pada kulit yang timbul mendadak (akut) karena pengeluaran histamin yang mengakibatkan pelebaran pembuluh darah dan kebocoran dari pembuluh darah. Secara imunologik, dari data yang ada sejak tahun 1987, urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikemukakan oleh penderita, keadaan ini juga didukung oleh penelitian ahli yang lain (Hodijah, 2009).

Urtikaria (kaligata) adalah suatu reaksi alergi yang ditandai oleh bilur-bilur berwarna merah dengan berbagai ukuran di permukaan kulit (Medicastore, 2009).Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa urtikaria adalah reaksi pada kulit karena reaksi alergi yang timbul mendadak (akut) yang berupa infiltrate (pembengkakan kulit akibat kebocoran kapiler) yang memerah (eritematosa) dan gatal.2.4 Epidemiologi

Urtikaria sering terjadi dan merupakan akibat dari degranulasi sel mast (reaksi imunologis tipe I) sebagai respons terhadap antigen, dengan pelepasan histamine dan mediator vasoaktif lainnya, yang meyebabkan timbulnya eritema dan edema. Umur, jenis kelamin, bangsa/ras, kebersihan, keturunan dan lingkungan dapat menjadi agen predisposisi bagi urtikaria. Berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey dari tahun 1990 sampai dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua pasien urtikaria yang datang berobat ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. Paling sering episode akut pada anak-anak adalah karena reaksi atau efek samping dari makanan atau karena penyakit-penyakit virus. Sedangkan untuk urtikaria kronik adalah urtikaria idiopatik atau urtikaria yang disebabkan karena autoimun. Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan angioedema dan 11% angioedema saja. Kejadian urtikaria pada populasi umumnya antara 1% sampai 5%.

2.5 EtiologiPada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, diantaranya:2.5.1 Disebabkan oleh ingestan (mekanisme IgE pada beberapa kasus)

1. MakananUrtikaria akut, makanan adalah penyebab yang tersering sedangkan pada urtikaria kronis makanan sebagai penyebab sangat jarang terjadi. Bermacam-macam pendapat dikemukakan tentang peranan makanan dalam urtikaria kronik. Makanan makanan yang paling bersifat alergenik adalah terutama ikan, telur, coklat, kerang, kacang-kacangan, mentega, tomat, strawberry, melon, keju, bawang dan rempah-rempah. Metode yang paling bagus untuk menentukan suatu alergi makanan pada urtikaria kronis adalah dengan eliminasi diet. Selain makanan, bahan-bahan lain yang dicampurkan ke makanan seperti zat pewarna, pengawet dan lain-lain, juga sering menimbulkan urtikaria.2. Obat-obatanObat-obatan yang paling sering menimbulkan urtikaria adalah penisilin. Dilaporkan juga tingginya angka insidensi terjadinya urtikaria yang disebabkan aspirin. Obat-obat lain yang dapat menyebabkan urtikaria antara lain :sulfonamid, narkotik, AINS, vitamin, estrogen, insulin, kuinin, fenilbutazon, salisilat, ACE inhibitor, diuretik, fenotiazin, probenesid, nitrofurantoin, prokain, thiouracil, isoniazid dan lain-lain.

2.5.2 Disebabkan oleh kontaktan (mekanisme Ig E paada beberapa kasus)

1. Bahan tumbuhan, misalnya sengatan jelantang

2. Hewan, serangga seperti laba-laba besar, binatang laut Portugis, cakaran kucing, sisik ngengat.

3. Obat-obatan yang dioleskan pada kulit

4. Air ludah hewan

2.5.3 Disebabkan oleh injektan (mekanisme IgE pada beberapa kasus)

Obat-obatan terutama penisilin, transfuse darah, antisera terapeutis.2.5.4 Disebabkan oleh inhalan

Tepung sari, ketombe, dan jamur.

2.5.5 Disebabkan oleh agen infeksius

Agen infeksius yang dilaporkan menyebabkan urtikaria adalah : virus hepatitis B, spesies streptococcus dan mikoplasma, Helicobacter pylori, Mycobacterium tuberculosis dan virus herpes simplek.2.5.6 Disebabkan Stres EmosionalPada urtikaria kolinergik, stres adalah salah satu pencetus timbulnya urtikaria selain penyebab yang lain.2.5.7 Disebabkan faktor-faktor fisikFaktor-faktor fisik adalah etiologi tersering yang telah diketahui sebagai pencetus timbulnya urtikaria kronik yaitu sekitar 20 %. Urtikaria fisik ada beberapa jenis yaitu urtikaria dingin, urtikaria tekanan lambat, urtikaria cahaya matahari, urtikaria aquagenik, urtikaria panas lokal. Urtikaria fisik juga dapat disebabkan akibat olahraga, dan angioderma getaran.

2.5.8 Disebabkan penyakit sistemik

Bebrapa autoimun dan penyakit kolagen, misalnya retikulosis, karsinoma, dan dypsproteinemias.

2.6 Patofisiologi

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basophil (Djuanda, 2008). Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas (Djuanda, 2008).

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik; biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.

2.7 Manifestasi Klinis

Klinis tampak bentol (plaques edemateus) multipel yang berbatas tegas, berwarna merah dan gatal. Bentol dapat pula berwarna putih di tengah yang dikelilingi warna merah. Warna merah bila ditekan akan memutih. Ukuran tiap lesi bervariasi dari diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk sirkular atau serpiginosa (merambat). Tiap lesi akan menghilang setelah 1 sampai 48 jam, tetapi dapat timbul lesi baru. Pada dermografisme lesi sering berbentuk linear, pada urtikaria solar lesi terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Pada urtikaria dingin dan panas lesi akan terlihat pada daerah yang terkena dingin atau panas. Lesi urtikaria kolinergik adalah kecil-kecil dengan diameter 1-3 milimeter dikelilingi daerah warna merah dan terdapat di daerah yang berkeringat. Secara klinis urtikaria kadang-kadang disertai angioedema yaitu pembengkakan difus yang tidak gatal dan tidak pitting dengan predileksi di muka, daerah periorbita dan perioral, kadang-kadang di genitalia. Kadang-kadang pembengkakan dapat juga terjadi di faring atau laring sehingga dapat mengancam jiwa.Selama ini penderita menganggap bahwa penyebab urtikaria adalah udara dingin dan debu. Padahal udara dingin hanya sebagai faktor yang memperberat.Sedangkan debu bisa mengganggu kulit dengan bentuk yang berbeda, bila penyebabnya debu hanya timbul 2-6 jam setelah itu menghilang.Debu sebagai penyebab hanya dalam jumlah banyak seperti rumah yang tidak ditinggali lebih dari seminggu, bila bongkar-bongkar kamar, bila terdapat karpet tebal yang permanen, bila masuk gudang, boneka atau bajuyang lama disimpan dallam gudang atau lemari. Faktor Resiko Yang memperberat Urtikaria yaitu, Infeksi (panas, batuk, pilek), Aktifitas meningkat (menangis, berlari, tertawa keras), Udara dingin, Udara panas, Stres, Gangguan hormonal: (kehamilan, menstruasi). Faktor pemicu tidak akan berpengaruh bila penyebab utama alergi tidak ada. Artinya, bila penyebabnya alergi makanan tidak ada atau dikendalikan maka udara dingin, udara panas, stres, infeksi virus, dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh. Jadi, udara dingin dan faktor pemicu lainnya hanya memperberat bukan penyebab utama.2.7.1 Gejala

Gejala urtikaria adalah sebagai berikut: a. Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.

b. Biduran berwarna merah muda sampai merah.

c. Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul seterusnya.

d. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare, muntah dan nyeri kepala.

2.7.2 Tanda

Tanda urtikatria adalah sebagai berikut:a. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.

b. Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.

c. Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress.

d. Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan, maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan perubahan pigmentasi.

e. Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan objek tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.

f. Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.

2.8 Penatalaksanaan2.8.1 Penatalaksanaan MedisSebenarnya pada beberapa kasus urtikaria yang sifatnya akut tidak perlu adanya pengobatan secara intensif karena urtikaria pada tahap ini gejalanya tidak berlansung lama dan bisa sembuh sendiri. Tetapi pada urtikaria kronik bisa di lakukan pengobatan dengan menggunakan anthihistamin. Obat ini merupakan pilihan utama adalah penanganan urtikaria.

2.8.2 Penatalaksanaan KeperawatanTindakan keperawatan yang harus di lakukan dalam penangnan urtikaria adalah : a. mencari dan menghindari bahan atau keadaan yang menyebabkan urtikaria.b. untuk menghilangkan rasa gatal dapat di oleskan sedikit tepung soda bakar yang sudah di campur dengan air atau 1/10 larutan menthol dalam alkohol.Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-line therapy, dan third-line therapy.1. First-line therapy

First-line therapy terdiri dari: a. Edukasi kepada pasien:

1) Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan menggunakan bahasa verbal atau tertulis.

2) Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.

b. Langkah non medis secara umum, meliputi:

1) Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol, dan agen fisik.

2) Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.

3) Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.

4) Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau 2%.

c. Antagonis reseptor histaminAntagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya menetap. Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping farmakologik yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah terfenadin, aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin) sedangkan aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan AH1 yang klasik bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang long acting. Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat menembus sawar darah otak.Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan dengan pada beberapa kasus urtikaria karena 15% reseptor histamin pada kulit adalah tipe H2. Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri karena efeknya yang minimal pada pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H2 adalah cimetidine, ranitidine, nizatidine, dan famotidine (Poonawalla, T., Kelly, B., 2009).2. Second-line therapy

Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line therapy harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan non-farmakologi.

a. Photochemotherapy

Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy (psoralen plus UVA [PUVA]) telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian menunjukkan peningkatan efektivitas PUVA hanya dalam mengelola urtikaria fisik tapi tidak untuk urtikaria kronis.

b. Antidepresan

Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis reseptor H1 dan H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai efek sedasi daripada diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik. Doxepin dapat sangat berguna pada pasien dengan urtikaria kronik yang bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin untuk pengobatan depresi dapat bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan yang menunjukkan efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas antipruritus. Telah dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus urtikaria fisik dan delayed-pressure urticaria pada dosis 30 mg/hari (Poonawalla, T., Kelly, B. 2009).c. Kortikosteroid

Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah. Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka pertimbangkan kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis, vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial vasculitis, yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Sebuah kursus singkat dari kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari, dengan atau tanpa tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat membantu ketika digunakan untuk episode urtikaria akut yang tidak respon terhadap antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis karena efek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis, ulkus peptikum, dan hipertensi.Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone, methylprednisolone, dan triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis). Methylprednisolone dapat membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-0.8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.d. Leukotriene Receptor AntagonistLeukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan mempunyai respon terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria kronis atau pada individu yang sehat. Leukotriene receptor antagonist seperti montelukast, zafirlukast, dan zileuton menunjukkan keunggulan yang lebih dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan pasien dengan urtikaria kronik.e. Antagonis saluran kalsium

Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus dan whealing pada pasien dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan antihistamin. Mekanisme nifedipin berhubungan dengan modifikasi influks kalsium ke dalam sel mast kutaneus.3. Third-line therapy

Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak berespon terhadap first-line dan second-line therapy. Third-line therapy menggunakan agen immunomodulatori, yang meliputi cyclosporine, tacrolimus, methotrexate, cyclophosphamide, mycophenolate mofetil, dan intravenous immunoglobulin (IVIG). Pasien yang memerlukan third-line therapy seringkali mempunyai bentuk autoimun dari urtikaria kronik. Third-line therapy lainnya meliputi plasmapheresis, colchicine, dapsone, albuterol (salbutamol), asam tranexamat, terbutaline, sulfasalazine, hydroxychloroquine, dan warfarin.a. Immunomudulatory Agents

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam mengobati pasien dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari menunjukkan manfaat pada dua pertiga pasien dengan urtikaria kronik yang tidak berespon terhadap antihistamin. Tacrolimus dengan dosis 20-g/mL setiap hari dapat mengobati pasien dengan corticosteroid-dependent urticaria.3Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen pasien dengan urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun mekanisme yang terlibat tidak jelas, namun telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi anti-idiotypic antibody yang bersaing dengan IgG endogen untuk reseptor H1 dan memblok pelepasan histamin atau memperbanyak klirens IgG endogen.

b. Plasmapheresis

Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan urtikaria autoimun kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup untuk mencegah akumulasi kembali autoantibodi yang melepaskan histamine dan harus diselidiki dalam hubungannya dengan penggunaan immunosuppressant pharmacotherapy.c. Obat lainnyaDapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam mengelola urtikaria ketika infiltrat neutrophil terlihat secara histologis, tetapi mungkin paling berguna untuk urticarial vasculitis. Hydroxychloroquine juga telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan urtikaria kronik idiopatik; dan telah dikaitkan dengan respon yang baik pada hypocomplementemic urticarial vasculitis. Meskipun 2-adrenoceptor agonist terbutaline telah dievaluasi untuk manajemen urtikaria kronik, penggunaannya umumnya tidak dianjurkan karena efek samping seperti takikardia dan insomnia yang tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh banyak pasien (Poonawalla, T., Kelly, B. 2009).2.9 PencegahanPencegahan yang paling tepat untuk penyakit ini adalah dengan cara mengindari penyebab dari urtikaria sendiri. Tindakan penghindaran akan berhasil bila penyebab/pencetus terjadinya alergi diketahui. Salah satu cara untuk mengetahui pencetus alergi ialah dengan melakukan uji kulit (tes alergi). Sayangnya, penderita terkadang alergi terhadap banyak hal, dan ini tentu sungguh membutuhkan ketelatenan penderita untuk mengidentifikasinya.Penyebab alergi yang perlu anda waspadai adalah:a. MakananMeliputi susu sapi, telur ayam, daging ayam, ikan (terutama ikan laut), udang (ebi), kepiting dan kacang-kacangan (kacang tanah, kacang mede). Sebagai sumber protein pengganti, dianjurkan untuk mengkonsumsi susu kedelai. Susu kedelai mengandung protein yang tidak menimbulkan alergi. Kadar asam amino lisinnya tinggi sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi protein pada nasi yang umumnya rendah kadar lisinnya. Secara umum susu kedelai juga mengandung vitamin B1, B2 dan niasin dalam jumlah yang setara dengan susu sapi.b. Obat-obatan tertentu. Biasanya dari golongan pereda nyeri (aspirin, antalgin) dan antibiotik (amoksisillin, kotrimoksazol).c. Cuaca. Terutama yang terlalu dingin atau panas. Urtikaria yang disebabkan oleh cuaca dingin biasanya menyerang orang dewasa muda dan dapat timbul jika udara menjadi semakin dingin. Untuk itu, bila cuaca dingin, usahakan aktivitas dilakukan di dalam ruangan. Gunakan masker/penutup hidung untuk mengurangi suhu dingin.d. Debu dan polusi. Bersihkan rumah dari debu secara rutin, terutama kamar tidur dan tempat tidur. Batasi pemakaian karpet di dalam rumah.e. Tekanan dan goresan. Urtikaria yang disebabkan oleh tekanan biasanya terjadi pada mereka yang menderita dermografisme yang berupa goresan pada kulit. Tekanan akibat goresan ini juga dapat memicu urtikaria.f. Stres. Hindari keadaan yang dapat membuat stres secara emosional, karena urtikaria juga dapat dipicu oleh faktor psikologis pasien.g. Olahraga TeraturPenyakit alergi berkaitan erat dengan daya tahan tubuh. Bila daya tahan tubuh lemah, mudah sekali muncul gejala-gejalanya. Olahraga yang dianjurkan misalnya berjalan kaki, berenang, bersepeda, berlari dan senam.

2.10 Komplikasi

Urtikaria dapat menyebabkan rasa gatal yang menimbulkan ketidaknyamanan serta menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder. Urtikaria kronik juga menyebabkan stres psikologis dan sebaliknya sehingga mempengaruhi kualitas hidup penderita seperti pada penderita penyakit jantung. Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal yang hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi sekunder. Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan somnolens dan bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit yang berat bisa mempengaruhi kualitas hidup.Gambar 1. Lapisan Epidermis Kulit.

Gambar 2. Anatomi Kulit.

16